Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Komposisi Tubuh Pada Remaja
Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Komposisi Tubuh Pada Remaja
Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Komposisi Tubuh Pada Remaja
Artikel penelitian
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan dalam menempuh program pendidikan sarjana Fakultas Kedokteran
THE ASSOCIATION BETWEEN PHYSICAL ACTIVITY AND BODY COMPOSITION Study in SMP Domenico Savio Semarang Adityawarman,* Mexitalia** ABSTRAC Background : : Obesity is an accumulated adiposity which impair the health status. Obesity is caused by lack of physical activity and over energy intake. Considering its negative effects, obesity needs early prevention. The prevention should have been started since adulthood and adolescence period by monitoring their physical activities. The aim of the study is to determine the relationship between physical activity and body composition. Methods : An analitic descriptive study with a crossectional design was conducted in SMP Domenico Savio semarang in November 2006 January 2007. The subjects consisted of 1147 students who were present when the sudy held. The data collected included : sex, age, weight, height, BMI, waist circumference body fat and physical activity questionare. The data was analyzed by Chi square test. Results : There was a significant association of physical activity with body fat (p<0.05, OR=2.3; 95% CI =1 - 5.3) and waist cicumference (p<0.01, OR=2.5; 95% CI =1.5- 4). There was no significant association between physical activity and BMI (p>0.05, OR = 1.5; 95% CI =1 - 2.1) Conclusions : There was a significantly association between physical activity with body fat and waist circumference. An inactive adolescent had 2,3 times greater risk for gaining more fat and 2,5 times greater risk for gaining more waist circumference than active adolescent. Keywords : Physical activity, Body Mass Index, Body fat, waist circumference, adolescence. .
* Student of Medical Faculty Diponegoro University ** Lecturer of Pediatric Departement Diponegoro University
HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK DENGAN KOMPOSISI TUBUH PADA REMAJA Studi di SMP Domenico Savio Semarang Adityawarman,* Mexitalia** ABSTRAK Latar belakang : : Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas disebabkan kurangnya aktivitas fisik dan kelebihan asupan energi. Mengingat dampak buruk obesitas, maka penting dilakukan pencegahan dini. Pencegahan ini harus dimulai sejak masa kanak-kanak dan remaja dengan cara memantau aktivitas fisik anak dan remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola aktivitas fisik dengan komposisi tubuh. Metoda : Penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan di SMP Domenico Savio Semarang pada bulan November 2006 - Januari 2007. Subyek meliputi seluruh murid SMP Domenico Savio yang hadir saat penelitian dilaksanakan yaitu sebanyak 1147 siswa. Data meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh, lingkar pinggang, lemak tubuh dan kuesioner aktivitas fisik dengan Adolescent Physical Activity Recall Questionare (APARQ). Analisis meliputi analisis deskriptif secara univariat dan analisis bivariat menggunakan metode Chi Square. Hasil : Terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan lemak tubuh (p<0.05, OR=2.3; 95% IK =1 - 5.3) dan lingkar perut (p<0.01, OR=2.5; 95% IK =1.5- 4). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik terhadap IMT (p>0.05, OR = 1.5; 95% IK=1 - 2.1)
Kesimpulan : Pada remaja, aktivitas fisik mempunyai pengaruh terhadap lemak tubuh dan lingkar pinggang, namun tidak berpengaruh secara bermakna terhadap IMT. Remaja yang inaktif mempunyai resiko 2,3 kali untuk mempunyai lemak yang berlebih dan 2,5 kali untuk mempunyai lingkar pinggang yang berlebih ketimbang remaja yang aktif.
Kata kunci : Aktivitas fisik, Indeks Massa Tubuh, persen lemak tubuh, lingkar pinggang, remaja. .
