Geologi Batubara

Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 81

Geologi Batubara

Geologic time scale


Holocene Pleistocene Pliocene Miocene Oligocene Eocene Paleocene Cretaceous Jurassic Triassic Permian Carboniferous Devonian Silurian Ordovician Cambrian Proterozoic Archean

After Stanley et al., 1999

Geologi Batubara

Geologi Batubara

Geologi Batubara

Geologi Batubara

Geologi Batubara
Dua tahap penting dalam mempelajari genesa batubara adalah:

Gambut (peat)
Batubara (coal)

Geologi Batubara Gambut:


Batuan sedimen organic yang dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam kondisi tertutup udara (di bawah air), tidak padat, kandungan air lebih dari 75% (berat) dan kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering.

Batubara:
Batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia, yang mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya.

Geologi Batubara

Gambut Dubica (Croatia)

Geologi Batubara
Batubara di PT. Anugerah Bara Kaltim (Kalimantan Timur)

Geologi Batubara
Sub-bituminious

Anthracite

Peat

Lignite Bituminious

Peat

Increasing rank

Anthracite

http://www.uky.edu.KGS.coalkinds.htm

Material organik tertutup air

Material organik ditutup endapan

Endapan Baru menutup endapan sebelumnya

Pengendapan material organik baru Dari sisi kanan dan kiri (Verlandung)

Pengangkatan permukaan secara perlahan

Sedimen menutupi lapisan gambut

Geologi Batubara
Grade
Type
Swamp

Rank

Peat

Lignite

Sub-bituminous coal
Anthracite

The formation of coal in terms of rank (maturity), type (organic) and grade (mineral mater)
After Falcon and Snyman, 1986

Geologi Batubara

http://www.uky.edu/KGS/coal/coalform.htm

Geologi Batubara

Increasing rank
http://www.uky.edu.KGS.coalkinds.htm

Tekanan Beban dari atas

Batubara

Gambut

Temperatur

Struktur lignin

Struktur dan Conto Batubara Bituminous

Struktur batubara Antrasit

Batubara Antrasit

KOHLEN BILDUNG (Schematisch) PFLANZLICHES AUSGANGSMATERIAL


AUTOCHTHON: BZW HYPAUTOCHTHON LUFT GRUNDWASSER WASSER SEDIMENT
BIOCHEMISCHE VORGNGE

TORFMOOR
DIFFERENZIERUNG IN VERSCHIEDENE FAZIESBEREICHE

VERTORFUNG: MIKROBIELLER ABBAU UND BILDUNG VON HUMINSTOFFEN-ABSENKUNG NACH BIOTEKTONISCHEM GLEICHGEWICHT ORGAN: SEDIMENTGESTEIN KOHLE

DIAGENESE

ABNAHME

ZUNAHME

TORF
H2O DICHTE

Fl. Best. (waf) % H (waf) % O (waf) %

WEICHBRAUNKOHLE MATTBRAUNKOHLE GLANZBRUNKOHLE FLAMMKOHLE GASFLAMMKOHLE GASKOHLE FETTKOHLE ESSKOHLE MAGERKOHLE ANTHRAZIT

GEOCHEMISCHE VORGNGE TEMPERATUR > 50-60, DRUCK

METAMORPHOSE

C (waf) % Rmax l, 546 nm % Brennwert (af) %

From Hagemann, 1987

Rank
German USA

Reff Rm Oil

Vol. M d.a.f %

Carbon d.a.f %

Bed Moisture

Cal. Value Btu/lb (Kcal/kg)

Applicability of Different Rank Parameter

Torf

Peat

68 64 ca 60 ca 75

B r a u n k o h l e

0.3 Lignite

60 56 52 ca 35 7200 (4000) 9900 (5500)

Weich

Matt

Sub. Bit

C B A

0.4 48 0.5

ca 71

ca 25

Glanz

ca 77 C

ca 8 -10

High vol Bituminous

Flam

0.7 40 0.8 36 1.0 32 1.2 1.4 24 1.6 1.8 20 16

12600 (7000)

S t e i n k o h l e

Gas flamm

Gas

Fett

Ess

Mager

Semi Anthracite

2.0

12

Anthrazit Anthracite Meta Anthrazit Meta Anthracite

3.0 4 4.0

Hidrogen (daf)

ca 91

15500 (8650)

Increase of Vitrinite

Low Volatile Bituminous

Volatile matter (dry ash free)

