Kasus 5
Kasus 5
Kasus 5
L1
Predominan kecil
L2
Besar-besar
L3
Besar-besar
Kromatin inti
Homogen
heterogen
Heterogen
homogen
Berbintik
Bentuk inti
Teratur
homogen
kadang Tak selalu bercelah Teratur, bulat atau
bercelah
Nukleoli
bergerigi
Kecil
atau
Jumlah sitoplasma
tampak
Sedikit
jarang berat
Variabel
lonjong
banyak
Kebiruan sitoplasma Ringan atau sedang Variabel
vakuolisasi
halus
berat
Variabel
kadang banyak
kadang Sangat gelap
Banyak
Common ALL ( non-T, non-B, cALL antigen positif ) biasanya sesuai dengan
ALL tipe L1 dan L2
1
Mudah lelah, pucat, letargi, dispneu yang biasanya berkaitan dengan beratnya
anemia.
Nyeri tulang ( terutama dijumpai pada anak-anak ) yang disebabkan oleh infiltrasi
periosteum. Pada anak-anak sering dijumpai ketidak mampuan berjalan.
Limfadenopati superfisial.
Infiltrasi ke organ lain, misalnya paru-paru, limfonodi mediastinum, dan kadangkadang terjadi pembengkakan testis.
Pemeriksaan Hematologi ( 2 )
1. Anemia normokrom normositik
2
Pada B-ALL, abnormalitas yang paling umum adalah translokasi ke lengan panjang
(q) kromosom 14 sering dari kromosom 8 ( t8q- ; 14q+ ). Banyak dari translokasi
ini melibatkan pergerakan onkogen seluler yang sebagian menyandi ( code for )
pengatur pertumbuhan sel dan dengan demikian secara teoritis dapat menyebabkan
overekspresi.
Pemeriksaan Lain ( 2 )
Sinar X memperlihatkan :
Infiltrasi paru oleh karena infeksi dan lebih sering karena leukemianya sendiri
Jarang hiperkalsemia
Tes fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai pedoman ( baseline ) sebelum terapi
dimulai
Prognosis ( 2 )
Kelompok berikut ini mempunyai prognosis yang kurang menguntungkan :
Mereka dengan hitung leukosit tinggi pada permulaan ( misalnya > 20 x 109 / L )
Usia yang sangat muda ( < 2 tahun ) atau lebih tua ( remaja atau dewasa )
Penatalaksanaan ( 2,4 )
Kebanyakan obat sitotoksik yang digunakan pada terapi leukemia merusak
kapasitas sel untuk reproduksi. Gabungan paling sedikit 3 obat pada permulaan terapi
biasanya digunakan untuk menambah efek sitotoksik, memperbaiki angka remisi dan
mengurangi frekuensi timbulnya resistensi obat.
Keberhasilan terapi pada ALL merupakan sejarah bagi onkologi modern. Namun
demikian, obat anti neoplastik umumnya mempunyai indeks terapi yang sempit sehingga
menyebabkan efek toksik berat yang mungkin menyebabkan kematian.
Mekanisme Kerja
Efek Samping
Antimetabolit
Methotrexate
mulut,
Ikterus
6-Tioguanin
Citosin arabinosida
Zat pengalkilasi
Siklofosfamid
Anemia hemolitik
Mengikat silang DNA, merintangi Sistitis hemoragik,
pembentukan RNA
kardiomiopati,
rambut rontok
Khlorambusil
Aplasia sumsum
Busulfan
Fibrosis
paru,
hiperpigmentasi
Pengikat DNA
Daunorubisin
Berikatan
dengan
DNA
Hidroksidaunorubisin
mengganggu mitosis
rambut rontok
Neuropati , rambut
( Adriamycin )
Penghambat mitosis
Vinkristin ( Oncovin )
rontok
Macam-macam
Kortikosteroid
Tidak tentu
Ulkus
peptikum,
obesitas, diabetes,
osteoporosis,
psikosis
L-Asparaginase
Hipersensitivitas,
albumin dan faktor
pembekuan rendah
pankreatitis
Epidofilotoksin
( VP16 23 )
Penghambat mitosis
Alopesia, ulserasi
mulut
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama
Tn. S
6
Umur
19 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Alamat
Kudus
29 Desember 2004
Anamnesis
Keluhan utama : sesak napas
Riwayat penyakit sekarang :
1 minggu sebelum masuk rumah sakit penderita merasa sesak napas. Sesak
dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun emosi. Penderita
merasa lebih enak tidur dengan posisi setengah duduk.
