FINAL - REFERAT - Neuroprotektor Dan Glaukoma

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

NEUROPROTEKTOR DAN GLAUKOMA

Pembimbing
Prof. Dr. dr. H.H.B. Mailangkay, Sp.M(K)

Disusun oleh:
Natal Tandi Kendenan Rassat

(2015-061-125)

Silvia Kartika

(2015-061-164)

Johannes Paulus Fernandez

(2015-061-166)

Ajeng Hanna Anjani DJ

(2015-061-169)

Irvin Marcel

(2016-061-002)

Alansan Julio Sutanto

(2016-061-003)

Departmen Ilmu Kesehatan Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Periode 19 September 2016 22 Oktober 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang1,2
Glaukoma, sebagai penyebab utama terbanyak kebutaan permanen di
dunia, adalah penyakit neurodegeneratif progresif dari sel ganglion retina dan
akson yang ditandai dengan rusak dan hilangnya sel ganglion retina secara
perlahan. Dulunya, glaukoma dikenal sebagai penyakit yang ditandai dengan
adanya kenaikan tekanan intraokuler (TIO), tetapi seiring dengan banyaknya
penemuan dan penelitian baru di dunia kedokteran, semakin jelas bahwa
kenaikan TIO hanyalah salah satu faktor risiko dari glaukoma.
Bermula dari akar penyakit glaukoma yang adalah kerusakan dan
hilangnya sel ganglion retina secara perlahan, maka ilmu pengetahuan tentang
neuroproteksi pada glaukoma terus dikembangkan dan sekarang menjadi salah
satu fokus utama dalam manajemen penanganan glaukoma. Neuroproteksi
pada glaukoma bertujuan untuk melindungi neuron yang rusak atau berpotensi
untuk menjadi rusak pada optik neuron yang berperan pada jaras penglihatan.
Di dunia ini, terdapat 60 juta orang yang menderita glaukoma, dan
diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat menjadi 80 juta orang pada
tahun 2020. Menurut data epidemiologi yang dikumpulkan oleh Quigley et al,
penduduk Asia adalah populasi terbanyak di dunia yang menderita glaukoma,
sebanyak 47% dari seluruh populasi dunia, dan sebanyak 87% penderita
glaukoma sudut tertutup berasal dari Asia.
Penulis menyadari bagaimana pentingnya

neuroproteksi

dalam

menangani kasus glaukoma. Penulis akan membahas lebih lanjut mengenai


glaukoma, proses neuropati pada glaukoma, dan bagaimana mekanisme
neuroproteksi dari glaukoma.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana mekanisme penggunaan neuroprotektor pada pasien dengan
glaukoma?
1.3. Tujuan
a. Mengetahui epidemiologi, etiologi, faktor risiko, diagnosis dan tata
laksana glaukoma secara umum
b. Mengetahui mekanisme neurodegeneratif pada glaukoma
c. Mengetahui bagaimana mekanisme neuroproteksi pada pasien dengan
glaukoma
1.4. Manfaat Referat
1.4.1. Ilmu Pengetahuan
Memerkaya ilmu pengetahuan khususnya mengenai neuroprotektor dan
glaukoma.
1.4.2. Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata Periode 19 September
22 Oktober 2016
Membagikan informasi mengenai neuroprotektor dan glaukoma kepada
teman-teman kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata periode 19 September
22 Oktober 2016.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Glaukoma
2.1.1. Definisi1
Glaukoma adalah kondisi dimana terjadi perubahan neurodegeneratif
nervus optik pada mata. Neurodegenerasi progresif ini ditandai dengan rusak
dan hilangnya sel ganglion retina secara perlahan. Hal ini disertai dengan
perubahan fungsi dan struktur yang abnormal pada mata dimana terjadi
kerusakan dan degenerasi nervus optik yang dapat mengakibatkan gangguan
lapang pandang.
2.1.2. Epidemiologi2
Prevalensi glaukoma berdasarkan data yang dikumpulkan Quigley et al
didapatkan sebagai berikut:
Enam puluh juta orang di dunia menderita glaukoma neuropati optik.
75% dari orang-orang ini memiliki glaukoma sudut terbuka.
Perempuan lebih banyak menderita glaukoma daripada laki-laki (55% dari
glaukoma sudut terbuka, 70% dari glaukoma sudut tertutup, dan 59% dari
semua golongan glaukoma).
Populasi Asia adalah kelompok terbesar yang terkena glaukoma, sebanyak
47% dari semua penderita glaukoma dan sebanyak 87% penderita
glaukoma sudut tertutup berasal dari benua Asia.
Populasi ras Cina lebih banyak menderita glaukoma sudut tertutup.
Orang Jepang memiliki tingkat populasi tertinggi glaukoma dengan
tekanan intraokuler (TIO) normal (normal-tension glaucoma).
Populasi ras kulit putih Kauskasian (di Eropa, Amerika, dan Australia)
memiliki prevalensi yang sama untuk glaukoma sudut terbuka.
Afrika, Karibia, dan Amerika Serikat adalah negara-negara yang memiliki
prevalensi glaukoma sudut terbuka yang lebih tinggi dibandingkan orang
Asia dan Eropa.
Prevalensi glaukoma meningkat bersamaan dengan pertambahan umur,
dan pada tahun 2020 diperkirakan populasi yang menderita glaukoma akan
meningkat menjadi 80 juta orang.
2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko3,4
Sistem drainase pada mata pada sebagian besar jenis glaukoma menjadi
tersumbat sehingga aqueous humour tidak bisa mengalir. Kemudian, cairan
menumpuk sehingga menyebabkan tekanan tinggi di dalam mata. Tekanan

yang tinggi akan mengakibatkan kerusakan nervus optik yang pada akhirnya
mengakibatkan kehilangan penglihatan.
Terdapat jutaan serabut saraf yang berjalan dari retina ke saraf optik.
Tekanan yang tinggi membuat serat saraf mulai mengalami nekrosis dan
apoptosis. Saat serat saraf mulai berapoptosis, diskus optikus mulai berongga
dan mendorong saraf optik semakin ke dalam membentuk mangkuk. Ketika
tekanan tetap tinggi dalam waktu yang lama, akan terjadi kerusakan yang
lebih parah pada saraf optik, yang dapat mengakibatkan hilangnya
penglihatan secara total (kebutaan).3
Banyak yang berpikir bahwa TIO yang tinggi adalah penyebab utama
kerusakan saraf optik. Meskipun TIO yang tinggi merupakan faktor utama
kerusakan saraf optik, faktor lain juga harus dipertimbangkan karena orangorang dengan TIO yang normal dapat mengalami kehilangan penglihatan
akibat glaukoma.3
Umumnya semua orang dapat mengalami glaukoma. Namun pada
keadaan berikut, tingkat resikonya lebih tinggi:4
a. Umur >60 tahun
b. Ras Afrika dan Asia
c. Riwayat glaukoma pada keluarga
d. Miopi tinggi
e. Penggunaan steroid jangka panjang
f. Ketebalan kornea sentral

