7273 19649 1 PB
7273 19649 1 PB
7273 19649 1 PB
ABSTRACT
East Halmahera is the main area for developing rice and beef cattle in the North Maluku region. The cultivation of food
crops and livestock production generates substantial waste which requires proper management. Precise waste management
can reduce environmental pollution in agricultural areas while creating added value opportunities. Rice waste is used with
cow manure to produce biogas and organic fertilizer through anaerobic digestion technology. In this research, rice waste
and cow dung were used to produce biogas and organic fertilizer through anaerobic digestion. The research is a
continuation of previous studies on biogas production in a laboratory setting. The study is divided into two stages: firstly,
the production of biogas, and secondly, the creation of organic fertilizer from the remaining bioslurry. The performance
of a Modified Profile Anaerobic Reactor biogas digester was evaluated using standard parameters such as pH, temperature,
total solids, and flame duration. The nutrient content of the organic fertilizer was tested based on various parameters,
including C-organic, Nitrogen (N), C/N ratio, Phosphorus (P2O5), and Potassium (K2O). The results of the research
showed that a biogas reactor with a capacity of 2.200 kg produced 4.2 kg of biogas with a flame duration of 12 hours, 7
minutes, and 10 seconds. The average temperature during the process was 29°C, and the total solid organic material
decomposition was 33%. Total solid processed organic fertilizer with a C/N value of 16.53, C-Organic content of 24.16%,
macronutrients N 1.93%, P2O5 0.37%, and K2O of 1.75%.
Keywords: biogas, organic fertilizer, rice husks, cow dung, and East Halmahera.
DOI: https://doi.org/10.33387/jpk.v2i2.7273
205
dengan kurangnya informasi tentang potensi limbah dan setara 0.46 kg elpiji atau 0.65 liter minyak tanah, dan 3.50
belum berkembangnya keterampilan pengolahan limbah di kg kayu bakar (Elizabeth dan Rusdiana, 2018;
daerah ini. Hal ini mempengaruhi kebiasaan petani dalam Pertiwiningrum, 2016; Dianawati dan Mulijanti, 2015).
penanganan limbah. Karena itu Biogas layak menjadi alternatif pengganti
Dalam hal energi, keluarga petani umumnya minyak tanah maupun elpiji untuk memenuhi kebutuhan
mengandalkan bahan bakar minyak tanah. Sementara energi rumah tangga. Instalasi biogas memiliki tipe
sumber hara untuk tanaman budidaya dipasok dari pupuk bervariasi dan dapat disesuaikan menurut geografis,
kimia. Penarikan subsidi pemerintah terhadap energi dan ketersediaan bahan baku dan kondisi iklim. Tipe batch
pupuk telah menyebabkan naiknya harga minyak tanah, digunakan pada penelitian ini atas pertimbangan
berpotensi mendorong masyarakat beralih pada ketersediaan bahan sewaktu-waktu, dimana pada
penggunaan sumber energi kayu bakar. Sejalan dengan pengoperasian digester bahan dimasukkan sekali dan
penarikan subsidi tersebut harga pupuk juga semakin ketika produksi gas menurun dilakukan pergantian bahan
mahal. Kondisi ini telah meningkatkan tekanan pada dengan yang baru.
perekonomian keluarga petani. Padahal petani-peternak di Secara umum model plug flow sesuai digunakan di
Halmahera Timur selayaknya mampu memenuhi Wilayah Halmahera Timur menggunakan kotoran sapi dan
kebutuhan energi rumah tangga juga konservasi hara lahan limbah padi sebagai substrat bahan baku. Penggunaan
pertanian secara mandiri, terutama pada era dimana subsidi bersama kedua jenis bahan baku sebagai substrat digester
pemerintah untuk komoditas minyak tanah dan pupuk biogas berdasarkan uji skala laboratorium memperlihatkan
semakin berkurang. Bagaimanapun energi dan pangan kemampuan meningkatkan kuantitas dan kualitas biogas
merupakan elemen penting untuk memenuhi kebutuhan lebih baik dibandingkan penggunaan bahan tunggal.
