Laporan Kelapa Sawit Hanum
Laporan Kelapa Sawit Hanum
Laporan Kelapa Sawit Hanum
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukanlah tanaman asli Indonesia.
Berdasarkan bukti-bukti fosil, sejarah dan linguistik, tanaman kelapa sawit dipercaya berasal
dari pesisir tropis Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit liar telah dimanfaatkan oleh
penduduk Afrika Barat sebagai minyak makan. Temuan arkeologi di Mesir menunjukkan
penggunaannya sudah terjadi pada tahun 3000 SM. Tanaman kelapa sawit dikenali bangsa
Eropa saat ekspedisi Portugis ke Afrika Barat pada abad ke-15 (Agustira, dkk, 2008).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan
berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara
tersebut. Kelapa sawit masuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1848 dibawa dari Marnitius
dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua
tempat tersebut masing-masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di
kebun Raya Bogor. Hingga saat ini dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini
sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagian keturunan kelapa
sawit dari kebun Raya Bogor tersebut telah diproduksi ke Deli Serdang (Sumatera Utara)
sehingga dinamakan varietas Deli Dura (Hadi, 2004).
Kelapa sawit merupakan salah satu primadona ekspor Indonesia yang pertanamannya
berkembang sangat pesat. Pada tahun 1986, luas perkebunan kelapa sawit baru mencapai 607
ribu hektar dengan produksi sebesar 1,35 juta ton, tetapi pada tahun 1990 meningkat menjadi
1,15 juta hektar dengan produksi sebesar 2,43 juta ton. Nilai ekspor komoditas ini juga
meningkat dari 112,9 juta dolar pada tahun 1986 menjadi 178,2 juta dolar pada tahun 1990.
Sekitar 25% dari luas areal pertanaman kelapa sawit saat ini dikelola oleh perkebunan negara,
25% merupakan areal perkebunan rakyat dan sisanya dikelola oleh perkebunan swasta.
Penelitian kelapa sawit bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah minyak
sawit melalui diversifikasi produk (Balitbang Pertanian, 1992).
Kelapa sawit memiliki banyak manfaat dalam penggunaannya. Selain minyak sawit yang
dihasilkan oleh daging buah (Mesokarp) yang dikenal dengan CPO (Crude Palm Oil), kelapa
sawit juga menghasilkan minyak inti sawit yang dihasilkan dari inti sawit yang dikenal dengan
minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Dari keduanya dapat dibuat berbagai jenis produk
lainnya. Pabrik pengolahannya disebut refineri dan ekstraksi. Dari sini akan keluar lagi
beberapa jenis minyak, ada yang sudah siap pakai dan ada yang harus diproses untuk menjadi
produk lainnya. Disamping minyak atau bahan solid lain, juga akan keluar beberapa padatan
lainnya yang dapat langsung dipakai atau harus diproses lebih lanjut (Wahyono, dkk, 1995).
Pembibitan tanaman kelapa sawit yang diusahakan sendiri oleh para petani kelapa sawit
ini sampai tumbuhnya perkecambahan, memang memerlukan kurun waktu lama. Selama kurun
waktu itu memerlukan perhatian. Para petani kecil mungkin belum mengetahui cara yang baik
sehingga banyak dari mereka lebih menyukai untuk membeli benih yang telah berkecambah. Di
beberapa negara tertentu yang membudidayakan tanaman ini (termasuk Indonesia) pihak Dinas
Pertanian dan Dinas Perkebunan telah menyediakan benih yang telah berkecambah
(Kartasapoetra, 1988).
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh media tanam dan
pemberian kompos TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) terhadap pertumbuhan kecambah
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) (D x P) di Pre Nursery.
Hipotesis Percobaan
Kelapa Sawit
Diduga adanya pengaruh TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) terhadap pertumbuhan bibit
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery.
Diduga adanya pengaruh interaksi antara media tanam dan TKKS (Tandan Kosong Kelapa
Sawit) terhadap pertumbuhan bibit Kelapa Sawit
Nursery.
Kegunaan Percobaan
-
Sebagai
salah
satu
syarat
untuk
Sawit
dapat
dan
mengikuti
Praktikal
Karet Departemen
Tes
Budidaya
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2003), taksonomi kelapa sawit yang umum
diterima sekarang adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Palmales
Famili
: Palmaceae
Genus
: Elaeis
Spesies
Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh
kebawah dan kesamping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan kuartener. Akar primer
tunbuh kebawah didalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Sedangkan akar sekunder,
tertier dan kuartener tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan
kuartener menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara.
