Jurnal Aqidah Akhlaq Kel. 2

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA) Maret, 2024. Vol. x, No.

y
http://journal.unugiri.ac.id/index.php/jurmia e-ISSN: 2807-1034
e-mail: [email protected] pp. xx-yy

Rukun Iman dan Fenomena Kontemporer


(Pillars of Faith and Contemporary Phenomena)
1
Nasywa Qorriayna La’aly, 2 Taqwi Matussholikhah, 3Siti Dwi Safitri Wulandari,
4
Fitria Nur Cholili
1234
PGMI, Fakultas Tarbiyah, UNUGIRI
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected],
4
[email protected]

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menelusuri konsep-konsep pemikiran islam kontemporer. Dewasa ini konsep-
konsep pemikiran tentang islam terus berkembang sesuai dengan gerak perubahan sosial. Ajaran islam
mewajibkan seluruh umat manusia untuk terus belajar dan menggunakan akalnya. Hal demikianlah yang
membuat konsep pemikiran islam bersifat dinamis. Agama islam adalah agama aqidah, agama ibadah,
agama pengetahuian, dan agama peradaban dengan demikian islam bisa diterima diseluruh penjuru
dunia. Islam adalah agama yang diwahyukan dan bukan agama budaya, namun islam tidak anti budaya.
Agama islam berfungsi untuk menkawal budaya dan pemikiran agar membawa kemaslahatan bagi
manusia. Pada zaman modern ini banyak sekali isu-isu temporer dalam dunia islam seperti isu
liberalisme, pluralisme, terorisme, dan kesetaraan gender. Kewajiban orang islam adalah harus mampu
berpikir rasional dan kritis untuk menyikapi hal demikian agar tidak melahirkan masyarakat yang
anarkis dan apatis. Sikap dialogis dan terbuka sangat diperlukan bahkan menjadi solusi utama untuk
memecahkan masalah tersebut.
Kata kunci: Rukun Iman, Fenomena, Kontemporer

Abstract
The article aims to explore several concept of contemporary Islamic thinking. It is the time several thinking
concepts about Islam which continually developed along with social change. Islamic doctrine obligated to all
humanity to learn and to use the mind. Accordingly, it created Islamic thinking concept is dynamic. Islamic
religion is faith religion, worship religion, knowledge religion, and civilization religion, therefore Islamic
religion received in direction of world. Islam is religion which was revelation of the god, and it is not cultural
religion, however Islam is not be opposed the culture.. Islamic religion has function to guard the culture and
thinking to bring the luck for humanity. In modern era, various temporary issues about Islam such a
liberalism, pluralism, terrorism, and gender equity. Moeslim obligation must be rational thinking and
critical thinking to respond it, therefore is not bearing anarchist and apathy society. Dialogist and openness
attitude must be necessary to become main solution to solve the problems.
Keywords: Pillars of Faith, Phenomenon, Contemporary

Copyright© 2024, Nasywa Qorriayna La’aly et al


https://doi.org/………………………………..
This is an open-access article under the CC-BY License.

Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |1


Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

PENDAHULUAN
Fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat saat ini adalah maraknya
budaya global yang patut diwaspadai. Fenomena tersebut merupakan akibat dari
adanya arus globalisasi yang sulit untuk dibendung keberadaannya. Sebagian
masyarakat menganggap bahwa hidup pada era sekarang ini, seseorang dapat dengan
bebas dan boleh melakukan apa saja sesuai dengan keinginannya. Hal ini dapat dilihat
dari anak-anak yang kita anggap sebagai generasi penerus bangsa tidak sedikit yang
suka minum minuman keras dan menjadi pengedar narkoba.
Banyak di siaran televisi yang memperlihatkan bahwa tidak sedikit anak seusia
sekolah menengah pertama terlibat dalam pencurian dan pergaulan bebas sehingga
tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan perkelahian antar pelajar.
Keprihatinan juga muncul ketika melihat fenomena peserta didik di Madrasah yang
notabenenya mengenyam pendidikan agama setiap hari justru malah berperilaku yang
kurang baik.
Keberadaan manusia sebagai makhluk individu dan sosial memiliki pengertian
bahwa manusia merupakan makhluk yang unik dan merupakan perpaduan antara
aspek individu sebagai perwujudan dari dirinya sendiri dan makhluk sosial sebagai 2
anggota kelompok masyarakat yang selalu membutuhkan kerja sama dengan yang
lainnya sehingga memiliki kepekaan sosial.1 Manusia sebagai makhluk individu dan
sosial akan menampilkan perilaku tertentu yang akan mempengaruhi antara individu
yang satu dengan individu yang lain.
Manusia pada konsep an-Naas lebih ditekankan pada statusnya sebagai makhluk
sosial. Perilaku sosial individu akan ditampilkan apabila berinteraksi dengan orang lain.
Sebagai makhluk sosial manusia memiliki dorongan untuk hidup berkelompok dan
bermasyarakat. Kehidupan sosial seperti itu diawali dari tingkat lingkungan sosial yang
terkecil yaitu keluarga, kerabat, tetangga, suku, bangsa hingga ke masyarakat dunia.
Manusia harus menempatkan diri dan berperan sesuai dengan statusnya dalam
masyarakat dan lingkungan tempat ia berada, karena setiap lingkungan ada tata
aturannya masingmasing yang harus dipenuhi agar dalam hubungan antara individu
satu dengan yang lain maupun dengan kelompok lingkungan yang lain akan terjalin
hubungan yang baik, lancar, dan harmonis.
Dengan demikian bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang
bermasyarakat, berawal dari pasangan laki-laki dan perempuan kemudian berkembang
menjadi suku dan bangsa, untuk saling kenal mengenal dan sebagai makhluk sosial,
individu tidak dapat hidup layak tanpa berhubungan dengan kelompok masyarakat
ataupun manusia lain.
Pergaulan antar individu dengan lainnya diawali dari kelompok terkecil yaitu
keluarga. Oleh karena itu, keluarga adalah peletak dasar pergaulan yang penting. Sebab
itu sifatnya sangat menentukan sikap atau perilaku seseorang dalam pergaulan. Peran
oran tua sangat menentukan bagaimana memberi pelajaran cara hidup yang baik
kepada anak-anaknya. Setelah itu anak-anak mengenal masyarakat diluarnya, baik itu
tetangga maupun masyarakat secara luas. Disinilah keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,
termasuk perkembangan sosialnya.
Manusia adalah makhluk yang dinamis, dan bercita-cita ingin meraih kehidupan
yang sejahtera. Namun cita-cita demikian tidak mungkin dicapai jika manusia sendiri itu
tidak berusaha untuk meningkatkan kemampuannya semaksimal mungkin melalui
pendidikan. Dalam menjalin hubungan antar sesama manusia harus dilandasi dengan
akhlak yang baik (akhlak alkarimah). Karena kepentingan akhlak ini tidak hanya
kehidupan keluarga dan bermasyarakat serta bernegara. Akhlak merupakan mustika
Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |2
Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

