Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein Dan Lemak Dengan Kesegaran Jasmani Anak Sekolah Dasar Di SD N Kartasura I

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein Dan Lemak

Dengan Kesegaran Jasmani Anak Sekolah Dasar di SD N Kartasura I

Nugrahaini Puji Hastuti dan Siti Zulaekah


Fakultas Ilmu Keaehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstract
Sports activity in the form of physical activity and games is the one factor that can affect children
growth and development The factors that affect physical fitness are healthiness, age, gender, physical
activity, heredity and nutritional status. Proper nutrition to support physical fitness of children consist of
macronutriens and micronutrients. This study aimed to understand the relationship of carbohydrate
consumption levels, consumption of protein and fat consumption and physical fitness of elementary
school children. The type of this research is observational crossectional approach. Consumption list
include carbohydrates, proteins and fats obtained through interviews by SD N Kartasura I the recall
method 3 times 24 hours. Physical fitness measured by using a test bench harvard (harvard step test)
in a way up and down the bench as high as 10 inches (25.4 cm) continuously for 5 minutes. The
number of samples in this study were students from 4th grader and 5th grader in SD N Kartasura I total
54 students. The result showed level of consumption of carbohydrate, protein and fat, most of the
students classified as heavy deficit levels 40.7%, 64.8% and 51.9% respectively. But physical fitness
level of most of the students are classified as very good as much as 75.90%. Based on the results of
statistical tests, it can be seen that there is no relationship between the level of consumption of
carbohydrates, proteins and fats with physical fitness, with p value of 0.096, 0.0347 and 0.844.
Keywords: Carbohydrates, proteins, fats and physicall fitness

PENDAHULUAN
Masa pertumbuhan pada anak
usia sekolah dasar (SD) baik laki-laki
maupun perempuan adalah modal
dasar dan aset yang sangat berharga
bagi pembangunan bangsa di masa
depan, sehingga membutuhkan zat-zat
gizi seperti energi, protein dan zat-zat
gizi lainnya. Aktivitas fisik dan
permainan merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan
anak.
Kesegaran
jasmani
adalah
kemampuan tubuh seseorang untuk
melakukan tugas pekerjaan sehari-hari
tanpa menimbulkan kelelahan yang
berarti. Untuk dapat mencapai kondisi
kesegaran
jasmani
yang
prima
seseorang perlu melakukan latihan
fisik yang melibatkan komponen
kesegaran jasmani dengan latihan yang

benar. Nutrisi yang tepat untuk


menunjang kesegaran jasmani anak
terdiri
dari
mikronutrien
dan
makronutrien.
Kebutuhan
mikronutrien terdiri dari mineral dan
vitamin. Mineral yang dibutuhkan oleh
tubuh adalah kalsium, natrium,
klorida, kalium dan zat besi,
sedangkan makronutrien terdiri dari
karbohidrat, protein dan lemak (Ilyas,
2004).
Konsumsi karbohidrat yang
tinggi akan meningkatkan simpanan
glikogen tubuh, dan semakin tinggi
simpanan glikogen akan semakin
tinggi pula aktivitas yang dapat
dilakukan,
sehingga
akan
mempengaruhi kesegaran jasmani
(Koswara, 2008).
Protein merupakan zat gizi yang
paling banyak terdapat dalam tubuh
(Khomsan dkk, 2004). Kebutuhan

Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, dan Lemak (Nugrahaini Puji Astuti, dkk)

49

protein setelah berolahraga sedikit


meningkat karena dipakai untuk
pemulihan
jaringan
maupun
penambahan massa otot. Konsumsi
protein yang dianjurkan adalah 12-15%
dari total kebutuhan energi, atau
secara
umum
direkomendasikan
asupan
protein
sebesar
1,2-1,5
gram/kg BB (Koswara, 2008). Pada
saat berolahraga terutama olahraga
yang bersifat ketahanan, protein dapat
memberikan kontribusi sebesar 3-5%
dalam produksi energi tubuh dan
kontribusinya ini dapat mengalami
peningkatan melebihi 5% apabila
simpanan glikogen & glukosa darah
sudah semakin berkurang sehingga
tidak lagi mampu untuk mendukung
kerja otot. Kekuatan otot merupakan
salah satu komponen kesegaran
jasmani, apabila kerja otot tidak
terdukung maka dapat mempengaruhi
kesegaran jasmani seseorang (Polton,
2007).
Lemak
merupakan
sumber
energi utama untuk pertumbuhan dan
aktifitas fisik bagi anak. Di dalam
tubuh, simpanan lemak terutama
dalam bentuk trigliserida akan berada
di jaringan otot serta jaringan adipose.
Ketika sedang berolahraga, simpanan
trigliserida akan dipecah menjadi
gliserol dan asam lemak bebas untuk
kemudian
dimetabolisir
sehingga
menghasilkan energi. Pembakaran
lemak memberikan kontribusi yang
lebih besar dibandingkan dengan
pembakaran karbohidrat terutama
pada olahraga dengan intensitas
rendah (jalan kaki, jogging dan
sebagainya) dan kontribusinya akan
semakin menurun seiring dengan
meningkatnya intensitas olahraga.
Untuk membantu menjaga kecukupan
energi dan asupan nutrisi, konsumsi
lemak adalah sekitar 20-35% dari total

