M
M
M
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan. Organ ini terletak di rongga
toraks sekitar garis tengah antara sternum di sebelah anterior dan vertebra di posterior. Jantung
memiliki dasar lebar di atas dan meruncing membentuk titik di ujungnya, apeks, di bagian
bawah. Jantung terletak menyudut di bawah sternum sedemikian sehingga dasarnya terutama
terletak di kanan dan apeks di kiri sternum.6
Jantung terdiri atas dua pompa yang terpisah, yaitu jantung kanan yang memompakan
darah ke paru-paru, dan jantung kiri yang memompakan darah ke organ-organ perifer.
Selanjutnya, setiap bagian jantung yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat
berdenyut, yang terdiri atas satu atrium dan satu ventrikel. Setiap atrium adalah suatu pompa
pendahulu yang lemah bagi ventrikel, yang membantu mengalirkan darah masuk ke dalam
ventrikel. Ventrikel lalu menyediakan tenaga pemompa utama yang mendorong darah (1) ke
sirkulasi pulmonal melalui ventrikel kanan atau (2) ke sirkulasi perifer melalui ventrikel kiri
(Guyton, 2008). Pembuluh yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium adalah vena, dan
yang membawa darah dari ventrikel ke jaringan adalah arteri. Kedua paruh jantung dipisahkan
oleh septum, suatu partisi berotot kontinyu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi
3
jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh kanan jantung menerima dan memompa
darah miskin O2, sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah kaya O2.6
Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui dua vena
besar, vena kava, satu mengembalikan darah dari level di atas jantung dan yang lain dari level
di bawah jantung. Darah yang masuk ke atrium kanan telah kembali dari jaringan tubuh, di
mana O2 telah diambil darinya dan CO2 ditambahkan ke dalamnya. Darah ini mengalir dari
atrium kanan ke dalam ventrikel kanan, yang memompanya keluar menuju arteri pulmonalis,
yang segera membentuk dua cabang, satu berjalan ke masing-masing dari kedua paru. Karena
itu, sisi kanan jantung menerima darah dari sirkulasi sistemik dan memompanya ke dalam
sirkulasi paru.6
Di dalam paru, darah kehilangan CO2 ekstra dan menyerap pasokan segar O2 sebelum
dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis yang datang dari kedua paru. Darah kaya
O2 yang kembali ke atrium kiri ini selanjutnya mengalir ke dalam ventrikel kiri, rongga
pemompa yang mendorong darah ke seluruh sistem tubuh kecuali paru; jadi, sisi kiri jantung
menerima darah dari sirkulasi paru dan memompanya ke dalam sirkulasi sistemik. Satu arteri
besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri adalah aorta. Aorta becabang-cabang
menjadi arteri-arteri besar yang mendarahi berbagai organ tubuh.6
Sirkulasi paru adalah sistem bertekanan rendah dan beresistensi rendah, sedangkan
sirkulasi sistemik adalah sistem bertekanan tinggi dan beresistensi tinggi. Tekanan adalah gaya
yang ditimbulkan di dinding pembuluh oleh darah yang dipompa ke dalam pembuluh oleh
jantung. Resistensi adalah oposisi terhadap aliran darah, terutama disebabkan oleh gesekan
antara darah yang mengalir dan dinding pembuluh. Kedua sisi jantung scara simultan
memompa darah dalam jumlah setara, namun sisi kiri melakukan kerja lebih besar karena
memompa darah pada tekanan yang lebih tinggi ke dalam sistem yang lebih panjang dengan
resistensi lebih tinggi. Karena itu, otot jantung di sisi kiri jauh lebih tebal daripada otot di sisi
kanan, menyebabkan sisi kiri menjadi pompa yang lebih kuat.6
Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama, yakni: otot atrium, otot ventrikel,
dan serabut otot eksitatorik dan konduksi khusus. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi
dengan cara yang sama seperti otot rangka, hanya saja durasi kontraksi otot-otot tersebut lebih
lama. Sebaliknya, serabut-serabut khusus eksitatorik dan konduksi berkontraksi dengan lemah
sekali sebab serabut-serabut ini hanya mengandung sedikit serabut kontraktil; justru mereka
memperlihatkan pelepasan muatan listrik berirama yang otomatis dalam bentuk potensial aksi
atau konduksi potensial aksi yang melalui jantung, yang bekerja sebagai suatu sistem eksitatorik
yang mengatur denyut jantung yang berirama.7
4
Terdapat dua katup jantung, yaitu katup atrioventrikular kanan dan kiri, yang masing-
masing terletak di antara atrium dan ventrikel di sisi kanan dan kiri. Kedua katup ini
membiarkan darah mengalir dari atrium ke dalam ventrikel selama pengisian ventrikel tetapi
mencegah aliran balik darah dari ventrikel ke dalam atrium sewaktu pengosongan ventrikel.
Katup atrioventrikular kanan disebut katup trikuspid, karena terdiri dari tiga cusp atau daun
katup. Demikian juga, katup atrioventrikular kiri, yang memiliki dua daun katup, disebut katup
bikuspid atau katup mitral. Dua katup lainnya, yaitu katup aorta dan katup pulmonalis terletak
di pertemuan di mana arteri-arteri besar meninggalkan ventrikel. Katup-katup ini dikenal
sebagai katup semilunar karena memiliki tiga daun katup yang masing-masing mirip kantung
dangkal berbentuk bulan sabit. Katup-katup ini dipaksa membuka ketika tekanan ventrikel
kanan dan kiri masing-masing melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis, sewaktu
kontraksi dan pengosongan ventrikel. Penutupan terjadi ketika ventrikel melemas dan tekanan
ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Ketika ventrikel melemas
terbentuk gradient tekanan ke arah belakang dan semburan balik darah mengisi daun katup yang
berbentuk seperti kantung dan mendorong daun-daun tersebut dalam posisi tertutup dengan
tepi-tepi bebas menyatu kuat membentuk kelim tahan bocor. 6
Dinding jantung memiliki tiga lapisan tersendiri:
1. Suatu lapisan tipis di bagian dalam, endotel, yaitu suatu jenis jaringan epitel unik yang
melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi.
2. Suatu lapisan tengah, miokardium, yang terdiri dari otot jantung dan membentuk bagian
terbesar dari dinding jantung. Miokardium terdiri dari berkas-berkas serat otot jantung yang
saling anyam dan tersusun spiral mengelilingi jantung.
3. Suatu lapisan tipis di bagian luar, epikardium, yang membungkus jantung.
Pada serabut otot jantung terdapat daerah-daerah gelap yang menyilang serabut-serabut
otot jantung yang disebut diskus interkalatus. Pada setiap diskus interkalatus, membran selnya
saling bergabung satu dengan yang lain dengan cara yang sedemikian sehingga sel membentuk
gap junction yang permeabel, yang memungkinkan difusi ion-ion yang hampir sepenuhnya
bebas. Oleh karena itu, dipandang dari segi fungsinya, ion-ion itu dengan mudah bergerak
dalam cairan intrasel sepanjang sumbu longitudinal serabut otot jantung sehingga potensial aksi
dapat berjalan dengan mudah dari satu sel otot jantung ke sel otot jantung lai, melalui diskus
interkalatus. Jadi, otot jantung merupakan suatu sinsitium dari banyak sel otot jantung tempat
sel otot jantung tersebut terikat dengan kuat sehingga bila salah satu sel otot ini terangsang,
potensial aksi akan menyebar dari satu sel ke sel yang lain melalui hubungan tadi. 7
5
Sirkulasi Fetus
Tali pusat berisi satu vena dan dua arteri. Vena ini menyalurkan oksigen dan makanan
dari plasenta ke janin. Sebaliknya kedua arteri menjadi pembuluh darah balik yang
menyalurkan darah kearah plasenta untuk dibersihkan dari sisa metabolisme. Setelah melewati
dinding abdomen, vena umbilikalis mengarah ke atas menuju hati, membagi jadi dua yaitu sinus
porta ke kanan yang memasok darah ke hati dan suktus venosus yang berdiameter lebih besar
dan akan bergabung dengan vena cava inferior masuk ke atrium kanan. Darah yang masuk ke
jantung kanan memiliki kadar oksigen yang sama seperti arteri, meski bercampur sedikit
dengan darah dari vena cava.