Disamping itu tumbuh pula akar nafas yang timbul di atas permukaan air tanah atau didalam
tanah. Penyebaran akar terkonsentrasi pada tanah lapisan atas (Fauzi, dkk, 2003).
Besarnya batang berdiameter 20-75 cm, dan di perkebunan umumnya
45-60 cm,
bahkan pangkal batang bisa lebih besar lagi pada tanaman tua. Biasanya batang adalah
tunggal (tidak bercabang) kecuali yang abnormal. Tinggi batang bisa mencapai 20 m lebih,
umumnya diperkebunan 15-18 m
(Sianturi, 1991).
Daun kelapa sawit bersirip genap, bertulang sejajar, panjangnya dapat mencapai 3-5
meter. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri kasar dan bulu-bulu halus sampai kasar.
Panjang pelepah daun dapat lebih dari 9 meter. Helai anak daun yang terletak di tengah
pelepah daun adalah yang paling panjang dan panjangnya dapat melebihi 1,20 meter. Jumlah
anak daun dalam satu pelepah daun adalah 100-160 pasang (Setyamidjaja, 1991).
Susunan bunga terdiri dari karangan bunga yang terdiri dari bunga jantan(tepung
sari) dan
bunga
betina (putik).
tanaman
kelapa
sawit yang
hanya
memproduksi bunga jantan. Umumnya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam tandan
yang sama. Bunga jantan selalu masak terlebih dahulu daripada bunga betina. Karena itu,
penyerbukan sendiri antara bunga jantan dan bunga betina dalam satu tandan sangat jarang
terjadi. Masa reseptif (masa putik dapat menerima tepung sari) adalah 3x24 jam. Setelah
itu, putik akan berwarna hitam dan mengering (Sastrosayono, 2008).
Biji kelapa sawit mempunyai bagian: a). Endokarpium (kulit biji= tempurung), berwarna
hitam dan keras, b). Endosperm (kernel=daging biji) berwarna putih dan dari bagian ini akan
menghasilkan minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi, c). Lembaga atau embrio (Tim Penulis
PS, 1997).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar Lintang
Utara-Lintang Selatan 12 derajat pada ketinggian 0-600 m dari atas permukaan laut. Jumlah
curah hujan yang baik adalah 2000-2500 mm per tahun, tidak memiliki defisit air hujan agak
merata sepanjang tahun. Temperatur yang optimal 24-28 C, terendah 18 C dan tertinggi 32C.
Kelembaban 80% dan penyinaran matahari 5-7 jam per hari. Kecepatan angin 5-6 km/jam
sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang terlalu kencang akan
menyebabkan tanaman baru goyang atau miring (Lubis, 1992).
Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000-2500
mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan.
Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit antara 80-90%. Faktor-faktor yang
memepengaruhi kelembaban ini adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan,
dan evapotranspirasi
Lama penyinaran rata-rata 5 jam dan naik menjadi 7 jam per hari untuk beberapa bulan
tertentu akan berpengaruh baik terhadap kelapa sawit. Lama penyinaran ini terutama
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat asimilasi, pembentukan bunga (sex-ratio) dan
produksi buah (Setyamidjaja, 1991).
Tanah
Kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah seperti Podsolik, Latosol, Hidromorfik
kelabu, Regosol, Andosol dan Alluvial. Sifat fisik taanah antara lain:
-
Solum yang dalam, lebih dari 80 cm. Solum yang tebal akan merupakan media yang baik bagi
perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik,
Tekstur lempung atau lempung berpasir dengan komposisi 20-60% pasir, 10-40% lempung dan
20-50% liat,
Struktur, perkembangannya kuat; konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas
sedang,
waste yang
berarti
tidak
ada
lagi
limbah
padat
dan
limbah
cair
yang
dibuang
(http://wuryan.wordpress.com, 2008).
Limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah yang
berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah
padat yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).
Kandungan unsur hara kompos yang berasal dari limbah kelapa sawit sekitar 0,4 % N; 0,029
sampai 0,05 % P2O5; 0,15 sampai 0,2 % K2O. Setiap pengolahan 1 ton TBS akan menghasilkan
limbah pada berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg (http://ditjenbun.deptan.go.id,
2010).