50

kebutuhan energi. Salah satu fungsi


penting lemak antara lain sumber
energi untuk kontraksi otot (Koswara,
2008).
American Dietetic Association
(2000), menyatakan bahwa kebutuhan
karbohidrat, protein dan lemak adalah
nutrisi penting untuk orang yang
beraktivitas.
Jumlah
karbohidrat,
protein dan lemak yang dibutuhkan
tergantung pada intensitas latihan
fisik, waktu, frekuensi, komposisi
tubuh, umur dan jenis kelamin.
Karbohidrat, protein dan lemak
direkomendasikan untuk aktivitas fisik
sehari-hari.
Hasil penelitian Hidayati, dkk
(2007), di sekolah dasar di wilayah
Kartasura
Kabupaten
Sukoharjo
menunjukkan bahwa tingkat konsumsi
baik
makronutrient
maupun
mikronutrient pada anak sekolah dasar
masih rendah (<90% AKG yang
dianjurkan). Berdasarkan dari hasil
penelitian tersebut peneliti ingin
mengetahui hubungan antara tingkat
konsumsi karbohidrat, protein dan
lemak terhadap kesegaran jasmani
pada anak sekolah dasar di SD N
Kartasura I.
Metode
Penelitian
ini
bersifat
Observasional
dengan
pendekatan
crossectional.
Penelitian
ini
di
laksanakan di SD N Kartasura I
dilakukan pada bulan November 2008
sampai Januari 2009. Sampel penelitian
seluruh siswa kelas 4 dan 5 yang
berusia 8-12 tahun, tidak cacat dan
tidak sedang sakit.
Data yang diambil meliputi
gambaran umum sekolah, keadaan
geografis dan jumlah siswa diperoleh
dengan wawancara langsung dengan
pihak
sekolah.
Data
identitas

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL. 2, NO. 1, JUNI 2009 Hal 49-60

responden
diperoleh
dengan
wawancara, data tingkat konsumsi
diperoleh dengan recall konsumsi
makan 24 jam sebanyak 3 hari, dan
data kesegaran jasmani anak diukur
dengan menggunakan tes bangku
harvard (harvard step test). Tes bangku
harvard adalah tes kesegaran jasmani
dengan cara naik turun bangku
setinggi 10 inchi (25,4 cm) secara terus
menerus selama 5 menit. Kemudian
dimasukkan kedalam rumus untuk
diketahui
indeks
kesegaran
jasmaninya.
Analisis data menggunakan
program SPSS 11,5. Analisis data
meliputi analisis deskriptif dan analisis
statistik. Analisis deskriptif diperoleh
dengan mentabulasikan data penelitian
dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi dari variabel yang diteliti,
meliputi tingkat konsumsi karbohidrat,
tingkat konsumsi protein, tingkat
konsumsi lemak, dan kesegaran
jasmani.
Analisis
statistik
menggunakan uji statistik PearsonProduct Moment.

umur rata-rata sampel sebesar 9,7


tahun.
1. Jenis Kelamin
Sampel penelitian ini terdiri dari 30
siswa (55,60%) perempuan dan 24
siswa (44,40%) laki-laki.
2. Distribusi
Sampel
Menurut
Ukuran Antropometri
a. Berat Badan
Berdasarkan pengukuran berat
badan sampel dapat diketahui
rata-rata adalah 28,09 kg,
dengan nilai minimal 18 kg dan
nilai maksimal 54,9 kg.
b. Tinggi badan
Berdasarkan pengukuran tinggi
badan sampel dapat diketahui
rata-rata tinggi badan sebesar
131,74 cm, dengan nilai minimal
sebesar 118,4 cm dan nilai
maksimal sebesar 150,1 cm.
c. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai IMT minimal yang
dimiliki sampel sebesar 12,35,
nilai maksimal sebesar 26,44,
dan rata-rata nilai IMT sebesar
15,99. Berdasarkan standar dari
Departemen Kesehatan RI maka
maka hasil perhitungan IMT
pada
anak
SD
dapat
dikategorikan pada tabel 7.
Sebagian
besar
sampel
mempunyai status gizi normal
yaitu 70,37%.