Darah ini kemudian akan mengalir melalui foramen ovale pada septum masuk ke atrium
kiri dan selanjutnya ventrikel kiri akan menuju aorta dan seluruh tubuh. Adanya krista dividens
sebagai pembatas vena cava memungkinkan sebagian besar darah bersih dari ductus venosus
langsung akan mengalir kearah foramen ovale. Sebaliknya sebagian kecil akan mengalir ke arah
ventrikel kanan. Darah dari ventrikel kanan akan mengalir ke arah paru, tetapi sebagian besar
dari jantung kanan dialirkan ke aorta melalui arteri pulmonalis lewat ductus arteriosus karena
paru belum berkembang. Darah tersebut akan bergabung pada aorta descenden, bercampur
dengan darah bersih yang akan dialirkan ke seluruh tubuh. Darah balik akan melalu arteri
hipogastrika, keluar melalui dinding abdomen sebagai arteri umbilikalis.
Setelah bayi lahir, arteri vena umbilikalis, ductus venosus, dan ductus arteriosus akan
mengerut. Pada saat lahir, akan terjadi perubahan sirkulasi, dimana terjadi pengembangan paru
dan penyempitan tali pusat. Akibat peningkatan tekanan oksigen pada sirkulasi paru dan vena
pulmonalis, ductus arteriosus akan menutup dalam 3 hari dan total pada minggu kedua.8
Kelainan kongenital merupakan wujud semasa atau sebelum kelahiran atau semasa dalam
kandungan dan termasuk di dalamnya ialah kelainan jantung. Penyakit jantung bawaan (PJB)
atau penyakit jantung kongenital merupakan abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi
jantung pada semasa kelahiran. Malformasi kardiovaskuler kongenital tersebut berasal dari
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.9
Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar berdasarkan
pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisik.
Klasifikasi penyakit jantung bawaan menjadi PJB sianotik dan PJB asianotik tersebut sering
dikenal dengan klasifikasi klinis. Tapi bagi kelainan jantung kongenital yang lebih komplek
bentuknya, klasifikasi segmental mungkin lebih tepat –suatu pendekatan diagnosis berdasarkan
anatomi dan morfologi bagian-bagian jantung secara rinci dan runtut.10
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang
menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang
menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang
bertekanan rendah dimana aliran darah ini mengalir ke jantung. Kelainan ini merupakan 7%
dari seluruh penyakit jantung bawaan. PDA ini sering dijumpai pada bayi prematur, insidennya
bertambah dengan berkurangnya masa gestasi.11
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah janin yang menghubungkan arteri pulmonalis kiri
langsung dengan aorta desendens. Pada janin, duktus arteriosus dapat tetap terbuka karena
produksi dari prostaglandin E2 (PGE2). Pada bayi baru lahir, prostaglandin yang didapat dari
ibu (prostaglandin maternal) kadarnya menurun sehingga duktus arteriosus tertutup dan
berubah menjadi jaringan parut dan menjadi ligamentum arteriosum yang terdapat pada jantung
normal. Biasanya menutup sesaat setelah bayi lahir. Pada beberapa individu saluran ini menutup
dalam 48 jam setelah bayi lahir. Pada bayi prematur, saluran ini sering memakan waktu lebih
lama untuk menutup sendiri + 6 minggu setelah dilahirkan. Namun, dalam beberapa individu
tetap terbuka (paten) dalam 72 jam setelah kelahiran. Keadaan ini disebut patent ductus
arteriosus.12
Mekanisme penutupan ini tidak seluruhnya dimengerti, tetapi beberapa faktor diduga
berperan adalah kadar oksigen arterial, kadar prostaglandin, genetic, dan faktor lain yang belum
diketahui. Faktor – faktor tersebut menyebabkan nekrosis seluler pada dinding duktus arteriosus
7
yang akan diikuti dengan konstriksi otot dinding duktus pada tahap berikutnya. Konstriksi ini
akan menutup lumen diktus sehingga aliran darah dari aorta ke arteri pulmonalis tertutup.13
Gambar A menunjukkan penampang dari
jantung yang normal. Panah dalam lingkaran
menunjukkan arah aliran darah melalui
jantung.
Gambar B menunjukkan hati dengan patent
ductus arteriosus. Cacat menghubungkan
aorta dan arteri pulmonalis. Hal ini
memungkinkan darah yang kaya oksigen dari
aorta untuk mencampur darah miskin oksigen
dalam arteri pulmonalis.14
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita PDA adalah :15
1. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto rontgent dapat memperlihatkan pembesaran jantung, yang
bergantung pada besarnya “ductus shunt”, dan disertai dengan pulmonary plethora, gagal
jantung dan hipertensi pulmonal. Gambaran pengisian celah aortopulmonal dapat terlihat pada
kualitas film yang baik dan dapat berupa kalsifikasi PDA pada pasien yang lebih tua. kalsifikasi
PDA pada celah aortopulmonal merupakan tanda dari PDA, meskipun dapat terjadi false-posifif
pada asianosis shunt (VSD, ASD, fistula arteri koroner). Pada shunt yang signifikan, terdapat
gambaran dilatasi pada aorta ascending dan arkus aorta serta pelebaran atrium kiri dan ventrikel
kiri. 15
8
Gambaran foto thorax AP pada pasien dengan PDA yang memperlihatkan pengisian celah
aortopulmonal. 15
2. CT
Meskipun PDA dapat terlihat pada CT angiografi, terkadang masih memerlukan radiasi
ionisasi dan agen kontras intravena. Bahkan terkadang kalsifikasi PDA terlihat pada posisi yang
khas. CT angiografi dapat digunakan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta saat
ditemukannya aneurisma ductus arteriosus. Tingkat akurasi CTA sangat tinggi dalam
mendeteksi komplikasi PDA, seperti aneurisma duktus arteriosus, namun CT scan masih
kurang dapat diaplikasikan untuk mendeteksi PDA. 15
Gambaran axial dan koronal dari CTA pada pasien perempuan usia 21 tahun yang
menderita PDA. dia didiagnosa PDA setahun sebelumnya. Pemeriksaan CTA digunakan
untuk evaluasi emboli pulmo yang menyebabkan sesak nafas. 15
3. MRI
9
Penggunaan MRI pada anak-anak dibatasi, meskipun ekokardiografi selalu adekuat dalam
evaluasi PDA. PDA yang lebih besar dapat terlihat pada gambaran spin-echo, breath-held
MRA, atau cine MRA. Gangguan pada aliran darah yang disebabbkan PDA yang kecil pada
arteri pulmonalis akan memberikan gambaran seperti signal loss pada cine MRA. Gangguan
aliran darah ini dapat dilihat dengan baik mengginakan sagittal cine MRA yang melewati arkus
aortikus distal dan arteri pulomalis sinistra. 15