hidup yang membedakan antara manusia dengan binatang, karena akhlak yang mulia
termasuk perhiasan yang mulia sesudah iman dan taat kepada Allah SWT.
METODE PENELITIAN
Penulisan kajian ini menggunakan metode kepustakaan, atau biasa disebut dengan
literature review yang didasarkan oleh buku-buku, hasil penelitian, jurnal, dan artikel
yang terkait dengan sejarah perkembangan hadist.Jurnal yang digunakan dan dikaji
berbasis bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan rentang publikasi sejak 10 tahun
terakhir. Dengan penelitian kepustakaan ini, data yang dihimpun mengandalkan pada
teori-teori dari beberapa literature dan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti.
Pencarian jurnal dilakukan pada database elektronik pada OJS yang terpercaya
dan beberapa laporan penelitian lain di database Spinger, WoS, Scopus dan Garuda.
Kata kunci yang digunakan dalam pencarian jurnal adalah “history”,”development”and
“hadith”. Kriteria jurnal yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Membahas mengenai sejarah perkembangan hadist
b. Terdapat hasil yang dicantumkan di jurnal.
c. Memiliki sitasi yang bagus
Jurnal yang sudah dicari pada database mesin pencarian kemudian diunduh dan
disaring. Penyaringan dilakukan dengan membaca abstraknya terlebih dahulu. Abstrak
yang tidak memenuhi kriteria dieliminasi. Selanjutnya, jurnal yang memenuhi kriteria
dibaca secara menyeluruh untuk menentukan apakah jurnal tersebut tetap layak
digunakan atau tidak. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan cara
mempelajari berbagai sumber referensi dari beberapa hasil penelitian, baik jurnal
nasional maupun jurnal internasional yang dijadikan sebagai landasan teori. Peneliti
menganalisis, membandingkan, hingga menyimpulkan terkait topik- topik yang relevan
dengan judul peneliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Fenomena Kontemporer yang Menjadi Problem Keimanan
a. Pengertian Aqidah/Iman dan Globalisasi
Akidah adalah sebuah istilah yang tidak asing lagi bagi umat Islam. Bahkan
bisa dibilang pemahaman tentang akidah adalah landasan dari ajaran Islam.
Dalam istilah agama Islam, akidah juga bisa dimaknai sebagai iman. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, akidah adalah kepercayaan dasar atau
keyakinan pokok. Dalam bahasa Arab, akidah adalah kata yang berasal dari
al-'aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan(menetapkan), dan
ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat. Akidah adalah apa
yang diyakini oleh seseorang. Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu
kepercayaan hati dan pembenaran terhadap sesuatu. Sementara itu, menurut
istilah atauterminologi, aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak
ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Jadi, secara bahasa
akidah adalah keyakinan yang kokoh atas sesuatu sehingga tidak ada keraguan
yang mengiringinya. Keyakinan ini tentu saja harus sesuai dengan realita agar
akidah yang dimiliki menjadi benar.
Globalisasi adalah proses mendunianya suatu hal sehingga batas antara
negara menjadi hilang. Globalisasi didukung oleh berbagai faktor, seperti
perkembangan teknologi, transportasi, ilmu pengetahuan, telekomunikasi, dan
sebagainya yang kemudian berpengaruh pada perubahan berbagai aspek
kehidupan dalam masyarakat. Era Globalisasi ditandai dengan kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak dari kemajuan tersebut
tentunya melahirkan sisi positif sekaligus negatif. Dalam mengatasi dampak
Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |3
Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