2.1.4. Klasifikasi dan Patofisiologi5,6


2.1.4.1. Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi karena ruang anterior secara
anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke
jaringan trabekular dan menghambat aqueous humor mengalir ke kanal
Schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena pergerakan vitreus,
penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena
usia tua. Gejala yang timbul akibat dari penutupan yang tiba tiba dan
peningkatan TIO adalah berupa serangan nyeri yang mendadak, mata
merah, penglihatan kabur pada satu mata dan melihat warna pelangi
(halo). Penglihatan kabur dan buram diakibatkan dari dilatasi pupil yang
disebakan oleh penempelan iris.

2.1.4.2. Glaukoma Sudut Terbuka


Glaukoma sudut terbuka adalah jenis glaukoma yang terbanyak,
yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang
secara lambat. Disebut sudut terbuka karena aqueous humor mempunyai
pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, kanal Schlemm, dan saluran yang
berdekatan. Selain itu, perubahan saraf optik (neurodegeneratif) juga dapat
terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan pada pemeriksaan dapat
ditemukan dengan adanya peningkatan TIO dan sudut ruang anterior
normal. Peningkatan TIO juga dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang
timbul.
2.1.4.3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah suatu jenis glaukoma akibat terjadinya
abnormalitas struktur ataupun fungsi dari organ lain, seperti peradangan
mata, perubahan pembuluh darah dan trauma. Gejala yang timbul dapat
mirip dengan glaukoma sudut terbuka atau tertutup, tergantung dari
penyebab glaukoma itu sendiri.

Glaukoma sekunder karena kelainan lensa mata


Luksasi lensa ke depan maupun ke belakang, lensa yang
membengkak karena katarak atau karena trauma, protein lensa yang
menimbulkan uveitis yang kemudian mengkaibatkan tekanan bola mata
naik. Reaksi ini dinamakan reaksi fakoanafilaktik yang sering
ditemukan pada katarak yang terlalu matang. Pembengkakan lensa
dapat menimbulkan gejala seperti glaukoma akut.
Glaukoma sekunder karena kelainan uvea
Uveitis dapat menimbulkan glaukoma karena terbentuknya
perlekatan iris bagian perifer (sinekia) dan eksudatnya yang menutup
celah-celah trabekulum hingga aliran humor aqueous terhambat.
Glaukoma sekunder karena trauma atau pembedahan
Hifema di bilik mata depan karena trauma pada bola mata dapat
memblokir saluran outflow trabekulum. Perforasi kornea karena
kecelakaan menyebabkan iris terjepit dalam luka dan membuat bilik
mata depan menjadi dangkal, sehingga humor aqueous tidak dapat
diserap oleh trabekula pada mata.

Glaukoma sekunder karena rubeosis iris


Trombosis vena retina sentral dan retinopati diabetik seringkali
diikuti dengan pembentukan pembuluh darah di iris. Di bagian iris
perifer pembuluh darah ini mengakibatkan perlengketan sehingga sudut
bilik mata depan menutup.
2.1.4.4. Glaukoma Infantil (Kongenital Buftalmos)
Glaukoma infantil (buftalmos) adalah

glaukoma

akibat

penyumbatan pengaliran keluar humor aqueous oleh jaringan sudut bilik


mata karena kelainan kongenital. Glaukoma kongenital ini dapat ditandai
dengan adanya lakrimasi dan fotofobia. Buram pada kornea terjadi akibat
terkanan bola mata yang tinggi, sehingga bola mata teregang, dan terjadi
edema pada kornea.

2.1.4.5. Glaukoma Absolut


Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma yang
ditandai dengan adanya gangguan total pada lapang pandang penglihatan
(kebutaan).
2.1.5. Diagnosis7,8
Tonometri
Pemeriksaan tekanan intraokuli dapat dilakukan dengan menggunakan
tonometri. Tonometri yang paling sering digunakan adalah tonometri aplanasi
Goldmann. Rentang tekanan intraokuli yang normal adalah 10-21 mmHg.
Tetapi pada usia yang lebih tua tekanan intraokulinya lebih tinggi sehingga
batasnya menjadi 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka 32-50% individu
yang terkena akan menunjukkan tekanan intraokular yang normal saat

pertamakali diperiksa, sehingga diperlukan pemeriksaan lain.


Gonioskopi
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat struktur sudut bilik mata depan. Lebar
sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik bilik
mata depan. Apabila trabekula, scleral spur dan prosesus siliaris dapat
terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau
sebagian kecil trabekula yang dapat terlihat, dinyatakan sudut sempit. Bila
garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.

Diskus Optikus
Normalnya diskus optikus memiliki cekungan dibagian tengahnya. Atrofi
optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang
terutama ditandai oleh pembesaran cawan diskus optikus dan pemucatan
diskus di daerah cawan. Selain itu, dapat pula disertai pembesaran konsentrik
cawan optik atau pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai
pembentukan notching fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman cawan optik
juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke belakang dan terjadi
pergeseran pembuluh darah di retina. Sehingga hasilnya terdapat cekungan
bean-pot yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.

Lapang Pandang
Gangguan lapang pandang akibat glaukoma mengenai 30 derajat
lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin
nyatanya bintik buta. Sedangkan lapang pandang perifer temporal dan 5-10
derajat sentral menandakan perubahan stadium penyakit yang lebih lanjut.

2.1.6. Tata Laksana


2.1.6.1. Glaukoma Akut Sudut Tertutup9
Pada glaukoma akut harus segera dilakukan pembedahan dalam 24 - 48
jam. Pengobatan dengan obat harus dilaksanakan sebagai tindakan
pertolongan darurat dan menurunkan TIO. Berikut ini adalah terapi
medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan glaukoma akut
sudut terbuka:
Miotik, yang paling mudah didapat adalah pilokarpin 2-4% tetes mata
yang diteteskan tiap menit 1 tetes selama 5 menit, kemudian disusul 1
tetes tiap jam sampai 6 jam. Hasil dari pilokarpin adalah miosis dan
karenanya melepaskan iris dari jaringan trabekulum. Sehingga sudut bilik
mata depan akan terbuka.
Inhibitor karbonik anhidrase, asetazolamid 250 mg adalah inhibitor
karbonik anhidrase, 2 tablet diminum kemudian disusul tiap 4 jam 1
tablet sampai 24 jam. Asetazolamid dapat mengurangi pembentukan
humor aqueous.
Obat hiperosmotik, paling sering digunakan gliserin, 50% yang diberikan
oral. Dosis 1-1,5 gram/kg berat badan.