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro **Dosen Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
PENDAHULUAN
Secara fisiologik, obesitas didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sampai kadar tertentu sehingga dapat merusak kesehatan. Obesitas ini disebabkan karena aktivitas fisik yang kurang disamping masukan makanan padat energi yang berlebihan. Obesitas pada remaja meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler pada saat dewasa karena kaitannya dengan sindroma metabolik yang terdiri dari resistensi insulin/ hiperinsulinemi, intoleransi glukosa/ Diabetes Melitus, dislipidemi, hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, dan hipertensi.1 Beberapa survei yang dilakukan di negara berkembang menunjukan prevalensi obesitas pada remaja yang cukup tinggi. Penelitian di Malaysia menunjukan prevalensi obesitas mencapai 13,8% untuk kelompok umur 10 tahun. Di Cina kurang lebih 10% anak sekolah mengalami obesitas. Di Indonesia sendiri didapatkan prevalensi obesitas sebesar 9,7% di Yogyakarta, 10,6% di semarang, dan 15,8% di Denpasar. Bahkan penelitian yang dilakukan di sekolah swasta di Jakarta Timur didapatkan prevalensi obesitas sebesar 27,5%. Prevalensi obesitas ini diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya. Prevalensi obesitas pada anak sekolah di Amerika dalam tiga dekade terakhir meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Sedangkan di Singapura meningkat dari 9% menjadi 19%. Di Indonesia prevalensi obesitas tahun 1989 di perkotaan 4,6% anak laki-laki dan 5,9% anak perempuan. Empat tahun kemudian naik menjadi 6,3 persen (lelaki) dan 8 persen (perempuan) 2,11
Angka prevalensi obesitas yang besar ini dikaitkan dengan turunnya penggunaan waktu untuk melakukan aktivitas fisik disamping peningkatan konsumsi makanan padat energi. Suatu data menunjukan bahwa aktivitas fisik anak-anak cenderung menurun. Anak-anak lebih banyak bermain di dalam rumah dibanding diluar rumah, misalnya bermain games komputer, menonton televisi maupun media elektronik lain ketimbang berjalan, bersepeda maupun naik-turun tangga. Aktivitas sedentary seperti ini menurunkan keluaran energi sehingga terjadi keseimbangan positif dimana masukan energi lebih banyak dibandingkan keluaran energi. Tubuh cenderung untuk menyimpan energi dalam bentuk lemak dan selanjutnya terjadi obesitas.3 Pengukuran obesitas tidak dapat dilakukan secara langsung namun diukur dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). World Health Organization (WHO) tahun 1997, The National Institute of Health (NIH) tahun 1998 dan The Expert Committee of Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Service merekomendasiken persentil ke-95 dari pengukuran IMT sebagai obesitas. 3 Pada penelitian ini selain pengukuran IMT juga dilakukan pengukuran persen lemak tubuh dan lingkar pinggang untuk mendapatkan komposisi tubuh secara komprehensif. Dari uraian diatas didapatkan tujuan umum penelitian ini adalah untuk mencari hubungan aktivitas fisik dengan komposisi tubuh. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan IMT
2. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan lemak tubuh 3. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan lingkar pinggang
METODE PENELITIAN
Subyek Subyek meliputi 1147 siswa SMP Domenico Savio Semarang yang hadir saat penelitian berlangsung. SMP Domenico Savio merupakan sekolah swasta yang terletak di pusat kota Semarang. Sebagian besar orang tua siswa mempunyai keadaan sosio ekonomi yang tinggi sehingga diharapkan terdapat banyak siswa dengan gizi berlebih dan obesitas. Pada penelitian pada tahun 2005 di SMP Domenico Savio didapatkan prevalensi obesitas sebesar 17,7%4.