Medium Vol. Bituminous

28

ca 87

15500 (8650)

Carbon (dry ash free)

0.6

44

Bed moisture (Ash free) moist

0.2

X-Ray

Calculic Value (Moist ash free) ctr

Classification of coal after DIN and ASTM (Teichmller & Teichmller, 1982)

Geologi Batubara
THAILAND MYANMAR CAMBODIA VIETNAM
10

PHILIPPINES

PACIFIC OCEAN

BRUNEI 5 MALAYSIA MALAYSIA 15 KALIMANTAN 52 SUMATRA 10 PAPUA


JAKARTA

Total resources: 38.8 billion tons


SULAWESI PAPUA NEW GUINEA

0 Equator

11.5

HINDIA OCEAN

Java Sea Banda Sea

JAVA TIMOR
0
100 110

10

1.000 Km
120 130

AUSTRALIA

140

Distribution of coal resources in Indonesia (%)


IEA, 1994 and Indonesian Directorate of Mineral Resources, 1998

Faktor-faktor penting dalam pembentukan gambut:


- Evolusi tumbuhan - Iklim - Geografi dan posisi serta struktur geologi daerah

Moor:
Lapisan gambut dengan ketebalan minimum 30 cm. - Niedermoor/Lowmoor - Hochmoor/Highmoor - Verlandungmoor

Urutan stratigrafi dan jenis flora (members of the kingdom) (Diessel, 1983)

Temperatur global dan curah hujan permukaan bumi (Flakes, 1979)

Tipe Moor (Modifikasi dari Gothlich, 1986)

Skema sebuah highmoor/hochmoor (Gothich, 1986)

Verlandung moor

Faktor-faktor fasies pada pembentukan gambut: Fasies batubara diekspresikan melalui komposisi maseral, kandungan Mineral, komposisi kimia (S, N, H/C, Vitrinit) dan tekstur. Faktor-faktor fasies yang menentukan karakteristik primer batubara: Tipe pengendapan (authochtonous, allochtonous) Rumpun tumbuhan pembentuk Lingkungan pengendapan (telmatic, limnic, brackish-marine/payau, Ca-rich) Nutrien supply (eutrophic, oligotrophic) PH, Aktivitas bakteri, persediaan sulfur Temperatur gambut Potensial redok (aerobic, anaerobic)

Tipe Pengendapan batubara:


Autochtonous: Tempat batubara terbentuk sama dengan tempat terjadinya proses pembatubaraan dan sama pula dengan tempat dimana tumbuhan berkembang (hidup). Istilah autochtonous dikenal juga dengan istilah Insitu. Allochtonous: Endapan batubara yang terdapat pada cekungan sedimen berasal dari tempat lain. Tempat terbentuknya batubara berbeda dengan tempat tumbuhan semula berkembang kemudian mati. Istilah ini disebut juga Drift

Rumpun tumbuhan pembentuk batubara:


Berdasarkan rumpun tumbuhan pembentuk dikenal empat tipe rawa: 1. Rawa daerah terbuka dengan tumbuhan air (in part submerged). Tumbuhan di daerah in terendam air dan jenis tumbuhannya bermacam-macam. 2. Open reed swamps, daerah ini hanya ditumbuhi oleh jenis rumput-rumputan yang membutuhkan air banyak. 3. Forest swamps, yakni rawa dengan tumbuhan kayu.

4. Moss swamps, yakni rawa dengan tumbuhan lumut-lumutan.

Lingkungan Pengendapan:
Lingkungan pengendapan batubara dibagi atas empat bagian: 1. Telmatis/terrestrial: Lingkungan pengendapan ini menghasilkan gambut yang tidak terganggu dan tumbuhannya tumbuh di situ (forest peat, reed peat dan high moor moss peat).

2. Limnis/subaquatik/lingkungan bawah air, terendapkan di rawa danau. Batubara yang terendapkan pada lingkutan telmatis dan limnis sulit dibedakan karena pada forest swamp biasanya ada bagian yang berbeda di bawah air (feed swamp).
3. Payau/Marine: Batubara pada lingkungan ini memiliki ciri khas, yaitu kaya abu, sulfur dan nitrogen serta mengandung fosil laut. 4. Ca-rich: Batubara yang terendapkan pada lingkungan ini kaya akan Kalsium (Ca), mempunyai ciri yang sama dengan batubara yang terendapkan pada lingkungan marine.