Selain
memberikan
Ada beberapa
alternatif
pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan, yaitu sebagai pupuk kompos, merupakan bahan
organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh
mikroorganisme. Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :
-
Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah.
Selain sebagai pupuk kompos TKKS juga sebagai pupuk kalium karena abu tandan terse
but
(http://www.warintek.com, 2010).
Proses pengomposan TKS dimulai dengan pencacahan TKS dengan mesin pencacah.
TKS yang telah dicacah ditumpuk di atas lantai semen pada udara terbuka atau dibawah atap.
Tumpukan dibalik 3-5 kali seminggu dengan mesin pembalik BAKHUS dan disiram dengan
limbah cair PKS. Pada akhir pengomposan yang berlangsung selama 6-8 minggu, kompos
diayak dan dikemas (http://wuryan.wordpress.com, 2008).
Media Tanam
Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah yang berkualitas baik, misalnya
tanah bagian atas (top soil) pada ketebalan 10-20 cm dan berasal dari areal pembibitan dan
sekitarnya. Tanah yang digunakan harus memiliki struktur yang baik, tekstur remah dan gembur,
tidak kedap air serta bebas kontaminasi (hama dan penyakit khususnya cendawan Ganoderma,
pelarut, residu, bahan kimia). Bila tanah yang akan digunakan kurang gembur dapat dicampur
pasir dengan perbandingan pasir : tanah = 3 : 1 (kadar pasir tidak melebihi 60%). Sebelum
dimasukkan ke dalam polybag, campuran tanah dan pasir diayak dengan ayakan kasar
berdiameter 1,5-2 cm. preoses pengayakan bertujuan untuk membebaskan media tanam dari
sisa-sisa kayu, batuan kecil dan material lainnya (PPKS, 2008).
Sifat kimia tanah berpengaruh saat menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan
tanah. Kekurangan unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Dosis pemupukan harus
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan umur tanaman dan kondisi tanahnya, misalnya tanah
asam perlu ditambahkan kapur (Sunarko, 2009).
Pohon kelapa sawit harus dikembangkan dengan biji sejak tidak adanya metode
uniseksual yang cocok. Di Malaysia tempat benih berminyak dibuat dari biji-biji sebelum kelapa
sawit berkecambah di dalam kaleng atau tanah berpasir 2,5 cm dan berjarak 8 cm di dalam
pasir dengan beberapa pori sekitarnya (Hartmann, 1998).
Tanamlah benih dalam kantong plastik yang berukuran 20x10 cm yang telah berisi tanah
(top soil) yang subur dan gembur, yakinkan bahwa tunas ada di bagian atas, sedang yang ada
akarnya berada di bagian bawah (dalam tanah), berikan pemulsaan dan siramlah dua kali
sehari ketika udara kering. Kantong-kantong plastik yang telah berisi benih itu ditempatkan
berkumpul
dalam
keadaan
berdekatan
untuk
memudahkan
pemeliharaan
dan
system)
dan sistem pembibitan tunggal (single stage system). Pada penerapan sistem tahap gand
a, penanaman bibit dilakukan sebanyak dua kali. Tahap pertama disebut pembibitan
pendahuluan,
menggunakan plastik polibag kecil sampai bibit berumur 3 bulan, kemudian tahap kedua
bibit tersebut ditanam ke pembibitan utama yang menggunakan plastik polibag besar selama 9
bulan. Pada sistem pembibitan tahap tunggal, bibit langsung di tanam di dalam plastik
polibag besar hingga berumur 12 bulan tanpa harus ditanam di dalam plastik polibag kecil
(http://www.warintek.com, 2010).
Pre nursery diawali dengan menanam kecambah kelapa sawit ke dalam tanah pada
kantong plastik (polibag) kecil hingga berumur tiga bulan. Penanaman (persemaian) kecambah
sebaiknya dilakukan segera setelah pesanan kecambah datang. Bahkan, penanaman pada pre
nursery dilakukan paling lama 1 hari setelah kedatangan kecambah (Hadi, 2004).
Pembibitan awal (Pre nursery) mempunyai ciri ciri adalah penggunaan kantong plastik
berukuran kecil, sehingga jumlah bibit per ha areal pembibitan menjadi banyak. Tempat
pembibitan
adalah
kantong
plastik
karena
harganya
lebih
murah,
dan
mudah
daripadanya diisi lapisan tanah permukaan yang subur dan gembur. Robek kantong plastik
yang lama kemudian pindahkan benih tanaman dengan hati-hati, usahakan agar bagian tanah
yang menggumpal di sekitar akar-akar tanaman yang masih halus itu tidak pecah (berantakan).
Atur kantong-kantong plastik yang berisi tanaman tersebut (Kartasapoetra, 1988).
Ukuran polybag bergantung pada lamanya bibit di pembibitan. Pada tahap awal,
polybag yang digunakan berwarna putih atau hitam dengan ukuran panjang 22 cm, lebar 15 cm
dan tebal 0,1 mm. Di setiap polybag dibuat lubang diameter 3 mm sebanyak 12-20 buah (tiga
baris, jarak 5 cm). Pada tahap pembibitan utama digunakan polybag berwarna hitam dengan
ukuran panjang 50 cm, lebar 37-40 dan tebal 0,2 mm. Pada setiap polybag dibuat lubang
diameter 5 mm sebanyak 12 buah pada ketinggian 10 cm dan dibawah polybag (PPKS, 2008).
ini
Kelapa
Sawit
dan
Karet
ngan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bibit kelapa sawit yang
berkecambah sebagai objek percobaan, top dan soil pasir dengan perbandingan 2 :
1 sebagai campuran media tanam, sub soil dan pupuk kandang dengan perbandingan 3 : 1
sebagai campuran media tanam, air sebagai media penyiraman, label nama sebagai penanda
polybag dan bahan-bahan lain yang mendukung percobaan ini.
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cangkul untuk mencampurkan
media tanam, polybag sebagai tempat media tanam, gembor sebagai wadah untuk menyiram
tanaman, meteran untuk mengukur tinggi tanaman, ayakan untuk mengayak pasir, jangka
sorong untuk mengukur diameter batang, alat tulis untuk mencatat data, dan top soil serta alatalat lain yang mendukung percobaan ini.
Metode Percobaan
Metode percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan
2 faktor perlakuan, yaitu :
Faktor 1
T0 = 10 gram
T1 = 20 gram
T2 = 30 gram
Maka didapat 6 kombinasi perlakuan, yaitu :
M1T0
M2T0
M1T1
M2T1
M1T2
M2T2
:3
:6
:1
:2
: 36 bibit
PELAKSANAAN PERCOBAAN
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari dan selanjutnya dikurangi bila keadaan
tanah masih basah dan lembab.
Pengamatan Parameter
Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi
tanaman
yang berkecambah
tanah sampai bagian
sudah
tertinggi
berumur
interval 1 minggu.
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna. Perhitungan
jumlah daun dilakukan dengan interval 1 minggu.
Diameter Batang (mm)
Diameter batang dihitung dengan menggunakan jangka sorong setiap 1 minggu sekali
diukur dari dua sisi batang (arah utara dan selatan), diukur dari pangkal tanaman tersebut atau
1 cm diatas permukaan tanah.
Hasil
Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman kelapa sawit dapat dilihat dari lampiran 1-16.
Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman 9 MST
T0
T1
T2
rataan
M1
23.07
25.73
29.33
26.04
M2
24.07
18.84
22.27
21.72
rataan
23.57
22.29
25.80
23.88
Dari tabel 1 diketahui bahwa tinggi tanaman tertinggi adalah 29,33 cm pada perlakuan
M1T2 dan tinggi tanaman terendah adalah 18,84 cm pada perlakuan M2T1.
Gambar 1. Grafik Tinggi
Tanaman 9 MST
T1
T2
rataan
M1
2.67
3.00
3.00
2.89
M2
2.67
2.83
2.83
2.78
rataan
2.67
2.92
2.92
2.83
Dari tabel 2 diketahui bahwa jumlah daun tertinggi adalah 3,00 pada perlakuan M1T1
dan M1T2 sedangkan jumlah daun terendah adalah 2,67 pada perlakuan M1T0 dan M2T0.
Gambar 2. Grafik Jumlah Daun 9 MST
T1
T2
rataan
M1
4.40
5.48
5.75
5.21
M2
5.22
5.44
5.27
5.31
rataan
4.81
5.46
5.51
5.26
Dari tabel 3 diketahui bahwa diameter batang tertinggi adalah 5,75 mm pada perlakuan
M1T2 dan diameter batang terendah adalah 4,40 mm pada perlakuan M1T0.