Morfin, diberikan secara suntikan 10-15 mg mengurangi nyeri dan


mengecilkan pupil.
2.1.6.2. Glaukoma Sudut Terbuka9
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan
bersamaan. Pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan menggunakan obat
- obatan tidak memberikan efek perbaikan. Berikut ini adalah terapi
medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan glaukoma sudut
terbuka:
Miotik, menggunakan pilokarpin 2 - 4 %, 3-6 kali 1 tetes sehari untuk
meningkatkan pengeluaran cairan mata
Epinefrin 0,5 - 2%, 1 - 2 kali 1 tetes sehari berguna untuk menghambat
produksi humor aqueous.
Beta-blocker (timolol maleate) 0,25 - 0,50%, 1-2 kali tetes sehari, untuk
menghambat produksi humor aqueous.
Inhibitor karbonik anhidrase, asetazolamid 250 mg adalah inhibitor
karbonik anhidrase, 2 tablet diminum kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet
sampai 24 jam. Asetazolamid dapat mengurangi pembentukan humor
aqueous.
2.1.7. Komplikasi10
a. Glaukoma Kronis
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebabkan perjalanan
progresif dari glaukoma.
b. Sinekia Anterior
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke trabekula,
sehingga menimbulkan sumbatan yang menetap pada sudut kamera okuli
anterior dan menghambat humor aqueous keluar.
c. Katarak
Glaukoma pada keadaan TIO yang sangat tinggi, maka akan terjadi
gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa.
d. Kerusakan nervus optikus
Kerusakan saraf pada glaukoma umumnya terjadi karena peningkatan
TIO yang berlebihan. Kebanyakan TIO penderita glaukoma dapat
mencapai 50-60 mmHg pada keadaan akut. Semakin tinggi TIO semakin
berat kerusakan saraf yang terjadi.
e. Kebutaan

Kontrol TIO yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus


optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.

2.2. Neuropati dan Neuroproteksi pada Glaukoma11,12,13


Meskipun glaukoma dianggap sebagai penyakit mata, beberapa penelitian
menghubungkan glaukoma dengan proses degeneratif dari sistem saraf pusat.
Proses degeneratif ini terlihat pada nervus optik intrakranial, nukleus
genikulatum lateral dan korteks visual pada primata dan manusia.11
Satu penelitian membandingan otak pada pasien glaukoma yang telah
meninggal dan dengan otak pasien sehat dengan umur yang sama. Jaringan yang
dibandingkan adalah jaringan nukleus genikulatum lateral (NGL). Jika
dibandingkan dengan otak pasien sehat, NGL pada otak pasien glaukoma
menunjukkan neuron yang mengkerut dengan nukleus yang lebih kecil. Terlihat
juga berkurangnya ketebalan korteks dekat sulkus kalkarinus (pusat korteks
visual) dan jaringan nervus optik mengalami atrofi.11
Sampai dengan saat ini, terapi glaukoma difokuskan pada penurunan
tekanan intraokuler pasien. Sedangkan pada pasien glaukoma dengan tekanan
intraokuler yang normal, kerusakan nervus optik tetap terjadi. Diperkirakan
terdapat mekanisme lain, selain peningkatan tekanan intraokuler, yang
menyebabkan rusaknya nervus optik pada pasien dengan tekanan intraokuler
yang

normal. Terlepas

dari apapun

mekanisme

penyebabnya,

pasien

membutuhkan terapi untuk menghambat ataupun melawan kerusakan nervus


optik yang progresif.12
Selain karena peningkatan tekanan intraokuler yang menjadi awal mula
kerusakan nervus optik, terjadi juga proses degeneratif di sekitar neuron nervus
tersebut. Perubahan kadar ion ekstrasel, keberadaan radikal bebas, deplesi
neurotropin dan eksitotoksitas karena kadar glutamat ekstrasel yang tinggi, yang
menempel pada reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA), berujung pada
peningkatan kadar kalsium intrasel adalah proses-proses degeneratif yang terjadi
pada pasien glaukoma. Proses degeneratif ini bisa diatas dengan adanya
neuroproteksi. Neuroprotektor merupakan agen-agen yang membantu menjaga
keadaan neuron nervus optik yang belum rusak agar tetap dapat berfungsi secara
baik pada pasien glaukoma. Tujuan pemberian neuroprotektor adalah
menurunkan laju faktor-faktor yang merusak neuron dan memberi kemampuan

pada neuron yang belum rusak untuk dapat bertahan dalam menghadapi faktorfaktor perusak.12
Beberapa agen yang dikatakan memiliki kemampuan neuroproteksi, dalam
percobaan klinis seperti calcium channel blocker ataupun dalam penelitian
eksperimental seperti betaxolol, brimonidine, antagonis NMDA, inhibitor nitric
oxide synthase, neurotropin dan ekstrak Ginkgo biloba. Sebagian besar dari
neuroprotektor ini terbukti lebih berfungsi pada keadaan sel glia retina
dibandingkan menurunkan tekanan intraokuler pada pasien glaukoma. Beberapa
penelitian juga mencari tahu efek neuroprotektor pada obat-obatan yang biasa
diberikan untuk pasien glaukoma. Sulit untuk mengetahui secara pasti apakah
obat-obatan tersebut menghambat progresi glaukoma dengan menurunkan
tekanan intraokuler atau sebagai neuroprotektor.12
Secara ideal, obat anti-glaukoma yang dipakai secara topikal tidak hanya
dapat menurunkan tekanan intraokuler, tetapi juga dapat mencapai retina dengan
kadar yang cukup, untuk dapat berikatan dengan reseptor tertentu dan dapat
mencegah kerusakan permanen dari sel glia retina.12
2.2.1 Mekanisme Neuropati pada Glaukoma11,12,13
Patogenesis dari kerusakan RGC glaukoma masih belum dipahami
sepenuhnya. Kelainan pada aksonal meliputi AION (anterior ischemic
optic neuropathy) dan glaukoma, sedangkan kelainan pada badan sel
meliputi oklusi arteri sentral retina. Pada kelainan badan sel, metabolisme
dari sel dipengaruhi secara langsung, oleh karena itu terapi yang diberikan
harus sesegera mungkin. Sedangkan pada kerusakan aksonal, metabolisme
dari sel tidak dipengaruhi secara langsung.
Pada glaukoma, terdapat degenerasi dari trans-sinaps, yang
kemungkinan disebabkan karena kerusakan aksonal memanjang dari
nervus optikus ke jaras visual di otak. Oleh karena itu, neurodegenerasi
berperan penting dalam progres penyakit glaukoma. Pemberian terapi
dengan penurunan tekanan intra okuler dan agen neuroprotektif dapat
memberikan perlindungan pada saraf dari penglihatan itu sendiri.

