Asuhan Keperawatan Anak Dengan Sle: Kelompok 19 Ade Isnaini F. Binti Rohmatus S. Fenni Dwi Kurniasari

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN SLE
Kelompok 19
1. Ade Isnaini F.
2. Binti Rohmatus S.
3. Fenni Dwi Kurniasari
SLE

 Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit


autoimun yang mengenai berbagai jaringan dan organ.Istilah lupus
eritematosus sistemik bersifat deskriptif dan berasal dari gambaran
“gigitan serigala” pada ruam wajah yang kronik, parah, dan tidak
dapat diobati.
 Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan kelainan
multisistem yang tidak diketahui etiologinya dan mempunyai ciri –
ciri adanya produksi autoantibodi pada sirkulasi dalam jumlah
besar.Produksi antibodi ini dapat disebabkan karena hilangnya
kontrol limfosit T terhadap aktivitas limfosit B, sehingga
menyebabkan hiperaktivitas limfosit B, dan selanjutnya produksi
antibodi dan autoantibodi spesifik dan nonspesifik. Antibodi ini
akan membentuk kompleks imun yang akan terperangkap pada
pembuluh darah mikro, dan menyebabkan terjadinya inflamasi dan
iskemia.
 Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan atau
penyakit auto imun, dimana tubuh pasien lupus membentuk
antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri,
seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit atau
trombosit.Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan
bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.
ETIOLOGI
1. FAKTOR GENETIK
Sekitar 2-5% anak kembar dizigot berisiko menderita SLE,
sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE
adalah 58%.Risiko terjadinya SLE pada individu yang
memiliki saudara dengan penyakit ini adalah 20 kali lebih
tinggi dibandingkan pada populasi umum.
2. FAKTOR IMUNOLOGI
 antigen
 Kelainan intrinsik sel T dan sel B
 Kelainan antibodi
3. FAKTOR HORMONAL
4. FAKTOR LINGKUNGAN
 Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam
timbulnya SLE.Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr
Virus (EBV), bakteriStreptococcus dan Clebsiella
 Paparan sinar Ultra Violet
1.SISTEM INTEGUMEN
 Pada kulit, manifestasi SLE disebut juga lupus dermatitis.
Lupus dermatitis dapat dibagi menjadi discoid lupus
erythematosus (DLE) dan subacute cutaneous lupus
erythematosus (SCLE). Kebanyakan gambaran klinis SLE
pada kulit berupa lesi diskoid yang umum bersifat
fotosensitif, eritema sedikit meninggi, bersisik, pada wajah
bagian pipi dan sekitar hidung yang disebut buterfly rash
karena membentuk seperti sayap kupu-kupu ,telinga, dagu,
daerah leher, punggung atas, dan bagian ekstensor dari
lengan.
buterfly rash
2. SISTEM MUSKULOSKELETAL
Artralgia dan artritis (sinovitis) adalah cirti yang paling sering
muncul. Pembekakan sendi nyeri tekan, dan nyeri pergerakan
adalah hal yang lazim, disertai dengan kekakuan pada pagi
hari.
3. SISTEM PERNAFASAN
Manifestasi klinis pada paru dapat terjadi, diantaranya adalah
pneumonitis,emboli paru, hipertensi pulmonum, perdarahan
paru, dan shrinking lungsyndrome. Pneumonitis lupus dapat
terjadi akut atau berlanjut menjadi kronik
4. SISTEMKARDIOVASKULER
Kelainan kardiovaskular pada LES antara lain penyakit perikardial,
dapat berupa perikarditis ringan, efusi perikardial sampai
penebalan perikardial.
5. MANIFESTASI GINJAL
Keterlibatan ginjal dijumpai pada 40-75% penderita yang sebagian
besarterjadi setelah 5 tahun menderita LES. Rasio wanita : pria
dengan kelainan ini adalah
10 : 1, dengan puncak insidensi antara usia 20-30 tahun. Gejala
atau tanda keterlibatan ginjal pada umumnya tidak tampak
sebelum terjadi kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik
6. SISTEM GASTROINTESTINAL
 DISFAGIA
 NYERI ABDOMINAL
7. MANIFESTASI NEUROPSIKIATRIK
Kelainan tromboembolik dengan antibodi anti-fosfolipid
dapat merupakan penyebab terbanyak kelainan
serebrovaskular pada LES. Neuropati perifer, terutama tipe
sensorik ditemukan pada 10% kasus. Kelainan psikiatrik
sering ditemukan, mulai dari anxietas, depresi sampai
psikosis. Kelainan psikiatrik juga dapat dipicu oleh terapi
steroid.
PATOFISIOLOGI
World Health Organization untuk nefritis LES yang berkorelasi
dengan prognosis, seperti :
 Kelas I
Histopatologi normal dam tidak ada bukti penyakit
 Kelas II
Penyakit mesangium, biasanya disertai atau tanpa proteinuria
atau hematuria minimal.Keadaann ini diperkirakan dapat
mengalami remisi, terutama apabila penyakit yang
mengisyaratkan kelainan ginjal diterapi secara agresif.
 Kelas III
Glomerulonefritis proliferatif fokal dan segmental, kurang
dari 50% glomelurus terkena. Umumnya terdapat protein –
kreatinin mungkin tidak berkurang ; 35% dari kasus- kasus
ini berkembang menjadi lebih parah.
 Kelas IV
Glomerulonefritis proliferatif disfus yang mengenai lebiih
dari 50% glomeeulus. Terdapat proteinuris yang lebih
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Pemeriksaan hematologik untuk mengetahui adanya anemia (biasanya
poritif-Coombs), trombositopenia, leukopenia dn limfopenia membantu
menegakkan diagnosis. Lalu endap darah (LED) dapat menunjukan
tingkat aktivitas penyakit yang sedang berjalan.Penurunan C3 dan C4
juga merupakan indikator penting berjalan.Penurunan C3 dan C4 juga
merupakan indikator penting keaktifan penyakit. C4 yang terlalu rendah
akan selalu tidak ada mungkin mengindikasikan alel nol C4, yang
merupakan predisposisi timbulnya LES.

