LP Fraktur Collum Femur
LP Fraktur Collum Femur
LP Fraktur Collum Femur
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet, biasanya disebabkan
oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan
absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan pada tulang
yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang
kemiliteran.
3. KLASIFIKASI FRAKTUR COLLUM FEMUR
a) Fraktur collum femur sendiri dibagi dalam dua tipe, yaitu:
1. Fraktur intrakapsuler
2. Fraktur extrakapsuler
Intrakapsuler
Ekstrakapsuler
Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50 dengan bidang horizontal
eksorotasi.pada palpasi sering ditemukan adanya hematom di panggul. Pada tipe impacted,
biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit yang tidak begitu hebat. Posisi
tungkai tetap dalam keadaan posisi netral.
Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan
deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa
pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran fraktur
yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri
tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan.
5. PATHWAYS
penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser ( stadium I dan II Garden )
dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami
non union dan nekrosis avaskular.
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat dan
faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita
penyakit infeksi tulang ataupun osteoporosis. Hal ini merupakan informasi yang
penting dalam penanganan fraktur femur pada klien
5. Riwayat kesehatan keluarga
Hal ini mencakup riwayat ekonomi keluarga, riwayat sosial keluarga, sistem
dukungan keluarga, dan pengambilan keputusan dalam keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan fraktur tibia tidak ada
gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien,
seperti memenuhi kebutuhan sehari hari menjadi berkurang. Misalnya makan,
mandi, berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap, klien biasanya merasa rendah diri terhadap perubahan
dalam penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan gangguan citra diri.
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien.
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
8. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
2) Kesadaran penderita:
Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna
Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan pemeriksaan
penglihatan , pendengaran dan perabaan normal
Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus menerus
Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan
Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan menjawab
pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita tidur lagi.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut, spasme otot, dan hilang rasa.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
d. Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas.
e. Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas),
hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah), penurunan nadi pada bagian distal
yang cidera, capilary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa
hematoma pada sisi cedera.
f. Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut :
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut :
a) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
b) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
e) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
melakukan
pemeriksaan
feel,
kemudian
diteruskan
dengan
mikroorganisme
kultur
dan
test
sensitivitas:
didapatkan
g.
Resiko tinggi embolik lemak berhubungan dengan fraktur tulang
panjang.
Post Operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
b.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan.
c.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
d.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
e.
Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatannya saat di rumah.
10. INTERVENSI
Pre Operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada
fraktur, edema.
KH: Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:
Intensitas nyeri 2-3
Ekspresi wajah rileks
Tidak merintih
Rencana Tindakan:
1)
Kaji lokasi nyeri dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui tindakan yang dilakukan selanjutnya.
2)
Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakitnya.
Rasional: Mengurangi nyeri
3)
Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi nyeri pada saat nyeri timbul.
4)
Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan.
Rasional: Mempersiapkan pasien untuk lebih kooperatif.
5)
Beri posisi yang tepat secara berhati-hati pada area fraktur.
Rasional: Meminimalkan nyeri, mencegah perpindahan tulang.
6)
Beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri berlangsung.
Rasional: Untuk mengurangi nyeri.
7)
Kolaborasi dalam pemberian terapi medik: analgetik.
Rasional: Mengatasi nyeri.
b.
Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
KH: Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dalam waktu bertahap
ditandai dengan: higiene perseorangan, nutrisi dan eliminasi terpenuhi dengan
bantuan.
Rencana Tindakan:
1)
Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien.
Rasional: Menentukan intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
2)
Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat dilakukan
secara mandiri.
Rasional: Mengurangi nyeri dan semakin parahnya fraktur.
3)
Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien.
Rasional: Meningkatkan kemandirian pasien.
4)
Perhatian dan bantu personal higiene.
Rasional: Mencegah komplikasi dan kerusakan integritas kulit.
5)
Ubah posisi secara periodik sejak 2 jam sekali.
Rasional: Mencegah komplikasi dekubitus.
6)
Libatkan keluarga dalam memberikan asuhan kepada pasien.
Rasional: Memberi motivasi pada pasien.
7)
Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: Mencegah nyeri yang berlebihan.
c.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan
jaringan lunak.
KH: Tidak ada tanda-tanda infeksi ditandai dengan:
Suhu normal 36-37oC
Tidak ada kemerahan, tidak ada edema, luka bersih.
Rencana Tindakan:
1)
Observasi TTV terutama suhu.
Rasional: Peningkatan suhu menunjukkan adanya infeksi.
2)
Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah merupakan media yang baik untuk
mikroorganisme berkembang biak.
3)
Tutup daerah yang luka dengan kasa steril/balutan bersih.