2.2.1.2. Penyebab Neuropati pada Glaukoma11,12,13

10

a. Neurotrophin withdrawal
Neurotrofin adalah kelompok protein yang sangat dekat dengan
protein yang diidentifikasi sebagai survival factor bagi neuron sensori
dan simpatetik, dan berperan dalam pemeliharaan, perkembangan dan
fungsi neuron baik yang terdapat pada organ maupun otak. Neuron
membutuhkan neurotrophic growth factor yang didapatkan melalui
retrograde axolplasmic transport. Pada glaukoma terdapat blokade pada
retrograde axoplasmic transport yang menyebabkan terjadinya apoptosis
pada RCG (retinal ganglion cell).
b. Apoptosis
Apoptosis adalah mekanisme biologi yang merupakan salah satu
jenis kematian sel terprogram. Apoptosis digunakan oleh organisme
multisel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh.
Pada apoptosis dikenal sebagai protein pengatur apoptosis. Capcase
dibagi menjadi bagian besar yaitu initiator dan effector. Initiator capcase
memiliki fungsi untuk mengaktifkan capcase lainnya sedangkan effector
memiliki fungsi sebagai yang menjalankan tugas. Pada glaukoma,
diyakini terjadi aktifasi dari initiator.
c. Glutamate induced excitotoxicity
Glutamat adalah neurotransmiter utama di sistem saraf pusat.
Glutamate induced excitotoxicity terjadi apabila kadar dari glutamat di
ekstraseluler meningkat, baik karena peningkatan maupun penurunan
intake glutamate dari sinaps. Pada glaukoma primer sudut terbuka,
biasanya gen yang bermutasi adalah OPTN, gen yang berfungsi mengatur
reseptor dari glutamat. Konsentrasi glutamat yang tinggi membuat aktif
beberapa reseptor sel, diantaranya adalah NMDA (N-Methyl-DAspartate) reseptor yang dapat memengaruhi jumlah kalsium. Jumlah
kalsium yang tidak normal dapat berujung pada pembentukan radikal
bebas yang dapat berujung pada apoptosis sel.

11

d. Pembentukan radikal bebas


Peningkatan aktifitas metabolik dari RGC menyebabkan banyak
radikal bebas terbentuk yang berujung pada stres oksidatif. Stres
oksidatif mengakibatkan pemecahan protein, degenerasi asam nukleat,
dan degradasi lemak oksidatif yang berujung pada kematian sel.
e. Nitric Oxide (NO)
NO merupakan radikal bebas yang terbentuk dari NOS (NOsynthetase)

memiliki

peran

penting

dalam

beberapa

kasus

neurodegeneratif seperti glaukoma, Alzheimer, multiple sclerosis, dan


CVD. Terdapat 3 bentuk dari NOS, yaitu:
NOS-1, enzim neuronal yang dapat terdeteksi pada degenerasi neuron
yang berada pada prelaminar region dan di lamina cribosa mata orang
dengan glaukoma.
NOS-2, enzim yang terproduksi apabila tekanan intraokuler
meningkat, yang dapat diturunkan secara genetik pada pasien dengan
glaukoma primer sudut tertutup.
NOS-3, enzim yang ditemukan pada prelaminar nervus optikus yang
berfungsi sebagai vasodilator.
Pada pasien dengan glaukoma primer sudut tertutup, NOS-1 dan
NOS-3 memiliki kadar yang berlebih, sedangkan NOS-2 tidak ada pada
pasien normal. Iskemi, inflamasi, dan reperfusi berhubungan dengan

12

peningkatan kadar NO pada retina yang mengakibatkan peningkatan


kadar radikal bebas. Hal ini berujung pada kematian dari RGC.
f. Calcium-dependent pathways
Kadar kalsium yang tinggi dapat bersifat toksik pada sel. Terdapat 3
kanal dari kalsium, voltage-sensitive calcium channels, store-operated
channels dan receptor-operated channel seperti reseptor NMDA.
Peningkatan kalsium intraseluler dan intra-aksonal berujung pada
kematian sel neuron dan degenerasi akson.
g. Abnormalitas struktural
Perubahan

bentuk

dari

ECM

(matriks

ekstraseluler)

dapat

membahayakan retinal ganglion cell, sedangkan MMP (Matriks


metalloproteinase) mendegradasi protein ECM. Peningkatan aktifitas dari
MMP dan berkurangnya protein ECM ditemukan pada lapisan retinal
ganglion cell pasien dengan glaukoma. Peningkatan dari MMP sendiri
mengakibatkan meningkatnya tekanan intraokuler.
h. Heat shock protein (HSP)
Heat shock protein meningkat sebagai respon dari environmental
stress seperti suhu panas, anoksia, dan terpapar dengan sitokin. Heat
shock protein ditemukan dalam kadar yang tinggi pada pasien dengan
glaukoma. Meskipun HSP memiliki fungsi sebagai pelindung sel dari
kerusakan yang lebih lanjut dan melakukan perbaikan pada sel. Kadar
HSP yang tinggi dalam rentang waktu yang lama mengakibatkan respon
imun yang berujung pada perburukan penyakit.
i. Insufisiensi vaskuler
Gangguan dari aliran dan otoregulasi pembuluh darah nervus optikus
dipercaya dapat mengakibatkan glaukoma. Insufisiensi pembuluh darah
berhubungan dengan peningkatan kadar endotelin-1 di akuous humor.
Endotelin-1 merupakan vasokonstriktor yang dapat mengakibatkan
peredaran darah ke retina terganggu. Hal ini berujung pada iskemik yang
mengakibatkan apoptosis secara tidak langsung. TNF-alfa juga dapat
terbentuk apabila terjadi iskemik. Interaksi dari TNF-alfa dengan sel
lainnya pada pasien glaukoma mengakibatkan