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner yang disebut APARQ (Adolescent Physical Activity Recall Questionnare). Siswa menuliskan jenis, frekuensi dan durasi aktivitas yang biasa dilakukan selama seminggu kedalam kusioner ini. Selanjutnya aktivitas tersebut dikategorikan menjadi aktif dan inaktif. Siswa dikategorikan aktif apabila berpartisipasi dalam aktivitas vigorous paling sedikit 3 kali seminggu untuk minimal 20 menit tiap sesi atau berpartisipasi dalam aktivitas moderat paling sedikit 3 jam sedikitnya 5 sesi dalam 1 minggu. Siswa dikategorikan inaktif apabila tidak memenuhi persyaratan diatas.5
Antropometri Antropometri berarti pengukuran tubuh manusia Pada penelitian ini pengukuran antropometri meliputi tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur dan komposisi tubuh. Tinggi badan diukur dengan microtoize dengan ketelitian 0,1 cm.
Berat badan diukur dalam kilogram dengan ketelitian 0,1 kg. Jenis kelamin dan umur juga dicatat. Komposisi tubuh diukur secara komprehensif untuk menentukan obesitas. Pengukuran ini meliputi pengukuran IMT, persen lemak tubuh dan lingkar pinggang. Pengukuran IMT didapatkan dari berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam meter persegi (kg/m2). Interpretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak laki-laki dan anak perempuan mempunyai komposisi tubuh yang berbeda.3 Nilai batas IMT untuk obesitas pada remaja mengikuti kriteria NHANES (National Health Assesment and Nutritional Examination Survey) yaitu persentil ke-95. Remaja yang memiliki IMT lebih atau sama dengan persentil ke-95 dikategorikan obes sedangkan yang kurang dari persentil ke-95 diketegorikan non obes Pengukuran persen lemak tubuh menggunakan BIA (Bioelectrical Impedance Assay) dengan merk Omron Karada Scan. Persentase lemak tubuh menggambarkan perbandingan masa lemak dan non lemak (lean body mass). Remaja yang mempunyai persen lemak tubuh diatas 30% dikategorikan sebagai remaja yang mempunyai lemak berlebih dan yang kurang atau sama dengan 30% dikategorikan normal.6 Lingkar pinggang diukur dari pertengahan antara iga terbawah dan krista iliaka teratas. Pengukuran lingkar pinggang mengunakan pita meteran dimana subyek diukur ketika melakukan pernafasan minimal. Lingkar pinggang menggambarkan lemak yang tersimpan dalam perut (visceral fat). Pembagian kategori lingkar pinggang mengikuti NHANES yaitu kurang dari persentil 90 dan lebih atau sama
dengan persentil 90.7 Persentil ke-90 dibedakan antara laki-laki dengan perempuan karena distribusi lemak mereka yang berbeda. Remaja yang memiliki lingkar pinggang lebih atau sama dengan persentil 90 diketegorikan sebagai remaja yang mempunyai lemak visceral berlebih dan yang kurang dari persentil 90 dikegorikan normal.
Statistik Pengolahan data dan analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13.0 for windows. Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel secara univariat. Uji bivariat untuk mengetahui hubungan antar variabel digunakan uji Chi Square.8
10
Rata-rata umur siswa perempuan lebih tua dibandingkan dengan siswa laki-laki namun rata-rata berat badan, tinggi badan siswa laki-laki lebih besar ketimbang siswa perempuan. Siswa laki-laki mempunyai komposisi tubuh lebih besar dibanding siswa perempuan kecuali persen lemak tubuh.
566
351 400 Aktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu penyebab tingginya aktif 300obesitas pada remaja. Berikut ini adalah gambaran aktivitas fisik siswa. prevalensi inaktif 230 200 Total Total . 116 100 inaktif 0
laki-laki perempuan
aktif
11
Dari 1147 siswa didapatkan 801 (70%) siswa yang inaktif dan 346 (30%) siswa beraktivitas cukup. Siswa perempuan lebih banyak yang inaktif yaitu 450 (39,2%) anak sedangkan jumlah siswa laki-laki yang inaktif lebih sedikit yaitu 351 (30,6%).
Banyaknya siswa yang inaktif ternyata diikuti dengan prevalensi obesitas yang cukup besar. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, obesitas didapat dari persentil ke-95 pengukuran IMT. Sebanyak 162 siswa (14,1%) mengalami obesitas. Berikut ini gambaran prevalensi obesitas siswa SMP Domenico Savio.
12
Prevalensi siswa laki-laki yang mengalami obesitas lebih besar yaitu 119 (10,4%) anak sedangkan siswa perempuan hanya 43 (3,7%) anak dari total keseluruhan anak. Apabila ditinjau dari persen lemak tubuh, siswa perempuan lebih banyak yang mempunyai lemak tubuh berlebih yaitu 33 (2,9%) anak dibandingkan siswa laki-laki 11 (1%). Ditinjau dari lingkar pinggang, didapatkan siswa laki-laki lebih banyak yang memiliki lemak visceral yang berlebih yaitu 72 (6,3%) anak dibandingkan siswa perempuan 58 (5,1%) anak. Hasil pengukuran komposisi tubuh secara komprehensif dapat dilihat pada gambar 3. Perlu diketahui, persentil ke-90
120 100 80 60 40 20 0
lingkar pinggang siswa laki-laki adalah 92 cm sedangkan pada wanita adalah 87 cm.
119 72 58 43 11 33
laki-laki perempuan
IMT
13
14
Tabel 2. Hasil analisis hubungan antara aktivitas fisik dengan IMT IMT Non-obese (Persentil <95) Aktivitas fisik Aktif inaktif Rasio prevalens (95% IK), nilai p RP = Rasio prevalens 308 677 RP= 1.5, 38 124 p=0.052 obese (persentil >95)
Dari analisis hubungan aktivitas fisik dengan IMT didapatkan (p=0,052), rasio prevalens 1,5 dengan 95% interval kepercayaan 1,004.-2,187. Meskipun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan IMT (p>0,05), namun inaktivitas dapat menyebabkan obesitas. Anak yang inaktif mempunyai rasio prevalens sebesar 1,5 kali untuk menjadi obese.
Dibawah ini tersaji analisis hubungan aktivitas fisik dengan komposisi tubuh yang diwakili persen lemak tubuh.
Tabel 3. Hasil analisis hubungan antara aktivitas fisik dengan persen lemak tubuh Persentase lemak tubuh Normal (<30%) Berlebih (>30%)
15
Aktivitas fisik Aktif inaktif Rasio prevalens (95% IK), nilai p RP = Rasio prevalens 339 763 RP 2.3, 7 37 p=0.043
Dari analisis hubungan aktivitas fisik dengan persen lemak tubuh didapatkan (p=0,043), rasio prevalens 2,3 dengan 95% interval kepercayaan 1,036.5,321. Terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan persen lemak tubuh (p<0,05). Inaktivitas menyebabkan meningkatnya persentase lemak tubuh. Anak yang inaktif mempunyai rasio prevalens sebesar 2,3 kali untuk mempunyai lemak berlebih.
Dibawah ini tersaji analisis hubungan aktivitas fisik dengan komposisi tubuh yang diwakili persen lemak tubuh.
Tabel 4. Hasil analisis hubungan antara aktivitas fisik dengan lingkar pinggang Lingkar pinggang Normal (< persentil 90) Berlebih (> persentil 90)
16
Aktivitas fisik Aktif inaktif Rasio prevalens (95% IK), nilai p RP = Rasio prevalens 326 695 RP 2.5, 20 106 p=0.001
Dari analisis hubungan aktivitas fisik dengan lingkar pinggang didapatkan (p=0,001), rasio prevalens 2,5 dengan 95% interval kepercayaan 1,5.-4,0. Terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan lingkar pinggang (p<0,01). Inaktivitas menyebabkan peningkatan lingkar pinggang. Anak yang inaktif mempunyai rasio prevalens sebesar 2,5 kali untuk mempunyai lingkar pinggang berlebih.