Hasil Penelitian
Karakteristik Sampel Penelitian
Pada penelitian ini karakteristik
sampel dilihat dari umur, jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan dan
nilai IMT. Hasil penelitian diketahui
bahwa umur minimal yang dimiliki
sampel 8,9 tahun, umur maksimal
yang dimiliki sebesar 11,5 tahun, dan

Tabel. 1 Distribusi frekuensi status gizi


IMT
Kurus
Normal
Resiko gemuk
Gemuk
Total

Jumlah
7
38
3
6
54

Persentase (%)
12,96
70,37
5,56
11,11
100.00

Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, dan Lemak (Nugrahaini Puji Astuti, dkk)

51

Tingkat
Konsumsi
Karbohidrat,
Protein dan Lemak Anak SD
Tingkat konsumsi karbohidrat,
protein dan lemak yang diperoleh dari
hasil recall konsumsi makan 24 jam
sebanyak 3 kali yang kemudian diolah
dengan
menggunakan
program
nutrisurvey dan dikonversikan ke
dalam unsur karbohidrat, protein dan
lemak dari 3 hasil recall masing-masing
dirata-rata dan dibandingkan dengan
Angka
Kecukupan
Gizi
(AKG)
individu
dikali
100%.
Tingkat

konsumsi karbohidrat, protein dan


lemak dikategorikan menjadi defisit
tingkat berat jika < 70% AKG, defisit
tingkat sedang jika 70-79% AKG,
defisit tingkat ringan jika 80-89% AKG,
normal jika 90-119% AKG dan lebih
jika 120% AKG (Hardiansyah dkk,
2004). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat konsumsi dan tingkat
kecukupan karbohidrat, protein dan
lemak dapat dilihat nilai minimal,
maksimal, rata-rata dan standart
deviasi, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel. 2 Distribusi Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein dan Lemak


Variabel
Konsumsi Karbohidrat (gr)
Tingkat konsumsi karbohidrat (%)
Konsumsi Protein (gr)
Tingkat konsumsi protein (%)
Konsumsi Lemak (gr)
Tingkat konsumsi lemak (%)

bahwa

Minimal
88,53
29
12,33
21
12,26
25

Hasil penelitian menunjukkan


distribusi frekuensi tingkat

Maksimal
391,40
174
68,96
99
89,26
143

Rata-rata
185,91
79,69
35,55
60,39
31,42
71,89

Standart deviasi
73,001
35,840
11,18
20,507
12,70
27,057

konsumsi karbohidrat, protein dan


lemak adalah seperti pada Tabel 3.

Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein dan Lemak


Variabel
Tingkat konsumsi karbohidrat:
Defisit tingkat berat
Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan
Normal
Lebih

52

Frekuensi

Persentase (%)

22
8
6
12
6

40,7
14,8
11,1
22,2
11,1

Tingkat konsumsi protein:


Defisit tingkat berat
Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan
Normal
Lebih

35
9
6
4
0

64,8
16,7
11,1
7,4
0

Tingkat konsumsi lemak:


Defisit tingkat berat
Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan
Normal
Lebih

28
5
7
10
4

51,9
9,3
13,0
18,5
7,4

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL. 2, NO. 1, JUNI 2009 Hal 49-60

Tabel 3 menunjukkan bahwa


sebagian
besar
sampel
tingkat
konsumsi karbohidrat tergolong defisit
tingkat berat sebanyak 40,7%. Masih
rendahnya
tingkat
konsumsi
karbohidrat dikarenakan kurangnya
konsumsi
makanan
sumber
karbohidrat, karena sebagian besar
sampel lebih banyak membeli jajanan
makanan ringan baik di lingkungan
sekolah maupun di lingkungan rumah.
Karbohidrat adalah sumber
energi dasar yang digunakan agar otot
tetap bekerja. Karena karbohidrat
penting untuk kontraksi otot maka
konsumsi karbohidrat sebanyak 60
hingga 70% energi total. Menurut
Koswara (2008) konsumsi karbohidrat
yang tinggi akan meningkatkan
simpanan
glikogen
tubuh,
dan
semakin tinggi simpanan glikogen
akan semakin tinggi pula aktivitas
yang dapat dilakukan, sehingga akan
mempengaruhi kesegaran jasmani.
Tabel 3 menunjukkan bahwa
sebagian
besar
sampel
tingkat
konsumsi protein tergolong defisit
tingkat berat sebanyak 64,8%. Masih
rendahnya tingkat konsumsi protein
dikarenakan kurangnya konsumsi
makanan sumber protein, kalaupun
menggunakan lauk hewani maupun
lauk nabati hanya dengan porsi yang
kecil. Protein merupakan suatu zat
makanan yang sangat penting bagi
tubuh, karena zat ini disamping
berfungsi sebagai bahan bakar dalam
tubuh juga berfungsi sebagai zat
pengatur pembangun. Sebagai zat
pembangun, protein merupakan bahan
pembentuk jaringan baru yang selalu
terjadi dalam tubuh (Almatsier, 2003).
Menurut Melinda et al (2002)
menyatakan bahwa orang yang
beraktivitas membutuhkan konsumsi
protein tinggi untuk membangun dan

