Askep Jiwa RBD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI

Disusun sebagai laporan pembelajaran

Mata ajar Blok Neurobehavior

Oleh:

Endah Titis Ningrum

G2A016089

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2017
1. PENGERTIAN
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku
untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang
tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. beberapa alasan individu
mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat
menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan,
bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusan (Stuart, 2006).
Bunuh diri adalan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri dibagi menjadi 4
yaitu:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
2. ETIOLOGI

1. Rentang Respon

Respon adaptif respon maladaptif

peningkatan pengambilan perilaku pencederaan bunuh


diri resiko yang destruktif- diri diri
meningkatkan diri tidak
pertumbuhan langsung
rentang respon protektfi diri

a. Peningkatan diri

Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar


terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap
pimpinan ditempat kerjanya.

b. Beresiko destruktif

Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku


destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya
dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara
optimal.

c. Destruktif diri tidak langsung

Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap


situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena
pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan
menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.

d. Pencederaan diri

Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat


hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.

e. Bunuh diri

Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.

Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009)
dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.

a. Upaya bunuh diri (scucide attempt)


Sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri dan bila kegiatan itu sampai
tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri
dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.

b. Isyarat bunuh diri (suicide gesture)

Bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.

c. Ancaman bunuh diri (suicide threat)

Suatu peringatan baik secara langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang
sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara
verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara
nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon
positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.

2. Faktor Predisposisi

5 faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri


sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :

a. Diagnosis Psikiatrik

Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

b. Sifat Kepribadian

Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.

c. Lingkungan Psikososial

Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah


pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam
hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah
tersebut, dan lain-lain.

d. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor


penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

e. Faktor Biokimia

Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan
dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang
otak Electro Encephalo Graph (EEG).

3. faktor Presipitasi

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor
lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.

4. sumber Koping

Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan


dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan
seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif
dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
5. Mekanisme Koping

Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang


berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

3. PATOFISIOLOGI

Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan,
mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh
diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori :

a. Isyarat Bunuh Diri


Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan
pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.

b. Ancaman bunuh diri


Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk
bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian,
kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.

c. Upaya bunuh diri


Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang
dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu
individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya.

d. Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya.

4. MANIFESTASI KLINIK

1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan BB
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial
8. Petunjuk psikiatrik :
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelainan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/status kekacauan mental pada lansia.
f. Riwayat psikososial:
1) Baru berpisah, bercerai/kehilangan
2) Hidup sendiri
3) Tidak bekerja, perbahan/kehilangan pekerjaan baru dialami
9. Faktor-faktor kepribadian
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negative
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisocial (Keliat, 2009).

5. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis

Pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang
mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan atau melakukan
tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri membutuhkan obat penenang saat
mereka bertindak kekerasan pada diri mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih
membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Tindakan keperawatan untuk pasien.

Tujuan :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya.
d. Klien dapat meningkatkan harga diri.
e. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif.
b. Tindakan keperawatan

Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien:

1. Perkenalkan diri dengan klien.


2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur
4. Bersifat hangat dan bersahabat.
5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri:

1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting,
tali, kaca, dll).
2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat.

Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya:

1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.


2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
4. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan
lain lain.

Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya:

1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.


2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu
3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang adaptif:

1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap


hari (misal:berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis sura, dll).
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya
terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam
kesehatan.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.

6. PENGKAJIAN FOKUS
1. Masalah keperawatan
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Resiko bunuh diri
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
a) Data subjektif
- Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
- Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
- Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
- Mengungkapkan dirinya tidak berguna
- Mengkritik diri sendiri
b) Data objektif
- Merusak diri sendiri
- Merusak orang lain
- Menarik diri dari hubungan sosial\
- Tampak mudah tersinggung
- Tidak mau makan dan tidak tidur
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
a. Data subyektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin
membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
b. Data obyektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan
kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
7. PATHWAYS

Halusinasi

Resiko bunuh diri

Resiko cedera/kematian

Harga diri rendah Perubahan sensori Gangguan isi pikir waham

Isolasi sosial: menarik diri

Perilaku kekerasan

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko bunuh diri


b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR)

9. RENCANA TINDAKAN KEPERAWTAN

a. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri


Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Perkenalkan diri dengan klien
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
c. Awasi klien secara ketat setiap saat.
d. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
a. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.
e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
3. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
4. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
b. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan umum : meningkatkan kepercayaan diri pasien
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

b. Beri pujian atas keberhasilan klien


c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Keliat. B. A. 2009. Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai