Asam Asetil Salisilat Laporan
Asam Asetil Salisilat Laporan
Asam Asetil Salisilat Laporan
ASIDI-ALKALIMETRI
PENETAPAN KADAR ASAM ASETILSALISILAT
OLEH:
KELOMPOK 6
GOLONGAN II
NI PUTU SINTA MAHASUARI (1608551075)
IDA AYU MAS SITA SANJIWANI D. (1608551076)
PUTU WULAN PRAYASCITA (1608551077)
VALLINA RAHMADINHA (1608551078)
BENILDA MARIA CESARIO DE SENA (1608551079)
KRISTINA MEGI LIMBA (1608551080)
I. TUJUAN
1.1 Memahami prinsip metode titrasi asidi-alkalimetri dalam menetapkan kadar
suatu senyawa.
1.2 Memahami proses standarisasi NaOH.
1.3 Mampu menetapkan normalitas rata-rata NaOH.
1.4 Mampu menentukan kadar sampel asam asetilsalisilat yang dianalisis
dengan metode alkalimetri.
1
dilarutkan dalam 50 mL air bebas CO2P, dititrasi dengan NaOH 1 N
menggunakan indikator fenolftalein P (Depkes RI, 1979).
2
dari struktur fenol dari pp sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi
perubahan warna (Gandjar dan Rohman, 2007).
3
reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Suatu titrasi yang ideal adalah jika titik
akhir titrasi sama dengan titik ekivalen teoritis. Untuk dapat melakukan analisis
volumetri harus dipenuhi syarat-syarat berikut:
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat. Kebanyakan reaksi ion memenuhi
syarat ini,
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi.
Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan
perbandingan kesetaraan stoikiometris,
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik secara
kimia atau fisika,
4. Harus ada indikator jika syarat 3 tidak dipenuhi
(Gandjar dan Rohman, 2007)
Berdasarkan reaksi kimianya, reaksi titrimetri digolongkan menjadi 4, salah
satunya adalah reaksi asam-basa (Reaksi Asidi-Alkalimetri). Asidimetri dan
alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang
berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai
reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri
merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan
penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku
basa (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.8 Penetapan Kadar Asam Salisilat
Secara skematis, cara perhitungan kadar suatu senyawa dapat dilukiskan
sebagai berikut:
4
BE (berat ekivalen) sama dengan berat molekul sampel dibagi dengan
valensinya. Jika sampelnya padat (sampel ditara dengan menggunakan timbangan
analitik) maka rumus untuk menghitung kadar adalah sebagai berikut:
𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐵𝐸
Kadar (% b/b) = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
5
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
a. Aluminium foil h. Labu erlenmeyer
b. Bulb filler i. Pipet tetes
c. Batang pengaduk j. Sendok tanduk
d. Beaker glass k. Statif
e. Buret l. Kertas perkamen
f. Pipet ukur m. Neraca Analitik
g. Labu ukur
3.2 Bahan
a. Asam asetil salisilat
b. Asam oksalat
c. Aquadest
d. Etanol 95%
e. Indikator phenolphthalein
f. NaOH
6
Ditimbang 500 mg fenolftalein P dan dimasukkan ke dalam beaker glass.
Ditambahkan etanol secukupnya, diaduk dengan batang pengaduk hingga larut.
Larutan dimasukkan ke labu ukur 50 mL ditambahkan etanol hingga tanda batas,
kemudian digojog hingga homogen
Normalitas : 0,1 N
Volume : 1000 mL
NaOH Na+ + OH- (ek = 1)
N
N = M x ek ↔ M =
ek
0,1 gr ek L
M = 0,1mol⁄L
1 gr ek mol
M = 0,1 M
Massa NaOH dapat dihitung dengan cara:
massa 1000
M
Mr V
M x Mr x V
massa
1000
0,1 M x 40 gr mol x 1000 mL
massa
1000
massa 4 gram
7
ukur hingga tanda batas volume 1000 mL. Digojog hingga homogen dan
ditampung ke dalam botol kemudian ditutup dengan aluminium foil.