dasar manusia, sehingga harus terpenuhi melalui berbagai Adapun rancang bangun plug flow dimodifikasi dengan
cara, termasuk pengalihan penggunaan sumber energi dari pertimbangan memiliki desain sederhana dan dapat dibuat
minyak tanah ke bahan bakar kayu yang diperoleh dari dengan bahan yang ada di lokasi sehingga mudah diadopsi
hutan sekitar. Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan dan dikembangkan oleh pengrajin local. Cara operasional
suatu upaya untuk memanfaatkan limbah sisa panen padi dan perawatan plug flow mudah, berbiaya murah,
dan kotoran sapi menjadi bahan bakar biogas untuk konstruksi instalasi tahan lama, dimana waktu penggunaan
keperluan rumah tangga, sedangkan bioslurry hasil berkisar lebih dari dua puluh tahun. Digester biogas efektif
samping produk biogas diolah menjadi pupuk untuk mengubah berbagai limbah organik menjadi biogas
menggunakan digester anaerobic. Digester anaerobic dengan beberapa keunggulan yaitu stabilisasi limbah,
(Anonimous, 2011; 2008; Ahring, 2003) mampu mengolah penyedia energi ramah lingkungan, produksi pupuk hayati
limbah jenis material sisa panen tanaman dan kotoran dan konservasi tanah, pengurangan emisi gas rumah kaca,
ternak dengan mengoptimalkan fungsi senyawa dalam penurunan tingkat deforestasi dan kemudahan teknologi.
setiap jenis bahan limbah secara komplementer untuk Fleksibilitas pencernaan anaerobik juga memungkinkan
meningkatkan biodegradabilitas dan memproduksi biogas, berbagai substrat organik yang dihasilkan petani seperti
serta pupuk organic dari bioslurry sisa olahan biogas tanpa limbah umbi-umbian, palawija, jagung dan kacang-
limbah sisa atau zero waste (Insam et al., 2015; Haryati, kacangan dapat digunakan sebagai substrat digester biogas
2006). (Arfian et al., 2017). Biogas akan dihasilkan dari proses
Teknologi biogas dengan konsep zero waste fermentasi anaeraob dengan prasyarat material memiliki
(Deublin and Steinhauser, 2008) memiliki beberapa C/N rasio 25-30, dan PH netral (Pambudi et al., 2018;
manfaat yaitu menyediakan energi alternatif, bersifat Iriani et al., 2017; Syamsudin, 2005). Selanjutnya bioslurry
terbarukan yang ramah lingkungan, memberikan biogas atau ampas biogas ditingkatkan nilai ekonomisnya
kontribusi positif dalam hal menekan laju pemanasan menjadi pupuk organic yang mengandung C-organik, N, P
global, mencegah eksploitasi kayu bakar di hutan, dan dan K dengan standar baku mutu pupuk sesuai SNI 7763:
memelihara konservasi lahan pertanian. Menghasilkan 2018. Pengolahan bioslurry dilakukan dengan penambahan
biogas dari reactor selain mudah pengoperasiannya, bahan mikroba dari isolate local produksi sendiri, dan brangkasan
baku limbah organic juga tersedia. Teknologi biogas dapat dari leguminosa. Pengolahan pupuk organic dilakukan
difungsikan dalam sistem manajemen limbah yang secara selama 40 hari dengan pengecekan rutin parameter
simultan memproduksi energi. Keunggulan teknologi ini temperatur, pH dan warna pada hari pertama sampai hari
terletak pada kemampuannya mengkonversi limbah terakhir.
organik menjadi energi dan mengolah sisa energi menjadi
pupuk organik. Digester biogas skala kecil (kapasitas 2.200 II. Metode Penelitian
liter) dapat digunakan secara luas untuk memproduksi a. Bahan Baku
biogas sebagai produk utama dan secara bersamaan Bahan baku atau substrat digester terdiri dari kotoran sapi
menghasilkan digestate berupa pupuk organic dari dan sekam padi. Fungsi sekam padi terutama sebagai
degradasi limbah. Kumulatif per kilogram limbah padi sumber karbon (Liepa dan Pelse,2014; Kahr dan Jäger.
memproduksi biogas rata-rata 0.03 m3 dan kotoran sapi 2011) Kotoran sapi bersumber dari dari peternakan sapi
menghasilkan biogas sebanyak 0.04 m3. Setiap m3 biogas
206
lokal, dan sekam padi dari penggilingan padi Wasile dan voleme gas 550 liter. Selanjutnya bahan baku kompos
Timur. Kotoran sapi dari spesies lokal digunakan karena dalam penelitian ini adalah slurry hasil samping biogas,
ketersediaannya sepanjang tahun. Digester biogas digestasi dengan penambahan brangkasan dari jenis legum kacang,
kontinyu diisi dengan campuran kotoran sapi menurut kedelai, dan sabut kelapa sebagai bulking agent. Bahan-
perhitungan pada persamaan 1, dengan pengenceran 1:1 bahan tersebut digunakan karena ketersediannya melimpah
ditambahkan ke dalam digester pada interval waktu reguler di lokasi penelitian.