Penderita tidak dapat beraktivitas dan ke sekolah karena merasa capek selama
seminggu ini.
Penderita terasa lemas, nafsu makan menurun namun tidak ada kesulitan menelan.
Penderita merasa bahwa di kaki dan tangan kadang muncul lebam-lebam dan
penderita merasa tidak terbentur apa-apa.
2 bulan yang lalu penderita sering mengeluh sakit, demam naik turun, lemas,
nafsu makan biasa, mimisan (-), perdarahan gusi (-).
Buang air kecil dan buang air besar lancar dan seperti biasa.
Oleh keluarga, penderita dibawa ke RSU Kudus dan dirawat selama 1 minggu
namun tidak ada perbaikan maka di rujuk ke RSDK.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : composmentis, sesak, dan lemas
Tanda vital :
Tensi
110 / 70 mmHg
Nadi
Pernapasan
32 kali / menit
Suhu
38,6oC
Berat badan
47 kg
Tinggi badan :
170 cm
Kulit
Kepala
mesocephal
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Ekstremitas
Inferior
Sianosis
-/-
-/-
Hematoma
-/-
-/-
Petekie
-/-
-/-
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi :
Hb
11,2 g/dl
MCV
83,2 fl
Ht
34 %
MCH
27,4 pg
Leukosit
225.000 / mm3
MCHC
32,9 %
Trombosit
189.000 / mm3
Retikulosit
0,9 %
GDS
75 mg/dl
Protein total
6,4 g/dl
Ureum
23 mg/dl
Albumin
3,4 g/dl
Kreatinin
0,93 mg/dl
Globulin
3,0 L
Bilirubin total :
0,38 mg/dl
Natrium
135mmol/L
Bilirubin direk:
0,17 mg/dl
Kalium
Bilirubin indirek
0,21 L
Klorida
104 mmol/L
SGOT
112 U/L
Kalsium
2,21 mmol/L
SGPT
136 U/L
GGT
165 U/L
ALP
131 U/L
Warna
kuning jernih
pH
7,5
Glukosa
Protein
Sedimen
Epitel
24
Leukosit
13
Eritrosit
01
Silinder
Bakteri
Kristal
Kimia Klinik :
3,5
mmol/L
Urinalisis :
10
Diagnosis Sementara
Penatalaksanaan
11
12
29-12-04
Hematologi
30-12-04
Hb : 11,2
Gambaran :
Hb : 11
09-01-05
Hb : 12,7
Ht : 34
Didominasi oleh
Ht : 32,8
Ht : 37,1
( K : 10,5 )
Ht : 34,4
Sumsum
Lekosit :
Lekosit :
PTTK : > 3
Lekosit :
tulang
196.000
-----
( K : 28,1 )
190.000
hiperseluler
Trombosit :
Trombosit :
Sesuai
37.000
62.100
gambaran
LED I : 18
ALL ( L2 )
sel-sel
Lekosit :
08-01-05
atipikal
mononuklear
225.000
Trombosit :
sitoplasma besar.
Trombosit :
189.000
Inti :
45.200
MCV : 83,2
LED I : 30
kromatin longgar
MCH : 27,4
MCHC : 32,5
Retikulosit
0,9 %
Sitoplasma
warna
:
biru
: granula ( - )
Kesan
II : 60
Retikulosit
0,4 %
keganasan
hematologi akut
Usul : BMP dan
13-01-05
PPT : 15,7
15-01-05
19-01-05
Hb : 11,8
22-01-05
BMP :
II : 46
PPT : 14,9
( K : 10,5 )
PTTK : 45
( K : 37,5 )
pengecatan
sitokimia
Anisositosis dan
poikilositosis
ringan.