memperbaiki kekuatan otot. Menurut


El-Khoury et al (1997) protein dapat
dipakai sebagai pengganti energi
selama latihan jika energi yang
dibutuhkan selama latihan tersebut
sudah habis, jika durasi olahraga
semakin lama maka energi yang
disumbangkan oleh protein juga
meningkat.
Tabel 3 menunjukkan bahwa
sebagian
besar
sampel
tingkat
konsumsi lemak tergolong defisit
tingkat berat sebanyak 51,9%. Masih
rendahnya tingkat konsumsi lemak
dikarenakan
masih
sedikitnya
konsumsi makanan sumber lemak
seperti susu, telur, sayuran bersantan
dan daging. Kalaupun menggunakan
makanan sumber lemak hanya dengan
makanan yang digoreng dan ditumis.
Lemak
merupakan
sumber
energi utama untuk pertumbuhan dan
aktifitas fisik bagi anak. Didalam
tubuh, simpanan lemak terutama
dalam bentuk trigliserida akan berada
di jaringan otot serta jaringan adipose.
Ketika sedang berolahraga, simpanan
trigliserida akan dipecah menjadi
gliserol dan asam lemak bebas untuk
kemudian
dimetabolisir
sehingga
menghasilkan energi. Pembakaran
lemak memberikan kontribusi yang
lebih besar dibandingkan dengan
pembakaran karbohidrat terutama
pada olahraga dengan intensitas
rendah (jalan kaki, jogging dan
sebagainya) dan kontribusinya akan
semakin menurun seiring dengan
meningkatnya intensitas olahraga.
Untuk membantu menjaga kecukupan
energi dan asupan nutrisi, konsumsi
lemak adalah sekitar 20-35% dari total
kebutuhan energi. Salah satu fungsi
penting lemak antara lain sumber
energi untuk kontraksi otot (Koswara,
2008).

Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, dan Lemak (Nugrahaini Puji Astuti, dkk)

53

Kesegaran Jasmani Anak SD


Nilai kesegaran jasmani diukur
dengan metode Harvard Step Test. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa
kesegaran jasmani minimal sampel
sebesar 25 tergolong kesegaran jasmani
sangat kurang, maksimal sebesar 142
tergolong kesegaran jasmani sangat
baik dan rata-rata kesegaran jasmani
sampel sebesar 101,38 tergolong

kesegaran
jasmani
sangat
baik.
Distribusi frekuensi kesegaran jasmani
berdasarkan kategori yang ditetapkan
Departemen Kesehatan (1990) dapat
dilihat pada tabel 4. Tabel 4
menunjukkan bahwa sebagian besar
sampel mempunyai tingkat kesegaran
jasmani tergolong sangat baik yaitu
75,90%.

Tabel. 4 Distribusi frekuensi tingkat kesegaran jasmani


Kesegaran Jasmani
Sangat kurang
Kurang
Sedang
Baik
Sangat baik
Total

Hubungan antara tingkat konsumsi


karbohidrat
dengan
kesegaran
jasmani anak sekolah dasar
Ada tidaknya hubungan antara
tingkat konsumsi karbohidrat dengan
kesegaran jasmani pada anak SD dapat
diketahui melalui uji korelasi PearsonProduct Moment, hubungan antara
tingkat konsumsi karbohidrat dengan
kesegaran jasmani dapat dilihat pada
Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa
sampel yang mempunyai tingkat
konsumsi karbohidrat defisit tingkat
berat memiliki status kesegaran
jasmani sangat kurang sebesar 18,2%
dan status kesegaran jasmani sangat
baik sebesar 68,2%.
Sampel
yang
mempunyai
tingkat konsumsi karbohidrat defisit
tingkat
sedang
memiliki
status
kesegaran jasmani sangat baik sebesar

54

Jumlah
6
3
1
3
41
54

Persentase (%)
11,10
5,60
1,90
5,60
75,90
100.00

75,0%. Sampel yang mempunyai


tingkat konsumsi karbohidrat defisit
tingkat
ringan
memiliki
status
kesegaran jasmani sangat kurang
sebesar 16,7% dan status kesegaran
jasmani sangat baik sebesar 66,7%.
Sampel yang mempunyai tingkat
konsumsi karbohidrat normal memiliki
status kesegaran jasmani sangat
kurang sebesar 8,3% dan status
kesegaran jasmani sangat baik sebesar
83,3%. Sampel yang mempunyai
tingkat konsumsi karbohidrat lebih
memiliki status kesegaran jasmani
sangat baik sebesar 100%. Tabel 5
menunjukkan kecenderungan bahwa
sampel
yang
tingkat
konsumsi
karbohidrat lebih memiliki kesegaran
jasmani
sangat
baik.

