IFRS Makalah Kelompok 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengadaan merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan

operasional yang telah di tetapkan dalam fungsi perencanaan, penentuan

kebutuhan maupun penganggaran. Kegiatan dari pengadaan ini meliputi

proses pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan

penentuan kebutuhan serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran

(Seto dkk; 2004).

Rumah sakit adalah lembaga pemberi jasa pelayanan kesehatan dan seiring

dengan perkembangan teknologi kedokteran. Apapun teknologi

kedokterannya hampir selalu memerlukan obat. Obat merupakan komponen

yang penting dalam upaya pelayanan kesehatan, baik di pusat pelayanan

kesehatan primer maupun ditingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

Keberadaan obat merupakan kondisi pokok yang harus terjaga

ketersediaannya karena ketersediaan obat merupakan salah satu hal yang

mempengaruhi pelayanan kesehatan. Menurut Depkes RI dan

Andayaningsih, biaya pembelian obat sebesar 40%-50% dari jumlah

1
2

operasional pelayanan kesehatan dan berbagai penelitian dirumah sakit

melaporkan bahwa keuntungan dari obat yang dijual di rumah sakit

merupakan hal yang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan

keuntungan dari jasa yang lain, misalnya pelayanan laboratorium, radiologi,

pelayanan rawat inap ataupun pelayanan gizi. Dengan demikian obat tidak

hanya sebagai barang medis tetapi juga merupakan barang ekonomi strategis

sehingga obat memiliki kedudukan yang cukup penting di rumah sakit.

Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan

penggunaan obat, ini harus termasuk perencanaan untuk menjamin

ketersediaan, keamanan dan keefektifan obat. Mengingat besarnya

kontribusi instalasi farmasi dalam kelancaran pelayanan dan juga

merupakan instalasi yang memberikan sumber pemasok terbesar di RS,

maka perbekalan farmasi memerlukan suatu perlengkapan secara cermat dan

penuh tanggung jawab.


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemasok Obat Untuk Rumah Sakit

Pemasok adalah suatu organisasi/ lembaga yang menyediakan atau

memasok produk atau pelayanan kepada konsumen. Pemasok obat untuk

rumah sakit pada umumnya adalah Industri Farmasi atau Pedagang Besar

Farmasi. Untuk memperoleh obat atau sediaan obat yang bermutu baik,

perlu dilakukan pemilihan pemasok obat yang baik dan produk obat yang

memenuhi semua persyaratan dan spesifikasi mutu. Jadi, salah satu

komponen dari Praktek Pengadaaan Obat Yang Baik (PPOB) ialah

pemilihan pemasok yang memenuhi persyaratan (Siregar, 2004:289).

B. Kriteria Umum Pemilihan Pemasok

IFRS harus menetapkan kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk

rumah sakit. Kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk rumah sakit

adalah, tetapi tidak terbatas pada hal berikut:


4

1. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan

produksi dan penjualan (telah terdaftar).

2. Telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000.

3. Mempunyai reputasi yang baik, artinya tidak pernah:

a. Melakukan hal-hal yang melanggar hukum yang berlaku

b. menghasilkan/menjual produk obat yang tidak memenuhi syarat

c. Mempunyai sediaan obat yang ditarik dari peredaran karena mutu

yang buruk

4. Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajiban sebagi pemasok produk

obat yang selalu tersedia dan dengan mutu yang tertinggi, dengan harga

yang terendah (Siregar, 2004:289).

C. Kewajiban Pemasok

Pemasok harus dapat memenuhi persyaratan dan / atau ketentuan tersebut di

bawah ini:

Ketentuan Teknis

Ketentuan teknis mencakup:

1. Atas permintaan apoteker, pemasok harus memberikan:

a. Data pengendalian analitik

b. Data pengujian sterilitas

c. Data kesetaraan hayati

d. Uraian prosedur pengujian bahan mentah dan sediaan jadi


5

e. Informasi lain yang dapat menunjukkan mutu sediaan obat jadi

tertentu. Data pengujian dari laboratorium independen yang telah

diakreditasi harus diberikan tanpa dibayar

2. Semua obat dan/atau sediaannya harus memenuhi persyaratan

Farmakope Indonesia Edisi IV atau persyaratan lain yang ditetapkan

oleh PFT dan IFRS.

3. Sedapat mungkin, semua sediaan obat tersedia dalam kemasan unit

tunggal atau dosis unit atau kemasan selama terapi.

4. Nama dan alamat manufaktur dari bentuk sediaan akhir dan pengemas

atau distributor harus tertera pada etiket sediaan.