Normalitas : 0,1 N
Volume : 500 mL
H2C2O4 2 H+ + C2O42- (ek = 2)
N
N = M x ek ↔ M = ek
0,1 gr ek L
M = 0,05mol⁄L
2 gr ek mol
M = 0,05 M
Massa Asam Oksalat dapat dihitung dengan cara:
massa 1000
M
Mr V
M x Mr x V
massa
1000
0,05 M x 126,07 gr mol x 500 mL
massa
1000
massa = 3,15 gram
gram
Diketahui: BMasam oksalat : 126 mol
Massa : 3,15 g
Volume : 500 mL
H2C2O4 2 H+ + C2O42- (ek = 2)
massa 1000
M
Mr V
3,15 g 1000
M
126 500 mL
M 0,05 M
N = M x ek = 0,05 × 2
= 0,1 N
8
4.4.2 Prosedur Kerja
Ditimbang 3,15 gram asam oksalat, dimasukkan ke dalam beaker glass.
Ditambahkan aquadest secukupnya hingga larut. Larutan asam oksalat
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL. Ditambahkan aquadest ke dalam labu
ukur hingga tanda batas 500 mL. Digojog hingga homogen dan ditampung ke
dalam botol kemudian ditutup dengan aluminium foil.
4.5 Standarisasi Larutan Standar NaOH
Disiapkan 3 erlenmeyer dan masing-masing dimasukkan 10 mL asam
oksalat. Masing-masing erlenmeyer ditambahkan indikator fenolftalein P.
Kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan standar NaOH 0,1 N hingga
terbentuk warna merah muda yang stabil pada larutan yang menandakkan bahwa
titrasi harus diakhiri. Dicatat volume NaOH yang digunakan dan dilakukan titrasi
sebanyak 3 kali.
4.6 Penetapan Kadar Asam Salisilat
Ditimbang satu per satu tablet asetosal dan dihitung rata-ratanya lalu
ditimbang 20 tablet sekaligus dan hitung rata-ratanya. Kemudian tablet digerus
dan ditimbang sesuai rata-rata dan dimasukkan ke dalam 3 erlenmeyer. Setelah
itu, ditambahkan 20 mL etanol netral pada masing-masing erlenmeyer. Kemudian
dilakukan sonikasi selama 10 menit. Larutan disaring dan ditambahkan etanol
netral hingga 25 mL. Kemudian diambil larutan sebanyak 5 mL dan dititrasi
dengan menggunakan fenolftalein P hingga berubah warna menjadi merah muda
yang stabil. Setelah itu, dicatat volume NaOH yang digunakan.
V. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Larutan Fenolftalein
Ditimbang 162 mg
Diukur etanol 95%natrium hidroksida
sebanyak 150 mL P
10
Ditambahkan aquadest ke dalam labu ukur hingga tanda batas 500
mL
11
Disaring larutan dan ditambahkan etanol netral hingga 25 mL
12
Kadar Asam Asetilsalisilat rata-rata : 99,981%
Standar Deviasi : 8,091
% Kesalahan (RSD) : 8,81%
6.2 Perhitungan
6.2.1 Menentukan Normalitas Rata-rata Larutan Standar NaOH 0,1N
Diketahui :
Normalitas NaOH = 0,1 N
Volume Asam Oksalat = 10 mL
Volume NaOH titrasi I = 10,3 mL
Volume NaOH titrasi II = 10,15 mL
Volume NaOH titrasi III = 10,2 mL
Ditanya : N NaOH rata - rata =…?