PEMBAHASAN
Karakteristik siswa laki-laki berbeda dengan siswa perempuan dimana laki-laki memiliki tinggi badan lebih tinggi dari siswa perempuan. Secara fisiologik, laki-laki memiliki kecepatan pertumbuhan lebih tinggi daripada perempuan (9,5 cm/tahun : 8,3 cm/tahun). 9 Siswa laki-laki memiliki berat badan dan IMT lebih besar dari perempuan. Hal ini disebabkan penutupan epifise laki-laki lebih lambat yaitu pada usia 18 tahun sedangkan perempuan pada usia 16 tahun.9 Apabila sudah terjadi penutupan epifise
17
maka pematangan dan pertumbuhan tulang akan terhenti padahal pematangan dan pertumbuhan tulang ini berkaitan dengan kepadatan masa dan mikroarsitektur tulang.10 Artinya laki-laki memiliki masa tulang yang lebih berat sehingga memiliki berat badan dan IMT yang lebih besar. Selain itu laki-laki juga mengalami penambahan masa dan jumlah sel otot skelet lebih besar seiring dengan maturitasnya.9 Hal ini juga menyebabkan laki-laki mempunyai berat badan dan IMT yang lebih besar. Siswa perempuan memiliki persentase lemak lebih besar ketimbang lakilaki namun yang memiliki lingkar pinggang lebih besar justru siswa laki-laki. Tanner menyebutkan bahwa lemak pada laki-laki cenderung mengumpul di sekitar perut dan pinggang (menyerupai buah apel) sedangkan lemak pada perempuan terdistribusi di pelvis, paha dan pantat (menyerupai buah pear).1 Sebagian besar siswa (70%) tidak melakukan aktivitas fisik yang memadai (inaktif) dan hanya 30% siswa yang melakukan aktivitas fisik secara memadai. Siswa laki-laki lebih banyak beraktivitas dibandingkan siswa perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mexitalia et al
11
yang melakukan aktivitas fisik lebih banyak secara bermakna dibandingkan anak perempuan. Goran M et al
12
anak perempuan dan 11 anak laki-laki selama 5 tahun mendapatkan bahwa aktivitas fisik pada anak perempuan cenderung menurun saat awal pubertas sedangkan anak laki-laki terus meningkat hingga masa pubertas. Sallis et al
13
juga mendapatkan
aktivitas fisik perempuan menurun lebih besar dibanding laki-laki saat mencapai umur 17 tahun (7,4%:2,7%). Studi metaanalisis di Amerika
14
mengatakan bahwa
18
anak laki-laki hampir dua kali lebih aktif anak dibanding perempuan. Fenomena ini diduga karena perbedaan kebugaran aerobik dan komposisi tubuh saat menuju maturitas. Kebugaran aerobik dan IMT laki-laki relatif lebih stabil dari usia 6-16 tahun namun pada perempuan mengalami penurunan 2% pertahun. Inaktivitas siswa yang mencapai 70% ini perlu mendapat perhatian. Banyak faktor yang berkaitan dengan inaktivitas pada remaja seperti gender, karakteristik fisiologis, kelas olahraga, menonton TV, musim dan cuaca, keamanan lingkungan, pengaruh orang tua, dan pengaruh teman sebaya. Gender dan karakteristik fisiologis seperti telah dijelaskan diatas merupakan faktor yang tidak dapat dirubah (nonmodifiable). Kelas olahraga berhubungan dengan aktivitas fisik siswa. National Children and Youth Fitness Study (NYCF) II15 mendapatkan aktivitas fisik anakanak mulai menurun pada kelas 8-11 dan terendah pada kelas 12. Pada anak-anak kelas 1-7 pelajaran lain tidak terlalu padat sehingga waktu luang dapat digunakan untuk kelas olahraga. Namun pada jenjang yang lebih tinggi pelajaran semakin padat sehingga kelas olahraga tidak mendapatkan waktu yang cukup. Jam menonton TV dan bermain video games per minggu akan mengurangi kesempatan remaja untuk berada di luar rumah. Klesges 16 melaporkan persen waktu berada di luar rumah berhubungan erat dengan aktivitas fisik pada remaja. Secara tidak langsung menonton TV dan bermain video games mengurangi kesempatan remaja berada di luar rumah sehingga akan mengurangi juga kesempatan untuk beraktivitas fisik.
19
Musim dan cuaca memainkan peran terhadap aktivitas fisik remaja. Menurut NYCF II15 aktivitas fisik remaja tertinggi pada musim panas, menurun pada musim gugur, terendah pada musim salju dan meningkat lagi pada musim semi. Kesempatan berada diluar rumah akan meningkatkan kesempatan remaja untuk beraktvitas fisik, namun demikian keamanan lingkungan buruk justru akan menurunkannya. The Youth Risk Behavior System17 melaporkan 41,8% remaja terlibat perkelahian di jalan, 32,7% remaja diperas dijalan. Faktor semacam ini dapat menurunkan motivasi remaja ataupun orang tua untuk membiarkan anaknya berada diluar rumah. Orang tua memainkan peran yang besar terhadap kebiasaan beraktivitas fisik pada remaja. Pengaruh yang diberikan dapat secara langsung (dorongan nasehat, menciptakan lingkungan yang kondusif), secara tidak langsung (memberikan teladan), ataupun gabungan keduanya. Remaja yang kedua orang tuanya aktif dilaporkan 6 kali untuk menjadi aktif dibanding remaja yang kedua orang tuanya tidak aktif.14 Selain pengaruh orang tua, pengaruh teman sebaya juga mempengaruhi kebiasaan beraktivitas remaja. Pada sebuah studi pengaruh teman karib ternyata lebih signifikan mempengaruhi kebiasaan beraktivitas fisik remaja daripada pengaruh orang tua.14 Pada penelitian ini didapatkan bahwa aktivitas fisik tidak berhubungan bermakna dengan IMT (p>0,05). Hal ini disebabkan karena pengukuran komposisi tubuh menggunakan IMT memiliki beberapa kekurangan. Pengukuran IMT melibatkan faktor tinggi badan kuadrat sebagai pembagi berat badan menyebabkan
20
remaja yang pendek memiliki prevalensi obesitas yang lebih besar meskipun mempunyai berat badan sama dengan remaja yang tinggi (1). Remaja dengan IMT yang tinggi belum tentu memiliki lemak yang tinggi. IMT yang tinggi tersebut bisa disebabkan oleh masa tulang yang lebih padat dan lebih berat seiring dengan maturitas remaja. Sebuah penlitian di Amerika mendapatkan remaja yang obes mempunyai tulang yang lebih matur (berat) dibanding yang non obes (2). Tidak adanya rujukan pengukuran obesitas nasional menyebabkan dipakainya rujukan pengukuran obesitas menggunakan standar NHANES Amerika. Hal ini menimbulkan kerancuan karena ras Asia dan Kaukasia dewasa (matur) memiliki perbedaan 2-3 unit IMT meskipun mempunyai persen lemak tubuh yang sama (3).18 Hubungan yang bermakna didapatkan antara aktivitas fisik dengan persen lemak tubuh (p=0,43). Hasil ini serupa dengan penelitian AGHLS (Amsterdam Growth Health Longitudinal Study) bahwa aktivitas fisik berhubungan secara bermakna (p<0,01) dengan masa lemak. 19 Hubungan yang bermakna juga didapatkan antara aktivitas fisik dengan lingkar pinggang (p<0,05). Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan KleinPlatat dimana didapatkan hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan lingkar pinggang (p=0.02).20
21
2. Sebanyak 14,1 % siswa mengalami obesitas dan sebagian besar didominasi laki-laki (5: 2). 3. Sebesar 3,9% siswa memiliki persen lemak tubuh berlebih dan 6,3% mempunyai lingkar pinggang (lemak visceral) berlebih. 4. Aktivitas fisik tidak berhubungan dengan dengan IMT. 5. Aktivitas fisik berhubungan dengan persen lemak tubuh 6. Aktivitas fisik berhubungan dengan lingkar pinggang