Lekosit
tampak
meningkat.
Trombosit
13
tampak menurun
Kimia
GDS :
Asam urat :
Klinik
75 mg/dl
3,70 mg/dl
Ureum :
LDH :
23 mg/dl
Kreatinin
882 U/L
:
0,93 mg/dl
Natrium : 135
mmol/L
Kalium :
3,5 mmol/L
Klorida :
104 mmol/L
Kalsium :
2,21 mmol/L
Protein total :
6,4 g/dl
Albumin :
3,4 g/dl
Globulin :
3,0 L
Bil. Total :
14
0,38 mg/dl
Bil. Direk :
0,17 mg/dl
Bil. Indirek :
0,21 L
SGOT : 112
SGPT : 136
ALP : 131
Urinalisis
GGT : 165
kuning jernih
pH : 7,5
Glukosa : Protein : Sedimen :
Epitel
2-4
Lekosit 1-3
Eritrosit 0-1
Silinder : Kristal : Bakteri : -
15
TANGGAL
KELUHAN
31-12-04
Sesak (+), batuk (+)
03-01-05
07-01-05
TANDA VITAL
Tensi : 110/80 mmHg
Sesak <
TERAPI
+ Inj Gentamicin 2 x 80
mg
RR : 30 x/menit
Suhu : 38oC
Tensi : 110/80 mmHg
125 mg
+ dosis methyl prednisolon
Hepatosplenomegali
300 mg/hari
RR : 30 x/menit
Efusi pleura
+ vincristine 2 mg/minggu
Inj Ampisilin 4 x 1 gr
Efusi pleura
Suhu : 38oC
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
10-01-05
KONSUL
Program : CT scan
RR : 28 x/menit
WSD
Suhu : 37,5oC
14-01-05
Sesak <<
Suhu : 36,8oC
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 24 x/menit
cc berwarna kemerahan
Suhu : 36,7oC
16
17-01-05
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,8oC
19-01-05
Nadi : 80 x/menit
Rencana Di pleurodesis
RR : 24 x/menit
20-01-05
22-01-05
26-01-05
Suhu : 36,8oC
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Vincristine di stop
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Hasil BMP :
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Hasil Biopsi :
Sesuai gambaran CLL
Jam 8.00 :
Cyclofosfamide 1162,5 mg
17
Jam : 14.30
Penderita apatis
RR : 20 x/menit
Vincristine 2 mg
Suhu : 36,8oC
Prednison 60 mg/m2
Hari I - V
Penderita meninggal
18
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
TOTAL GRANULOSIT : 6
RASIO M : E
: 2 : 1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
2
0
0
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
LIMFOBLAS
PROLIMFOSIT
LIMFOSIT
MONOBLAS
PROMONOSIT
MONOSIT
SEL PLASMA
SEL RETIKULUM
PROERITROBLAS
BASOFILIK E.
POLIKROMATIK E.
ORTHOKROMATIK E.
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
72
12
4
0
0
0
3
0
0
1
1
1
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
KESIMPULAN
19
PEMBAHASAN
Seorang penderita laki-laki berusia 19 tahun, berat badan 47 kg, tinggi badan 170
cm datang dengan keluhan sesak napas.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit penderita merasa sesak napas yang
dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun emosi. Sesak berkurang
bila posisi setengah duduk. Penderita juga merasa cepat merasa capek dan tidak dapat
melakukan aktivitas. Batuk (+), dahak (+) namun sulit keluar. Terasa lemas, nafsu makan
menurun, tidak ada kesulitan menelan, kaki dan tangan kadang-kadang muncul lebamlebam, berat badan menurun 8 kg selama 2 bulan. Dua bulan yang lalu penderita sering
mengeluh sakit, demam naik turun, lemas, nafsu makan biasa, mimisan (-), perdarahan
gusi (-). Buang air kecil dan buang air besar lancar dan seperti biasa. Penderita dirawat di
RSU Kudus selama 1 minggu namun tidak ada perbaikan. Baru pertama kali sakit seperti
ini. Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum compos mentis, sesak dan
lemas. Tensi : 110/70 mmHg, nadi : 112 kali/menit, pernapasan : 32 kali/menit, suhu :
38,6oC. Pada leher : terdapat perbesaran kelenjar limfonodi dengan diameter 3 cm, 1 buah
di sebelah kiri di submandibula dan 2 buah di sebelah kanan masing-masing di
submandibula dan supraklavikula, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama seperti
kulit sekitarnya. Pada paru : stem fremitus kanan kurang dari kiri, pekak paru kanan
setinggi SIC II III, 3 cm dari linea parasternal kanan, ronki basah halus di kedua basal
paru. Pada abdomen : tampak cembung pada sisi kanan atas, hepar teraba 8 cm dibawah
arcus costa, permukaan rata, tepi tumpul dan nyeri tekan, limpa teraba 4 cm di bawah
arcus costa ( S I ), incisura teraba dan nyeri tekan.