 Pengukuran elekrtrolit serum, nitrogen urea darah dan kreatinin penting


untuk menentukan luanya keterlibatan ginjal. Pada permulaan perlu
dilakukan pengumpulan spesimen urine 12 atau 24 jam untuk
pemeriksaan bersihan kreatinin dan protein. Urinalisis memberikan
banyak informasi mengenai nefritis.
PENATALAKSANAAN
 Sebelum terapi dimulai, diagnosis harus dipastikan
karena kemungkinan toksisitas dan efek obat yang
merugikan.Terapi utama adalah dengan pemberian
kortikosteroid.Sebelum terapi imunosupresif dimulai, titer
antibodi terhadap varisela dan campak harus diukur sehingga
dapat disediakan petunjuk dan terapi pasca pajanan yang
sesuai.Sebelum terapi dimulai harus dilakukan pemeriksaan
oftalmologik.
 Modalitas terapi yang lain, termasuk terapi fisik dan
okupasional dapat berguna untuk memperbaiki kehidupan
sehari-hari pasien. Evaluasi endokrinologik bermanfaat untuk
membantu memantau osteopenia yang mungkin terjadi.
PROGNOSIS
Prognosis LES telah banyak membaik sejak beberapa tahun terakhir
dengan hampir 90% pasien, dapat bertahan hidup lebih dari 10
tahun.Pemeriksaan laboratorium yang sensitif menyebabkan
penyakit dapat didiagnosis lebih dini sehingga pengobatan lebih
cepat dan pengendalian menjadi lebih mudah.Seringnya
penggunaan obat sitotoksik pada awal perjalanan penyakit mungkin
memperbaiki prognosis.Angka kematian pada LES ditentukan
terutama oleh luasnya kelainan ginjal dan tingkat terapi
imunosupesif.Penyebab kematian tersering pada LES tetap infeksi,
baik akibat bakteri biasa maupun organisme oportunistik.
Penyebab lain kematian ialah penyakit susunan saraf pusat,
terutama stroke, pankreatitis, dan perdarahan paru.
DIET PADA ANAK DENGAN SLE
Penderita Penyakit lupus akan sering mengalami peradangan dan
infeksi akibat gangguan system kekebalan tubuh yang dialami ,
sehinggan dengan mengonsumsi makanan yang tepat akan
membuat Anak dengan Lupus menjalani pengobatan dengan lebih
mudah .
Dengan mengonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang
Anak dengan Lupus dapat :
 Memiliki Tulang dan otot yang kuat
 Mengalami peradangan yang tidak terlalu berat
 Tidak mengalami banyak efek samping akibat obat yang sering
dikonsumsi
 Mempunyai berat badan ideal sehinga mencegah timbulnya
penyakit lain
Dikonsumsi :
 Makanan dengan Antioksidan tinggi
 Makanan yang mengandung Omega-3
 Makanan dengan kandungan kalsium dan vitamin D tinggi
Dihindari :
 Makanan yang mengandung lemak jenuh
 Makanan yang mengandung Natrium terlalu banyak
 Makanan dengan campuran Bawang
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Anamnesis
 Penyakit lupus eritematosus sistemik bisa terjadi pada wanita
maupun pria, namun penyakit ini sering diderita oleh wanita,
dengan perbandingan wanita dan pria 8:1
 Biasanya ditemukan pada ras-ras tertentu seperti negro, cina
dan filiphina
 Lebih sering pada usia 20-4- tahun, yaitu usia produktif
 Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi
penyakit ini
Keluhan Utama
 Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri,
kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap
gaya hidup serta citra dari pasien
Riwayat Penyakit Dahulu
 Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah
menderita penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau
penyakit autoimun yang lain.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya
ruam malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa
menimbulkan : artaralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada
pleuritik, pericarditis, bengkak pada pergelangan kaki, kejang,
ulkus dimulut.
Riwayat Pengobatan
 Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin,
metildopa, hidralasin, prokainamid dan isoniazid, Dilantin,
penisilamin dan kuinidin.
Riwayat Penyakit Keluarga
 Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah
mengalami penyakityang sama atau penyakit autoimun yang
lain
Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis :
 a. B1 (Breath)
 Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan
otot nafas tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri
saat inspirasi, produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi
pleuritis atau efusi pleura.
 b. B2 (Blood)
 Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung (s1,s2,s3), bunyi
systolic click (ejeksi clik pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur.
Frictionrup pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan,siku,jari kaki
dan permukaan ekstensor lengan dibawah
 B3 (Brain)
 Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma
Scale secara kuantitatif dan respon otak : compos mentis sampai
coma (kualitatif), orientasi pasien. Seiring terjadinya depresi dan
psikosis juga serangan kejang-kejang.
 B4 (Bladder)
 Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal), warna urine
(menilai filtrasi glomelorus)
 B5 (Bowel)
 Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi
badan, turgor kulit, nyeri tekan, apakah ada hepatomegaly,
pembesaran limpa
DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Nyeri kronis berhubungan dengan ketidak mampuan fisik-
psikososial kronis (metastase kanker, injuri neurologis,
arthritis).
 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi
 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan untuk memasukkan
nutrisi karena gangguan pada mukosa mulut
 Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk
karena suatu penyakit
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit
imunologi

Anda mungkin juga menyukai