degenerasi dari sel

neuron.
2.2.2. Neuroproteksi dan Neuroprotektor11,12

13

Neuroproteksi merujuk pada mekanisme dalam sistem saraf yang


berperan untuk melindungi neuron dari apoptosis atau proses degeneratif.
Istilah neuroprotektor dipakai untuk mengelompokkan obat-obatan yang
secara langsung berinteraksi dengan neuron ataupun sel glia pada nervus
optikus.
Neuroprotektor berperan untuk memercepat atau memerlambat
jalur biokimia tertentu pada neuron untuk mencegah kerusakan pada
neuron ataupun memperbaiki kerusakan saraf yang telah terjadi.
Neuroprotektor bertujuan untuk melindungi neuron yang telah rusak
ataupun yang masih berfungsi baik pada neuropati optik, yang terdiri dari
semua neuron sepanjang jaras visual khususnya sel glia retina. Hal ini
terjadi sebagai usaha neuroprotektor untuk melindungi neuron, selain
dengan hanya menurunkan tekanan intraokuler. Neuroprotektor pada
glaukoma diharapkan dapat mencegah kerusakan nervus optik yang
ireversibel pada penyakit ini, khususnya jika etiologinya idiopatik ataupun
pasien glaukoma dengan etiologi lainnya.
2.2.2.1. Neuroprotektor sebagai Terapi Glaukoma
a. Neurotropin
Neurotropin merupakan

growth factor

yang

berperan dalam

meregulasi metabolisme neuron sehingga lingkungan sel dapat terjaga


dalam batas normal. Neurotropin menjangkau seluruh bagian neuron dengan
melakukan transport aksonal secara retrograde. Neuron pada pasien
glaukoma biasanya mengalami hambatan dalam transport aksonalnya,
sehingga terjadi penurunan kadar neurotropin yang menyebabkan kematian
neuron.12
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan sejumlah faktor
neurotropik, khususnya BDNF dan ciliary neurotrophic factor dapat
meningkatkan kemampuan sel glia retina yang belum rusak untuk tetap
berfungsi dengan baik, setelah adanya kerusakan pada nervus optik. Tetapi
belum ada clinical trial yang membuktikan kerja neurotropin tersebut pada
manusia.12
Penelitian-penelitian yang sedang berjalan menunjukkan bahwa
kombinasi BDNF dan antagonis LINGO-1 (protein dengan kadar leusin

14

yang tinggi pada sistem saraf pusat) meningkatkan masa hidup sel glia
retina dalam jangka panjang.12
Brimonidine melindungi sel glia retina dari iskemik, kompresi dan
hipertensi okuler. Salah satu mekanismenya adalah dengan menginduksi
sintesis BNDF dan fibroblast growth factor (FGF), meningkatkan produksi
gen anti-apoptosis seperti Bcl-2 dan Bcl-XL dan inhibisi glutamat yang
dapat menyebabkan iskemia dan menghambat kerja reseptor NMDA. 14
Mayoritas penelitian membahas BDNF sebagai neurotropin utama.12
b. Antagonis Reseptor NMDA (N-Methyl-D-Aspartate)
Glutamat merupakan neurotransmiter utama dalam sistem saraf pusat
dan memiliki konsentrasi yang tinggi dalam neuron. Kadar glutamat
ekstraseluler yang tinggi, karena peningkatan pelepasannya atau penurunan
uptake dari sinaps, dapat menyebabkan eksitotoksisitas. Konsentrasi
glutamat

yang

tinggi

akan

mengaktifkan

reseptor

NMDA yang

menyebabkan masuknya kalsium dalam jumlah banyak dalam sel.


Konsentrasi kalsium intrasel yang tinggi akan memicu aktivasi cascade
nuklease, protease dan lipase. Enzim-enzim tersebut akan merusak bagianbagian sel dan membentuk radikal bebas yang akhirnya mengaktivasi nitric
oxide pathway. Interaksi bagian sitoplasma yang telah rusak dan radikal
bebas menginduksi apoptosis neuron.
Kadar glutamat yang berlebihan menyebabkan overaktivasi reseptor
NMDA dan eksotoksisitas pada neuron. Penggunaan antagonis NMDA
efektif untuk mencegah kerusakan sel glia retina.12
Memantine, obat penyakit Alzheimer dan demensia vaskuler,
merupakan salah satu obat yang memiliki efek neuroprotektif yang tinggi,
pada kerusakan sel glia retina hewan. Sedangkan sebaliknya, satu penelitian
mengenai keamanan dan efektivitas memantine untuk glaukoma sudut
terbuka tidak memberikan hasil yang diharapkan. Memantine memberikan
efek neuroprotektif terhadap kerusakan sel glia retina, atrofi neuron dalam
jaras visual dan penurunan lapang pandang pada model hewan.12,14
Dextromethorphan, obat golongan narkotik lemah yang sering
digunakan sebagai obat batuk, memiliki efek antagonis NMDA, dikatakan
memiliki efek neuroprotektif setelah adanya iskemik retina.14
c. Calcium Channel Blockers

15

Peningkatan kalsium intrasel adalah kondisi neurotoksik. Obat-obatan


seperti memantine, flupirtine dan dextromethorphan mengurangi influks
kalsium dengan menghambat kerja reseptor NMDA.14
Obat-obatan seperti nifedipine, verapamil dan dilitiazem berperan
sebagai neuroprotekor pada glaukoma dengan tekanan intraokuler yang
normal. Mereka memberikan efek neuroprotektif dengan meningkatkan
aliran darah ke sel glia retina. Selain itu, mereka juga meningkatkan
metabolisme glutamat sehingga homeostasis pada nervus optik tetap
stabil.12,14
Tetapi, obat dalam golongan ini dikhawatirkan memiliki efek samping
yang buruk karena menyebabkan hipotensi sistemik sehingga dapat
memperburuk iskemik pada retina karena adanya penurunan tekanan
perfusi.12
d. Antioksidan
Radikal bebas merupakan produk sampingan dari metabolisme
oksidatif. Sel glia retina sendiri sangatlah rentan terhadap stres oksidatif.
Interaksi radikal bebas dengan komponen sel dapat menyebabkan kerusakan
dari neuron. Secara endogen, jaringan okuler memiliki mekanisme
antioksidan yang efektif, meliputi superoxide dismutase-catalase system,
asam askorbat dan glutation.12
Kerusakan sel glia retina yang diinduksi oleh toksisitas NMDA dapat
dikurangi dengan pemberian antioksidan dan senyawa yang dapat
mengekskresi radikal bebas seperti vitamin C, vitamin E (-tokoferol),
superoxide dismutase dan katalase. Ginkgo biloba (Egb761) dikatakan dapat
mengatasi radikal bebas, menjadi inhibitor nitric oxide, vasodilator dan
inhibitor reseptor NMDA. Hanya sedikit data yang mendukung penggunaan
Ginkgo biloba sebagai neuroprotektor pada pasien glaukoma.12,14
e. Antagonis Nitric Oxide Synthase (NOS)
Neurotoksisitas terjadi saat nitric oxide pathway dimulai, dimana
adanya reaksi antara nitric oxide dengan anion superoksida yang
membentuk peroksinitrit dan radikal bebas yang lain. Peroksinitrit akan
merusak protein dan asam nukleat neuron. NOS yang terlibat dalam nitric
oxide pathway dapat dihambat dengan menggunakan 2-aminoguanidine, iNOS dan L-N [6-(1-iminoethyl) lysine 5-tetrazole amide] pada model
eksperimental. Sehingga senyawa-senyawa tersebut dikatakan memiliki efek