Gambaran Coronal breath-hold MRI. Tampak posisi PDA (panah) mengisi celah
aortopulmonal, yang akan tampak juga pada foto throrax AP. Ao=aorta ; LA= atrium kiri ;
RPA = arteri pulmo dextra. 15
10
Gambaran left anterior oblique cine MRI. Tampak area signal loss yang besar (panah) yg
diakibatkan turbulensi aliran pada arteri pulmonal dari PDA. meskipun PDA tidak terlihat
secara langsung, namun adanya gambaran hitam manandakan adanya PDA. Ao=aorta,
LA=atrium kiri, RA=atrium kanan. 15
4. USG
Pada M-mode ekokardiografi, gambaran bilik jantung akan tampak normal, kecuali jika
terdapat hipertensi pulmonal. Peningkatan output jantung kiri pada PDA akan menyebabkan
dilatasi dari atrium dan ventrikel kiri dengan peningkatan stroke volume. Hal ini juga akan
tergambarkan pada 2-D ekokardiografi. Pada pasien yang masih muda, PDA dapat terlihat
diantara arkus aorta distal dan arteri pulmo sinistra (seperti pada gambar di bawah). Pirau kiri-
ke kanan dapat terlihat dengan kontras ekokardiografi. Pemeriksaan Doppler ekokardiografi
sangat sensitive untuk digunakan dalam mendiagnosis PDA, meskipun secara klinis tidak ada
tanda-tanda yang menunjukkan adanya PDA. 15
Ekokardiografi dapat digunakan untuk membantu menetapkan indometasin yang dapat
meminimalisir obat yang digunakan untuk penutupan PDA. hal ini dikarenakan ekokardiografi
dapat memberikan gambaran efek pengobatan indometasin. 15
11
Gambaran lateral aortogram. Tampak PDA yang pendek antara segmen arteri pulmonal
dan ujung lumen aorta. 15
12
Gambaran lateral aortogram saat pemasangan Rashkind duct occluder pada pasien PDA
(panah). Dao= aorta descendens. 15
Gambaran lateral aortogram setelah pemasangan Rashkind duct occluder pada pasien
PDA (panah). Dao= aorta descendens. 15
13
Gambaran lateral left ventriculogram pada pasien dengan tetralogy of Fallot. Tampak
opasitas pada ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Arteri pulmonal (panah putih) tampak
kecil dan terisi dari PDA dengan segmen panjang dan menuju ke bawah (panah hitam).
Dao= aorta descendens. 15
Tatalaksana
Ada beberapa metode pangobatan yang biasanya diterapkan tim medis untuk mengatasi
gangguan fungsi jantung pada DAP, dan sangat bergantung dari ukuran bukaan pada duktus
dan yang utama usia pasien. Tidak diperlukan pembatasan aktivitas jika tidak terdapat
hipertensi pulmonal.13
Pada bayi prematur, duktus arteriosus sering menutup sendiri pada minggu pertama
setelah lahir. Pada bayi aterm, duktus arteriosus akan menutup dalam beberapa hari pertama
setelah lahir. Jika duktus tidak menutup dan menimbulkan masalah, obat-obatan dan tindakan
bedah dibutuhkan untuk menutup duktus arteriosus.13
Pengobatan medikamentosa dapat menggunakan antiinflamasi nonsteroid (AINS), seperti
ibuprofen atau indometasin, untuk membantu penutupan duktus arteriosus pada bayi prematur
sebelum usia 10 hari. AINS memblok prostaglandin yang mempertahankan duktus arteriosus
tetap terbuka. Pada bayi prematur dengan DAP dapat diupayakan terapi farmakologis dengan
memberikan indometasin intravena atau peroral dosis 0,2 mg/kgBB dengan selang waktu 12
jam diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya efektif pada bayi prematur dengan usia kurang dari
satu minggu, yang dapat menutup duktus pada kurang lebih 70% kasus, meski sebagian akan
membuka kembali. Pada bayi prematur yang berusia lebih dari satu minggu indometasin
memberikan respon yang lebih rendah. Pada bayi aterm terapi ini tidak efektif.13
14
Bila usaha penutupan dengan medikamentosa ini gagal dan gagal jantung kongestif
menetap, bedah ligasi DAP perlu segera dilakukan. Bila tidak ada tanda-tanda gagal jantung
kongestif, bedah ligasi DAP dapat ditunda akan tetapi sebaiknya tidak melampaui usia 1 tahun.
Prinsipnya semua DAP yang ditemukan pada usia 12 minggu, harus dilakukan intervensi tanpa
menghiraukan besarnya aliran pirau.16
Tindakan bedah
Pada bayi aterm atau pada anak lebih tua, diperlukan tindakan bedah untuk mengikat atau
memotong duktus. Untuk menutup duktus juga dokter dapat menggunakan tindakan dengan
kateter.16
Pada DAP dengan pirau kiri ke kanan sedang atau besar dengan gagal jantung diberikan
terapi medikamentosa (digoksin, furosemid) yang bila berhasil akan menunda operasi 3-6 bulan
sambil menunggu kemungkinan duktus menutup. Tindakan bedah setelah dibuat diagnosis,
secepat-cepatnya dilakukan operasi pemotongan atau pengikatan duktus. Pemotongan lebih
diutamakan dari pada pengikatan yaitu untuk menghindari kemungkinan rekanalisasi
kemudian. Pada duktus yang sangat pendek, pemotongan biasanya tidak mungkin atau jika
dilakukan akan mengandung resiko.14,16
Indikasi operasi duktus arteriosus dapat diringkas sebagai berikut:
1. DAP pada bayi yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa.
2. DAP dengan keluhan.
3. DAP dengan endokarditis infektif yang kebal terhadap terapi medikamentosa.
Hal yang perlu diperhatikan bagi penderita DAP yang usianya lebih dewasa, adalah
mengkonsultasikan kepada dokter ahli jantung yang merawat bila akan menjalankan operasi
minor lain (contoh: operasi amadel) ataupun perawatan gigi, untuk menghindari kemungkinan
resiko endokarditis.14
Selain dengan medikamentosa dan intervensi bedah ada beberapa cara penatalaksanaan
DAP diantaranya dengan menggunakan alat untuk menutup DAP yaitu:
1. Amplatzer ductal occluder
Amplatzer duct occluder (ADO) merupakan alat yang saat ini secara luas digunakan
untuk menutup DAP dan sudah mendapat rekomendasi dari Food and Drugs Administration
(FDA) Amerika Serikat. ADO (AGA Medical Corporation, Golden Valley, MN) terbuat dari
anyaman kawat nitinol dengan diameter 0,0004-0,0005 inci, berbentuk seperti jamur. ADO
terdiri dari lempeng berbentuk cakram yang datar dan badan utama yang berbentuk silinder
serta di dalamnya terdapat lapisan dakron yang terbuat dari polyester. 17
15
4. Nit-occluder
Terbuat dari stainlessteel, membentuk lingkaran kontinu dari besar ke kecil, seperti
bentuk obat anti-nyamuk bakar. Alat ini tidak megandung dakron. Nit-occluder dapat
digunakan untuk menutup DAP kecil-sedang (kurang dari 3,5 sampai 4 mm). Karena tidak
mengandung dakron, pembentukan trombus lebih lambat dibandingkan dengan ADO dan
Gianturco coil. Harga Nit-occluder lebih murah dari ADO.
Gambar Nit-occluder17
Atrial Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan yang ditandai dengan
adanya lubang yang persisten pada septum antar atrial yang disebabkan oleh karena kegagalan
pembekuan sekat, yang menyebabkan adanya hubungan antara atrium kanan dan atrium
kiri.19,20
17
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita ASD adalah :
1. Foto Thorax
Jika jantung membesar atau hipertensi pulmonal ada, itu mungkin yang disebabkan oleh
ASD. Jika kita mencurigai sebuah ASD kita harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
- Jantung mungkin membesar. Penentuan CTR yaitu dengan membandingkan lebar
thorax dan lebar dari pada jantung. Jika diameter jantung lebih besar daripada diameter
thorax, itu adalah pembesaran jantung
- Perhatikan bentuk jantung.pertama, perhatikan apexnya yang mana sering terjadi
pembesaran pada ventrikel kanan dan kadang-kadang terlihat jelas diafragma terangkat.
Selanjutnya lihat batas dari jantung kanan. Karena atrium kanan membesar, batas dari
jantung kanan terlihat lebih lebar dari normalnya
- Perhatikan posisi dari jantung dengan membandingkan pada posisi dari vertebra. Pada
ASD, jantung kadang bergeser ke kiri dan terlihat juga ke tepi kanan dari columna
vertebra
- Perhatikan tonjolan dan lengkungan aorta. Itu sering mengecil jika ASD ada, karena
darah dialirkan melalui atrium kanan, tidak melalui aorta.23
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP menunjukkan atrium
kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Jantung hanya sedikit
membesar dan corakan vaskularisasi paru yang prominent sesuai dengan besarnya pirau.19
Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus tampak denyutan (pada
fluoroskopi) dan disebut sebagai hilar dance. Hilar dance ini terjadi karena arteri pulmonalis
penuh darah dan melebar, sehingga pulsasi ventrikel kanan merambat sampai ke hilus. Makin
besar defeknya, makin kecil jumlah darah yang mengalir ke ventrikel kiri, karena sebagian
besar darah dari atrium kiri mengalir ke atrium kanan melalui defek. Aorta menjadi kecil,
hampir sukar dilihat, sedangkan arteri pulmonalis menjadi 3-5 kali lebih besar. Pembuluh darah
hilus melebar demikian juga cabang-cabangnya. Lambat laun pembuluh darah paru bagian tepi
menyempit dan tinggal pembuluh dari sentral (hilus) saja yang melebar. Bentuk hilus lebar,
meruncing ke bawah berbentuk sebagai tanda koma terbalik (‛).24
19
B C
Gambar (A). Foto PA: Kebocoran Septum Atrium (ASD), hemodinamika, belum ada HP,
atrium kanan membesar dan atrium kiri tidak. (B). Foto PA: hilus melebar sekali, berbentuk
koma terbalik. Vaskular paru bagian tepi sempit. Tanda hipertensi pulmonal. (C). Foto lateral:
tampak ventrikel kanan yang membesar sekali. Atrium kiri dan ventrikel kiri normal.24,25
2. CT scan
A
20
B
Gambar (A). Tiga-dimensi permukaan dari rekonstruksi ASDs seperti yang terlihat dari
anterior obliq dan sedikit proyeksi caudal. Penampakan rims memadai kecuali pada bagian
parsial dari tepi superior. Defek ini diukur dengan diameter 34 mm dan itu adalah diameter
yang besar. Ao = aorta, ventrikel RV = kanan.
(B). Gambaran CT axial dari sebuah Amplatzer septum atrium occluder 24 jam setelah
penyebaran. Perangkat ini tidak menimpa struktur terdekat yang penting seperti lapisan mitral
anterior atau vena pulmonalis kanan atas. RA = atrium kanan, LA = atrium kiri, Ao= akar
aorta, RV = saluran keluar ventrikel kanan
menunjukkan kenaikan resirkulasi pada lekukan kurva dengan arah shunt kiri ke kanan. Area
di bawah kurva bersifat indikatif dari volume shunt.26
Gambaran CT Aksial ASD sinus venosus dengan anomali vena pulmonalis kanan atas
mengalir ke persimpangan SVC / RA . B. 3-D rekonstruksi dengan diberikan volume pada
kasus yang sama dilihat dari lateralis kanan dan proyeksi caudal. atrium kanan = RA, atrium
kiri = LA, LULPV = lobus atas vena pulmonalis kiri , RIPV = vena pulmonalis inferior
kanan, Ao = aorta, LAA = atrium kiri tambahan, PA = arteri pulmonalis, IVC = vena cava
inferior.26
3. MRI
Karena kemajuan di dunia teknologi, kardiovaskular MR (CMR) telah berkembang
pesat, terutama selama dekade terakhir ini. Dengan meningkatnya prevalensi penyakit arteri
koroner (CAD) dan gagal jantung, antusiasme untuk penilaian jantung berbasis CMR menjadi
dihargai. Dengan satu kali pemeriksaan, struktur LV, perfusi, dan kelangsungan hidup dapat
dievaluasi dengan tingkat ketelitian yang tinggi sambil menghindari efek potensi berbahaya
dari radiasi pengion dan agen kontras nefrotoksik. Indikasi umum lain untuk CMR termasuk
pencitraan cardiomiopati, penyakit perikardial, penyakit katup jantung, penyakit jantung
bawaan, massa pada jantung, dan pembuluh darah paru.27
Umumnya lesi jantung bawaan termasuk shunts intracardiac, seperti atrium septal defek
(ASD) dan ventrikel septal defek (VSD). CMR merupakan pelengkap echocardiography dalam
mendiagnosa Penyakit Jantung Kongenital. Pengecualian pada anomali vena balik pulmonal
dengan ASD sinus venosus yang saling terkait, di mana CMR lebih akurat daripada
echocardiography karena berbentuk 3D yang dapat mencakup bagian dada. Selain pencitraan
cine yang menunjukkan aliran, kecepatan menyandi pada pencitraan ini berguna untuk
mengukur besarnya defek dan menentukan rasio shunt.27
Penyakit jantung congenital yang kompleks sering memerlukan penggunaan
echocardiography yang lengkap. CMR memiliki keuntungan dari cakupan 3D dan kemampuan
22
untuk dengan mudah menggambarkan pembuluh darah besar dan cabang-cabang arteri pada
paru.18
Gambaran atrial Septal defek tipe sekundum (panah kiri) dan ventrikel septal defek
(panah kanan).27
4. Ekokardiografi
Echocardiography adalah dasar diagnosis pada kondisi ini. pencitraan dua-dimensi akan
menunjukkan defek dalam hampir semua kasus (Gambar A). Tipe defek secundum yang terbaik
dilihat dari gambaran subkostal, yang menempatkan septum interatrial pada sudut yang
signifikan terhadap berkas pemeriksaan dan mengurangi kemungkinan diagnosis artefactual
yang positif palsu. Karakteristik dilatasi dari ruang sisi kanan jantung baik terlihat dan
dominasi volume overload ventrikel kanan akan sering dilihat sebagai gerakan septum
‘paradoxical’. Ini adalah gerakan anterior abnormal dari septum interventrikular selama sistole
ventricular (Gambar B).28
Defek ostium primum (juga dikenal sebagai defek septum atrioventrikular parsial) juga
baik terlihat, seperti anatomi katup atrioventrikular. Defek sinus venosus yang kurang umum
lebih sulit untuk divisualisasikan, karena letaknya tinggi pada atrium yaitu dekat muara vena
kava superior. Studi transesophageal sering digunakan menunjukkan lesi yang sulit ini. Semua
studi dari ASD harus disertai dengan pemeriksaan yang teliti yaitu memeriksa hubungan dari
vena pulmonal dan sistemik, karena ini sering abnormal.28
Studi doppler akan melengkapi informasi diagnostik. Pemetaan aliran warna sangat
membantu dalam diagnosis dari setiap defek dan anomali vena (Gambar C). waktu akselerasi
yang singkat dalam aliran arteri pulmonal kadang-kadang bisa menunjukkan adanya hipertensi
pulmonal, seperti kecepatan tinggi jet pada regurgitasi trikuspid. Rasio aliran sistemik untuk
paru dapat dihitung menggunakan teknik dopler, tetapi ini sangat memakan waktu dan rentan
23
terhadap kesalahan. Sederhana dan lebih akurat penilaian dengan non invasif pada tingkat
shunting kiri ke kanan dapat dicapai dengan terlebih dahulu studi radionuklide sebelumnya.