Gambar 3. Grafik Diameter
Batang 9 MST
Pembahasan
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada parameter rataan tinggi tanaman, tinggi
tanaman tertinggi pada perlakuan kombinasi antara media tanam dan Kompos TKKS (Tandan
Kosong Kelapa Sawit) terdapat pada perlakuanM2T0 yaitu 24,07 cm dan nilai rataan terendah
terdapat pada perlakuan M2T1yaitu 18,84 cm. Hal ini terjadi karena pada perlakuan tersebut
komposisi media tanam dan Kompos TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) cukup baik,
sehingga dapat membantu tersedianya unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan bibit
kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan literatur http://ditjenbun.deptan.go.id (2010) bahwa
kandungan unsur hara kompos yang berasal dari limbah kelapa sawit sekitar 0,4 % N; 0,029
sampai 0,05 % P2O5; 0,15 sampai 0,2 % K2O. Setiap pengolahan 1 ton TBS akan menghasilkan
limbah pada berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada parameter rataan jumlah daun pada
perlakuan kombinasi antar media tanam dan Kompos TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit)
yang tertinggi terdapat pada perlakuan M1T1 yaitu 3,00 helai dan M1T2 yaitu 3,00 helai dan
terendah terdapat pada perlakuan M1T0 yaitu2,67 helai dan M2T0 yaitu 2,67 helai. Hal ini
disebabkan karena pada perlakuan tersebut, penggunaan Kompos TKKS (Tandan Kosong
Kelapa Sawit) tepat pada media tanam yang cocok dan karena TKKS mempunyai kadar C/N
yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan http://www.warintek.com (2010) tandan kosong
kelapa sawit mempunyai kadar C/N yang tinggi yaitu 45 55. Hal ini dapat menurunkan
ketersediaan N pada tanah karena N terimobilisasi dalam proses penambahan bahan organik
oleh mikroba tanah.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada parameter rataan diameter batang
tanaman, pada perlakuan kombinasi antara media tanam dan kompos TKKS (Tandan Kosong
Kelapa Sawit) nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan M1T2 yaitu 5,75 mm dan terendah
tedapat pada perlakuan M1T0 yaitu4,40 mm. Hal ini berarti bahwa pada perlakuan ini media
tanam yang digunakan dan banyaknya komposisi TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) dapat
meningkatkan
pertumbuhan
bibit
kelapa
sawit.
Hal
ini
sesuai
dengan
Kesimpulan
1. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan M2T0 yaitu 24,07 cm dan terendah terdapat
pada perlakuan M2T1 yaitu 18,84 cm.
2. Jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan M1T1 yaitu 3,00 helai dan M1T2 yaitu 3,00
helai dan terendah terdapat pada perlakuan M1T0 yaitu 2,67 helai dan M2T0 yaitu 2,67 helai.
3. Diameter batang tanaman terdapat pada perlakuan M1T2 yaitu 5,75 mm dan terendah terdapat
pada perlakuan M1T0 yaitu 4,40 mm.
Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya, lebih teliti dalam pengambilan data tanaman,
terutama data diameter batang.
DAFTAR PUSTAKA
Agustira, M. A., A. Kurniawan, Djafar, D. Siahaan, L. Buana, dan T. Wahyono, 2008. Tinjauan Ekonomi
Industri Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Balitbang Pertanian, 1992. Lima Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian,
Republik Indonesia.
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti., I. Satyawibawa dan R. Hartono. 2003. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Hadi, M. M., 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
Hartman, H., T., W. J. Klacker, A. M. Kofrarek. 1998. Plant Science. Prentice Hall Inc., New Jersey.
Http://www.ditjenbun.deptan.go.id., 2010. Limbah Kelapa sawit. Diakses tanggal10 April 2010.
Http://www.warintek.com., 2010. Komoditi Kelapa Sawit. Diakses tanggal 10 April2010.
Http://www.wuryan.wordpress.com., 2010. Kelapa Sawit. Diakses tanggal 10 April2010.
Kartasapoetra, A. G., 1988. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. BinaAksara, Jakarta.
Lubis, A. U., 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan
Marihat Bandar Kuala, Pematang Siantar.
Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun, 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press,
Yogyakarta.
PPKS, 2008. Teknologi Kultur teknis dan Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit,
Medan.
PTPN IV., 1996. Vademecum Kelapa Sawit. PT Perkebunan Nusantara IV Bah Jambi, Pematang
Siantar.
Sastrosayono, S., 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
1995.
Profil
Kelapa
Sawit
di
Indonesia.