empat hari sekali (Luthfianto et al., 2012) Pengadukan 1.1 Tahap Perancangan dan Tahap Eksperimental
influen dan katup limbah dikendalikan otomatis. Pembuatan Biogas
Pengawasan dilakukan pada campuran limbah dan di Rancang bangun bioreactor biogas menggunakan
dalam digester untuk memastikan bahwa tidak ada peralatan berupa penampung biogas, kompor biogas, inlet,
akumulasi padatan yang terjadi. Penggunaan EM4 untuk thermometer, tabung digester kapasitas 2.200 liter,
memastikan efisien stabilisasi limbah selama pencernaan pengaduk, katup outlet, dan manometer. Rancang bangun
anaerobik. Komposisi campuran substrat dilakukan dengan biogas model digester merupakan desain dimodifikasi
memperhitungkan C/N rasio, dihitung berdasarkan menggunakan system purifikasi yang dirancang sendiri.
persamaan Proses purifikasi berpengaruh pada optimalisasi
( y .B ) kandungan metana maupun produktifitas system biogas.
(x . A ) + + y = C …….…(1)
x+y Tahapan rancang bangun bioreactor biogas dimulai dengan
Dimana: tahap pembuatan instalasi biogas termasuk bak
x = bagian bahan I pengadukan, tahap pemasangan instalasi saluran biogas,
A= C/N rasio bahan I dan tahap operasional serta pengujian bioreactor.
y = bagian bahan II Pembuatan instalasi biogas meliputi penentuan lokasi
B = C/N rasio bahan II dengan kriteria utama bebas air tanah, tetapi dekat dengan
C = C/N rasio yang diharapkan sumber bahan baku. Kriteria lainnya yaitu ruang proses
Perhitungan komposisi substrat biogas pembentukan biogas harus kedap air dan udara, sehingga
dimaksudkan untuk mendapatkan C/N Rasio optimum reaktor harus kedap air dan kedap udara. Adapun
digester anaerobic. Kisaran C/N rasio yang baik sebagai pembuatan biogas meliputi tiga tahap yaitu, tahap
bahan baku biogas adalah 20 – 30. Adapun C/N ratio pelarutan, berlangsung pada temperatur 25ºC di
sekam padi dengan kotoran sapi masing-masing adalah 40 biodigester menurut metode Price dan Cheremisinoff
(Matin, et al., 2016; Anonimous, 2011; Sudarmanta et al., (1981) dalam I Putu Wiratmana et al., (2012); Tahap
2009). Penelitian ini menggunakan substrat terbaik yang Pengasaman, berlangsung pada temperatur 25ºdi
diperoleh dari eksperimen skala laboratorium yaitu, air, biodigester (Price dan Cheremisinoff, 1981). Untuk
kotoran sapi, sekam padi, dan EM4 dengan komposisi menjaga pH digester, pada awal pembuatan biogas
berturut-turut 45.45%; 36.36%, 18.18%, dan 1.5%. ditambahkan larutan air garam yang diasamkan; Tahap
Volume gas sebanyak 0.25% dari volume digester. Gasifikasi, sekitar 27 hari. Untuk menghasilkan biogas,
Kelebihan produksi gas ditampung oleh kantong gas bahan organik yang dibutuhkan, ditampung dalam
berkapasitas 0.56m3. biodigester. Tujuan penelitian ini adalah pengembangan
Bahan baku biogas seluruhnya diproses di dalam hasil eksperimen laboratorium ke tahap operasional guna
biodigester, dengan demikian volume biodigester penting mendapatkan biogas dari kotoran sapi dan sekam padi yang
dalam proses digesti bahan baku. Penentuan besarnya langsung digunakan untuk memasak. Eksperimen
volume digester mempertimbangkan beberapa faktor yaitu menghasilkan biogas tertinggi yaitu komposisi kotoran
digester dibuat untuk menyalakan komopor biogas dengan sapi dan sekam padi pada C/N rasio 25.51, selanjutnya
kebutuhan gas per rumah tangga adalah 1 - 2.5 m3, volume diimplementasikan pada pembuatan biogas skala rumah
digester, bahan digester yang digunakan, dan alasan tangga. Variabel yang diukur selama pembuatan biogas
memakai disain digester. Dalam penelitian ini model adalah, (1) Tekanan gas di dalam biodigester menggunakan
biodigester dipilih mengunakan tangki air. Penentuan persamaan PV=mRT (Nm). Pengukuran tekanan dilakukan
volume digester, mengikuti rumus perhitungan volume setiap 6 jam, yaitu dari pukul 06.00, pukul 12.00 sampai
tangki air, yaitu: pukul 18.00 mengacu pada Sugriwan et al., (2012) (2)
V= π.r2.t …………..….(Persamaan 2) Temperatur (oC); (3) Volume biogas Volume gas yang
diproduksi diukur setelah biodigester terisi penuh dan
Dimana:
aliran bahan berjalan tiap hari selama 2x27 hari. Volume
V = volume penampung gas berbentuk silinder, m3
gas dihitung dengan cara menghitung volume yang dapat
Π = konstanta nilai 3,14
dibentuk gas pada penyimpan sementara per hari dan
r = Jari – jari penampung gas, m3
diukur tekanannya. Pengukuran volume gas menggunakan
t = tinggi digester dalam satuan cm
perhitungan volume V= π.r2.t; (4) Uji nyala, meliputi
Berdasarkan persamaan tersebut maka kapasitas
warna dari nyala api, dan lama nyala api biogas yang
digester seluruhnya adalah 2.2m3 atau 2.200 liter. Total
dihasilkan (Ramadhani, 2017); (5) Total solid dihitung
subtract biogas dari volume biodigester adalah 1.650 liter,
207
berdasarkan persentase rasio bahan kering dan bahan Reactor biogas dengan kapasitas 2.200 liter.