Mengingat banyaknya siswa yang inaktif, peneliti menyarankan untuk mencari faktor-faktor penyebab inaktvitas pada siswa. Selanjutnya dapat pula diteliti intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan inaktivitas tersebut.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidartawan, S. Perjalanan obesitas menuju diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular. Jakarta: FKUI. p. 1-23. 2. Padmiari IAE. Prevalensi obesitas dan konsumsi fast food sebagai faktor resiko terjadinya obesitas pada anak SD. Badan Litbang Depkes. 2002. [cited 2007 Aug 15]; Available from URL :http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-ida1782-obesitas 3. Syarif,DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. In: Trihono PP, Purnamawati S, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, et al editor. Hot Topics in Pediatrics II. Jakarta: FKUI. 2006 Mar 8; 219-24. 4. Romadhona S, Mexitalia M, Susanto JC, Herumuryawan M, Mellyana O. Hubungan aktivitas fisik dengan obesitas, persentasi lemak tubuh dan hipertensi pada remaja. [belum dipublikasi] 5. Booth ML, Okely AD, Thien C, Bauman A. The reability and validity of the adolescent physical activity recall questionare. Med & Sci. 2002; 34(12):1986-95. 6. Lee, R.D, Nieman DC. Nutritional assessment. 2nd ed. Missouri (USA): Mosby. 1996. p.223-89. 7. Hirschler V, Aranda C, Calcagno ML, Maccalini G, Jadzinsky M. Can waist circumference identify children with the metabolic syndrome?. Arch Pediatr Adolesc Med. 2005 Oct 25; 159:740-44.
23
8. Sastroasmoro S, Ismael S, editor. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto. 2002; 264-70 9. Behrman RE, Kleigman R, Jenson B. Nelson text book of pediatrics. 17th ed. Pennsylvania: Saunders company; 2004. p. 53-61 10. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. 1996. 1174-78 11. Mexitalia M, Susanto JC, Faizah Z, Hardian. Hubungan pola makan dan aktivitas fisik pada anak dengan obesitas usia 6-7 tahun di semarang. M Med Indones 2005; 40 (2):62-70. 12. Goran MI, Gower BA, Nagy TR, Johnson RK. Developmental changes in energy expenditure and physical activity in girls before puberty. Pediatrics. 1998 May 5;101(5); 887-91 13. Sallis JF. Epidemiology of physical activity and fitness in children and adolescent. Crit Rev Food Sci Nutr. 1993;33:403-408 14. Kohl III HW, Hobss K. Development of physical activity behaviors among children and adolescents. Pediatrics. 1998; 101; 549-54 15. Ross JG, Pate RR. The national children and youth fitness study II : a summary of findings. J Phys Educ Recr Dance. 1987; 58: 51-6 16. Klesges RC, Eck LH, Hanson CL, Haddock CK, Klesges LM, Effect of obesity, social interactions and physical environment on physical activity in preschoolers. Health Psychol. 1990; 9: 435-49 17. Kann L, Earren CW, Harris WJ, et al. Youth risk behavior surveillance United States. MMWR. 1995; 44(SS-1): 1-55
24
18. Belizzi M.C, Dietz W.H. Workshop on childhood obesity : summary of the discussion. Am J Clin Nutr, 1999; 70:173S-5S 19. Kemper HCG, Post GB, Twisk JWR, Mechelen W. Lifestyle and obesity in adolescence and young adulthood: result from the Amsterdam Growth And Health Longitudinal Study. Int J Obes. 1999; 23:S34-40 20. Platat CK, Oujaa M, Wagner A, Haan C, Arveiler D, Schlienger JL, et al. Physical activity is inversely related to waist circumference in 12-y-old french adolescent. Int J Obes. 2005; 29:9-14 21. Kurpad AV, Swaminathan S, Bhat S. National task force for childhood Prevention on adult disease : the effect of childhood physical activity on prevention of adult disease. Ind Ped. 2004 Jan 17; 41:37-62