Jawab :
N 0,1
M C2H2O4 . 2 H2O = ek = = 0,05 M
2
grek⁄
N NaOH = 0,097 M x 1 mL = 0,097 N
Jadi, Normalitas NaOH pada titrasi I adalah 0,097 N.
b. Titrasi II :
13
Volume NaOH = 10,15 mL
mol NaOH 1 mmol
M NaOH = = 10,15mL = 0,099 M
V NaOH
grek⁄
N NaOH = 0,099 M x 1 mL = 0,099 N
Jadi, Normalitas NaOH pada titrasi II adalah 0,099 N
c. Titrasi III :
Volume NaOH = 10,2 mL
mol NaOH 1 mmol
M NaOH = = 10,2 mL = 0,098 M
V NaOH
grek⁄
N NaOH = 0,098 M x 1 mL = 0,098 N
Jadi, Normalitas NaOH pada titrasi III adalah 0,098 N
d. Normalitas Rata-rata NaOH
NI + NII + NIII
N rata-rata NaOH = 3
0,097 N + 0,099 N + 0,098 N
= 3
= 0,098 N
Jadi, Normalitas NaOH rata-rata adalah 0,098 N
6.2.2 Penetapan Kadar Asam Salisilat
Diketahui :
Normalitas NaOH = 0,098 N
gram
BM Asam Asetilsalisilat = 180, 16 ⁄mol
Volume NaOH titrasi I = 5,6 mL
Volume NaOH titrasi II = 5,3 mL
Volume NaOH titrasi III = 4,7 mL
Ditanya: a. massa Asam Salisilat =…?
b. Kadar % b/b =…?
c. % Recovery = …?
Jawab:
Titrasi I
V NaOH = 5,6 mL
N
M NaOH = ek
14
0,098
= 1
= 0,098 M
mol NaOH = M x V NaOH
= 0,098 M x 5,6 mL
= 0,5488 mmol
x = 0,09887 g = 98,87 mg
N NaOH x V NaOH x BE
b. Kadar (%b/b) = x 100 %
berat sampel(mg)
gram
0,098 N x 5,6 mL x 180,16 ⁄mol
= x100 %
98,87 mg
= 100,001 % b/b
massa perhitungan
c. % Recovery = x100 %
massa sebenarnya
98,87 mg
= x100 %
80 mg
=123,59%
Titrasi II
V NaOH = 5,3 mL
N
M NaOH = ek
0,098
= 1
= 0,098 M
mol NaOH = M x V NaOH
15
= 0,098 M x 5,3 mL
= 0,5194 mmol
Reaksi : C9H8O4 + NaOH C9H8O4Na + H2O
Awal : 0,5194 mmol 0,5194 mmol
Reaksi : 0,5194 mmol 0,5194 mmol 0,5194 mmol 0,5194 mmol
Sisa : - - 0,5194 mmol 0,5194 mmol
Mol NaOH yang diperlukan untuk dapat bereaksi dengan C9H8O4Na
adalah 0,5194 mmol = 0,5194 x 10-3 mol
massa
a. mol Asam Asetilsalisilat = BM
x
0,5194 x 10-3 mol = 180,16
x = 0,09358 g = 93,58 mg
N NaOH x V NaOH x BE
b. Kadar (%b/b) = x 100 %
berat sampel(mg)
gram
0,098 N x 5,3 mL x 180,16 ⁄mol
= x100 %
93,58 mg
= 99,94 % b/b
massa perhitungan
c. % Recovery = x100 %
massa sebenarnya
93,58 mg
= x100 %
80 mg
=117 %
Titrasi III
V NaOH = 4,7 mL
N
M NaOH = ek
0,098
= 1
= 0,098 M
mol NaOH = M x V NaOH
= 0,098 M x 4,7 mL
= 0,4606 mmol
Reaksi : C9H8O4 + NaOH C9H8O4Na + H2O
Awal : 0,4606 mmol 0,4606 mmol
Reaksi : 0,4606 mmol 0,4606 mmol 0,4606 mmol 0,4606 mmol
16
Sisa : - - 0,4606 mmol 0,4606 mmol
Mol NaOH yang diperlukan untuk dapat bereaksi dengan C9H8O4Na
adalah 0,4606 mmol = 0,4606 x 10-3 mol
massa
a. mol Asam Asetilsalisilat = BM
x
0,4606 x 10-3 mol = 180,16
x = 0,08298 g = 82,98 mg
N NaOH x V NaOH x BE
b. Kadar (%b/b) = x 100 %
berat sampel(mg)
gram
0,098 N x 4,7 mL x 180,16 ⁄mol
= x100 %
82,98 mg
= 100,002 % b/b
massa perhitungan
c. % Recovery = x100 %
massa sebenarnya
82,98 mg
= x100 %
80 mg
=103,7 %
6.2.3 Menentukan Standar Deviasi dan RSD Kadar Asam Asetilsalisilat