Persediaan Bahan Makanan:


Dibedakan dari ketersediaan banyak-sedikitnya nutrisi (bahan makanan) pada cekungan (rawa) batubara: 1. Rawa Eutrophic: Rawa yang kaya akan bahan makanan (menerima air dari air tanah yang banyak mengandung bahan makanan terlarut. 2. Rawa Mesotropic: Rawa transisi antara eutrophic dan oligotriphic 3. Rawa Oligotropic: Rawa yang miskin akan bahan makanan (hanya mengandalkan air hujan).

pH, Aktivitas bakteri dan sulfur:


Keasaman gambut mempengaruhi keberadaan bakteri dan mempengaruhi pengawetan/struktur sisa tumbuhan. Bakteri hidup dengan baik pada kondisi 7 7,5 (kondisi netral) Low moor/nieder moor peat memiliki pH antara 3,8 - 6,5 High moor/hoch moor peat memiliki pH antara 3,3 - 4,6 Bakteri sulfur mengambil S dari sulphates untuk membentuk pirit dan markasit.

Temperatur:
Temperatur permukaan gambut memegang peranan penting untuk proses dekomposisi primer. Pada iklim hangat dan basah membuat bakteri hidup lebih baik sehingga proses-proses kimia akibat bakteri bisa berjalan dengan baik. Temperatur tertinggi untuk bakteri penghancur sellulosa pada gambut adalah 35-40C.

Potensial Redox:
Proses penggambutan terjadi di permukaan kalau oksigen terbatas.

Mempelajari genesa batubara dari komposisi maseral:


Maseral pada batubara analog dengan mineral pada batuan atau bagian terkecil dari batubara yang bisa teramati dengan mikroskop. Dengan mikroskop sinar pantul maseral dapat diidentifikasi berdasarkan reflektifitasnya dan morfologinya. Maseral dengan sifat optis dan susunan kimia yang sama dimasukkan dalam satu grup maseral (Stach, 1982).

Klasifikasi maseral pada brown coal (ICCP, 1975)


Grup Maseral Sub Grup Maseral Humotelinit Maseral Textinit Ulminit Texto-Ulminit Eu-Ulminit Tipe Maseral

Huminit

Humodetrinit

Attrinit Densinit

Humocellinit

Gelinit

Porigelinit Levigelinit

Corpohuminit

Phlobaphinit Pseudophlobaphinit

Sporinit Cutinit

Resinit

Liptinit

Suberinit Alginit Liptodetrinit Chloriphyllinit Fusinit Semifusinit

Inertinit

Macrinit Sclerotinit Inertodetrinit

Klasifikasi maseral pada hard coal (ICCP, 1975)


Grup Maseral Telinit Collinit Telicollinit Gelocollinit Desmocollinit Corpocollinit Vitrodetrinit Sporinit Cutinit Resinit Alginit Maseral Tipe Maseral

Vitrinit

Liptinit

Suberinit Bituminit Flourinit Exsudatinit Clorophyllinit

Liptodetrinit
Fusinit Semifusinit

Inertinit

Sclerotinit Macrinit Inertodetrinit Micrinit

Korelasi maseral huminit dan maseral vitrinit (ICCP, 1975)


Brown coal Grup Maseral Subgrup Maseral Maseral Textinit Humotelinit Ulminit Texto-Ulminit Eu-Ulminit Humodetrinit Huminit Atrinit Densinit Detrogelinit Gelinit Humocollinit Porigelinit Corpohuminit Phlobaphinit Pesudophlobaphinit Corpocollinit Levigelinit Telogelonit Eugelinit Telocollinit Gelocollinit Collinit Desmocollinit Telinit 1 Telinit 2 Vitrodetrinit Vitrinit Telinit Maseraltype Maseraltype Hard coal Maseral Grup Maseral

Proses sampling dan preparasi batubara untuk analisis petrografi

Alat poles yang digunakan untuk memoles permukaan pelet (polish section)

Leica Mikroskop untuk analisis maseral, mineral dan reflectance vitrinite Montan Universitaet Leoben, Austria

Sporinite (sinar putih)

Sporinite (sinar fluorence)

Suberinite (sinar putih)

Suberinite (sinar fluorence)

Foto maseral oleh Widodo, S. 2006 (Montan Universitaet Leoben, Austria) Asal sampel batubara: PT. Anugerah Bara Kaltim, Kalimantan Timur

Resinite (sinar putih)

Resinite (sinar fluorence)