Rasional: Mencegah kuman/mikroorganisme masuk.
4)
Rawat luka dengan teknik aseptik.
Rasional: Mencegah mikroorganisme berkembang biak.
5)
Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
d.
Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.
KH: Cemas berkurang ditandai dengan:
Pasien mengerti penjelasan yang diberikan oleh perawat mengenai
pengobatan.
Pasien kooperatif saat dilakukan perawatan.
Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemas.
Rencana Tindakan:
1)
Kaji tingkat kecemasan.
Rasional: Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
2)
Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
3)
Jelaskan pada pasien prosedur pengobatan.
Rasional: Mengurangi tingkat kecemasan pasien.
4)
Berikan lingkungan yang nyaman.
g.
Resiko tinggi embolik lemak berhubungan dengan fraktur tulang
panjang.
KH:
Rencana Tindakan:
1)
Monitor perubahan status mental yang disebabkan oleh hipoksemia:
gejala dari distress pernafasan akut seperti: kegelisahan, konfusi, nyeri dada,
takipnea, sianosis, dispnea, takikardi.
Rasional: Mengidentifikasi keadaan fisik pasien.
2)
Jika ada indikasi, kaji O2 saturasi dengan oksimetri.
Rasional: Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
3)
Pertahankan imobilisasi pada daerah yang fraktur.
Rasional: Mengurangi terjadinya emboli lemak.
4)
Berikan oksigen bila ada indikasi.
Rasional: Memenuhi kebutuhan O2.
Post Operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
KH: Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:
Intensitas nyeri 0-2.
Ekspresi wajah rileks.
Rencana Tindakan:
1)
Kaji lokasi dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui intervensi yang dilakukan selanjutnya.
2)
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit.
Rasional: Menghilangkan nyeri.
3)
Tinggikan ekstremitas yang fraktur.
Rasional: Menurunkan rasa nyeri.
4)
Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam.
Rasional: Mengurangi nyeri.
5)
Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan adanya rasa nyeri.
6)
Kolaborasi dalam memberikan terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi nyeri.
b.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan.
KH: Kulit kembali utuh ditandai dengan:
Luka jahitan dapat tertutup.
Rencana Tindakan:
1)
Kaji kulit untuk luka terbuka.
Rasional: Mengontrol perkembangan mikroorganisme di daerah luka.
2)
Bantu ubah posisi.
Rasional: Mencegah luka tekan.
3)
Masase kulit dan penonjolan tulang.
Rasional: Mencegah luka tekan.
4)
Bersihkan kulit dengan sabun dan air bila menggunakan traksi.
Rasional: Mengurangi perkembangan mikroorganisme.
c.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
KH: Mempertahankan mobilitas fisik ditandai dengan:
Pasien mau beraktivitas secara perlahan.
Rencana Tindakan:
1)
Kaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan.
Rasional: Untuk menyusun rencana selanjutnya.
2)
Bantu untuk mobilisasi menggunakan kursi roda/tongkat.
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan.
3)
Bantu dalam higiene perorangan.
Rasional: Meningkatkan kesehatan diri.
4)
Ubah posisi secara periodik.
Rasional: Menurunkan komplikasi lesi kulit.
d.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
KH: Infeksi tidak terjadi ditandai dengan:
Pasien tidak mengalami infeksi tulang
Suhu tubuh normal antara 36-37oC
Rencana Tindakan:
1)
Observasi TTV.
Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan adanya infeksi.
2)
Rawat luka operasi dengan teknik antiseptik.
Rasional: Mencegah dan menghambat berkembang biaknya bakteri.
3)
Tutup daerah luka dengan kasa steril.
Rasional: Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam tubuh.
4)
Jaga daerah luka operasi tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi
berkembang biaknya bakteri.
5)
Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
Rasional: Antibiotik menghambat berkembang biaknya bakteri.
e.
Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatannya saat di rumah.
KH: Pasien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatannya saat di rumah.
Rencana Tindakan:
1)
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan perawatan di
rumah.
Rasional: Menilai tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan di
rumah.
2)
Anjurkan pasien untuk melakukan latihan aktif dan pasif secara teratur.
Rasional: Dapat mencegah terjadinya kontraktur pada tulang.
3)
Beri kesempatan pada pasien untuk dapat bertanya.
Rasional: Hal yang kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.
4)
Anjurkan pasien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.
Rasional: Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2000, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 3,
EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J., 2000. Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 2, Media
Aesculapiu, Jakarta
Price, Sylvia Anderson., 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 4, vol 2, EGC, Jakarta
Sutedjo, AY., 2008, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratarium, Amara Books, Jakarta