negatifnya ini dibutuhkan suatu usaha yang serius untuk mengatasinya. Salah
satu usaha untuk menanggulanginya yaitu melalui pendidikan agama. Dalam
hal ini penanganan dan penanaman akidah dan akhlak merupakan salah satu
alat untuk mengatasinya, khususnya melalui pendidikan agama Islam yang
merupakan tuntutan dan kebutuhan mutlak bagi manusia muslim
b. Pengaruh Globalisasi terhadap Akidah
Umat Islam masa kini Globalisasi telah memengaruhi beberapa keadaan
umat Islam sekarang ini, seperti berikut:
Pola pikir yang sekuler Globalisasi ternyata ada juga membawa manfaat
bagi membuka cakrawala berfikir yang sangat luas dan dinamis, karena semua
khazanah keilmuan terbuka lebar dibumi ini serta dapat dikomunikasikan
kepada siapa saja melalui email, facebook, internet dan perpustakaan digital.
Dimasa kini seorang dosen dan guru akan menyampaikan kuliah atau
pelajarannya lewat internet, telecomfrens, sehingga boleh jadi seorang
mahasiswa atau pelajar tidak mesti duduk dalam ruangan kuliah, mereka boleh
dirumah, warung kopi dan di lapangan terbuka untuk mendengarkan kuliah
sang dosen. Belajar diera globalisasi ini pula dapat menimbulkan cara berfikir
yang skuler dan lebral, karena semakin derasnya arus berfikir Barat yang
sekuler dan lebral itu menebus fikiran, jiwadan emosi para mahasiswa dan
remaja umat Islam.
Berfikir sekuler dan liberal, merupakan akibat yang tidak terelakkan dari
proses modernisasi bangsa. Sekularisasi tanpa modernisasi tak ubahnya
bagaikan seperti mata uang yang tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Oleh
karena itu, dalam du sosial atau sosiologi ada sebuah teori terenal yang
mengatakan bahwa, makin maju suatu masyarakat, maka semakin menurun
komitmen mereka pada agama. "Maju" disini maksudnya adalah "Modern".
Fenomena budaya dan agama yang berkembang di Barat justru dijadikan
contoh oleh sebahagian umat Islam di Indonesia, sehingga mengamalkan ajaran
Islam yang bebas dan sekuler. Secara bebas maksudnya adalah yang
mengamalkan Islam secara parsial dan menurut hasil pemikiran semata serta
mengikuti kehendak sendiri. Dewasa ini adawacana agama universal yaitu
mengamalkan ajaran Islam menurut situasi dan kondisi, sehingga muncul
pengamalan shalat menggunakan bahasa Indonesia, melaksanakan haji tidaj
mesti ke Makkah sehingga boleh dilakukan di Indonesia.rakaat shalat boleh
ditambah dan dikurangi berdasarkan keperluan, dan shalat tidak perlu
dikerjakan secarafisik tetapi cukup berzikir (as-shalatu li zikri) hanya dengan
eling (ingat) kepada Allah.Terlalu banyak penyimpangan ajaran Islam yang
dilakukan oleh sebagian umat Muslimkarena terpengaruh oleh budaya barat.
c. Pentingnya Akidah di Era Globalisasi
Akidah merupakan fondasi utama Bangsa Indonesia menghadapi era
globalisasi. Akidah, terutama sangat penting bagi kaum muda, sebagai golongan
yang rentan tergoda oleh bujuk rayu ideologi dan gaya hidup yang merugikan.
Dengan akidah hidup seseorang tidak akan mudah terombang-ambing oleh
keadaan. Disamping itu akidah ibarat kompas dalam hidup kita yang mampu
menunjukkan arah yang benar saat kita kebingungan. Ilmu juga menjadi bagian
terpenting dalam menghadapi era globalisasi. Karena iman tanpa diimbangi
dengan ilmu, menurut dia, maka tidak akan ada gunanya, dan ilmu juga untuk
mengasah kecerdasan. Ia menegaskan, jika iman mengasah hati setiap orang
maka ilmu lah yang menyempurnakannya dengan memaksimalkan fungsi kerja
otak. Aqidah atau keyakinan merupakan unsur rohani manusia yang paling
besar perannya dan paling sering, dan banyak mengeluarkan instruksi kepada
Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |4
Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

anggota jasmani untuk melakukan suatu perbuatan. Aqidah yang benar akan
membuahkan aktifitas manusia yang benar, akan tetapi kalau sudah salah,
maka perbuatan manusia yang ditimbulkannya menjadisalah pula. Akhlaqul
Karimah mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan ketertiban dan
keharmonisan aktifitas kehidupan manusia.
d. Masalah Keimanan
Dalam agama Islam, terdapat 6 rukun iman yang harus diimani oleh semua
umatnya. Mengutip dari Rukun Iman, Hudarrohman (2012:1), rukun diartikan
sebagai dasar atau pokok yang wajib dikerjakan. Sementara iman berarti dasar
atau pokok kepercayaan.
Rukun iman adalah pokok-pokok kepercayaan dalam Islam yang harus
dikerjakan oleh orang-orang yang beriman. Terdapat 3 tahap rukun iman
dituangkan dalam diri manusia, yaitu.
1) Iman diyakini dalam hati.
2) Iman diikrarkan dengan lisan.
3) Iman diamalkan dengan anggota badan.
Umat Islam harus memiliki dasar agama yang kuat dalam diri masing-
masing. Agama bisa menjauhkan manusia dari berbagai perbuatan yang buruk
dan menyimpang. Namun, perkembangan teknologi saat ini bisa menguji
keimanan sebagian orang.
Contohnya adalah informasi yang semakin mudah didapatkan. Jika
informasi digunakan untuk tujuan mulia seperti belajar, tentunya akan
berdampak bagus. Tetapi, jika informasi justru digunakan untuk hal-hal negatif,
sudah pasti hasilnya buruk.
e. Masalah Keimanan yang Terjadi Saat ini:
1) Kaum mukmin saling mendengki karena berbagai hal sehingga akan
menjatuhkan lawan dengan cara yang tidak baik.
2) Kaum munafik yang membenci kaum mukmin karena kaum munafik ini
bisa mengadu domba umat Islam.
3) Kafir yang berperang melawan kaum mukmin karena mereka membela
mendukung perkara yang bathil dan menentang yang haq.
4) Tipu muslihat setan yang menyesatkan manusia sehingga membuat
manusia harus selalu waspada agar tidak terjerumus.
5) Godaan hawa nafsu di setiap diri mukmin yang sangat berat karena harus
melawan diri sendiri.
2. Fenomena Kontemporer yang Dapat Merusak Keimanan
Dalam konteks Islam, fenomena kontemporer yang berkaitan dengan
keimanan dapat mencakup berbagai hal, seperti kemunculan aliran atau kelompok
yang berbeda dalam pandangan dan praktik keagamaan, perkembangan ajaran dan
interpretasi baru terhadap Al-Qur'an dan Sunnah, serta pengaruh budaya dan nilai-
nilai luar yang mempengaruhi pandangan dan praktik keagamaan. Fenomena
tersebut dapat berdampak pada cara pandang dan praktik keagamaan yang
dijalankan oleh individu dan masyarakat secara umum (Nasrudin, 2021).
Fenomena kontemporer yang terkait dengan akidah dapat menimbulkan
berbagai tantangan dan perdebatan dalam masyarakat, seperti kontroversi dalam
interpretasi ajaran agama, ketidaksepakatan dalam praktik keagamaan, dan konflik
antara kelompok atau aliran yang berbeda. Namun, fenomena ini juga dapat
memberikan peluang bagi masyarakat untuk memperkaya pemahaman dan praktik
keagamaan mereka, dengan mengintegrasikan nilai-nilai dan ajaran baru yang
sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam (Shaleh, 2023).

Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |5


Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memperhatikan dan mengkaji
fenomena kontemporer yang terkait dengan akidah, dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip ajaran agama dan memperhatikan nilai-nilai dan tradisi Islam yang
telah ada sejak dahulu. Dengan cara ini, masyarakat dapat menjaga keutuhan
akidah dan memperkaya pemahaman dan praktik keagamaan mereka, sehingga
dapat mencapai kesejahteraan dan kesuksesan di dunia dan akhirat (Syafaq, 2021).
a. Islam Liberal
Pemahaman atau pemikiran liberalisme adalah satu istilah diantara
istilah-istilah untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang berkembang sejak
masa Reformasi Gereja yang mana menandakan berakhirnya abad pertengahan.
Disebut dengan istilah liberal, secara harfiah mempunyai arti “bebas dari
batasan” karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari
aturan dan pengawasan geraja dan raja.
Kata liberlisme barasal dari bahasa latin yaitu liber yang memiliki arti
bebas atau merdeka, sampai mengujung abad 18 Masehi, kata ini sangat
berkaitan erat dengan konsep manusia pada saat itu yang merdeka setelah
dibebaskan budak). Oleh karena itu muncul lah istilah liberal arts yang artinya
pengetahuan ini sangat berguna dan harus dimiliki oleh manusia yang merdeka.
Islam liberal dilihat dari segi makna maka akan terlihat sangatlah
kontradiktif, islam berasal dari bahasa arab yang artinya pasrah atau tunduk
patuh sementara kata liberal berasal dari bahasa Eropa lebih tepatnya yunani
yang artinya bebas.
Disamping itu liberalisme dalam artian barat memiliki arti yang positif,
akan tetapi jika dibawa ke dunia Timur terutama dunia Islam maka sudah
terlanjur memilki konotasi yang buruk dan negatif. Ia lebih banyak difahami
sebagai faham liarisme yang tidak mau tunduk kepada prinsip-prinsip, aturan-
aturan, kaidah-kaidah apapun kecuali keliaran itu sendiri. Tetapi meskipun
demikian jelas-jelas istilah tersebut sangat bertentangan atau memaksakan
sehingga menjadikan sebagai satu istilah Islam liberal untuk dapat diterima
dalam wacana dalam pemikiran islam (Latuapo, 2021).
b. Islam dalam Persoalan Terorisme
Teror berasal dari bahasa latin, terrere, artinya menimbulkan rasa
gemetar dan cemas. Teroisme berarti menakut-nakuti (to terrify). Menurut
bahasa, terorisme adalah melakukan sesuatu yang menyebabkan orang menjadi
panik, takut gelisah, tidak aman dan menimbulkan gangguan dalam bidang
kehidupan dan interaksi manusia. Sedangkan menurut syari’at, terorisme
adalah segala sesuatu yang menyebabkan goncangan keamanan, pertumpahan
darah, kerusakan harta atau pelampauan batas dengan berbagai bentuknya
(Prayoga, 2019).
Dari berbagai catatan sejarah, kejadian yang melanda umat saat ini,
bahwa kejadian dan aksi tidaklah keluar dari dua perkara, yaitu
1) Terorisme fisik, yaitu peristiwa yang sekarang terjadi puncak sorotan
masyarakat, berupa peledakan, penculikan, bom bunuh diri, pembajakan
dan seterusnya.
2) Terorisme ideologi (pemikiran/pemahaman), yaitu dengan menjelaskan
segala pemikiran menyimpang dan menyempal dari tuntunan Islam yang
benar. Sebas ideologi tersebut merupakan cikal bakal munculnya
terorisme fisik dan apabila tidak di berantas akan senantiasa menjadi
ancaman serius di masa yang akan datang.