5. Tanggal kedaluwarsa harus secara jelas tertera pada etiket kemasan.

6. Informasi terapi, biofarmasi, dan toksikologi harus tersedia untuk

apoteker atas permintaan.

7. Materi edukasi untuk penderita dan staf, yang penting untuk

penggunaan yang tepat dari sediaan obat harus tersedia secara rutin.

8. Atas permintaan, pemasok harus memberikan bukti dari setiap

pernyataan berkaitan dengan kemanjuran, keamanan dan keunggulan

produknya.

9. Atas permintaan, pemasok harus memberikan tanpa biaya, suatu

kuantitas yang wajar dari produknya yang memungkinkan apoteker

untuk mengevaluasi sifat fisik, termasuk keelokan farmasetik

(penampilan dan ketidakadaan kerusakan atau cacat fisik) kemasan dan

penandaan (Siregar, 2004:291).


6

D. Hubungan IFRS Dengan Pemasok

IFRS dan pemasok industri farmasi harus saling bekerja sama dalam

peningkatan mutu produksi industri farmasi dan mutu pelayanan IFRS.

Untuk meningkatkan hubungan kerja sama antara IFRS dan industri

farmasi, komunikasi harus pula ditingkatkan di antara keduanya (Siregar,

2004:292).

“IFRS dan industri farmasi harus menetapkan sistem manajemen mutu

menyeluruh (S3M) agar kedua lembaga ini selalu dapat memuaskan

konsumen “(Siregar, 2004:292).

Dalam pengadaan sediaan obat untuk rumah sakit, IFRS harus menerapkan

manajemen proses mutu metode modern menggantikan manajemen produk

metode tradisional. Migrasi peningkatan mutu dari manajemen produk ke

manajemen proses mutu meratakan jalan untuk memeperluas teknik

peningkatan mutu di luar manufaktur. Metode tradisional difokuskan produk

atau keluaran yang memerlukan inspeksi/pengujian bahan baku maupun

sediaan akhir yang lebih ketat untuk peningkatan mutu. Dengan pendekatan

ini, mutu yang lebih baik dapat dicapai dengan pengeluaran dan pemborosan
7

yang meningkat dan harga yang lebih tinggi. Hal ini berlawanan dengan

metode modern, yang peningkatan mutu terpusat pada proses, dengan

pendekatan demikian, mutu yang lebih baik dapat dicapai tanpa

memerlukan peningkatan biaya (Siregar, 2004:292).

Salah satu strategi untuk meningkatkan komunikasi antara IFRS dan industri

farmasi ialah mengadakan program orientasi formal untuk Perwakilan

Perusahaan Farmasi (PPF). Program orientasi dapat digunakan untuk

mendiskusikan standar di rumah sakit bagi PPF, selain itu dapat digunakan

untuk memberikan informasi yang lebih luas kepada PPF sehinggga ia

memahami berbagai sistem rumah sakit. Suatu pengertian yang akurat

tentang sistem pembelian, sistem penghantaran obat, dan sistem

formularium akan membantu PPF dalam melaksanakan pelayanan yang

perlu untuk rumah sakit (Siregar, 2004:293).

Komunikasi antara industri farmasi dengan apoteker rumah sakit harus

terbuka dan berkelanjutan. Apoteker rumah sakit harus mengkomunikasikan

kebutuhan rumah sakit kepada industri, dan industri harus berusaha

memenuhi kebutuhan itu. Informasi ilmiah berkaitan dengan sifat fisik

(stabilitas, kompatibilitas, pH) dan sifat klinik (farmakokinetik) harus

dikomunikasikan kepada apoteker rumah sakit. Hal sama, industri farmasi

harus secara efisien mengkomunikasikan kebutuhannya kepada apoteker

rumah sakit (Siregar, 2004:293).


8

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemasok obat untuk rumah sakit adalah upaya kebutuhan obat dan

perbekalan kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan mutu yang telah di

rencanakan sesuai kebutuhan pembangun kesehatan. Serta untuk

mengetahui Kriteria Umum Pemilihan Pemasok, Kewajiban Pemasok serta

Hubungan IFRS Dengan Pemasok.

B. Saran

Pemasok obat di rumah sakit harus diadakan secara intensif dan perlu

diperhatikan perencanaannya untuk menjamin ketersediaan, keamanan serta

keefektifan penggunaan obat. Mengingat besarnya kebutuhan masyarakat

terhadap pelayanan kefarmasian.


9

DAFTAR PUSTAKA

Seto, S. Yunita N. dan Lily T. 2004. Manajemen Farmasi. Surabaya : Airlangga

University Press.

Siregar, Farmasi Rumah Sakit; Teori dan Penerapan, EGC, Jakarta. 2004.

Anda mungkin juga menyukai