Studi radionuklida sebelumnya juga membantu pada anak yang lebih tua dengan kecurigaan
ASD yang mana pencitraan subkostal bukan sebuah diagnostik.28
Transthoracis echocardiography, kadang-kadang ditambah dengan transesophageal,
merupakan diagnostic dalam kebanyakan kasus. Shunt yang besar akan menyebabkan
kelebihan volume ventrikel kanan dengan pembalikan gerakan septum. Defek Ostium primum
dan ostium sekundum dapat dibedakan dengan mudah ; defek sinus venosus mungkin sulit
untuk digambarkan. Warna aliran dopler akan menunjukkan shunt dan setiap regurgitasi katup.
Kecepatan dari setiap regurgitasi tricuspid akan memperkirakan tekanan arteri pulmonalis.
Dengan pengalaman, operator dapat menetapkan tambahan katup AV cordal pada cacat primum
dan mendeteksi anomaly drainase pembuluh darah lobus kanan atas untuk SVC yang sering
mempersulit defek sinus venosus dan terlihat sesekali pada ASDs lainnya.29
A B
C
Gambar (A). Modifikasi apikal echocardiogram empat ruang dari pasien dengan ASD
secundum. Ruang sisi kanan jauh diperbesar. (B). M-Mode echocardiogram dari seorang
24
pasien dengan ASD dan volume overload pada ventrikel kanan. Ada gerakan paradoks dari
Septum interventriculare (tanda panah). (C). Studi aliran warna Doppler pada pasien dengan
ASDs. Mengalir melalui defek menuju katup tricuspid yang berwarna merah (arah
transduser)28
Gambar Atrial septal defect pada trans esofagus echocardiography. Gambar TEE dalam
tampilan axis pendek menunjukkan aorta (Ao), bagian dari intra atrium septum (IAS) dan
ASD. Hal ini dapat dilihat bahwa hampir tidak ada rim aorta (aorta rim botak). Bagian dari
atrium kiri terlihat di bagian atas IAS (tidak ditandai dalam gambar). Di bawah IAS, atrium
kanan yang besar dapat terlihat30
Tatalaksana
Defek septum atrium harus ditututup dengan pembedahan pada usia sekolah untuk
mencegah hipertensi pulmonal.31
Indikasi penutupan ASD :
- Pembesaran jantung pada thorax, dilatasi ventrikel kanan, kenaikan tekanan arteri
pulmonalis 50% atau kurang dari tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan keluhan.
Prognosis penutupan ASD akan sangat baik dibanding dengan pengobatan
medikamentosa. Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan
26
terjadinya aritmia atrial, apalagi bila sebelumnya telah ditemui adanya gangguan irama.
Pada kelompok ini perlu dipertimbangkan ablasi per kutan atau ablasi operatif pada
saat penutupan ASD
- Adanya riwayat iskemik transient atau strok pada ASD atau foramen ovale persisten.
Operasi merupakan kontraindikasi bila terjadi kenaikan resistensi vascular paru 7-8 unit,
atau ukuran defek kurang dari 8 mm tanpa adanya keluhan dan pembesaran jantung kanan.
Tindakan penutupan dapat dilakukan dengan operasi terutama untuk defek yang sangat besar
lebih dari 40 mm, atau tipe ASD selain tipe sekundum. Sedangkan untuk ASD sekundum
dengan ukuran defek lebih kecil dari 40 mm harus dipertimbangkan penutupan dengan kateter
dengan menggunakan amplatzer septal occluder. Masih dibutuhkan evaluasi jangka panjang
untuk menentukan kejadian aritmia dan komplikasi tromboemboli.19
Defek septum ventrikel jantung atau ventricular septal defect (VSD) adalah kelainan
kongenital yang terjadi akibat terbukanya septum interventricularis yang memungkinkan
terjadinya hubungan darah antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan.Septum interventricularis
adalah pemisah antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan, yang terdiri atas pars membranacea
dan pars muskularis. VSD disebabkan oleh malformasi embriogenik dari septum
interventricularis.Kejadian ini dapat berdiri sendiri atau bersamaan dengan kelainan kongenital
jantung lainnya.Defek biasanya terjadi pada septum interventricularis pars membranacea.
Aliran darah yang melalui defek itu lebih sering bertipe left to right shunt dan bergantung pada
besarnya defek, dan resistensi pembuluh darah pulmoner. Kelainan fungsi jantung yang dialami
penderita biasanya tergantung dari besarnya defek septum dan keadaan pembuluh darah
pulmoner.32,33
27
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita VSD adalah :
1. Foto Thorax
Macam-macam ekspertise yang dapat ditemukan pada VSD, antara lain: 36,37,38
Karakteristik foto yang ditemukan pada VSD adalah kardiomegali terutama bagian kiri
jantung, disertai tanda-tanda peningkatan vaskularisasi pulmoner. Peningkatan aliran
balik vena pulmonalis mengakibatkan terjadinya peningkatan volume pada atrium kiri
dan ventrikel kiri, yang akhirnya berujung ke dilatasi kedua ruang jantung tersebut.
Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan batas jantung kiri berubah bentuk. Pembesaran
atrium kiri lebih baik jika dilihat dari aspek lateral atau obliqus anterior sinistra, yang
mana foto tersebut akan menunjukkan gambaran bulging sepanjang batas jantung
posterior bagian atas, yang mengakibatkan pergeseran esophagus dan bronchus
principalis sinistra. Jika defek yang terjadi besar, maka pembesaran biventricular akan
terjadi.37
29
Gambar Foto thorax PA menunjukkan pembesaran jantung yang lebih dominan pada
bagian kiri dan peningkatan vaskularisasi pulmoner37
Bila tekanan di ventrikel kanan menadi lebih tinggi daripada tekanan di ventrikel kiri,
maka terjadilah pembalikan arah kebocoran menjadi right-to-left shunt. Perubahan
arah kebocoran ini menyebabkan penderita menjadi sianosis, sesuai dengan gejala-
gejala Eisenmenger. Foto oblique anterior dextra menunjukkan pergeseran esophagus
ke posterior, yang menandakan adanya dilatasi atrium kiri disertai tanda-tanda
pembesaran biventricular.36,38
Gambar Foto oblique anterior dextra dan barium meal menunjukkan kompresi
esophagus oleh atrium kiri, yang menandakan dilatasi atrium kiri36
Gambar Foto PA: tampak pelebaran pembuluh darah paru-paru, terutama hilus
kanan. Cor membesar CTR 58%, aorta kecil, pinggang jantung rata dengan
penonjolan arteri pulmonalis dan aurikel atrium kiri38
33
3. Ekokardiografi
Echocardiography dapat digunakan untuk menunjukkan tipe dan jumlah defek pada
septum interventricularis. VSD tipe perimembranus dapat dilihat dari kerusakan septum
pada daerah setelah valve triskuspidal dan di bawah batas annulus aorta. Keakuratan alat
ini sangat tinggi, jarang menimbulkan positif palsu dan negatif palsu.33,35
Tatalaksana
Pada anak yang memiliki VSD kecil akan simptomatik dan prognosis yang panjang,
sehingga tidak dibutuhkan terapi pengobatan atau bedah. Antibiotik profilaksis untuk
endocarditis juga sudah tidak diindikasikan pada kebanyakan kasus. Yang dapat dilakukan
adalah menjaga higenitas mulut yang baik untuk mencegah terjadinya endocarditis. Pada anak
dengan VSD sedang atau besar, terapi medis diindikasikan untuk memperbaiki gejala gagal
jantung, karena terkadang beberapa VSD dapat menjadi lebih kecil seiring berjalannya waktu.40
Gagal jantung kongestif yang tidak terkontrol dan infeksi saluran nafas rekuren
merupakan indikasi untuk pembedahan yang segera. Defek yang besar dan asimptomatik
biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan sering diperbaiki saat
anak berusia kurang dari 6-12 bulan. Pembedahan diindikasikan pada anak-anak asimptomatik
dengan tekanan pulmo normal jika rasio aliran pulmo-sistemik (Qp:Qs) cukup besar untuk
menyebabkan dilatasi ventrikel pada ekokardiografi. Pembedahan yang awal (kurang dari 1
tahun) pada VSD tampak menyebabkan akselerasi pertumbuhan post-bedah selama 3-6 bulan
pada bayi term dan preterm. 40
Terapi medikamentosa yang biasanya digunakan adalah untuk memperbaiki gejala
gagal jantung kongestif, yaitu dengan diuretic (furosemide dosis 1-3 mg/kg/dosis terbagi 2 atau
3 dosis), ACE inhibitor (captopril dan enalapril) dan digoxin. Pembedahan yang sering dipakai
35
pada akhir-akhir ini adalah dengan menggunakan cardiopulmonary bypass. Pada VSD tipe
perimembran dan inlet diperbaiki dengan pembedahan transatrial. defek muscular yang
multipel, terutama dekat dengan apex merupakan kasus yang sulit. Transkateter (Rashkind,
amplatzer) masih merupakan pendekatan yang eksperimental karena masih menyebabkan
komplikasi termasuk regurgitasi aorta, embolisasi, blok jantung komplit, hemolysis dan
perforasi. Operasi hybrid adalah prosedur gabungan antara kardiolog interventional dan bedah
jantung. Pendekatan ini dapat berguna pada VSD multiple saat VSD perimembrab diperbaiki
secara bedah dan VSD uskular ditutup dengan transkateter. 40
Koartasio aorta adalah suatu penyakit jantung bawaan berupa penyempitan pada arkus
aorta distal atau pangkal aorta desendens torakalis, diatas duktus arteriosus (pre-ductal),
didepan duktus arteriosus (juxta ductal) atau dibawah duktus arteriosus (post ductal). Pada
neonatus sering disertai hipoplasi segmen isthmus atau arkus aorta bagian distal, akibat aliran
yang kurang melalui arkus selama masa janin. Pada anak yang lebih besar ditemukan kolateral
antara aorta bagian proksimal koartasio aorta dengan bagian distal koartasio aorta.41,42,43
Koartasio aorta dapat merupakan suatu kelainan tunggal atau disertai abnormalitas
kardiovaskular lainnya, seperti bicuspid aortic valve (BAV), aneurisme intrakranial, hipoplasia
arkus aorta, defek septum ventrikel (DSV), duktus arteriosus persisten (DAP) dan kelaianan
katup jantung.44
Terdapat variasi yang luas pada koartasio aorta terutama mengenai anatomi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pilihan terapi, dan angka keluarannya. Patofisiologi koartasio
aorta bervariasi, bergantung derajat stenosis dan juga berhubungan dengan adanya kelainan
penyerta lain. Manifestasi klinis juga beragam mulai dari gagal jantung pada bayi baru lahir
maupun hipertensi asimptomatik atau murmur yang tidak menimbulkan gejala pada anak yang
lebih besar. Pilihan terapi meliputi terapi bedah dan intervensi transkateter.42
36
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita koarktasio aorta adalah
1. Foto Thorax
Koarktasio aorta sering didiagnosis melalui rontgen toraks. Pada bayi dan anak rontgen
toraks biasanya tampak normal. 2 tanda patognomonis dari rontgen toraks adalah lekukan pada
iga (rib notching) dan gambaran tanda 3 pada aorta descenden proksimal. Rib notching
disebabkan karena aliran kolateral arteri interkostal posterior yang berdilatasi dan berliku-liku
menyebabkan penekanan ekstrinsik pada iga. Biasanya hal ini terjadi pada batas bawah iga ke-
3 hingga iga ke-8. Hal ini secara bervariasi terjadi pada 75% dewasa namun jarang terjadi, pada
anak biasanya pada usia lebih dari 5 tahun. Lekukan dari tanda “3” atas menggambarkan arteri
subklavia kiri atau aorta tepat proksimal dari segmen yang menyempit, sedangkan lekukan yang
kedua menggambarkan dilatasi post stenotik aorta distal terhadap koartasio.41
37
2. Ekokardiografi
Selain itu, MRI dan CT Scan berguna pada pasien yang lebih tua atau yang telah
menjalani operasi untuk melihat obsktruksi arkus, hypoplasia arkus atau pembentukan
aneurisma. Ultrafast CT scan lebih digunakan pada potongan/stent yang multiple pada area
koarktasio.46
Tatalaksana
Pada koarktasio aorta yang telah ditemukan lebih awal, beberapa hal berikut dapat dilakukan:
46
Pengobatan pasien dengan gagal jantung kongestif dengan diuretik dan inotropic
Penggunaan prostaglandin E1 (0,05-0,15/kg/min) secara intravena untuk membuka
duktus arteriosus
Penggunaan obat inotropic (dopamine, dobutamin, epinefrin) saat terdapat disfungsi
ventrikel, terutama hipotensi
Monitoring perfusi renal dan output urin dengan kateter Foley
Monitoring asidosis
Jika koarktasio aorta ditemukan terlambat, maka yang dapat dilakukan adalah dengan
menangani hipertensi, yaitu dengan beta-blocker. Pemilihan beta-blocker memiliki keuntungan
dalam mengurangi efek hipertensi post-operatif. Pasien yang telah menjalani operasi dan
mengalami hipertensi dapat mendapat terapi vasodilator seperti nitroprusside dan beta-blocker
IV, seperti esmolol. Jika setelah pemberian beta-blocker tidak adekuat dalam menangani
hipertensi, maka dapat ditambah dengan ACE inhibitor atau angiotensin II antagonis. 46
Bila hemodinamik pasien telah stabil, perlu dilakukan tindakan definitif berupa
penanganan secara operatif. atau transkateter. Tindakan operatif adalah modalitas yang paling
pertama, dilakukan sejak lebih dari 50 tahun yang lalu. Pilihan operasi termasuk reseksi segmen
yang menyempit dengan end to end anastomosis, interposisi dengan prostesis, flap dengan arteri
40
subklavia kiri (left Subclavian artery/ LSCA) atau dengan bahan sintetik. Diantara teknik-teknik
yang berbeda, end to end anastomosis adalah yang paling sering digunakan terutama pada
neonatus dan memiliki angka survival yang panjang. Pada teknik ini dilakukan reseksi terhadap
segmen aorta yang menyempit kemudian re-anastomosis langsung. Dapat pula dilakukan
interposisi menggunakan prostetik. LSCA flap aortoplasty menghasilkan aliran kolateral ke
ekstremitas kiri atas, akibatnya terjadi penekanan pertumbuhan lengan, atau penurunan aliran
darah dari arteri vertebasilar. Bila digunakan material sintetik, terdapat resiko terbentuknya
aneurima pada sisi yang diperbaiki.42
Reseksi luas dengan end to end anastomosis lewat torakotomi lateral
Penting untuk menempatkan klem proksimal melewati arteri subklavia kiri dan karotis
kommunis kiri. Klem harus mencakup aorta asendens dan menutup begian arteri inominata
sehingga insisi proksimal pada sisi bawah aorta dapat meluas hingga proksimal sejauh pangkal
arteri karotis komunis kiri. Duktus arteriosus diligasi dan klem distal ditempatkan pada aorta
desenden. Perlu untuk memobilisasi aorta desendens sedistal mungkin dan hemoklip dapat
digunakan untuk menngontrol pembuluh darah kolateral. Insisi pada sisi bawah arkus aorta
dilakukan seproksimal mungkin. Insisi aorta desendens diperluas sehingga dapat cocok dengan
ukuran pada insisi proksimal. Kedua ujung aorta disambung menggunakan jahitan kontinyu. 42
koarktasio aorta primer maupun rekuren. Balon Angioplasty menghasilkan luka pada tunika
intima dan media yang menebal pada segmen aorta yang menyempit, mendilatasi obstruksi.
Meskipun demikian, hal ini dapat meluas ke sisi aorta yang sehat menyebabkan ruptur atau
terbentuknya aneurisma. Balon Angioplasty secara umum tidak dilakukan hingga usia 6-12
bulan pada koartasio primer karena resiko tinggi terjadinya terjadinya rekoarktasi (57%),
pembentukan aneurisma (17%) dan kerusakan arteri femoral (39%).42
somatik. Karenanya, pemasangan stent merupakan terapi primer koarktasio ada usia remaja dan
dewasa. 42
Tetralogy of fallot (TOF) adalah kelainan jantung bawaan dengan gangguan sianosis
yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi (1) defek septum ventrikel yaitu
adanya lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel, (2) stenosis pulmonal yang terjadi
karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik menuju paru, selain itu bagian
otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan, (3) overriding aorta dimana
katup aorta membesar dan bergeser ke kanan, sehingga terletak lebih kekanan, dan (4) hipertrofi
ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena adanya peningkatan tekanan
ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.47
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah
stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif, makin
lama makin berat. Derajat stenosis pulmonal sangat menentukan gambran kelainan; pada
obstruksi ringan tidak terdapat sianosis, sedangkan pada obstruksi berat sianosis terlihat jelas.
Pada pasien dengan TOF, stenosis pulmonal menghalangi aliran darah ke paru-paru dan
mengakibatkan peningkatan ventrikel kanan sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan. Darah
yang banyak mengandung CO2 seharusnya dipompakan ke paru-paru, namun malah berpindah
ke ventrikel kiri karena adanya celah antara ventrikel kanan akibat VSD, akibatnya darah yang
ada di ventrikel kiri yang kaya akan O2 dan akan dipompakan ke sirkulasi sistemik bercampur
dengan darah yang berasal dari ventrikel kanan yang kaya akan CO2. Hal tersebut
44
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto thorax dapat memperlihatkan gambaran jantung “bentuk-sepatu” dengan apex
jantung yang cenderung naik karena adanya hipertrofi ventrikel dextra dan segmen arteri
pulmonalis yang konkaf. Namun pada kebanyakan bayi dengan TOF tidak menunjukkan
gambaran ini.48
45
2. Ekokardiografi
3. CT/CTA
4. MRI
Gambaran MRI jantung bayi dengan TOF. Tampak defek septum ventrikel yang besar
dan hipertrofi ventrikel dextra.49
Tatalaksana
Pada penderita TOF dapat diberikan terapi baik secara non-medikamentosa ataupun secara
medikamentosa untuk meringankan gejala yang ditimbulkan. Terapi tersebut antara lain dengan
cara:52,53
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena peningkatan afterload aorta
akibat penekukan arteri femoralis. Selain itu untuk mengurangi aliran darah balik ke jantung
(venous).
2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula diberi Diazepam
(Stesolid) per rektal untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.
3. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun.
Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipneu, sianosis berkurang dan anak
menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian :
b. Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan
resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif.
c. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penanganan
serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung,
sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke
seluruh tubuh juga meningkat.
1. Edukasi kepada keluarga pasien untuk mengenali dan mengatasi serangan sianosis.
2. Propanolol oral 0,5-1,5 mg/kgBB po tiap 6 jam dapat digunakan untuk mencegah serangan
berulang sementara menunggu tindakan operasi korektif.
3. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi untuk mencegah komplikasi cerebrovaskular.
Tindakan operasi dianjurkan untuk semua pasien TOF. Tindakan operasi yang dilakukan, yaitu:
52,53
1. Blalock-Taussig Shunt (BT-Shunt), yaitu merupakan posedur shunt yang dianastomosis sisi
sama sisi dari arteri subklavia ke arteri pulmonal.
3. Potts Shunt, yaitu anastomosis antara aorta desenden dengan arteri pulmonal yang kiri.
Teknik ini jarang digunakan.
4. Total Korektif, terdiri atas penutupan VSD, valvotomi pulmonal dan reseksi infundibulum
yang mengalami hipertrofi.
51
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital merupakan
abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada semasa kelahiran. Malformasi
kardiovaskuler kongenital tersebut berasal dari kegagalan perkembangan struktur jantung
pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok besar berdasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat
ditentukan melalui pemeriksaan fisik. Klasifikasi penyakit jantung bawaan menjadi PJB
sianotik dan PJB asianotik tersebut sering dikenal dengan klasifikasi klinis. Tapi bagi
kelainan jantung kongenital yang lebih komplek bentuknya, klasifikasi segmental mungkin
lebih tepat –suatu pendekatan diagnosis berdasarkan anatomi dan morfologi bagian-bagian
jantung secara rinci dan runtut.
3.2. Saran
Bagi penulis
Penulis diharapkan selalu menambah pengetahuannya tentang penyakit jantung bawaan.