Definisi dan kriteria teroris harus disepakati semua pihak, Marty Nata
Legawa Direktur Organisasi Internasional Departemen Luar Negeri
Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |6
Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

berpendapat, terorisme yang dipahami bersama adalah tindakan untuk


mencapai cita-cita politik yang dibungkus dalam kekerasan guna menciptakan
teror dan memakan korban rakyat sipil tidak berdosa. Kusnato Anggoro dari
Center for Strategic and International Studies (CSIS) terorisme merupakan
kegiatan untuk menciptakan kekhawatiran dengan tujuan pokok mengubah
kebijakan dengan tindak kekerasan sebagai instrumen di indonesia, menurut
kusnanto kelompok laskar jihad bukan berarti terorisme. Gerakan komando
jihad juga sulit dianggap teroris karena tidak memiliki ideologi dan tujuan yang
jelas serta berskala kecil. Sementara peledakan bom jelas merupakan teror,
karena menciptakan kekhawatiran luar biasa.
Mengikuti definisi di atas gerakan islam garis keras tidak identik dengan
teroris. Seperti kata K.H. Hasyim Muzadi “Orang Islam yang berwawan keras
kalau dia keras-kerasnya sendiri, apa hubungannya dengan teroris. Baru
disebut teroris kalau dia berbuat deskruktif diluar dirinya. Mana yang domestik
mana yang bagian dari terorisme internasional, dan mana yang wacana keras
tanpa mereka melakukan kekerasan tanpa melanggar hukum.
Perlu dibedakan kelompok militan agama yang memiliki kepekaan tinggi
terhadap masalah sosial dan bergerak mengatasinya dengan amar ma’ruf nahi
munkar (memerintahkan yang baik dan mencegah kemungkaran) dengan
kelompok miiltan yang memang menggunakan teror dan kekerasan. Militasi
agama-agama mengambil banyak bentuk. Meski sebagian kaum militan
cenderung beraksi dengan kekerasan dan teror, sebagian lainnya beraktifitas
tanpa kekerasan. Cukup banyak penganut agama militasi, yaitu bahasa
perjuangan sebagiannya menggunakan modus berperang, menyerang,
membalas serangan, berjuang atas mandat suci, dan berjuang dengan alat- alat
yang cocok dalam menjalankan tugas. Berdasarkan hal itu menurut david Little
(1996) ada empat tipe militasi agama : intoleransi dengan kekerasan,
intoleransi beradab, intoleransi toleransi tanpa kekerasan dan toleransi
beradab. Provokasi kerusuhan, dan pemicu konflik horizontal. Tidak sedikit
masyarakat awam bersikap ekstrem dan eksesif dalam beragama.
Menurut Yusuf Qardhawi(1981), ada beberapa indikator religius
extremism. Pertama fanatisme dan intoleransi, sebagai akibat dari prasangka
(prejudice), kekakuan (rigidity), dan kepicikan pandangan (lack of insight),
kemudian menggiring mereka untuk memaksa orang lain, baik dalam bentuk
terorisme intelektual seperti fitnah kafir, fasik (menyimpang), murtad. Kedua,
berlebih-lebihan atau melampaui batas, misalnya ada saja kelompok agama
yang cenderung mengambil garis keras (hard-line) yang hobi berdemonstrasi
dengan makian, hasutan dan bahkan ancaman bom. Para penganjur agama
kelompok ini mendoktrinasi orang awam dan memanipulasi solidaritas
kelompok akibat kedangkalan pemahaman agama. Ketiga, membebani orang
lain tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi. Keempat, keras dalam
memperlakukan diri sendiri dan orang lain sehingga asas praduga tak bersalah
tidak pernah dihiraukan. Semua ciri ekstrimisme agama yang otoriter dan
militeristik ini jelas membahayakan hak-hak orang lain. Ektremisme juga
melahirkan bahaya dan ketidaksamaan, serta mencabut rasa aman dan
perlindungan. Oleh karena itu harus ada perubahan paradigma dari sikap
beragama yang tidak manusiawi menjadi sikap beragama yang manusiawi.
Model humanistik ini merupakan model nilai, sikap, norma, praktik keagamaan
yang mendukung kehidupan tanpa kekerasan dan damai.
Sikap pertama dalam paradigma humanis ini adalah moderasi. Agamawan
ataupun awam yang moderat akan cenderungg santun dan seimbang. Santun
dalam menjalankan agamanya dan interaksi sosial. Seimbang dalam memenuhi
Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |7
Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