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL. 2, NO. 1, JUNI 2009 Hal 49-60

Tabel. 5 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kesegaran Jasmani


Kategori konsumsi
karbohidrat

Defisit tingkat berat


Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan
Normal
Lebih
Total

Kategori kesegaran jasmani


Total
Sangat
kurang
4 (18,2%)
0 (0%)
1 (16,7%)
1 (8,3%)
0 (0%)
6 (11,1%)

Kurang

Sedang

Baik

1 (4,5%)
1 (12,5%)
1 (16,7%)
0 (0%)
0 (0%)
3 (5,6%)

0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
1 (8,3%)
0 (0%)
1 (1,9%)

2 (9,1%)
1 (12,5%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
3 (5,6%)

Berdasarkan
hasil
analisis
Pearson-Product Moment menunjukkan
bahwa nilai p pada uji hubungan
tingkat konsumsi karbohidrat dengan
kesegaran jasmani adalah 0,096 dengan
nilai p tersebut, maka Ho diterima
karena nilai p>0,05, sehingga dapat
disimpulkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara tingkat konsumsi
karbohidrat dengan kesegaran jasmani
anak SD.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Ferry
(2004), yang
menyatakan
bahwa
tidak
ada
hubungan yang bermakna (p = 0,751)
antara tingkat konsumsi karbohidrat
dengan daya tahan jantung paru atlet.
Tidak adanya hubungan ini
kemungkinan karena faktor lain yang
mempengaruhi kesegaran jasmani
yang tidak diteliti dalam penelitian ini
antara lain keturunan, umur, aktifitas
fisik, kesehatan badan, status gizi, dan
konsumsi
mikronutrien
(kalsium,
kalium, natrium, klor, dan besi).
Keturunan yang berpengaruh terhadap
kapasitas jantung paru, postur tubuh,
obesitas, haemoglobin/sel darah dan
serat otot. Umur dari anak-anak
sampai umur 20 tahun, daya tahan
kardiovaskuler meningkat mencapai
maximal pada umur 20 hingga 30
tahun dan setelah itu berbanding
terbalik dengan usia. Aktivitas fisik
merupakan gerakan yang dilakukan
oleh tubuh dan sistem penunjangnya

Sangat
baik
15 (68,2%)
6 (75,0%)
4 (66,7%)
10 (83,3%)
6 (100%)
41 (75,9)

22 (100%)
8 (100%)
6 (100%)
12 (100%)
6 (100%)
54 (100)

yang biasanya dilakukan dalam


kehidupan
sehari-hari.
Kesehatan
seseorang akan mempengaruhi tingkat
kesegaran
jasmani,
sebab
ketidaksempurnaan
fungsi
tubuh
tertentu
akan
mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk melakukan
kerja (Tendean, 1995).
Karbohidrat merupakan sumber
kalori utama bagi hampir seluruh
penduduk dunia, khususnya bagi
negara yang sedang berkembang.
Apabila dikaitkan dengan aktivitas
olahraga, maka kebutuhan energi akan
meningkat, kebutuhan energi yang
meningkat
dikarenakan
sirkulasi
glukosa dalam darah meningkat
sehingga konsumsi karbohidrat juga
meningkat. Jika glukosa dalam darah
tidak bisa mencukupi selama latiahan
maka cadangan glukosa dalam tubuh
akan diambil. Berdasarkan hasil
penelitian sebagian besar tingkat
konsumsi karbohidrat defisit tingkat
berat, agar dalam aktivitas fisik
(olahraga) mencapai hasil maksimal
maka diperlukan tambahan energi
yaitu dengan menambah tingkat
konsumsi
karbohidrat
yang
dikonsumsi anak tersebut. Menurut
Guyton et al (1997) karbohidrat, lemak
dan
protein
semuanya
dapat
dioksidasi untuk menyebabkan sintesis
ATP (Adenosin triposphat) yang
merupakan salah satu bentuk energi,
akan tetapi karbohidrat merupakan

Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, dan Lemak (Nugrahaini Puji Astuti, dkk)

55

satu-satunya makanan yang bermakna


yang
dapat
dipakai
untuk
menghasilkan energi tanpa pemakaian
oksigen.
Hubungan antara tingkat konsumsi
protein dengan kesegaran jasmani
anak sekolah dasar
Protein
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan,
perkembangan,
pembentukan otot, pembentukan sel
darah merah, pertahanan tubuh
terhadap penyakit, enzim dan hormon,
dan sintesa jaringan badan lainnya.
Kebutuhan protein setelah berolahraga
sedikit meningkat karena dipakai
untuk pemulihan jaringan maupun
penambahan massa otot. Konsumsi
protein yang dianjurkan adalah 12
hingga 15% dari total kebutuhan energi
(Koswara,
2008).
Ada
tidaknya
hubungan antara tingkat konsumsi
protein dengan kesegaran jasmani
pada anak SD dapat diketahui melalui
uji korelasi Pearson-Product Moment,
hubungan antara tingkat konsumsi
protein dengan kesegaran jasmani
dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 juga menunjukkan


bahwa sampel yang mempunyai
tingkat konsumsi protein defisit
tingkat berat memiliki status kesegaran
jasmani sangat kurang sebesar 11,4%
dan status kesegaran jasmani sangat
baik sebesar 77,1%. Sampel yang
mempunyai tingkat konsumsi protein
defisit tingkat sedang memiliki status
kesegaran jasmani sangat baik sebesar
66,7%. Sampel yang mempunyai
tingkat konsumsi protein defisit
tingkat
ringan
memiliki
status
kesegaran jasmani sangat kurang
sebesar 16,7% dan status kesegaran
jasmani sangat baik sebesar 83,3%.
Sampel yang mempunyai tingkat
konsumsi protein normal memiliki
status kesegaran jasmani sangat
kurang sebesar 25,0% dan status
kesegaran jasmani sangat baik sebesar
75,0%.
Tabel
6
menunjukkan
kecenderungan bahwa sampel yang
tingkat konsumsi protein defisit
tingkat ringan memiliki kesegaran
jasmani sangat baik.