massa I + massa II + massa II
Massa rata-rata Asam Asetilsalislat = 3
98,87 mg+ 93,58 mg + 82,98 mg
= 3
= 91,81 mg
kadar I + kadar II + kadar II
Kadar rata-rata Asam Asetilsalislat = 3
100,001 %+ 99,94 % + 100,002 %
= 3
= 99,981 %
Titrasi X X X-X (X - X)2
I 98,87 91,81 7,06 49,836
II 93,58 91,81 1,77 3,1329
III 82,98 91,81 -8,83 77,9689
∑ = 130,9454
17
Σ (X - X )2
a. Standar deviasi =√ n-1
130,9454
=√ 2
= 8,091
SD
b. RSD =
X
8,091
= 𝟗𝟏,𝟖𝟏 x 100%
= 8,81%
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk menentukan kadar asam
asetil salisilat (asetosal) dalam tablet yang beredar di pasaran. Penentuan kadar ini
dilakukan dengan metode titrasi asidi-alkalimetri yang termasuk dalam reaksi
netralisasi. Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada
prinsipnya, untuk dapat menetapkan kadar asam asetil salisilat dilakukan titrasi
langsung asam lemah, yakni titrasi asam asetil salisilat yang merupakan asam
lemah dengan menggunakan basa kuat yakni NaOH yang telah distandarisasi dan
akan menghasilkan garam yang terhidrolisis dalam larutan. Metode titrasi
asidimetri dalam praktikum ini diterapkan dalam standarisasi NaOH, yang
merupakan senyawa basa, oleh asam oksalat yang termasuk senyawa asam.
Sedangkan penetapan kadar asam asetilsalisilat melalui titrasi dengan NaOH
adalah penerapan dari titrasi alkalimetri.
Sebelum melakukan titrasi, dibuat terlebih dahulu bahan-bahan yang
dibutuhkan selama praktikum yaitu larutan asam oksalat 0,1 N, indikator
fenolftalein, dan larutan NaOH 0,1 N. Larutan asam oksalat 0.1 N dibuat dengan
melarutkan 3,15 g asam oksalat dalam akuades secukupnya, lalu dipindahkan ke
18
labu ukur 500 mL dan ditambahkan akuades hingga tanda batas, kemudian
digojog hingga homogen.
Indikator yang digunakan dalam praktikum ini adalah fenolftalein. Indikator
diperlukan untuk memudahkan pengamatan secara visual saat titik akhir titrasi
telah tercapai yang ditandai dengan terbentuknya warna merah muda stabil pada
larutan. Indikator fenolftalein digunakan karena reaksi antara asam asetilsalisilat
yang bersifat asam lemah dengan NaOH yang bersifat basa kuat akan
menghasilkan garam yang nantinya akan terhidrolisis menghasilkan larutan yang
bersifat basa. Sehingga saat mencapai titik ekuivalen, larutan memiliki pH diatas
7 yang menyebabkan perubahan warna menjadi merah muda. Perubahan warna
pada fenolftalein ini terjadi karena seiring meningkatnya pH akan terjadi proses
penataan ulang pada struktur fenolftalein dimana terjadi perpindahan proton dari
struktur fenol dari fenolftalein sehingga menyebabkan perubahan warna. Indikator
fenolftalein memiliki pKa 9,4 dengan jangkauan pH saat terjadi perubahan warna
yaitu 8,4-10,4 (Gandjar dan Rohman, 2007). Larutan indikator PP 1% dibuat
sebanyak 50 mL.