kebutuhan material dan spiritual, individual dan sosial, serta dalam hubungan
dengan tuhan, manusia, dan lingkungan alam. Mereka yang moderat akan
menjunjung keadilan dan kearifan dalam bersikap tidak gampang terhasut,
marah, menuduh, ataupun memaksa.
Cendekiawan muslim Nurcholish madjid (cak nur) berkata, kita umat
beragama berkewajiban untuk meningkatkan kesadaran bahwa agama sama
sekali tidak terkait dengan terorisme untuk mengatasi simpangsiuran
pengertian dan pemahaman dikalangan masyarakat nasional dan internasional.
Terorisme dengan teroris nya adalah teror dan kejahatan atas kemanusiaan
sementara agama adalah agama yang keduanya secara adil bertolak belakang.
Setiap aksi perusakan apalagi jika dilakukan dengan mengatasnamakan
ideologi keagamaan diyakini sangat membahayakan dan karena itu tidak bisa
ditolerir siapapun. Meski sering kali sulit ditemukan faktor-faktor penyebab
teror tampaknya bisa dilihat dari suatu pola umum, bahwa teror dengan skala
besar dilakukan menarik perhatian atau mengalihhkan perhatian dari sesuatu,
menumbuhkan sentimen permusuhan antar umat beragama dan kelompok, dan
mengakibatkan situasi kacau negeri dan dunia.
Dalam kenyataan sejarah agama bisa di jadikan alat pembenar terorisme
ketika penghayatan agama seseorang atau kelompok tertentu rentan,
sementara ada faktor lain politik atau ekonomi yang begitu kuat dan sering
akumulatif , maka keberagamaan pada saat itu terkalahkan oleh faktor-faktor
yang lebih kuat sehingga yang muncul kemudian adalah nafsu pemaksaan dan
kekerasan.
Ekstremitas faham dan gerakan cenderung membawa fanatisme,
kekerasan, dan bahkan terorisme. Pada kelompok-kelompok ekstrim,
pemahaman teologis yang parsial dan ekstrim mendorong tindakan kekerasan
untuk mencapai tujuan yang dianggap benar. Agama dianggap melegimitasi
tindakan kekerasan untuk mencegah kekerasan yang lebih besar dan
berkepanjangan. Kelompok ekstrem berkeyakinan kekerasan harus dilakukan
demi mencapai kondisi ideal menurut ideologi mereka. Keberagamaan yang
mampu menolak terorisme selalu berawal dari sikap keberagamaan yang
moderat. Bagi kalangan moderat, perdamaian antar kelompok manusia
memang rumit dan kompleks.s Tetapi bukan sesuatu yang mustahil dicapai
meski manusia sering dihadapkan pada pilihan pilihan sulit, pilihan moderat
(wasathan) akan menjamin kearifan berfikir dan bertindak. Meski isu-isu
terorisme yang transnasional itu masih terombang- ambing dalam dugaan dan
kenyataan usaha sinergis untuk mewaspadai dan menghadapi ancaman
terorisme sangatlah penting karena dampaknya begitu besar bagi stabilitas
nasional.
c. Pluralisme
Secara sederhana, pluralisme berasal dari kata “Plural” yang berarti
banyak atau lebih dari satu. Dalam kajian filosofis, pluralisme diberi makna
sebagai doktrin, bahwa subtansi hakiki itu tidaklah satu (monisme), tidak pula
dua (dualisme), melainkan banyak (jamak). Dalam The Oxford English
Dictionary, pluralisme dipahami sebagai suatu teori uang menentang
kekuasaan Negara monolistis, dan pula sebaliknya, mendukung desentralisasi
dan otonomi untuk semua unsur utama yang mewakili individu dalam
masyarakat dan Negara, serta keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu
badan, institusi dan lainnya harus terakomodasi dalam dinamika sosial.
Pluralisme Agama adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama,
Istilah pluralisme tersebut tidaklah dikenal secara popular masa Islam klasik
dan istilah ini dikenal secara popular sejak dua dekade tarakhir abad ke – 20
Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |8
Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

yaitu adanya fase pembinasaan yang merupakan kebijakan internasional barat,


suatu kebijakan yang berpijak pada superior barat untuk mencapai segala
sesuatu yang diinginkan dengan mengesampingkan berbagai hal yang bukan
berasal dari barat. dalam hal ini Islam adalah tujuan utamanya, dengan
memberikan beberapa isu sebagai senjatanya, misalnya intoleransi, anti-
demokrasi, fundamentalis, sektarian dan sebagainya. Sinyalemen tersebut juga
disampaikan oleh beberapa ilmuan sosial, khususnya yang berpaham orientalis,
yang menyatakan bahwa setelah perang dingin selesai musuh utama Barat
adalah Islam, baik Islam sebagai way of life ataupun sebagai gerakan politik
(Miftah, 2014).
Pluralisme agama merupakan faham kemusyrikan yang menyamakan
semua agama, dengan demikian maka penyembah berhala itu disamakan
dengan penyembah Allah SWT. Namun dalam model kemusyrikan sekarang
adalah bukan masalah penyembahannya yang dipentingkan namun
pemahamannya ditarik-tarik ke kemusyrikan yang diganti nama dengan
pluralisme agama, padahal telah kita ketahui bahwa kemusyrikan adalah dosa
tertinggi yang pelakunya bila tidak bertobat sampai meninggalnya tidak akan
masuk surga. Faham pluralisme memandang agama-agama yang ada di dunia
ini sebagai hal yang sama benarnya, sejajar, parallel, semua menuju kepada
jalan keselamatan, yang membedakan hanyalah teknis saja (Harto, 2020).
Kaum pluralis tidaklah sekedar mengakui sebuah agama itu sebagai
agama, lebih dari itu, meraka beranggapan bahwa semua agama mewakili
kebenaran yang sama, meskipun porsinya tidak sama, semuanya menjanjikan
keselamatan dan kebahagiaan, walaupun resepnya berbeda, terdapat banyak
jalan menuju Tuhan, semuanya bisa digunakan, tidak ada jalan buntu ataupun
yang menyesatkan (Wiratama, 2023).
Dari keterangan di atas dapat ditarik benang merah bahwa pluralisme
agama adalah faham kemusyrikan dan kesesatan yang merupakan propaganda
dari orang-orang musyrik untuk menjerumuskan orang-orang beriman terjebur
dalam jurang kemusyrikan padahal semua masalah tersebut telah terbantah
baik oleh oleh firman Allah ataupun hadis Nabi Muhammad SAW.
d. Islam dan Kesetaraan Gender
Secara teologis perempuan dan laki-laki diciptakan semartabat, sebagai
manusia yang se-citra dengan Allah. Namun tidak bisa dipungkiri, dalam
realitas kultural agama antara keduanya sering terjadi ketidakadilan yang
melahirkan kekerasan terutama kaum perempuan. Di masyarakat, kita kerap
menyaksikan kekerasan terhadap perempuan dengan berbagai manifestasinya.
Kekerasan fisik, emosional, psikologi, entah secara domestik maupun publik
(Supriatna, 2024).
Paradigma lain mengatakan bahwa islam merupakan sumber kekerasan
terhadap perempuan. Para agamawan telah mengsalah artikan, doktrin, ajaran,
bahkan teks-teks kitab suci yang meninggikan peran perempuan dalam agama.
Sebagai contoh ada sebuah teologi yang menyatakan bahwa perempuan
diletakkan dalam posisi sub-ordinasi terhadap suami. Pandangan teologis ini
melihat dari sebuah kisah tentang perempuan yang dituduh sebagai dosa asal
karena terbujuk iblis dengan memetik dan memakan buah terlarang lantas
memberikannya pada adam, suaminya. Sementara bnyak kalangan yang
menganggap kisah ini sebagai peminggiran islam.
Sampai sekarang banyak penafsiran ayat Al -Qur’an yang masih
diterjemahkan dan dipahami menurut pola pandang patriarchal. Artinya, masih
menonjolkan kepentingan kepetingan laki-laki. Akibatnya, kepentingan laki-laki
lebih di unggulkan daan ditonjolkan. Ini semua di akibatkan karena adanya
Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |9
Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