Fluorinite (sinar fluorence) Foto maseral oleh Widodo, S. 2006 (Montan Universitaet Leoben, Austria) Asal sampel batubara: PT. Anugerah Bara Kaltim, Kalimantan Timur

Fluorinite (sinar putih)

Ulminite

Phlobapinite

Porigelinite

Densinite

Foto maseral oleh Widodo, S. 2006 (Montan Universitaet Leoben, Austria) Asal sampel batubara: PT. Anugerah Bara Kaltim, Kalimantan Timur

Degradofusinite

Degradofusinite

Funginite

Fusinite

Exudatinite

Foto maseral oleh Widodo, S. 2006 (Montan Universitaet Leoben, Austria) Asal sampel batubara: PT. Anugerah Bara Kaltim, Kalimantan Timur

Cutinite (sinar putih)

Cutinite (sinar fluorence)

Resinite (sinar putih)

Resinite (sinar fluorence)

Foto maseral oleh Widodo, S. 2006 (Montan Universitaet Leoben, Austria) Asal sampel batubara: PT. Anugerah Bara Kaltim, Kalimantan Timur

Corpohuminite

Densinite

Corpohuminite

Ulminite

Porigelinite Gelinite Foto maseral oleh Widodo, S. 2006 (Montan Universitaet Leoben, Austria) Asal sampel batubara: PT. Anugerah Bara Kaltim, Kalimantan Timur

Textinite

Attrinite

Funginite

Textoulminite

Foto maseral oleh Widodo, S. 2006 (Montan Universitaet Leoben, Austria) Asal sampel batubara: PT. Anugerah Bara Kaltim, Kalimantan Timur

Resinite (sinar putih)

Resinite (sinar fluorence)

Pyrite

Pyrite

Foto maseral oleh Widodo, S. 2006 (Montan Universitaet Leoben, Austria) Asal sampel batubara: PT. Anugerah Bara Kaltim, Kalimantan Timur

Dalam penentuan facies lingkungan pengendapan batubara, Diessel (1986) meng gunakan dua parameter, Tissue preservation index (TPI) dan Gelification index (GI). Harga TPI ditentukan dari perbandingan antara maseral-maseral yang terawetkan (telinit, telocolinit, fusinit dan semifusinit) dengan maseral-maseral yang struktur nya tidak terawetkan dengan baik (desmocollinit, makrinit, dan inertodetrinit.

Pengrusakan struktur sel oleh organisma akan sangat mudah terjadi pada tanaman yang banyak mengandung sellulosa (tumbuhan perdu dan angiospermae), namun tanaman yang banyak mengandung lignin akan sukar dihancurkan. peningkatan harga TPI menunjukkan peningkatan prosentase kehadiran tumbuhtumbuhan kayu.
Gelification index (GI) merupakan suatu perbandingan maseral yang terbentuk karena proses gelifikasi (vitrinit dan makrinit) terhadap maseral yang terbentuk karena proses oksidasi (fusinit, semifusinit dan inertodetrinit). Kondisi yang baik untuk terbentuk vitrinit dan makrinit adalah jika gambut selalu dalam kondisi basah dan supplai oksigen terbatas, yakni jika muka air tanah berada atau sedikit di atas permukaan gambut.

Groundwater index (GWI) adalah perbandingan antara maseral huminit yang tergelifikasi dengan kuat ditambang mineral matter terhadap maseral huminit yang tergelifikasi rendah. Vegetation index (VI) adalah suatu pengukuran/penentuan tipe vegetasi terhadap maseral dari afinitas hutan dengan afinitas herbacous (jenis rumput) dan afinitas marginal aqutic (tumbuhan air)

Rumus penentuan facies pengendapan batubara berdasarkan nilai TPI vs. GI (Diessel, 1996) dan VI vs. GWI (Calder et al., 1991)