16

neuroprotektif. Nipradilol, antagonis reseptor dan 1, juga dikatakan


memiliki efek neuroprotektif.12
f. Agen Antiapoptosis
Apoptosis pada sel glia retina disebabkan oleh penurunan neurotropin,
perubahan kadar kalsium intraseluler, radikal bebas dan eksitotoksisitas
neuron. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian kreatin, -lipoic acid,
nicotinamide, epigallocatechin-gallate dapat mengatasi stres oksidatif,
meningkatkan kerja mitokondria dan memberi efek neuroprotektif.12
Brimonidine, salah satu agen anti-apoptosis, bekerja dengan
meningkatkan produksi Bcl-2 dan Bcl-XL (protein yang menghambat
terjadinya apoptosis sel). Pendekatan lain yang bisa dilakukan adalah
dengan menghambat apoptosis dengan inhibitor caspase, enzim efektor
yang merusak sel saat apoptosis. Calceptin, inhibitor spesifik calpain (salah
satu caspase), memiliki efek neuroprotektif pada model eksperimental.12
g. Terapi Gen11
Terapi gen bisa dilakukan sebagai salah satu agen anti-apoptosis. Agen
yang mungkin efektif jika digunakan adalah deprenyl, inhibitor monoamine
oxidase (obat Parkinson), yang meningkatkan ekspresi faktor-faktor yang
menghambat proses apoptosis. Obat lain yang bisa digunakan adalah
flunarizine dan aurintricarboxylic acid, yang memberikan hasil yang
menjanjikan dalam memperlambat proses apoptosis.
h. Obat-obat Glaukoma15
Penurunan

tekanan

intraokuler

dipastikan

memiliki

efek

neuroprotektif pada glaukoma. Peningkatan perfusi okuler memiliki peran


penting pada terapi glaukoma karena dapat menjaga kestabilan nervus optik.
Peningkatan tekanan intraokuler mengganggu transpor aksonal yang
normal. Sehingga BNDF sebagai salah satu neutropin tidak terdistribusi
dengan baik ke seluruh bagian retina. Tekanan intraokuler yang tinggi juga
dikatakan menurunkan perfusi okuler sehingga menyebabkan iskemik
jaringan dan akhirnya menyebabkan kerusakan permanen dari neuron pada
nervus optik. Iskemik pada neuron juga dapat menyebabkan eksitotoksisitas
karena aktivitas reseptor NMDA.
Karena adanya kelainan-kelainan tersebut pada pasien glaukoma,
terapi yang diberikan sebaiknya tidak hanya menurunkan tekanan
intraokuler, tetapi juga dapat memperbaiki kerusakan pada sel glia retina
dan memperbaiki perfusi okuler.
17

Efek obat-obatan untuk menurunkan tekanan intraokuler pada


glaukoma

mudah

untuk diukur, tetapi

efek neuroprotektif

untuk

memperbaiki kerusakan pada tingkat neuron pada nervus optik lebih sulit
untuk dievaluasi.

-blocker/Antagonis Reseptor -adrenergik (Carteolol, Timolol,


Betaxolol, Metipranolol, Levobetaxolol)
Obat golongan ini paling sering digunakan pada pasien glaukoma
karena efek sampingnya yang ringan. -blocker dapat menurunkan
tekanan intraokuler sebanyak 25% dari tekanan awal dengan
menghambat enzim adenylate-cyclase (salah satu dari tiga enzim utama
dalam pembentukan aqueous humor) sehingga produksi aqueous humor
dapat menurun.
Selain menurunkan tekanan intraokuler, obat golongan ini juga
memiliki efek neuroprotektif lain. Betaxolol dapat memberikan efek
protektif untuk melawan kerusakan neuron setelah terjadinya iskemik.
Timolol memberikan efek neuroprotektif pada sel glia retina pada tikus
dengan

glaukoma.

Mekanisme

neuroprotektif

dari

-blocker

diperkirakan dengan mengatur kanal kalsium dan sodium, yang


berperan dalam metabolisme glutamat dan aktivitas reseptor NMDA.
Levobetaxolol diperkirakan dapat meningkatkan aktivitas BDNF pada
retina.
Meskipun diberikan secara topikal, -blocker dapat memberikan
efek samping sistemik seperti hipotensi sistemik yang menurunkan
perfusi okuler, bradikardia dan yang berbahaya induksi konstriksi

bronkus dan asma.


Agonis Reseptor 2-adrenergik

(Brimonidine, Apraclonidine,

Clonidine)15
Obat golongan ini menurunkan produksi aqueous humor dengan
menghambat kerja enzim adenylate-cyclase dan meningkatkan sekresi
aqueous humor.
Reseptor 2B-adrenergik terdapat di akson, dendrit dan glia
neuron sedangkan reseptor 2C-adrenergik terdapat pada fotoreseptor.
Brimonidine dan agonis reseptor 2-adrenergik lain
menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam efek neuroprotektifnya
pada kerusakan nervus optik. Saat ini, brimonidine adalah satu-satunya
obat yang terbukti memiliki efek neuroprotektif pada pasien glaukoma.

18

Mekanisme efek neuroprotektif pada penggunaan brimonidine


belumlah diketahui secara pasti. Tetapi penggunaan brimonidine
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas BDNF pada sel glia retina.
Meski memiliki efek samping, brimonidine merupakan obat topikal
utama yang memberikan efek neuroprotektif selain mengurangi tekanan

intraokuler pada pasien glaukoma.