basah; dan (6) Volume slurry (DeBaere L. 2000). menghasilkan biogas 4.2 m3. Produksi biogas mulai
1.2 Pembuatan Pupuk Organik terbentuk pada hari ke tiga sebesar 0.07 m3. Produksi
biogas memenuhi reactor pada hari ke sepuluh (0.54 m3),
Bioslurry yang dihasilkan dari pembuatan biogas di
dan dialirkan ke kantong penampung. Produksi biogas
peras untuk mendapatkan padatan sebagai bahan baku
diamati hingga hari ke dua puluh tujuh dengan hasil biogas
pupuk organik. Selanjutnya padatan bioslurry sebanyak
sebesar 4.2 m3. Pengamatan terhadap penggunaan 4.2 m3
300kg ditempatkan pada wadah di atas tanah dan diberi
biogas untuk masak kebutuhan rumah tangga
atap pelepah daun kelapa guna melindungi bahan dari
memperlihatkan nyala api selama 12 jam dan 07 menit 10
paparan matahari langsung. Bioslurry dirotasi
detik (Gambar 2). Sementara lama nyala api untuk
(pembalikan) secara merata setiap minggu selama empat
memasak pada hari ke delapan belas tercatat selama 5 jam
puluh hari, sesuai metode pengolahan bioslurry oleh
dan 50 menit 24 detik. Rata-rata harian nyala api biogas
Yayasan Rumah Energi (2014). Bahan campuran yang
setelah hari ke sepuluh hingga hari ke dua puluh tujuh
dipakai dalam proses pengolahan bioslurry menjadi pupuk
untuk kebutuhan masak rumah tangga berkisar antara 1 jam
organic yaitu air, legum kacang, legum kedelai, dan sabut
dan 6 menit, 7 detik sampai 3 jam dan empat menit, 9 detik,
kelapa. Komposisi masing-masing bahan adalah bioslurry
berkorelasi dengan waktu pemasokan substrat bahan baku
300 kg, campuran brangkasan kacang dan kedelai 150 kg,
biogas yang ditambahkan secara berkala ke dalam digester.
dan sabut kelapa 50 kg, arang sekam 50 kg, dan 300 ml
Penambahan substrat ini menyebabkan peningkatan
JMS atau bakteri isolate local yang diproduksi sendiri.
produksi biogas. Nilai energi dalam setiap 1 m3 biogas
Penambahan bahan campuran bertujuan meningkatkan
setara dengan 0.6 – 0.8 liter minyak tanah. Sementara itu
unsur hara pada pupuk organik. Sebelum ditambahkan ke
reactor biogas dengan kapasitas 2.200 kg menghasilkan
slurry biogas bahan campuran dari legum kacang, kedelai
biogas 4.2 m3 yang berdasarkan penggunaan nyala api
dicacah terlebih dahulu dengan ukuran ± 0.5cm, Adapun
setara dengan 5.88 kg elpiji. Nyala api adalah salah satu
sabut kelapa dihaluskan dengan cara ditumbuk, untuk
indikator keberhasilan proses fermentasi pada reactor
memudahkan berlangsungnya proses dekomposisi.