Bagi akademisi
Dalam makalah ini hanya dibahas sebagian kecil dari penjelasan tentang penyakit
jantung bawaan makalah ini bisa digunakan sebagai pelengkap dan penunjang untuk
referensi.
53
DAFTAR PUSTAKA
17. Guyton AC. Hall JE. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007. 353-56.
18. Desantis ERH, Clyman RI. Patent Ductus Arteriosus: Pathophysiology and Management
Patent Ductus Arteriosus. Journal of Perinatology. 2006 : 14-18.
19. Aru WS, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Jantung Kongenital pada
Dewasa. Ed.4, Jilid.III. Jakarta Pusat : Interna Publishing 2007. Hal : 1641-1644
20. Widyantoro B. Penyakit Jantung Bawaan: Haruskah Selalu Berakhir di Ujung Pisau
Bedah. Inovasi. Jakarta; 2006. Volume 6. Hal 121-124
21. Weerakkody , Yuranga and Gaillard, Frank et al.. Atrial Septal Defect. [Cited] 23
Desember 2012. Available from: http://www.radiopedia.org/articles/atrial-septal-
defect-2
22. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. 2000. Hal 447
23. Corne, Jonathan, dkk. Chest X-Ray made easy. UK : Churcill Livingstone; 1998. p.
87-89
24. Ekayuda, Iwan. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal 184-
188
25. Soetikno, DR. Gambaran Foto Thoraks pada Congenital Heart Disease.. Available
from: http://repiratory.unpad.ac.id
26. Budoff, J Matthew, dkk. Cardiac CT Imaging Diagnosis of cardiovascular Disease.
London : Springer; 2006. p. 221-224
27. Brant, E William and Helms, A Clyde. Fundamentals of Diagnostic Radiology. 2nd ed.
Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p.665-666
28. Sutton, David. Textbook of Radiology and Imaging volume 2. 7th ed. UK : Churcill
Livingstone; 2003. p. 363-375
29. Grainger & Allison’s. Diagnostic Radiology A Textbook of Medical Imaging. 4th ed.
UK : Churcill Livingstone; 2001. Chapter 36B.
30. Francis, J. Atrial Septal Defect (ASD). Available from: Cardiophile MD. Updated: 23
April 2012
55
31. Meadow, Sir Roy, and Newell, Simon. Lecture Notes Pediatrika. Jakarta: Erlangga.
2005. Hal 139-145
32. Milliken JC, Galovich J. Ventricular septal defect [online]. Medscape. 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/162692-print [Diakses 23 Maret 2018].
33. Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al,
editors. Harrison’s principles of internal medicine 17thed. New York: McGraw Hill,
Health Professions Division; 2008.
34. Anonim. Congenital Heart Disease [online]. Diakses dari
https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/congenital-heart-defects [23 Maret 2018].
35. Singh VN, Sharma RK, Reddy HK, Nanda NC. Ventricular septal defect imaging
[online]. 2015 Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/351705-print [23
Maret 2018].
36. McMahon C, Singleton E. Plain radiographic diagnosis of congenital heart disease
[online]. 2009. Available from: URL:
http://www.bcm.edu/radiology/cases/pediatric/text/2b-desc.htm
37. John SD, Swischuk LE. Pediatric chest. In: Brant WE, Helms CA, editors.
Fundamentals of diagnostic radiology 2nd ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins;
2007. p. 1261-3,8.
38. Purwohudoyo SS. Sistem kardiovaskuler. Dalam: Ekayuda I, editor. Radiologi
diagnostik edisi kedua. Jakarta: Divisi Radiodiagnostik, Departemen Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. h. 184-91.
39. Leschka S, Oechslin E, Husmann L, Desbiolles L, Marincek B, Genoni M, et al. Pre-
and postoperative evaluation of congenital heart disease in children and adults with 64-
section CT. RadioGraphics 2007; 27: 839.
40. Ramaswamy P, Srinivasan K. Ventricular Septal Defects Treatment & Management.
Medscape. Diakses dari : https://emedicine.medscape.com/article/892980-treatment#d9
[23 Maret 2018]
41. Choi M, Nolan RL. Koartasio aortarctation of the aorta. Queen's Health Sciences
Journal. 2005;6:49-50.
42. Beekman RH. KOARTASIO AORTARCTATIO AORTA. In: Allen HD, Driscoll DJ,
Shady RE, Feltes TF, editors. Moss and Adams' Heart Disease in Infants, Children, and
Adolescents: Including the Fetus and Young Adults, 7th Edition2008. p. 988-1033.
43. Silversides CK, Kiess M, Beauchesne L, Bradley T, Connelly M, Niwa K, et al.
Canadian Cardiovasxular Society 2009 Consensus Conference on the management of
56
adults with congenital heart disease: Outfolow tract obstruction, koartasio aortarctation
of the aorta, tetralogy of Fallot, Ebstein anomaly and Marfan’ syndrome. Can J Cardiol.
2010;26(3):80-97.
44. Baumgartner H, Bonhoeffer P, Groot NMSD, Haan Fd, Deanfield JE, Galie N, et al.
ESC Guidelines for the management of grown up congenital heart disease (new version
2010). European Heart Journal. 2010;31:2931-33.
45. Hoschtizky JA, Anderson RH, Elliott MJ. Aortic Koartasio aortarctation and intterupted
aortic arch. In: Anderson RP, Baker EJ, Penny D, N.Readington A, Rigby MR,
Wernovsky G, editors. Paediatric Cardiology. 3rd ed. Philadelphia: Churching
Livingstone; 2010. p. 945-56
46. Patnana SR & Seib PM. Coartation of the Aorta. Medscape. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/895502-workup#c9 [24 Maret 2018].
47. Muttaqin A. Pengantar : klien dengan gangguan sistem kardiovaskular. Jakarta:
Salemba Medika; 2009. h. 186-94.
48. Sharma R & Weerakkody Y. Tetralogy of Fallot. Radiopedia. Diakses dari
https://radiopaedia.org/articles/tetralogy-of-fallot [24 Maret 2018].
49. Greenberg SB. Imaging in Tetralogy of Fallot. Medscape. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/350898-overview#a4 [24 Maret 2018].
50. Ordovas KG, Muzzarelli S, Hope MD et al. Cardiovascular MR Imaging after Surgical
Correction of Tetralogy of Fallot : Approach Based on Understanding of Surgical
Procedures. Cardiac Imang. Vol 33 (4). 2012. Diakses dari
https://pubs.rsna.org/doi/10.1148/rg.334115084?url_ver=Z39.88-
2003&rfr_id=ori%3Arid%3Acrossref.org&rfr_dat=cr_pub%3Dpubmed [24 Maret
2018].
51. Puderbach M, Eichorn J, Fink C, Kauczor H. Untreated Tetralogy of Fallot with
Pulmonary Atresia in a 55-year Old Woman. 2004. Diakses dari
http://circ.ahajournals.org/content/110/18/e461 [24 Maret 2018].
52. Behrman, Kliegman, Jenson. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol 2. Jakarta:
EGC; 2003.h. 577-83.
53. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Ed 3. Jakarta: EGC; 2008. h. 143-6.
54. Bashore, TM. Adult Congenital Heart Disease : Right Ventricular Outflow Tract
Lesions. 2007;115:1933-1947. Diakses dari
http://circ.ahajournals.org/content/115/14/1933.figures-only [25 Maret 2018]