Inhibitor Karbonik Anhidrase (Acetazolamide, Doclophenamide,
Dorzolamide, Brinzolamide)15
Obat golongan ini (sistemik atau topikal) dapat menurunkan
tekanan intraokuler dengan menghambat enzim karbonik anhidrase,
salah satu dari tiga enzim penting dalam pembentukan aqueous humor.
Selain itu, obat golongan ini dapat menurunkan pH darah dan
menginduksi vasodilatasi. Akhirnya, vasodilatasi dapat meningkatkan
perfusi retina. Peningkatan perfusi memberikan efek neuroprotektif
pada obat golongan ini, selain dengan menurunkan tekanan intraokuler.
Efek penurunan tekanan intraokuler dengan penggunaan obat oral
inhibitor karbonik anhidrase sangat kuat. Tetapi penggunaan obat
inhibitor karbonik anhidrase sistemik, seperti acetazolamide, terkadang
dibatasi karena efek samping yang luas seperti hipokalemia,
pembentukan batu pada saluran kemih, diuresis dan anemia aplastik.
Obat topikal (dorzolamide, brinzolamide) juga memiliki efek samping

yang lebih sedikit dibanding obat oral.


Analog Prostaglandin (Unoprostone, Latanoprost, Travoprost,
Bimatoprost, Tafluprost)15
Sejak diperkenalkan, analog prostaglandin diterima sebagai terapi
glaukoma karena beberapa alasan. Prostaglandin sangat efektif untuk
menurunkan tekanan intraokuler dan bisa dikatakan sebagai obat
penurun tekanan intraokuler yang paling kuat. Jika dibandingkan
dengan -blocker topikal atau 2-adrenergik, analog prostaglandin tidak
memiliki efek samping sistemik. Obat ini harus digunakan sekali setiap
hari untuk meningkatkan toleransi pasien. Prostaglandin dapat
menurunkan tekanan intraokuler sebanyak 25%-30% dari tekanan awal,
kecuali unoprostone yang tidak terlalu kuat efeknya.
Analog prostaglandin menurunkan tekanan intraokuler dengan
meningkatkan sekresi aqueous humor melalui trabecular meshwork dan
kanal Schlemm. Obat golongan ini memberikan efek neuroprotektif

19

dengan melindungi sel glia retina dari apoptosis pada penelitian in vitro
dan in vivo. Latanoprost juga dikatakan dapat mencegah terjadinya
toksisitas karena glutamat. Selain itu, prostaglandin menyebabkan
vasodilatasi sehingga meningkatkan perfusi okuler.
Meskipun demikian, belum ada penelitian pada pasien glaukoma
yang membuktikan efek neuroprotektif, selain menurunkan tekanan
intraokuler, dengan pemberian analog prostaglandin.
Efek samping lokal dari obat ini adalah hiperemia, inflamasi,

intoleransi dan penyakit pada permukaan okuler.


Parasimpatomimetik (Pilocarpine, Carbachol)15
Obat golongan ini menurunkan tekanan intraokuler dengan
meningkatkan sekresi aqueous humor. Mekanisme yang dilalui adalah
dengan konstriksi jaringan otot polos korpus siliar sehingga membuka
trabekula dan kanal Schlemm. Parasimpatomimetik dapat menurunkan
tekanan intraokuler sebanyak 20% dari tekanan awal.
Karena efek sampingnya adalah miosis dan menyebabkan miopia
pada pasien usia muda, penggunaannya dibatasi. Selain dapat
menurunkan

tekanan

intraokuler,

penggunaannya

sebagai

neuroprotektor belum didukung fakta penelitian yang memadai.


Simpatomimetik (Adrenalin, Dipivalyl-epinephrine) 15
Penggunaan simpatomimetik pada glaukoma sangatlah jarang
untuk saat ini. Obat ini tidak hanya menyebabkan vasokonstriksi dari
vaskuler konjungtiva secara cepat setelah penggunaan secara topikal
pada permukaan okuler, tetapi juga dapat menyebabkan vasodilatasi.
Simpatomimetik dapat menurunkan tekanan intraokuler sebanyak 1520% dari tekanan awal.
Hampir seluruh dunia (Eropa dan Amerika Utara) hampir tidak
lagi menggunakan obat ini. Meskipun demikian, cara kerja obat ini
menarik untuk diketahui. Simpatomimetik menurunkan tekanan
intraokuler
trabecular

dengan

menurunkan

meshwork.

Kadar

kadar

glikosaminoglikan

glikosaminoglikan

pada

mengalami

peningkatan pada glaukoma yang disebabkan oleh steroid. Bisa


dikatakan, simpatomimetik dapat menjadi alternatif terapi pada pasien
i.

glaukoma sekunder karena penggunaan steroid.


Imunomodulator dan Vaksinasi11
Beberapa penelitian mengatakan bahwa manipulasi sistem imun dapat
mempertahankan keadaan dan fungsi sel glia retina yang masih sehat pada

20

pasien glaukoma. Satu penelitian menunjukkan limfosit T yang teraktivasi


dapat menginduksi aktivitas myelin basic protein (MBP), yang akan datang
ke daerah neuron yang rusak dan melepaskan faktor neuroprotektif.
Tujuan pemberian vaksinasi adalah untuk memperlambat progresi
penyakit dan menurunkan laju proses degeneratif pada neuron setelah
adanya trauma akut. Imunisasi pasif sel T adalah salah satu contoh terapi
yang dapat diberikan. Sel T akan merangsang aktivitas mikroglia dan
monosit, yang dikatakan dapat mendukung regenerasi akson dan
menghambat

degenerasi

neuron

lebih

lanjut.

Glatiramer

acetate

(copolymer-1/cop-1), sebuah oligopeptida sintetis, sedang diteliti sebagai


vaksin untuk neuroproteksi. Sel T juga dapat menurunkan kadar glutamat
dan debris serta meningkatkan produksi growth factor.
j.

Geranylgeranylacetone11
Peran heat shock protein (HSP) pada patofisiologi glaukoma memicu
dilakukannya

evaluasi

geranylgeranylacetone

(GGA).