Hasil analisis maseral dan mineral pada batubara Anugerah Bara Kaltim, Kutai, Kaltim
Mazeral Submazeralgruppe Humotelinit Mazeral Texto-Ulminit/Textinit Ulminit Summe Atrinit Densinit Summe Gelinit (Pori/Levigelinit) Corpohuminit in-situ Corpohuminit detritr Summe Summe Sporinit Cutinit Resinit in-situ Resinit detritr Fluorinit in-situ Fluorinit detritr Alginit Suberinit Bituminit Exsudatinit Liptodetrinit Summe Degradofusinit Pyrofusinit Funginit Macrinit Inertodetrinit Summe Ton Karbonat Pyrit Kuarz Summe TPI GI GWI VI ABK 1 3.7 33.7 37.4 11.3 27.7 39 0.7 4.4 2.3 7.4 83.8 0.3 11.3 0.3 0.3 0.3 1 0 0.3 0 0 0 13.9 0 0 1 0 0 1 0.7 0.3 0.3 0 1.3 1.13 4.79 0.11 0.80 ABK 2 3 43.7 46.7 1 32.7 33.7 1.7 6.3 2.7 10.7 91.1 0.3 2.7 0 0.7 1.3 1 0 2 0 0.3 0 8.3 0.3 0 0 0 0 0.3 0 0.3 0 0 0.3 1.66 20.56 0.14 1.38 ABK 3 7.7 13.3 21 3 44.3 47.3 3.3 18 4.7 26 94.3 0 2.3 0 0 1 0 0 0.7 0 0 0 4 0 0 0.7 0 0 0.7 1 0 0 0 1 0.92 8.22 0.40 0.73 ABK 4 3 36.7 39.7 7.7 25 32.7 0 16 0.7 16.7 89.1 0 1.7 0 0.3 2 0.3 0 0 0 0.3 0.3 4.9 2.7 0.7 1.3 0 0 4.7 0.3 0 1 0 1.3 1.83 5.77 0.25 1.66 ABK 5 3.7 18 21.7 17.4 24.4 41.8 1 10.7 1.7 13.4 76.9 0 2 0.3 0 1 0.3 0 1.3 0 0 0 4.9 14.3 0 1.3 0 1.3 16.9 1 0 0.3 0 1.3 1.16 1.59 0.23 1.03 ABK 6 1.6 19.7 21.3 14.7 39.3 54 1.4 6.7 3.3 11.4 86.7 0.7 3 0.3 0 2.7 1.3 0 1.7 0 0 0 9.7 0 2 1 0 0 3 0.3 0.3 0 0 0.6 0.62 3.86 0.16 0.52

Huminit Liptinit Inertinit Minerale

Humodetrinit

Humocollinit

Hasil analisis maseral dan mineral pada batubara Anugerah Bara Kaltim, Kutai, Kaltim
Mazeralgruppe Mazeralsub-gruppe Humotelinit Mazeral Texto-Ulminit/Textinit Ulminit Summe Atrinit Densinit Summe Gelinit (Pori/Levigelinit) Corpohuminit in-situ Corpohuminit detritr Summe Summe Sporinit Cutinit Resinit in-situ Resinit detritr Fluorinit in-situ Fluorinit detritr Alginit Suberinit Bituminit Exsudatinit Liptodetrinit Summe Degradofusinit Pyrofusinit Funginit Macrinit Inertodetrinit Summe Ton Karbonat Pyrit Kuarz Summe TPI GI GWI VI ABK 7 6.7 34.7 41.4 1.7 29.3 31 2.3 16.7 2.4 21.4 93.8 0 3.3 0 0.3 1 0 0 0 0 0 0 4.6 0 0 1.3 0 0 1.3 0.3 0 0 0 0.3 1.95 10.69 0.30 1.57 ABK 8 22.7 18 40.7 0.7 1 1.7 22.6 33 0 55.6 98 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.7 0 1.7 0 0 0 0 0 0 0.3 0 0 0 0.3 43.35 3.19 1.32 43.35 ABK 9 1.7 41.3 43 6.3 37 43.3 0.3 2.6 1.7 4.6 90.9 0.3 0.7 1 0.7 0.7 0 0 1 0 0 0 4.4 2 0 1.7 0 0.3 4 0.7 0 0 0 0.7 1.14 8.18 0.06 1.06 ABK 10 11.7 22 33.7 20.3 29.6 49.9 0.7 9.7 1.7 12.1 95.7 0 0 0.3 0 0 0 0 0 0 0 0 0.3 0.7 0.3 1.3 0 0 2.3 0.7 0 0.7 0.3 1.7 0.92 2.26 0.17 0.87 ABK 11 0.3 12.3 12.6 7.7 61.3 69 1.7 5 1.7 8.4 90 0.7 1.3 0.3 0 0 0 0 1.7 0 0 0 4 2 0.3 1.7 0 0 4 0.3 1.4 0.3 0 2 0.31 7.83 0.13 0.30 ABK 12 0.7 42 42.7 4 31.7 35.7 0.3 6.3 3 9.6 88 0 0.3 0.3 0.4 1 0.3 0 0.7 0 0 0 3 7 0.3 0.7 0 0 8 0 0.7 0.3 0 1 1.66 6.98 0.14 1.45 ABK 13 3.3 30 33.3 4.7 33 37.7 1 19 3 23 94 0 0 0.3 0 3 0.4 0 0.3 0 0 0 4 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1.47 11.04 0.34 1.30