Selanjutnya dibuat larutan NaOH 0.1 N sebanyak 1000 mL. Sebelum NaOH
digunakan sebagai titran, dilakukan standarisasi terlebih dahulu oleh asam oksalat.
Standarisasi larutan NaOH dilakukan untuk menguji kelayakan suatu larutan baku
yang digunakan untuk menetapkan suatu larutan yang belum diketahui kadarnya.
NaOH dibakukan dahulu sebelum digunakan sebagai penitran dikarenakan
sifatnya yang higroskopis sehingga konsentrasi NaOH dapat mengalami
perubahan. Oleh karena itu, dilakukan standarisasi NaOH untuk mengetahui
konsentrasi yang pasti dari NaOH yang nantinya akan digunakan sebagai penitran
asam asetilsalisilat untuk menetapkan kadar dari asam asetilsalisilat tersebut.
Asam oksalat merupakan larutan baku primer yang mempunyai kemurnian yang
tinggi, sedangkan NaOH adalah larutan baku sekunder yang harus dibakukan
dengan larutan baku primer terlebih dahulu agar diketahui kadarnya. Pembakuan
NaOH oleh asam oksalat dilakukan dengan 3 kali titrasi, hal ini dilakukan agar
mendapat hasil yang valid dalam aspek presisi, dimana titrasi 1 merupakan
kontrol, titrasi 2 sebagai pembanding dan titrasi 3 sebagai pengkoreksi. Dilakukan
19
pembakuan dengan larutan NaOH sebagai titran, dan asam oksalat sebagai
titratnya pada erlenmeyer pertama hingga tercapai titik akhir titrasi (perubahan
warna menjadi merah muda yang stabil) dan begitu pula dengan erlenmeyer kedua
dan ketiga. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi adalah sebanyak 10.3
mL; 10.15 mL; dan 10.2 mL. Kemudian dihitung kadar rata-rata NaOH dan
dihasilkan konsentrasi 0.098 N untuk larutan NaOH yang telah dibakukan.
Larutan selanjutnya yang dibuat adalah etanol netral sebanyak 100 mL.
Pembuatan etanol netral bertujuan untuk menetralkan larutan etanol yang
cenderung bersifat asam agar saat dilakukan titrasi penetapan kadar asam asetil
salisilat, tidak menimbulkan perubahan titik akhir titrasi. Etanol netral ini
digunakan untuk meningkatkan kelarutan asam salisilat di dalam air. Etanol yang
digunakan sebagai pelarut asam asetil salisilat adalah etanol netral karena asam
asetil salisilat larut dalam etanol serta etanol dapat terhidrolisis menghasilkan ion
H+ sehingga ion OH- dari basa tidak hanya bereaksi dengan ion H+ dari asam asetil
salisilat, tetapi juga dapat bereaksi dengan ion H+ dari etanol, hal ini dapat
mempengaruhi hasil analisis. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan
etanol adalah 0.6 mL dan wadah etanol netral ditutup dengan aluminium foil agar
tidak menguap.
Selanjutnya dilakukan penimbangan terhadap tablet asam asetilsalisilat yang
telah disiapkan sebanyak 20 tablet. Penimbangan dilakukan sebanyak 2 kali,
dimana pada penimbangan 1 dilakukan penimbangan satu per satu terhadap tablet
asam asetilsalisilat dan penimbangan 2 dilakukan penimbangan sekaligus 20
tablet asam asetilsalisilat. Setelah ditimbang dihitung rata-rata dari masing-masing
penimbangan. Tablet yang sudah ditimbang kemudian digerus hingga halus dan
homogen. Serbuk kemudian ditimbang kembali dan dimasukkan ke dalam 3
erlenmeyer. Adapun massa asam asetilsalisilat pada masing-masing Erlenmeyer
adalah 1,5455 g; 1,5430 g dan 1,5368 g asam asetilsalisilat. Selanjutnya, ke
dalam masing-masing erlenmeyer ditambahkan 20 mL etanol netral dan dilakukan
sonikasi selama 10 menit. Ultrasonikasi merupakan salah satu teknik yang
didukung menggunakan energi tinggi dengan cara pencampuran, proses reaksi dan
pemecahan suatu bahan yang paling efektif. Pada proses ultrasonikasi terjadi efek
20
kimia, efek kimia ini akan mengakibatkan interaksi pada molekul, hal ini yang
akan memberikan perubahan secara kimia. Gelombang ultrasonik dapat bekerja
dan bereaksi kepada suatu material pada saat gelombang tersebut lewat pada
media cair.. Tujuan dilakukan sonikasi ini adalah Media cair berfungsi untuk
meneruskan gelombang yang pada awalnya dihasilkan oleh energi listrik, hal ini
lazim disebut dengan aktivitas kavitasi akustik, kavitasi akustik yang dihasilkan
dapat menyebabkan naiknya temperatur dan viskositas serta tekanan dalam cairan.