GGA

dapat

meningkatkan sintesis HSP70 yang dapat memberikan efek neuroprotektif


pada neuron yang rusak. Meskipun dapat melindungi sel dari kerusakan
lebih lanjut dan menginduksi proses perbaikan pada neuron, HSP dapat
merektur respon imun yang menyebabkan progresi penyakit.
k. Terapi Stem Cell11
Transplantasi stem cell adalah salah satu modalitas yang diteliti untuk
digunakan pada penyakit neurodegeneratif. Stem cell diperkirakan
memberikan efek neuroprotektif dengan kemampuan sintesis neurotropin
dan menghambat kerja MMP.
l. Bioenergetika11
Bioenergetika merupakan

studi

yang

berfokus

pada

proses

metabolisme yang berujung pada pemanfaatan ATP intrasel. Beberapa


penelitian mengatakan gagalnya produksi ATP dan disfungsi mitokondria
pada nervus optik pada glaukoma disebabkan oleh penurunan jumlah ATP
dan peningkatan produksi radikal bebas.
Peningkatan fungsi mitokondria dan suplai energi pada neuron bisa
menjadi alternatif dalam pemberian efek neuroprotektif pada neuron yang
rusak. Pendekatan tersebut sukses dibuktikan pada model binatang dengan
penyakit neurodegeneratif dan trauma otak. Tetapi, efek tersebut belum
diteliti lebih lanjut pada model binatang dengan glaukoma.

21

m.Guideline Penggunaan Neuroprotektor11


Pemberian neuroprotektif pada pasien glaukoma sebaiknya didasarkan
pada stadium penyakit pasien. Pada pasien glaukoma tingkat lanjut, yang
mengancam mobilitas pasien dan kerusakan yang sedang dengan tingkat
progresi yang tinggi, terapi konvensional dengan agen penurun tekanan
intraokuler dan neuroprotektor bisa diberikan.
Sedangkan pada pasien dengan kerusakan yang sedang dan tingkat
progresi yang rendah, pasien diberikan agen penurun tekanan intraokuler
tetapi neuroprotektor hanya diberikan ketika ada peningkatan kerusakan
neuron ataupun resiko progresi.

22

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


3.1. Kesimpulan
Glaukoma merupakan gangguan multifaktor yang kompleks, yang bukan
hanya diakibatkan oleh peningkatan TIO tetapi terdapat banyak faktor lain juga.
Walaupun penanganan glaukoma dengan menurunkan TIO masih menjadi
pengobatan utama, namun terdapat pengobatan lain tanpa menurunkan TIO yang
dapat menjadi pilihan untuk pasien dan dokter. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa kematian sel glia yang tidak berkaitan dengan TIO dapat dicegah dengan
neuroproteksi. Terbukti bahwa penanganan glaukoma menggunakan obat
neuroproteksi adalah terapi yang menjanjikan namun masih dibutuhkan
penelitian lebih lanjut tentang penggunaan terapi ini dalam penanganan penyakit
glaukoma.
3.2. Saran
Kelompok tenaga medis, terutama dokter memiliki peranan besar dalam
mendiagnosis dan melakukan tatalaksana yang adekuat bagi pasien glaukoma,
terutama neuroproteksi pada glaukoma. Penanganan penyakit ini hendaknya
menjadi salah satu perhatian utama pembuat kebijakan di Indonesia.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Abe H, Kitazawa Y, Kuwayama Y, Shirakashi M, Shirato S, Tahihara H et al.
Guideline for Glaucoma. 2nd ed. Tokyo: Japan Glaucoma Society;2006.
2. Foster P, Cook C. Epidemiology of Glaucoma : What's New?. Canadian Journal of
Opthalmology;2012;47(3):223-224.
3. Koby K. Causes of Glaucoma. Opthalmology Louisville: Koby Karp Doctors Eye
Institute [Internet]. 2016 [cited 2016 Oct 9]. Available from: http://www.
louisvillelaser.com/wpcontent/uploads/2013/03/6f13a81eedf35468a19c389928ea9
b91.pdf
4. Terri P. Understanding And Living With Glaucoma. San Francisco: American
Academy of Opthalmology [Internet]. 2012 [cited 2016 Oct 9]. Available from:
https://www.glaucoma.org/ GRF_Understanding_Glaucoma_EN.pdf
5. Rao A, Padhy D, Das G, Sarangi S. Evolving Paradigms in Classification of
Primary Angle Closure Glaucoma. Semin Ophthalmol [Internet]. 2015 Aug 20
[cited

2016

Oct

9];0(0):19.

Available

from:

http://dx.doi.org/10.3109/08820538.2015.1053620
6. Ng M, Sample PA, Pascual JP, Zangwill LM, Girkin CA, Liebmann JM, et al.
Comparison of Visual Field Severity Classification Systems for Glaucoma: J
Glaucoma [Internet]. 2012 [cited 2016 Oct 9];21(8):55161. Available from:
http://content.wkhealth.com/linkback/openurl?
sid=WKPTLP:landingpage&an=00061198-201210000-00008
7. Reference Standard Test and the Diagnostic Ability of Spectral Domain Optical
Coherence Tomography in Glaucoma: Journal of Glaucoma [Internet]. LWW.
[cited

2016

Oct

9].

Available

from:

http://mobile.journals.lww.com/glaucomajournal
/Fulltext/2015/08000/Reference_Standard_Test_and_the_Diagnostic_Ability.17.a
spx
8. Bussel II, Wollstein G, Schuman JS. OCT for glaucoma diagnosis, screening and
detection of glaucoma progression. Br J Ophthalmol [Internet]. 2014 Jul 1 [cited
2016 Oct 9];98(Suppl2):ii159. Available from: http://bjobeta.bmj.com/content/98
/Suppl_2/ii15
9. Hoyng PFJ, Beek LM van. Pharmacological Therapy for Glaucoma. Drugs
[Internet]. 2012 Oct 10 [cited 2016 Oct 9];59(3):41134. Available from:
http://link.springer.com/article/10.2165/00003495-200059030-00003
10. Shock J, Harper R, Vaughan D, Eva P. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Editors.
Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: Widya Medika;224p.

24

11. Vasudevan SK, Gupta V, Crowston JG. Neuroprotection in glaucoma. Indian J


Ophthalmol. 2011 Jan;59(Suppl1):S10213.
12. Pandey A, Singh P, Kaul A, Sharma P. Glaucoma: role of neuroprotective agents.
Int J Basic Clin Pharmacol. 2014;3(5):755.
13. Gauthier AC, Liu J. Neurodegeneration and Neuroprotection in Glaucoma. Yale
J Biol Med. 2016 Mar 24;89(1):739.
14. Awoyesuku EA, Fiebai B. Neuroprotection in glaucoma: A review. Niger Health
J. 2011 Jan 1;11(2):436.
15. Pfeiffer N, Lamparter J, Gericke A, Grus FH, Hoffmann EM, Wahl J.
Neuroprotection of medical IOP-lowering therapy. Cell Tissue Res. 2013 Jul
9;353(2):24551.

25

Anda mungkin juga menyukai