biogas. Guna menjamin dan meningkatkan produktivitas
Campuran diaduk secara manual. Pencatatan temperatur,
mencapai standar perolehannya (4.2 m3 biogas),
pH, warna dan bau dilakukan selama proses fermentasi
biodigester memerlukan kelengkapan optimal pilihan
selang interval waktu pengukuran setiap 3 hari mulai hari
perangkat perlengkapan instalasi lengkap terdiri dari mini
ke-1 sampai hari ke-27.
kompresor, pemurni biogas, gas flow meter, pompa lumpur
tersirkulasi, mesin pencacah bahan bakar biogas, grinder,
dan perangkat lain sesuai standar pembangkitan kualitas
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
biogas murni (biometan) (Ai-Jie Wang and Wen-Wei,
a. Produksi Gas dan Lama Nyala Api
2017; Al Saedi et al., 2008).
4.2
3.9
3.6
3.4
3.2
3.0
Peoduksi Gas (M3)
2.7
2.5
2.3
2.1
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.7
0.5
0.4
0.3 0.3
0.1 0.1 0.2
0.0 0.0 0.1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Hari Pengamatan
Gambar 1. Produksi biogas hasil reaktor biogas Modified Profile Anaerobic Reactor tipe batch.
208
12.7
11.7
10.9
10.2
9.5
Lama Nyala Api (Jam)
8.9
8.1
7.6
6.9
6.2
5.5
4.8
4.2
3.6
3.0
2.5
2.0
1.6
1.2
0.8 0.9
0.4 0.4 0.6
0.0 0.0 0.2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Hari Pengamatan
Gambar 2. Lama nyala api hasil reaktor biogas Modified Profile Anaerobic Reactor tipe batch.
32
31
30
Suhu (oC)
29
28
27
26
25
24
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Hari Pengamatan
Gambar 3. Temperatur reaktor biogas Modified Profile Anaerobic Reactor tipe batch.
7.60
7.50
7.40
7.30
7.20
7.10
pH
7.00
6.90
6.80
6.70
6.60
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Hari Pengamatan
Gambar 4. pH reaktor biogas Modified Profile Anaerobic Reactor Tipe Batch.
209
Warna api biru biogas mengindikasikan korelasi dengan perkembangan bakteri dan pembentukan gas
nyala api dengan proses penguraian bahan organik secara metan. Terkait dengan proses anaerobik di dalam reactor,
anaeorob. Lama nyala api waktu pengujian pada hari ke17 Ahring (2003) menyatakan bahwa normalnya memiliki
pengisian bahan pertama adalah 17 menit 53. Pada dua kisaran temperatur yaitu 25-40oC, untuk tingkatan
pengisian bahan selanjutnya, setiap 3 hari sekali mampu mesofilik dan lebih dari 40oC untuk tingkatan termofilik.
menghasilkan 1 kg gas, dan mampu menyalakan api pada Kondisi temperatur ini dapat dipengaruhi oleh
kisaran 38 menit. Nyala api berwarna biru, lingkungan sekitar yang secara tidak langsung ikut
mengindikasikan biogas dari penguraian bahan organic mempengaruhi bahan di dalam biodigester tipe bath
jenis biomasa limbah padi dan kotoran sapi sebagian besar berbahan polyethylene. Pada kondisi temperatur 27-32oC
terdiri dari 50-70% metana (CH4), 30-40% karbondioksida memungkinkan terjadi proses degradasi senyawa komplek
(CO2) dan gas lainnya dalam jumlah kecil (Ahring, 2003). limbah organik lebih cepat dan kontinyu. Kisaran
Biogas dari sistem teknologi tepat guna melibatkan bakteri temperatur tersebut optimun pada perlakuan kondisi
anaerob umumnya terdiri atas 70 persen gas metana serta digestasi anaerobic, sebagaimana pernyataan Irawan dan
sedikit gas lainnya (Luthfianto et al., 2012; De Baere, Khudori (2015); Darmanto et al., (2012) bahwa operasi
2000). Biogas kotoran sapi dan sekam padi hasil fermentasi fermentasi anaerobik dilakukan pada temperature
memiliki nilai kalor 590 – 700 kkal per kubik, sehingga mesofilik, pada kisaran 28 – 45oC. Pada kondisi tersebut
mampu menghasilkan energi yang disetarakan dengan 0.5 produksi biogas mulai dihasilkan dalam durasi sekitar
kg gas alam cair, dan 0.5 liter minyak tanah sepuluh hari, dimana produksi biogas optimum
(Pertiwinigrum, 2016). membutuhkan waktu selama delapan belas hari, dan
Produksi biogas juga berhubungan dengan produksi biogas masih kontinyu stabil sampai pengamatan
karakteristik bahan baku, temperatur, pH, kandungan air, hari ke dua puluh tujuh. Sejalan dengan pencatatan
dan perkembangan mikroba. Komponen bahan baku temperature, maka pencatatan pH biodigester selama
terutama adalah rasio C-N. Rasio C-N yang optimum pada proses pembentukan biogas berkisar antara 6.7–7.55
bioslurry yang digunakan berkisar antar 25:1 – 30:1. Bahan (Gambar 4), cenderung mendekati netral.