Tabel. 6 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kesegaran Jasmani


Kategori konsumsi
protein

Kategori kesegaran jasmani


Total
Kurang

Sedang

Baik

Defisit tingkat berat


Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan
Normal

Sangat
kurang
4 (11,4%)
0(0%)
1 (16,7%)
1 (25,0%)

2 (5,7%)
1 (11,1%)
0 (0%)
0 (0%)

0 (0%)
1 (11,1%)
0 (0%)
0 (0%)

Total

6 (11,1%)

3 (5,6%)

1 (1,9%)

Hasil uji hubungan tingkat


konsumsi protein dengan kesegaran
jasmani menggunakan analisis PearsonProduct Moment menunjukkan bahwa
nilai p adalah 0,347, sehingga dapat
disimpulkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara tingkat konsumsi

56

2 (5,7%)
1 (11,1%)
0 (0%)
0 (0%)

Sangat
baik
27(77,1%)
6 (66,7%)
5 (83,3%)
3 (75,0%)

35 (100%)
9 (100%)
6 (100%)
4 (100%)

3 (5,6%)

41 (75,9)

54 (100%)

protein dengan kesegaran jasmani


anak SD.
Tidak adanya hubungan ini
kemungkinan karena faktor lain yang
mempengaruhi kesegaran jasmani
yang tidak diteliti dalam penelitian ini
antara lain keturunan, aktifitas fisik,

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL. 2, NO. 1, JUNI 2009 Hal 49-60

umur, kesehatan badan, status gizi dan


konsumsi
mikronutrien
(kalsium,
kalium, natrium, klor, dan besi).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Widiany et al
(2007) bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pola konsumsi
protein dan kesegaran kardiorespirasi
atlet remaja.
Pengetahuan yang keliru seperti
seorang atlet membutuhkan protein
yang sangat tinggi masih berkembang.
Menurut Husaini (2000), menyebutkan
bahwa hasil penelitian mutakhir
membuktikan bahwa bukan ekstra
protein
yang
membentuk
otot,
melainkan latihan. Latihan yang
intensif
yang
membentuk
otot.
Penelitian oleh Dr. Frank Consolazio
seperti
yang
dikutip
oleh
Sumosardjuno
(1992),
ternyata
makanan dengan protein yang tinggi
tidak
memperbaiki
penampilan
olahraga. Penelitian-penelitian yang
telah dilakukan terbukti bahwa
makanan dengan kadar protein tinggi
tidak
memperbaiki
physical
performance
(penampilan fisik),
makanan dengan kadar protein tinggi
akan memberikan beban kerja ekstra
pada hati dan ginjal, protein bukan
suatu sumber instant energy seperti
karbohidrat,
metabolisme
sangat
panjang dan berliku-liku sebelum
menghasilkan energi (Tirtawinata et al,
1981).
Menurut
Almatsier
(2003),
protein merupakan suatu zat makanan
yang sangat penting bagi tubuh,
karena zat ini disamping berfungsi
sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun.
Kaitannya dengan aktifitas olahraga,
protein kurang dibutuhkan dalam
jangka
pendek, karena sifatnya

pembentuk jaringan baru, namun juga


sebagai cadangan energi yang tahan
lama, protein sebagai cadangan bahan
bakar apabila keperluan energi tubuh
tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan
lemak.
Hubungan antara tingkat konsumsi
lemak dengan kesegaran jasmani
anak sekolah dasar
Lemak merupakan zat gizi
penghasil energi terbesar, besarnya
lebih dari dua kali energi yang
dihasilkan karbohidrat. Satu gram
lemak dapat diubah menjadi sembilan
kkal
energi.
Olahraga
dengan
intensitas rendah dan sedang serta
dilakukan dalam jangka waktu lama,
energi
yang
dibebaskan
selain
karbohidrat, kebanyakan berasal dari
lemak (Primana, 2000).
Kontraksi otot terjadi karena
adanya energi hasil beta oksidasi asam
lemak bebas dan reaksi biokimiawi
dalam Jalur Krebs yang berasal dari
lipolisis
jaringan
lemak.
Otot
mendapatkan asam lemak bebas dan
menggunakannya dalam bentuk energi
biasanya ditentukan oleh konsentrasi
lemak dalam darah dan kemampuan
otot untuk oksidasi asam lemak.
Peningkatan kadar asam lemak bebas
dalam darah dan penggunaanya oleh
otot dapat mengurangi penggunaan
glikogen dan glukosa darah (Primana,
2000). Ada tidaknya hubungan antara
tingkat konsumsi lemak dengan
kesegaran jasmani pada anak SD dapat
diketahui melalui uji korelasi PearsonProduct Moment, hubungan antara
tingkat konsumsi lemak dengan
kesegaran jasmani dapat dilihat pada
Tabel 7.

Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, dan Lemak (Nugrahaini Puji Astuti, dkk)

57

Tabel. 7 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kesegaran Jasmani


Kategori konsumsi
lemak

Defisit tingkat berat


Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan
Normal
Lebih
Total

Kategori kesegaran jasmani


Total
Sangat
kurang
4 (14,3%)
0 (0%)
0 (0%)
1 (10,0%)
1 (25,0%)
6 (11,1%)

Kurang

Sedang

Baik

2 (7,1%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
1 (25,0%)
3 (5,6%)

0 (0%)
0 (0%)
1 (14,3%)
0 (0%)
0 (0%)
1 (1,9%)

1 (3,6%)
0 (0%)
1 (14,3%)
1 (10,0%)
0 (0%)
3 (5,6%)

Tabel 7 menunjukkan bahwa


sampel yang mempunyai tingkat
konsumsi lemak defisit tingkat berat
memiliki status kesegaran jasmani
sangat kurang sebesar 14,3% dan status
kesegaran jasmani sangat baik sebesar
75,0%. Sampel yang mempunyai
tingkat konsumsi lemak defisit tingkat
sedang memiliki status kesegaran
jasmani sangat baik sebesar 100%.
Sampel yang mempunyai tingkat
konsumsi lemak defisit tingkat ringan
memiliki status kesegaran jasmani
sangat baik sebesar 71,4%. Sampel
yang mempunyai tingkat konsumsi
lemak
normal
memiliki
status
kesegaran jasmani sangat kurang
sebesar 10,0% dan status kesegaran
jasmani sangat baik sebesar 80,0%.
Sampel yang mempunyai tingkat
konsumsi lemak yang lebih memiliki
status kesegaran jasmani sangat
kurang (25,0%) dan status kesegaran
jasmani sangat baik (50,0%). Tabel 7
menunjukkan kecenderungan bahwa
sampel yang konsumsi lemak defisit
tingkat sedang memiliki kesegaran
jasmani sangat baik.
Hasil uji hubungan tingkat
konsumsi lemak dengan kesegaran
jasmani menggunakan analisis PearsonProduct Moment menunjukkan bahwa
nilai p adalah 0,844, sehingga dapat
disimpulkan tidak ada hubungan yang

58

Sangat
baik
21 (75,0%)
5 (100%)
5 (71,4%)
8 (80,0%)
2 (50%)
41 (75,9%)

28 (100%)
5 (100%)
7 (100%)
10 (100%)
4 (100%)
54 (100)

signifikan antara tingkat konsumsi


lemak dengan kesegaran jasmani anak
SD. Tidak adanya hubungan ini
kemungkinan karena faktor lain yang
mempengaruhi kesegaran jasmani
yang tidak diteliti dalam penelitian ini
antara lain keturunan, aktifitas fisik,
umur, kesehatan badan, status gizi,
dan konsumsi mikronutrien (kalsium,
kalium, natrium, klor, dan besi). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ferry (2004), yang
menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara pola
konsumsi lemak dengan daya jantung
paru atlet sepakbola remaja.
Lemak
merupakan
sumber
energi
paling
padat,
yang
menghasilkan sembilan kkal untuk
tiap gram, yaitu dua setengah kali
besar energi yang dihasilkan oleh
karbohidrat dan protein dalam jumlah
yang
sama.
Lemak
merupakan
cadangan tubuh yang paling besar.
Untuk
menghasilkan
kesehatan
jasmani yang maksimal dan normal,
diharapkan anak dapat meningkatkan
tingkat konsumsi lemaknya sesuai
dengan anjuran. Di antara lemak yang
dikonsumsi sehari dianjurkan paling
banyak 10 % dari kebutuhan energi
total berasal dari lemak jenuh, dan 3-7
% dari lemak tidak jenuh ganda.
Konsumsi kolesterol yang dianjurkan

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL. 2, NO. 1, JUNI 2009 Hal 49-60

adalah 300 mg sehari (Almatsier, 4.


2003).
Pemberian
makanan
tinggi
lemak, kadar glikogen akan rendah,
maka daya tahan akan menurun.
Selain itu, asupan makanan tinggi
lemak juga dapat menyebabkan
obesitas, meningkatkan resiko jantung
koroner, stroke dan kanker (Penggalih
et al, 2007).

Saran
1.

