Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik
PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan pada usia
dewasa dan merupakan penyebab kematian tersering kedua di dunia setelah penyakit jantung
iskemik.1 Diperkirakan 5,5 juta orang meninggal oleh karena stroke di seluruh dunia. Sekitar
80% pasien selamat dari fase akut stroke dan 50-70% di antaranya menderita kecacatan
kronis dengan derajat yang bervariasi.2
Di negara-negara berkembang, jumlah penderita stroke cukup tinggi dan mencapai dua
pertiga dari total penderita stroke di seluruh dunia.2 Negara berkembang juga menyumbang
85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Usia penderita stroke di negara
berkembang rata-rata lebih muda 15 tahun daripada usia penderita stroke di negara maju dan
ada pendapat yang menyatakan bahwa kondisi tersebut terkait dengan keadaan ekonomi
negara.4,5
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literature lain menyatakan 8 18% dari
stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru
menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat
menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan peningkatan kualitas
pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, taupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
platelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan. [2]
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges
terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan bersifat tidak
kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak. Berfungsi untuk
melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis.
2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri dari lapisan yang
berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid
dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk
melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan melekat
langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk
melindungi otak secara langsung.
Kebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena itu aliran
darah ke otak harus berjalan lancar. Adapun pembuluh darah yang memperdarahi otak
diantaranya adalah :
1. Arteri Karotis ;
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari
arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika.
Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan taring. Cabang dari
arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media, memperdarahi struktur-struktur di
daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater. Arteri
karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus
karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususnya berespon
terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara reflex mempertahankan suplai
darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media adalah
lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang subaraknoid dan
sebelum bercabang-cabang arteri karotis interna mempercabangkan arteri ophtalmica
yang memperdarahi orbita. Arteri serebri anterior menyuplai darah pada nucleus
3
kaudatus, putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-
bagian lobus frontalis dan parietalis.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis
dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan postsentralis.
2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang sama.
Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan arteri
subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata.
Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi
sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis dan
organ-prgan vestibular.
4
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ
1. Cerebrum
Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu 7/8 dari otak.
Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang berfungsi mengatur
kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar belahan kanan yang berfungsi
mengatur kegiatan organ tubuh bagian kiri.
Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan sel saraf.
Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak mengandung dendrite dan neurit.
Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik yang menerjemahkan impuls
menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan koordinasi
kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan,
memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan.
5
Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan.
Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori, kemauan, nalar,
sikap.
1. Mesencephalon
Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan varol.
Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan pupil mata
dan pendengaran.
2. Diencephalaon
Merupakan bagia otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di depan
mesencephalon.
Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk pemancar bagi impuls yang sampai di otak dan
medulla spinalis.
Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat pengaturan suhu
tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh, rasalapar, sexualitas, watak, emosi.
3. Cerebellum
Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar. Berfungsi sebagai
pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan keseimbangan tubuh serta posisi
tubuh.
Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan belahan cerebellum
bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan varoli yang berfungsi untuk
menghantarkan impuls dari otot-otot belahan kiri dan kanan.
4. Medulla oblongata
Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak.
6
Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla spinalis, di depan
cerebellum.
Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan bagian
medulla terdiri dari bdan sel saraf dengan warna kelabu.
Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung, penyempitan dan
pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat pencernaan, menelan, batuk,
bersin,sendawa.
5. Medulla spinalis
Disebut denga sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas tulang belakang
yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang pinggang yang kedua.
Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari organ ke otak dan
dari otak ke organ tubuh.
8
Bisa dikendalikan Potensial bisa dikendalikan Tidak bisa dikendalikan
Hpertensi DM Umur
Penyakit Jantung Hiperhomositeinemia Jenis kelamin
Fibrilasi trium Hipertrofi Ventrikel Kiri Herediter
Endokarditis Ras dan etnis
Stenosis Mitral geografi
Infark Jantung
Merokok
Anemia
TIA
Se]tenosis karotis
asimtomatik
9
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[6]
10
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.
[7]
B. Perdarahan Subaraknoid
12
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik38
13
14
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi
secara mendadak. [1]
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.[9]
Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
V Koma
15
[10]
Pembacaan:
17
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
18
- Osmoterapi atas indikasi sebagai berikut:
o Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama > 20 menit, diulangi setiap 4-6
jam dengan target < 310 mOsm/L.
o Kalau perlu, furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB/iv
- Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi dapat mengurangi
naiknya TIK dengan mengurangi naiknya tekanan intratorakal dan tekanan
vena akibat batuk, suction, bucking ventilator.
- Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan
tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dan dapat diberikan kalau
diyakini tidak ada kontraindikasi.
3. Apabila kejang, dapat diberikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti
pemberian fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit. Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU.
4. Pada stroke perdarahan intraserebral, pemberian antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila kejang tidak
dijumpai selama pengobatan.
5. Pengendalian suhu tubuh:
a. Setiap pasien demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
b. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5-38,5oC.
c. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah, urin) dan diberikan antibiotik.
6. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
19
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
20
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
21
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral
perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis
6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
22
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.1
23
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
26
BAB III
LAPORAN KASUS
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran sejak 18 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat hipertensi sejak 6 tahun lalu tekanan darah tertinggi 180 mmHg
kontrol tidak teratur
Riwayat stroke sebelumnya ada 4 kali
27
Tahun 2010 : lemah anggota gerak kanan, bicara pelo, dirawat di RSUD
Sawahlunto selama 7 hari pulang dengan berjalan menyeret kaki, kontrol
tidak teratur
Tahun 2012 : penurunan kesadaran tiba-tiba, lemah anggota gerak kanan,
bicara pelo, dirawat di RS Stroke Bukittinggidirawat selama 7 hari, kontrol
tidak teratur
Tahun 2014 penurunan kesadaran tiba-tiba selama 10 jam, lemah anggota
gerak kanan, bicara pelo, dibawa berobat ke RSUD sijunjung, rawat jalan
pasien kontrol tidak teratur
Tahun 2016 penurunan kesadaran dan hanya dirawat jalan, kontrol dan makan
obat tidak teratur
Riwayat sakit jantung, DM, disangkal
Riwayat trauma kepala tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
1. Umum
Keadaan umum : Berat
Kesadaran : GCS 11 (E2 M4 V2)
Kooperatif : Soporus
Nadi/ irama : 89x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Suhu : 36,9oC
Keadaan gizi : sedang
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 48 kg
Bruit carotis -/-
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
28
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, JVP 5-2cmH20
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : irama murni, teratur,bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
2. Status neurologikus
Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Tanda Kernig : (-)
N. III (Okulomotorius)
29
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis Tdak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Sulit dinilai Sulit dinilai
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Refleks cahaya (+) (+)
Refleks akomodasi sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks konvergensi
30
Sensorik
- Divisi oftalmika
a. Refleks kornea (+) (+)
b. Sensibilitas (+) (+)
- Divisi maksila
c. Refleks masetter (+)
d. Sensibilitas (+) (+)
- Divisi mandibula
e. Sensibilitas (+) (+)
N. IX (Glossopharyngeus)
31
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks muntah (Gag Rx) Ada
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Simetris
Menelan Sulit dinilai
Suara Sulit dinilai
Nadi Teratur
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Sulit dinilai
Kedudukan lidah dijulurkan Sulit dinilai
Tremor Sulit dinilai
Fasikulasi Sulit dinilai
Atropi (-)
32
Gerakan Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi
Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Sulit dinilai
Sensibilitas nyeri Sulit dinilai
Sistem refleks
- Bawah
Fungsi otonom
33
h. Miksi : baik
i. Defekasi : baik
j. Sekresi keringat: baik
Fungsi luhur
Kesadaran Tanda demensia
k. Reaksi bicara Sulit l. Refleks Glabella (-)
m. Fungsi intelek n. Reflaeks Snout (-)
dinilai
o. Reaksi emosi p. Refleks mengisap (-)