organik yang mempunyai rasio C/N tinggi adalah sekam Kisaran pH mempunyai peran yang cukup penting
padi. Kadar karbon (C) pada sekam padi sebesar 38,9 % pada proses pembentukan gas metan di dalam biodigester,
dan kadar nitrogen (N) dalam sekam padi sebesar 0,6 %. dan produksi biogas yang dihasilkan dari penelitian ini
Selain itu, sekam padi juga mengandung hydrogen (H) berada pada kisaran pH netral. Sejalan dengan laporan dari
sebesar 1.33%, oksigen (O) 33.64%, dan silica 16.98%. Pambudi et al., (2018), Iriani et al., (2017), bahwa kisaran
Karakteristik lain yang dimiliki sekam padi adalah pH terbaik untuk produksi biogas berkisar antara 6.5-7.5.
kandungan zat volatile matter yang tinggi berkisar antara Kendati demikian beberapa penelitian melaporkan kisaran
60-80% (Kahr and Jäger, 2011). Rasio C-N berhubungan pH antara 7.6-8.0 masih cukup baik, bahkan apabila
dengan pola konsumsi karbon bakteri anaerob sekitar 30 menggunakan bahan baku berbeda.
kali lebih cepat dibanding nitrogen. Jika C/N terlalu tinggi,
1.2. Jumlah Total Solid dan Kandungan Hara Pupuk
nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri
Organik Olahan Bioslurry
metanogen untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya
Total solid yang dihasilkan sebesar 33%, dihitung
dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon akibatnya
menggunakan persentasi dari rasio bahan kering dan bahan
gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N
basah (sebanyak ¾ dari volume biodigester, setara dengan
rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam
1.650 liter, sementara volume udara 550 liter). Persentase
bentuk amonia (NH4) yang dapat meningkatkan pH. Jika
total solid yang dihasilkan ini berada pada kisaran
pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh
pemrosesan bahan organik normal yaitu 20-40%
negatif pada populasi bakteri metanogen. Kotoran ternak
(Syahputra, 2009). Sebanyak 300 kg total solid tersebut
sapi mempunyai rasio C/N sekitar 24. Sementara itu,
diolah menjadi pupuk organic padat dengan menambahkan
beberapa parameter lingkungan internal biodigester
sejumlah bahan pendukung. Hasil analisis pupuk organic
berkorelasi dengan pembentukan biogas yaitu, temperatur,
padat bioslurry memperlihatkan kandungan unsur hara di
pH atau keasaman, dan jumlah total solid.
dalam pupuk organik padat hasil olahan total solid dengan
1.1. Temperatur, dan pH Biodigester
nilai C/N 16.53, C-Organik 24.16%, hara makro N sebesar
Rata-rata temperatur biodigerster dimana proses
1.93%, P2O5 sebesar 0.97%, dan K2O sebesar 1.75%. Hasil
anaerobic terjadi berkisar 27-32oC. (Gambar 3).
menunjukkan bahwa pupuk organic padat olahan bioslurry
Temperatur di dalam digester tersebut disebabkan adanya
menghasilkan kadar C-Organik, rasio C/N sesuai syarat
aktifitas anaerob oleh bakteri yang menyebabkan
mutu pupuk organik padat berdasarkan SNI 7763: 2018.
peningkatan temperatur di dalam digester, disamping
Kandungan hara pupuk organic padat olahan bioslurry
kondisi digester yang terpapar langsung oleh sinar
dapat digunakan sebagai pupuk organic yang ditujukan
matahari. Menurut Syamsudin (2005), selain jenis bahan,
untuk menaikkan tingkat keseburan lahan, dari subtitusi
produksi biogas juga dipengaruhi oleh temperatur, dan pH.
total solid. Kandungan hara pupuk organic olahan bioslurry
Kondisi temperatur menjadi salah satu hal yang dapat
dipengaruhi oleh jenis bahan baku bioslurry, bahan
mempengaruhi produktivitas biogas, karena berkaitan
210
campuran, dan pengolahan total solid menjadi pupuk Handbook of Biogas. Denmark. Al Saedi (ed).
organic padat. Temperatur lingkungan pengolahan University of Southern Denmark Esbjerg. Denmark.
bioslurry cukup optimal (rata-rata 29oC). Temperatur 126 pp.
optimal akan berpengaruh positif terhadap waktu proses Ai-Jie Wang H.Q. Y., Wen-Wei. 2017. Advance in Biogas
dan sesuai dengan yang telah ditentukan. Technology. Educ. Technol. Soc., 20 (1): 237–247.