Bagi Institusi Sekolah Dasar


Dapat digunakan sebagai bahan
informasi bagi sekolah dalam
meningkatkan gizi dan kesehatan
siswa melalui materi dalam mata
pelajaran pendidikan jasmani dan
kesehatan, serta memberikan
motivasi kepada anak untuk
dapat mengkonsumsi zat-zat
makanan
yang
mengandung
protein, lemak, dan karbohidrat
yang seimbang.

2.

Bagi Penelitian Lanjut


Diharapkan dapat meneliti faktorfaktor
lain
yang
dapat
mempengaruhi tingkat kesegaran
jasmani tidak hanya faktor tingkat
konsumsi karbohidrat, protein,
dan lemak yaitu keturunan,
aktifitas fisik, umur, kesehatan
badan, status gizi, status anemia
dan
konsumsi
mikronutrien
(kalsium, kalium, natrium, klor,
dan besi).

Kesimpulan
1.

2.

3.

Tidak terdapat hubungan antara


tingkat konsumsi karbohidrat
dengan kesegaran jasmani anak
sekolah dasar di SD N Kartasura
I, dengan nilai probabilitas (p) =
0,096.
Tidak terdapat hubungan antara
tingkat konsumsi protein dengan
kesegaran jasmani anak sekolah
dasar di SD N Kartasura I, dengan
nilai probabilitas (p) = 0,347.
Tidak terdapat hubungan antara
tingkat konsumsi lemak dengan
kesegaran jasmani anak sekolah
dasar di SD N Kartasura I, dengan
nilai probabilitas (p) = 0,844.

Daftar Pustaka
American Dietetic Assiciation (ADA). 2000. Nutrition and Physical Activity Fueling the active
Individual. Diakses tanggal 2 januari 2009. http://www.Presidents Council on Physical
Fitness and Sport/1-8.htm.
Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 28-104
Departemen Kesehatan RI. 1990. Petunjuk teknis kesehatan olahraga bagian pertama. Jakarta: 9-25
El-Khoury, AE., et al. 1997. Moderate exercise at energy balance does not affect 24-h leucine
oxidation or nitrogen retention in healthy men. Am J Physiol: 273: E294-E407.
Ferry. 2004. Hubungan antara pola konsumsi karbohidrat, lemak, dan faktor lainnya dengan daya
tahan jantung-paru atlet sepakbola PS. Semen Padang Devisi Utama PSSI Liga Bank Mandiri
IX tahun 2003. Tesis. Program Pascasarjana UGM Yogyakarta: Yogyakarta

Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, dan Lemak (Nugrahaini Puji Astuti, dkk)

59


Guyton, AC., Hall, JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiologi) edisi
9. EGC: Jakarta
Hardinsyah, DB., Retnaningsih, TH. 2004. Modul Pelatihan Ketahanan Pangan Analisis
Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi. Lembaga
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hidayati, L., et al. 2007. Pengembangan Model Suplementasi Fe dan Zn dalam Bentuk Permen pada
Anak Sekolah Dasar yang Anemia. Hasil Penelitian yang tidak dipublikasikan. UMS.
Surakarta.
Ilyas, IE. 2004. Nutrisi pada Atlet. Diakses 20 Agustus 2008. http://www.pdgmi.or.id
Khomsan, A, Yayuk, F, Meti, D. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta:
69-77
Koeswara. 2008. Konsumsi Lemak Yang Ideal Bagi Kesehatan. Diakses tanggal 4 November
2008. http://www.Ebookpangan.com
Melinda, MMM. 2002. Dietary recommendations and athletic menstrual dysfunction. Sports
Medicine 2002; 32(14): 887-901.
Penggalih, M. H. S. T, dan Huriyati, E. 2007. Gaya Hidup, Status Gizi dan Stamina Atlet Pada
Sebuah Klub Sepakbola. Berita Kedokteran Masyarakat Vol.23 No. 4
Polton Sport Science and Performance Lab. 2007. Nutrisi Penyedia Energi. Diakses tanggal 24
Agustus 2008. http://www.pssplab.co.id.
Primana, DA. 2000. Penggunaan Lemak Dalam Olahraga, Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga Untuk
Prestasi. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat: Jakarta

Sumosardjuno. 1992. Pengetahuan Praktis Pustaka Kesehatan dalam Olahraga. Gramedia


Pustaka Umum: Jakarta
Tendean, R. 1995. Kesegaran Jasmani Mahasiswa Pria. Fakultas Kesehatan Kedokteran.
Universitas Trisakti. Jakarta.
Tirtawinata, TC., Rachmat, HA. 1981. Pengelolaan gizi olahragawan yang memerlukan
Endurance. Disampaikan dalam seminar Sport Medicine FK Universitas Udayana
Denpasar tanggal 21-22 Desember 1981. Depdikbud Pusat Kesegaran Jasmani dan
Rekreasi: Jakarta
Widiany, L., Noerhadi, R. 2007. Hubungan antara pola konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak
dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul tahun 2007. Universitas
Gajah Mada: Yogyakarta: 24-61

60

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL. 2, NO. 1, JUNI 2009 Hal 49-60

You might also like