Pada pemeriksaan laboratorium saat pertama kali masuk dijumpai Hb : 11,2 g/dl,
Ht : 34 %, lekosit : 225.000/mm 3, trombosit : 189.000/mm3, MCV : 83,2 fl, MCH : 27,4
pg, MCHC : 32,9 %, retikulosit : 0,9 %, GDS : 75 mg/dl, ureum : 23 mg/dl, kreatinin :
0,93 mg/dl, natrium : 135 mmol/L, kalium : 3,5 mmol/L, klorida : 104 mmol/L, kalsium :
2,21 mmol/L, protein total : 6,4 g/dl, albumin : 3,4 g/dl, globulin : 3,0 L, bilirubin total :
0,38 mg/dl, bilirubin direk : 0,17 mg/dl, bilirubin indirek : 0,21 mg/dl, SGOT : 112 U/L,
SGPT : 136 U/L, ALP : 131 U/L, GGT : 165 U/L, dan pada pemeriksaan urin dijumpai :
20
warna kuning jernih, pH : 7,5 dan pada sediment ditemukan sel epitel : 2-4, sel lekosit :
1-3, dan sel eritrosit : 0-1.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium maka
pasien ini di diagnosis sementara dengan observasi sesak napas, observasi anemia
normokrom normositik, dan observasi hepatosplenomegali dan limfadenopati.
Selama perawatan di RSDK didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Anemia normokrom normositik dengan Hb : 11,2 g/dl, MCV : 83,2 fl, MCH : 27,4
pg, MCHC : 32,9 % yang disebabkan oleh
adanya penurunan eritrosit yang juga dapat dilihat dengan adanya penurunan
jumlah retikulosit ( dari 0,9 % menjadi 0,4 % ) yang biasanya terjadi oleh karena
adanya pendesakan di sumsum tulang.
Anemia ini juga berkaitan dengan berkurangnya pembebasan besi dari makrofag
ke plasma, umur sel darah merah memendek dan respon eritropoietin terhadap
anemia tidak memadai. Anemia ini berhasil diperbaiki dengan pengobatan
penyakit yang mendasari tetapi tidak memberi respon terhadap terapi besi
walaupun besi serum rendah.
2. Lekositosis berat ( blastik ) dengan lekosit 225.000 /mm 3 dan setelah diperiksa ulang
lekositosis menetap ( yaitu 196.000 dan 190.000 /mm 3 ) yang disebabkan oleh karena
proliferasi dan penimbunan sel-sel hematopoietik di dalam sumsum tulang dan
jaringan hematopoietik lain. Populasi sel leukemik mungkin diakibatkan proliferasi
klonal dengan pembelahan berturut-turut dari sel blast tunggal yang abnormal. Selsel ini gagal berdiferensiasi normal tetapi sanggup membelah lebih lanjut.