Darmanto, A., S., Soeparman, dan D., Widhiyanuriawan.
2012. Pengaruh Kondisi Temperatur Mesophilic
IV. KESIMPULAN (35ºC) Dan Thermophilic (55ºC) Anaerob Digester
Penelitian limbah padi dan kotoran sapi untuk Kotoran Kuda Terhadap Produksi Biogas. J.
menentukan kemungkinan pemanfaatannya sebagai Rekayasa Mesin. 3(2):317-326.
sumber energi alternatif produksi biodigester, mampu DeBaere L. 2000. Anaerobic digestion of solid waste:
menghasilkan energi untuk kebutuhan masak skala rumah state-of the art. Water Sci Technol 41 (3): 283-290.
tangga dengan lama nyala api mencapai kisaran 12 jam. Deublin, D., and A., Steinhauser. 2008. An introduction
Adapun hasil pengolahan slurry biogas dari biomasa sekam Biogas from waste and renewable resources. Wiley-
padi dikombinasikan kotoran sapi local dengan VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Weinheim.
penambahan bahan campuran menghasilkan pupuk organic 450pp.
untuk digunakan sebagai sumber hara komoditi pertanian Dianawati, M. dan S.L., Mulijanti. 2015. Peluang
pangan dimana nilai hara berada pada kisaran sesuai Pengembangan Biogas di Sentra Sapi Perah. Balai
dengan SNI pupuk organic yang ditentukan. Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. J.
penelitian ini dapat menjadi panduan berguna dalam Litbang Pert. 34(3): 125-134.
penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan kondisi yang Elizabeth, R. dan S., Rusdiana. 2018. Efektivitas
diperlukan dalam upaya menghasilkan biogas dan pupuk pemanfaatan biogas sebagai sumber bahan bakar
organic dari limbah lokal di Halmahera Timur. Biodigester dalam mengatasi biaya ekonomi rumah tangga di
dirancang memiliki konstruksi sederhana, mudah dibuat pedesaan. pse.litbang.pertanian.go.id. diakses
ulang, system operasional sederhana dan aman, lahan Maret, 2018.
biodigester relative kecil, produksi gas optimal, sehingga Goel, A. and W., Leela. 2016. Ethanolo production from
bermanfaat secara ekonomi maupun lingkungan, terutama Rice (Oryza sativa) straw simultaneous
untuk mencegah eksploitasi kayu bakar dan meningkatkan saccharificaton and cofermentation. Indian J. of
konservasi lahan pertanian Experimental Biology. 54: 525-529.
Haryati, T. 2006. Biogas: limbah peternakan yang menjadi
UCAPAN TERIMA KASIH sumber energi alternative. Wartazoa.16 (3): 160–
Tim peneliti menyampaikan terimakasih kepada 169.
Jajaran Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LPPM) Insam, H., M., Gomez-Brandon, and J., Ascher. 2015.
Universitas Khairun yang memberikan dukungan dalam Manure-based biogas fermentation residues: Friend
hal pendanaan sehingga kami dapat melakukan dan or foe of soil fertility? SoilBiol. Biochem. 84: 1-14.
menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih Tim Peneliti Irawan, D., dan A., Khudori. 2015. Pengaruh Suhu
kepada Kelompok Tani dan warga di lokasi penelitian atas Anaerobik Terhadap Hasil Biogas Menggunakan
kerja sama dan dukungan yang diberikan kepada Tim Bahan Baku Limbah Kolam Ikan Gurame. Turbo: J.
Peneliti selama proses pelaksanaan penelitian hingga Program Studi Teknik Mesin. 4(1):17-22.
penyelesaiannya. Iriani, P. Y., Suprianti, dan S., Yulistiani. 2017. Fermentasi
Anaerobik Biogas Dua Tahap Dengan Aklimatisasi
REFERENSI dan Pengkondisian pH Fermentasi. J. Tek. Kim.
Anonimous, 2020. Halmahera Timur Dalam Angka. Badan Ling. e-ISSN:2579-97461. (1):1-10.