3. Pemeriksaan laboratorium
Darah :
Rutin : Hb : 11,8 gr/dl
Leukosit : 12.530/mm3
Trombosit : 347.000/mm3
Hematokrit : 33%
Kimia darah : Ureum : 22 mg/dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl
Gula darah sewaktu : 120 mg/dl
AGD : PH :7,38
PCO2 :44
PO2 :187
HCO3- :26
SO2 :100%
34
ada sejauh <0,5mm. Difrensiasi white mater dan grey mater kabur , Pons CPA dan
cerebellum baik
Kesan perdarahan intraserebral di ganglia basalis sinistra + perdarahan
intraventrikel, vol 60 cc
ICH score : 3 mortality 72%
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran (soporus) + hemiparese dextra+ parese nVII
dextra tipe central
Dianosis Topik : Ganglia Basalis
Diagnosis Etiologi : Perdarahan Intraserebral
Diagnosis Sekunder : Hipertensi Stage I
Bronkopneumoni
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ed malam
Quo ad sanam : dubia ed malam
Quo ad fungsionam : dubia ed malam
Terapi :
Umum : Ekstensi kepala 30 derajat
Awasi keadaan umum (ABCD)
O2 3-4L/Jam
IVFD Asering 12 jam/kolf
NGT MC RG 1800 kal
Kateter urin
Khusus : Asam Traneksamat 4x1gr
Citicolin 2x250 mg IV
Ranitidin 2x5mg iv
Ceftriaxon 2x1 gr
Paracetamol 3x750mg
Manitol 20% tapp off
FOLLOW UP
24 Desember 2016:
S/ Penurunan kesadaran (+)
Lemah anggota gerak kanan
Demam (-)
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Berat Soporus 130/80 84 x/ menit 20 x/menit 37,50C
Status Internus : Rh+/+
Status neurologikus : Pupil isokor, diameter 2m/2mm , reflek cahaya +/+, papil edema (-)
Dolls eye berlawanan arah
kaku kuduk (-)
nervus kranialis : Sulit dinilai
plika nasolabialis kanan lebih mendatar
35
SD SD
SD SD
Sensorik : baik
Otonom : baik
A/ Penurunan kesadaran (soporus) + hemiparese dextra+ parese nVII dextra tipe central OH-
2 +bronkopneumoni
P/ Umum : Ekstensi kepala 30 derajat
Awasi keadaan umum (ABCD)
O2 3-4L/Jam
IVFD Asering 12 jam/kolf
NGT MC RG 1800 kal
Kateter urin
Khusus : Asam Traneksamat 4x1gr
Citicolin 2x250 mg IV
Ranitidin 2x5mg iv
Ceftriaxon 2x1 gr
Paracetamol 3x750mg
Manitol 20% tapp off
25 Desember 2016:
S/ Penurunan kesadaran (+)
Lemah anggota gerak kanan
Demam (-)
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Berat Soporus 130/80 84 x/ menit 20 x/menit 37,50C
Status Internus : Rh+/+
Status neurologikus : Pupil isokor, diameter 2m/2mm , reflek cahaya +/+, papil edema (-)
Dolls eye berlawanan arah
kaku kuduk (-)
nervus kranialis : Sulit dinilai
plika nasolabialis kanan lebih mendatar
37
BAB IV
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien wanita berumur 82 tahun sejak tanggal 24 Desember
2016 di RSUP M Djamil dengan diagnosis klinik Penurunan kesadaran (soporus) +
hemiparese dextra+ parese nVII dextra tipe central. Dianosis topik ganglia basalis, diagnosis
etiologi perdarahan intraserebral, diagnosis sekunder : hipertensi stage I, bronkopneumoni.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan penurunan kesadaran
sejak 18 jam sebelum masuk rumah sakit .Dirasakan tiba-tiba saat pasien tertidur.Pasien juga
menderita hipertensi sejak 6 tahun yang lalu kontrol tidak teratur. Riwayat trauma kepala
disangkal. Riwayat kejang disangkal. Hal ini didukung dengan hasil CT Scan dimana
didapatkan kesan perdarahan intra serebral. Pada pasien ini ditemukan faktor resiko yaitu
hipertensi yang diketahui sejak 1 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Pada pemeriksaa fisik
ditemukan tekanan darah 180 mmhg dan terdapat perbesaran jantung ke lateral kiri bawah.
Hipertensi kronik dapat menyebabkan pembuluh darah arteriol mengalami perubahan
patologis pada dindingnya, berupa hipohialosis, neurosisfibrinoid dan timbulnya aneurisma.
Jika pembuluh darah pecah maka perdarahan dapat berlanjut sampai 6 jam, dan bila
volumenya besar akan merusak struktur otak dan menimbulkan gejala klinik.
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29,
2012.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,
Jakarta. 2006
4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York.2005
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 2 Oktober 2012]
39
Case Report Session (CRS)
STROKE HEMORAGIK
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
40
Oleh:
Vina Muspita
1110313045
Preseptor
Dr.Syarif Indra ,Sp.S(K)
41