Penimbunannya mengakibatkan pertukaran sel precursor haemopoietik normal pada
sumsum tulang dan akhirnya mengakibatkan kegagalan sumsum tulang. Jika jumlah
sel abnormal > 100.000 / mm 3 atau populasi sel leukemik mencakup 60 %, dapat
dijumpai keikut sertaan darah tepi oleh sel leukemik ( dapat dilihat juga dari
gambaran darah tepi yang didominasi oleh sel-sel atipikal mononuclear dengan rasio
inti sitoplasma besar, Inti : anak inti 1-2, kromatin longgar, Sitoplasma : berwarna
biru, dan tidak bergranula ), adanya infiltrasi di organ seperti limpa, hati, dan
limfonodus. Ditunjang juga dari hasil BMP maka hasil-hasil tersebut diatas
menunjang diagnosis ALL pada penderita ini.
21
22
Defisiensi dari faktor X, VII, V dan fibrinogen dapat menyebabkan masa protrombin
( PPT ) memanjang.
Defisiensi dari faktor XII, XI, IX, dan VIII dalam plasma dapat menyebabkan masa
PTTK memanjang.
Sementara pada penyakit hati menyebabkan gangguan pembentukan protrombin,
faktor VII, IX, dan X.
6. Peningkatan SGOT ( 112 U/L ) dan SGPT ( 136 U/L ) disebabkan oleh adanya
gangguan di hati. SGOT dan SGPT merupakan enzim-enzim yang mencerminkan
adanya perubahan-perubahan dalam sel hati. Pada kasus ini juga dapat dilihat dari
rasio de Ritis ( yaitu rasio GOT : GPT ) yang kurang dari 1 yang menyatakan adanya
kemungkinan gangguan hati yang bersifat akut ( dimana pada penderita ini salah
satunya disebabkan oleh adanya infiltrasi dari sel leukemia ). Kalau sel hati
mengalami kerusakan, enzim-enzim itu yang dalam keadaan normal yang terdapat di
dalam sel masuk ke peredaran darah. Kelainan di luar hati kadang-kadang juga
meningkatkan kadar enzim-enzim ini yang disebabkan oleh karena sel-sel hati yang
dekat vena sentralis dalam setiap lobulus sangat mudah dipengaruhi oleh hipoksia
menyebabkan jumlah darah yang masuk ke dalam hati berkurang dan menghambat
darah keluar dari vena sentralis sehingga dapat mengenai sel-sel hati. Untuk
mengetahui apakah terjadi gangguan pada hati primer seharusnya diperiksa secara
biopsi namun kondisi penderita ini tidak memungkinkan untuk dilakukan biopsi.
7. Peningkatan GGT ( 165 U/L ) disebabkan oleh penyakit hepatobilier. GGT agak
banyak dihasilkan oleh hati dan pankreas. Sebenarnya GGT meningkat sama
maknanya dengan fosfatase alkali ( ALP ) yang meningkat namun ALP juga
dipengaruhi oleh tulang sedangkan penyakit-penyakit tulang tidak berpengaruh pada
GGT sehingga GGT merupakan parameter yang lebih spesifik sebagai indikator pada
penyakit hati.
Dalam hal ini adanya gangguan bilier belum dapat disingkirkan meskipun ALP dan
bilirubin yang dalam batas normal dan kelainan pankreas juga belum dapat
disingkirkan.
23
8. Peningkatan LDH ( 882 U/L ) disebabkan oleh leukemia sendiri selain itu dapat juga
disebabkan oleh adanya infark paru dimana pada penderita ini kemungkinan ditandai
dengan adanya efusi pleura dan penyakit hati. Banyak jaringan yang mengandung
LDH maka peningkatan dari LDH adalah sangat nonspesifik. LDH 1 dan LDH 2
berasal dari jantung, otak dan eritrosit. LDH 3 berasal dari otak dan ginjal. LDH 4
berasal dari hati, otot bergaris, dan ginjal. LDH 5 berasal dari hati, otot bergaris dan
ileum.
Peningkatan LDH ini juga dapat dipengaruhi oleh spesimen yang hemolisis dan
seharusnya serum harus segera dipisah guna mencegah eritrosit-eritrosit melepaskan
LDH. Namun pada kasus ini karena LDH meningkat cukup tinggi maka
kemungkinan dari spesimen yang lisis untuk sementara dapat disingkirkan.