Pusat Statistik. 252 pp. Ismail, M. S. and A. M., Waliuddin. 1996. Effect of Rice
--------------, 2011. Biogas pembuatan konstruksi, Husk Ash on High Strength Concrete. Construction
operasional dan pemeliharaan instalasinya. Badan and Building Materials. 10 (1): 521– 526.
Litbang Pertanian.3408. 15 pp. Kahr, H. and A. G. Jäger. 2011. Improvements in
--------------, 2008. Panduan untuk produksi dan Bioethanol Production Process from Straw. Work
pemanfaatan biomassa. Yokoyama, S. dan Renewable Energy Congress. 2011. 8-13 May.
Matsumura, Y. (ed). Kementerian Pertanian, Linkôping. Sweden:560-565.
Kehutanan dan Perikanan. 365 pp. Liepa, K.N., and M. Pelse. 2014. Biogas production from
Ahring, K.B. 2003. Perspective for Anaerobic Digestion In agricultural raw materials. J. Economic Science for
Biomethanation I (Advences In Biochemical Rural Development. ISSN. 1691-3078. ISBN 978-
Engineering/Biotechnology Vol 81), ed. T. Scheper. 9934-8466-1-8. (34).
Biocentrum, Denmark:1-30. Luthfianto, D., E. Mahajoeno, dan Sunarto. 2012.
Al Saedi, D. Rutz, H., Prassl, M., Kottner, T. Pengaruh macam limbah organik dan pengenceran
Finsterwalder, S. Volk, and R. Janssen. 2008. terhadap produksi biogas dari bahan biomassa
211
limbah peternakan ayam. ISSN: 0216-6887, DOI:
10.13057/biotek/c090104. Biotek. 9(1): 18-25.
Matin, H.H. A., Syafrudin, W.D., Nugraha. 2016.
Pengaruh c/n ratio pada produksi biogas dari limbah
sekam padi dengan metode solid state anaerobic
digestion (ss-ad). J. Tek.Lingk. 5(4).
Pambudi, S., M.R., Kirom, dan A., Suhendi. 2018.
Pengaruh Kadar Keasaman (pH) Terhadap Produksi
Biogas dengan Menggunakan Campuran Kotoran
Hewan dan Substrat Kentang Busuk Pada Reaktor
Anaerob. Proceeding of Engineering. 5(3): 5770-
5776.
Pertiwiningrum, A. 2016. Buku Instalasi Biogas. Pusat
kajian Pembangunan Peternakan Nasional. ISBN:
978-602-749-290-5. CV Kolom Cetak. Yogyakarta.
51pp.
Ramadhani, D. 2017. Pembuatan biogas dengan substrat
limbah kulit buah dan limbah cair tahu dengan
variabel perbandingan komposisi slurry dan
penamahan cosubstrat kotoran sapi. Univ.
Muhammadiyah Surakarta. 12 pp.
Setiarto, R. H. B. 2013. Prospek dan potensi pemanfaatan
lignoselulosa jerami padi menjadi kompos, silase
dan biogas melalui fermentasi mikroba. J. Selulosa
3 (2):51-66.
Sudarmanta B. D. B,.Murtadji, dan D. F., Wulandari. 2009.
Karakterisasi gasifikasi biomassa sekam padi
menggunakan reaktor downdraft dengan dua tingkat
laluan udara. Seminar Nasional Tahunan Teknik
Mesin (SNTTM) ke-8 Semarang, 11-14 Agustus
2009.7p.
Sugriwan, I., A. J., Fuadi, S., Riadi, Rahmadiansyah, dan
A. Tuhuloula. 2012. Pengembangan Sistem Sensor
Untuk Mengukur Parameter Gas Pada Produksi
Biogas. Proc. Insinas. 7p.
Syamsuddin. 2005. Pengaruh Biogas Feses Sapi Dengan
Penambahan Sekam Padi. Univ. Diponegoro. 18 pp.
Syahputra, A. 2009. Produksi gasbio dari campuran
kotoran sapi perah dan kompos jerami padi pada
rasio C/N berbeda. Institut Pertanian Bogor. 46pp.
I Putu A. Wiratmana, I G. Ketut Sukadana, I G. N. Putu
Tenaya. 2012. Studi Eksperimental Pengaruh
Variasi Bahan Kering Terhadap Produksi dan Nilai
Kalor Biogas Kotoran Sapi. J. Energi dan
Manufaktur 5(1):22-32.
Yayasan Rumah Energi. 2014. Pedoman Pengguna dan
Pengawas Pengelolaan dan Pemanfaatan Bioslurry.
Jakarta. 38pp.
212