Sampel yang dianalisis menggunakan sonikasi memiliki sifat tersendiri. Sifat
tersebut dipengaruhi tekanan, temperatur, kekentalan, gelombang dan kepekatan
suatu sampel (Kurniawati, 2018).
Setelah 10 menit, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan
dipindahkan ke dalam 3 labu ukur 25 mL. Ketiga larutan tersebut ditambahkan
etanol netral hingga tanda batas dan digojog hingga homogen. Setelah itu, dipipet
larutan asam asetilsalisilat sebanyak 5 mL masing-masing untuk 3 erlenmeyer,
selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH untuk mendapatkan kadar dari asam
asetilsalisilat. Volume NaOH yang digunakan masing-masing adalah 5,6 mL; 5,3
mL dan 4,7 mL. Dari volume NaOH hasil titrasi dapat dihitung kadar rata-rata
asam asetilsalisilat. Adapun kadar asam salisilat berturut-turut yaitu
100,001 %; 99,94 %; 100,002 %ehingga kadar rata-rata asam asetilsalisilat yang
diperoleh adalah 99,981% dengan standar deviasinya adalah 8,091. Hal ini sesuai
dengan pustaka yang menyatakan bahwa asam salisilat mengandung tidak kurang
dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0% C9H8O4 dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
VIII. PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut.
21
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari
basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral
2. Proses standarisasi NaOH dilakukan untuk menentukan konsentrasi dari
larutan standar dimana menggunakan Metode titrasi asidimetri yang
diterapkan dalam standarisasi NaOH, yang merupakan senyawa basa, oleh
asam oksalat yang termasuk senyawa asam.
3. Pada penetapan rata-rata NaOH diperoleh 0,098 N
4. Untuk menetapkan kadar asam asetil salisilat dilakukan titrasi langsung
asam lemah yaitu titrasi asam asetil salisilat yang merupakan asam lemah
dengan menggunakan basa kuat yaitu NaOH yang telah distandarisasi dan
akan menghasilkan garam yang terhidrolisis dalam larutan
8.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut.
1. Praktikan diharapkan lebih teliti lagi dalam memperhatikan tetesan larutan
baku yang diteteskan.
2. Praktikan diharapkan lebih memperhatikan saat proses titrasi berlangsung.
22
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Gandjar, I. G., dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jannah, H., M. Sudarma, dan Y. Andayani. 2013. Analisis Senyawa Fitosterol
Dalam Ekstrak Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L.). Chem. Prog. 6(2):
70-75.
Kurniawati, N,M. 2018. Pengaruh Volume dan Waktu Biosintesis Perak
Nanopartikel Menggunakan Ekstrak Bunga Tembelek Ayam Putih
(Lantana camara) Dengan Metode Sonikasi dan Aplikasinya Sebagai
Antioksidan. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Oxtoby, D.W. 2001. Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.
Rubinson, J. F. dan K. A. Rubinson. 1998. Contemporary in Analytical
Chemistry. Toronto: John Wiley & Sons.
Vogel. 1978. Vogel´s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including
Elementary Instrumental Analysis. London: The English LanguageBook
Society and Longman.
23