Huminit Liptinite Inertinit Minerale

Humodetrinit

Humocollinit

Plot of tissue preservation index vs. gelification index values (after Diessel, 1986) of Loa Janan, Suparto and Kendisan coal fields.

Plot of vegetation index and groundwater index values of Loa Janan, Suparto and Kendisan coal fields on mire paleoenvironment diagram (Calder et al., 1991).

Generalized reconstruction of a peat-forming fluvial coal swamp peripheral bottomland vegetation of Campanian age, Blackhawk Formation (Late Cretaceous) of eastern Utah

(Cross & Phillipps, 1989)

Landpflanzen im Karbon
Schuppenbaum
Cordaiten Siegelbaum

Schachtelhalme

Baumfarne Farnsamer

The presumed moor types and the related petrographic composition of the Miocene Rhenish brown coal

moor type:

Sequoia moor

Myricaceae - Cyrillaceae moor dark brown coal with coalified stems (xylitic) less stems much humotelinite, poorly preserved tissues

Nyssa Taxodium swamp

reed marsh

open water

resulting coal:
megascopic: with stump horizons Much humotelinite (textinite A), well preserved tissues more stems much humotelinite, better preserved tissues lighter brown coal Without stems (detrital) much humodetrinite, very few tissues dark tough brown coal (detrital) much humodetrinite and much liptinite, often clay minerals

microscopic:

(Teichmller, 1989)

Preservation or destruction of the organic matter in a freshly deposited sediment. In a fine clay or carbonate mud (top), pore water becomes a nearly closed microenvironment. There is no replenishment of oxygen, and anaerobic conditions are rapidly established, first on microscopic, then on a macroscopic scale. In a porous sand deposited under aerobic conditions (bottom), free circulation of water containing dissolved oxygen results in the destruction of the organic matter
(Tissot & Welte, 1984)

Mineralisasi dan humifikasi: pembentukan peat, lignite dan batubara bituminous (Flaig, 1968)

estimated total amount (a general trend)


increase

Distribution with respect to type or organisms


0 50 Discoasters Ebridians 100

Cenoz.

Quaternary Tertiary

Silicoflagellates

Mesozoic

Euglenids

Cretacous Jurassic Triassic Permian Pennsylvanian Mississippian Palaeozoic Devonian Silurian

Diatoms

150
Coccolithophorids 200 250 300 Green algae 350 400 450 500 550

Dinoflagellates

Ordovician

Blue green algae

Cambrian

Acriterchs

600 650 700

Precambrian

Variation in abundance of fossil phytoplankton groups an total phytoplankton during geological past.
(Tissot & Welte, 1984)

Age (million years)

(Tissot & Welte, 1984)

Diagramm eines Vertikalschnitts durch einen eutrophen See als Beispiel fr ein aquatisches kosystem
Licht

Primrproduktion
Algen, Cyanobakterien

oxygene Photosynthese

Epilimnion

Aerobiose

CO2 Mineralsalze Protozoen, Copepoden, Fische Bakterienzellen

Sekundrproduktion
Abbau und Wiederverwertung

Chemokline
Hypolimnion
Anaerobiose Rote und Grne Schwefelbakterie H2S CO2 CH4 Mineralsalze

Primrproduktion
anoxygene Photosynthese

Anaerobe Zersetzung
Grung, Sulfatreduktion, Methanbildung

Sediment
Faulschlamm

Die Sprungschicht (Thermo- oder Chemokline) trennt den sauerstoffhaltigen von dem sauerstofffreien Wasserkrper. In beiden erfolgt photosynthetische Primrproduktion. Die Anaerobiose beginnt mit der anaeroben Zersetzung im Sediment.

The evolution of conifers (Stewart, 1983)

Natural variations in stable carbon isotope values

Carbon dioxide today ca. -8 per mil

arbitary standard 0 per mil

Biological components tend to have negative values due to discrimination against 13C (i.e. contain more 12C)

(Grice, 2003)

Anda mungkin juga menyukai