penafsiran agama yang sudah berumur ribuan tahun ditambah dengan adanya
budaya yang patriarkhi, adat istiadat, dan mitos-mitos tentang laki-laki dan
perempuan, berakibat laki-laki mempunyai perasaan dan kecenderungan
misogenis.
Padahal sebenarnya Islam adalah agama yang memihak kaum perempuan.
Sebagai contoh poligami, beberapa pendapat mnyatakan bahwa poligami itu
boleh, namun, sebaiknya mengkaji Al-Qur’an lebih dalam, lebih seksama dan
lebih teliti. Berikut ini ayat tentang poligami “nikahilah dua atau tiga atau
empat perempuan yang baik” Ayat ini jangan dipotong di situ saja, umumnya
orang memotong sampai penggalan ayat tersebut. Padahal, ada sambungannya
yang sering dilupakan. Lanjutannya berbunyi : “Sekiranya kamu khawatir tidak
dapat berlaku adil, maka kawini satu perempuan saja” Maksud dari adil disini
tidak hanya berupa materil tapi immaterial termasuk cinta, kasih sayang,
perhatian dan lain sebagainya. Jadi, yang dituntut dalam ayat ini yang sering
dijadikan justifikasi teologi poligami tersebut adalah keadilan immaterial.
Sedangkan disebutkan bahwa “engkau (suami) tidak aka mampu berbuat adil
atas perempuan meski engkau telah berusaha keras”. Jadi keadilan itu tidak
akan terwujud melalui poligami.
Sebelum nabi diutus, arab berada padaa zaman jahiliyyah yang
menganggap perempuan dianggap barang yang bisa dihadiahkan, dibagi-bagi,
diwariskan, bahkan mereka tidak menghendaki kehadirannya. Sehingga,
tersohorlah adat pemakaman bayi perempuan hidup-hidup. Tujuan Allah
mengutus rasulullah adalah untuk membebaskan kaum perempuan.
Beberapa contoh Al-Qur’an memihak pada kaum perempuan:
1) Dulu perempuan tidak boleh menerima warisan, namun sekarang boleh
meskipun perbandingannya satu banding dua dengan laki-laki.
2) Dulu perempuan tidak boleh menjadi saksi dalam sebuah perkara, namun
sekarang boleh meskipun minimal dua orang saksi perempuan yang
nilainya sama dengan satu orang saksi laki-laki (Ibnuddin, 2019).
3. Penyikapan Terhadap Fenomena Kontemporer
a. Kembali kepada Allah yang mana di mulai dari diri sendiri, maksudnya kita
harus berusaha menjadikan diri agar dekat dengan Allah dengan
mengerjakan apa yang di perintahkan Allah dan menjauhkan apa yang
dilarang oleh Allah.
b. Memberikan jam pelajaran dan mengevaluasi pelajaran akidah.
c. Membersihkan kitab-kitab yang merujuk akidah yang salah serta menolak
aqidah yang jahat.
d. Hadirannya pendidikan pesantren yang secara khusus mempelajari ilmu-
ilmu agama. Menghadapi arus globalisasi dengan segala dampak
negatifnya, sebaiknya para orang tua menyadari bahwa tidak cukup hanya
dibekali pengetahuan umum saja, melainkan juga pengetahuan agama. Oleh
karena itu, selain sekolah umum sebaiknya dibarengi dengan sekolah yang
berbasis keagaman seperti pesantren (Nurhidayati, 2021).