9. Pada penderita ini diberi transfusi FFP ( Fresh Frozen Plasma ) yang dimungkinkan
dari pihak klinisi memikirkan untuk memperbaiki faktor koagulasi dimana pada FFP
mengandung faktor-faktor koagulasi. Namun sebenarnya pada penderita ini lebih
baik bila diberikan PRP ( Platelet Rich Plasma ) atau Trombosit konsentrat sebab dari
pemeriksaan
laboratorium
yang
paling
menonjol
adalah
leukositosis
dan
24
Hiperkalsemia
Hiperkalsemia adalah gangguan metabolik yang paling membahayakan yang dapat
terjadi pada penderita leukemia meskipun jarang. Kadang-kadang hanya memberi
keluhan yang relatif sedikit meskipun kenaikan kalsium sangat tinggi. Gejala yang
umum terjadi adalah dehidrasi, penurunan berat badan, anoreksia, pruritus, haus,
poliuria, kelelahan, kelemahan otot, kebingungan, nausea, letargi dan vomitus.
Hiperkalsemia sering mempengaruhi kontraksi dan irama jantung ( terutama pada
gelombang QRS yang menyebabkan pemendekan gelombang QRS ) maka sering
didefinisikan sebagai Stone Heart. Karena kontraksi menguat dan irama makin cepat
maka dapat menyebabkan henti jantung.
Hiperkalsemia dapat terjadi karena resorpsi tulang dan hal tersebut bukan merupakan
efek langsung sel tumor terhadap matriks tulang melainkan efek yang disebabkan
oleh osteoklas dimana osteoklas diaktivasi oleh faktor spesifik yang bersirkulasi
yang merupakan zat-zat yang dikeluarkan oleh sel tumor.
Seharusnya penderita ini diperiksa kadar kalsium dalam serum dengan tujuan
pemantauan hiperkalsemia dan pemeriksaan EKG untuk memantau jantung.
25
KESIMPULAN
Sebuah laporan kasus dengan diagnosis sementara pada saat masuk adalah
observasi sesak napas, observasi anemia normokrom normositik, dan observasi
hepatosplenomegali dan limfadenopati.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium, maka ALL
dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Gejala dan tanda yang disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang yaitu :
Dari anamnesis penderita mengatakan kadang timbul purpura yang hilang timbul.
Limfadenopati superfisial.
Hepatomegali.
Splenomegali.
Leukositosis.
Trombositopenia.
Pada sumsum tulang : dari pembacaan BMP terlihat sumsum tulang yang
hiperseluler dengan proliferasi nyata dari sel blast seri limfositik.
4. Pemeriksaan sinar X :
tromboembolik sebab pada hari penderita meninggal, tidak ada keluhan dan berkesan
meninggal mendadak, selain itu pemeriksaan natrium, kalium, kalsium dan ureum juga
tidak dipantau ulang sehingga berbahaya untuk penderita.
26
SARAN
Pemantauan terhadap ureum, kalium, fosfat dan kalsium dengan tujuan memantau
terjadinya sindroma lisis tumor atau hiperkalsemia.
Petanda permukaan dengan tujuan untuk memperkuat diagnosis ALL sebab pada
penderita ini dijumpai perbedaan antara pemeriksaan PA dengan PK.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Withlock JA, Gaynon PS. Acute Lymphocytic Leukemia. In : Wintrobes Clinical
Haematology. 10th edition. Maryland : Williams & Wilkins, 1999 ; 2241 61.
2. Hoffbrand AV, Petit JE. Kapita Selekta Hematologi. Edisi kedua. Jakarta : EGC, 1987
; 127 58.
3. Bain BJ. Leukemia Diagnosis a guide to FAB classification. 3 rd edition. London,
New York : JB Lippincot co. Philadelphia, 2002 ; 214 27.
4. Sumantri AG. Konsep dasar diagnosis dan pengelolaan keganasan hematology pada
anak. Dalam : Simposium Deteksi Dini dan Pengelolaan Keganasan Hematologik.
Balai Penerbit UNDIP, 1995 ; 1 17.
28