KESIMPULAN DAN SARAN


Pertumbuhan dan pengembangan sosial di tengah-tengah kehidupan umat adalah
keniscayaan yang akan senantiasa eksis dan berlanjut. Hal ini bertumpu kepada sebuah
fakta bahwa perubahan itu merupakan hakikat dari pertumbuhan dan pengembangan
sosial kemasyarakatan itu sendiri. Setiap masyarakat harus secara seksama menyadari
Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |10
Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

bahwa pengembangan masyarakat kontemporer yang terdapat di tengah-tengah


mereka harus menyadari secara seksama pentingnya menghidupkan kesadaran akan
munculnya globalisasi di antara kehidupan sosial yang ada.
ketika budaya dan kehidupan sosial yang terdapat di tengahtengah kehidupan
masyarakat perlu menginspirasi kepada fakta organis keduanya. Budaya dan kehidupan
sosial merupakan sebuah situasi yang keberadaannya akan senantiasa berdialektika
bersama untuk menghasilkan hakikat perubahan yang lebih nyata. Karena itulah, dalam
kenyataannya, konflik yang terjadi sebagai sebab dari munculnya conflict of interest
atau konflik kepentingan di tengah-tengah masyarakat mutlak dihindari guna
menyadarkan setiap pribadi bahwa perubahan itu adalah lokus utama dari
pertumbuhan dan pengembangan masyarakat secara umum dan masyarakat Islam
secara khusus.
Pertumbuhan dan pengembangan masyarakat Islam dalam kerangka masyarakat
kontemporer dibangun berlandaskan kepada dialektika yang tejadi pada dinamika
kehidupan mereka. Dinamika yang muncul di tengah-tengah mereka senantiasa akan
berdialektika dengan kecenderungan-kecenderungan pribadi atau kecenderungan
sosial yang mungkin keberadaan ini bisa menimbulkan konflik-konflik kepentingan
tertentu. Untuk alasan inilah, maka setiap pribadi perlu menyadari secara seksama
bahwa keberadaan mereka di tengah-tengah perkembangan sosial mustahil terhindar
dari friksi-friksi. Adapun friksi-friksi yang ada ini perlu disadari sebagai salah satu
modal untuk menyadarkan mereka bahwa hal ini adalah kensekuensi bagi
keberlangsungan sosial tersebut.
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas ,saran hanya ditujukan kepada penulis agar
dapat memperbaiki dalam penulisan jurnal-jurnal yang selanjutnya.

UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah yang Maha Esa. Tanpa Rahmat dan
karunia-Nya kami tidak akan dapat menyelesaikan penyusunan jurnal ini. Kami
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, cukup sulit bagi
kami untuk menyelesaikan penyusunan jurnal ini. Oleh sebab itu kami mengucapkan
terima kasih, terutama kepada Ibu Dosen pengampu mata kuliah Aqidah Akhlak dan
Pembelajaran di MI/SD, yaitu Ibu Dewi Niswatul Fitriyah, M.Pd yang sudah
membimbing dan mengarahkan kami, juga teman-teman yang ikut membantu dalam
penyusunan makalah ini. Sekian, terima kasih.

REFERENSI
Al Shaleh, M., & Hilmi, W. (2023). Dinamika Pendekatan Interdisipliner: Hambatan dan
Proyeksi dalam Penelitian Studi Islam. Jurnal Studi Islam dan Sosial, 6(2), 17-31.

Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |11


Nasywa Qorriayna La’aly et al Rukun Iman dan Fenomena

Busyra, Zainudin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlak dan Qur’an-Hadits. Yogyakarta:
Inazna book (2010) Ashar, F. (2018). Pengertian Globalisasi, Pengaruh, Dampak
Positif dan Negatifnya. Diaksesdari Abudin Nata, Aqidah Akhlak, Dirjen Binbaga
Islam, Jakarta, 1996.
FAUZAN, I. (2019). The Thinking of Contemporary Issues in Islamic World (Pemikiran
Isu-isu Kontemporer Dalam Dunia Keislaman). Al-Afkar, Journal For Islamic
Studies, 35-47.
Harto, J. (2020). DAKWAH DALAM TANTANGAN PAHAM PLURALISME AGAMA:(Studi
Pemikiran Adian Husaini tentang Dakwah dan Pluralisme Agama). AdZikra:
Jurnal Komunikasi & Penyiaran Islam, 11(2), 108-134.
Ibnudin (2019). Pemikiran Isu-Isu Kontemporer Dalam Dunia Keislaman. Jurnal for
Islamic Studies, 2(1), 38-46.
Latuapo, Ismail (2021). Islam Liberal, Sejarah Perkembangannya, dan Kritik serta
SaranTerhadap Pemikiran Islam Liberal. Jurnal Kajian dan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, 3(1), 57-60.
Miftah, Z. (2014). Pluralisme Agama Dalam Perspektif Islam. CENDEKIA: Media
Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Islam, 6(01).
Nasrudin, E., & Jaenudin, U. (2021). Psikologi Agama dan Spritualitas: Memahami
Perilaku Beragama dalam Perspektif Psikolog.
Nurhidayati, Eka (2021). Problematika Aqidah di Era Globalisasi. Makalah Aqidah
Akhlaq. 10-11.
Prayoga, A., & Sulhan, M. (2019). Pesantren sebagai Penangkal Radikalisme dan
Terorisme. Dirasat: Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, 5(2), 163-177.
Supriatna, E. (2024). ISLAM, TERORISME, PLURALISME, LIBERALISME DAN
KESETARAAN GENDER: SEBUAH ANALISIS ISU-ISU KONTEMPORER. Journal of
Scientech Research and Development, 6(1), 1-11.
Syafaq, H., Tohari, A., Nadhifah, N. A., Hanifah, U., & Candra, M. (2021). Pengantar Studi
Islam.
Wiratama, L. S. (2023). Analisis Kritis Terhadap Inklusivisme Clark. H. Pinnock Dan
Relevansinya Bagi Teologi Agama-agama di Indonesia. STT Bandung.

Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. x, No.y | |12

You might also like