1 SM

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

THE HISTORY OF TIONGHOA ETHNIC IN TANJUNGPINANG

Ade Prasetyo, Prof. Dr. Isjoni, M. Si, Dra. Bedriati Ibrahim, M.Si
[email protected], [email protected], [email protected]
Phone Number: 085156303816

Historical Education Study Program


Department of Social Sciences Education
Faculty of Teacher Training and Education
Riau University

Abstract: Tionghoa-Indonesia ethnic is one of the ethnic groups in indonesia


whose ancentral origins come from China. Tanjung Pinang is a city dominated by
Tionghoa ethnic with a percentage of 58.86%. Tanjungpinang is inhabited by diverse
population of ethnic groups, hence since the beginning of their arrival, the chinese
ethnic must be interact with these different groups. Therefore Tionghoa ethnic develops
into a separate society in the midst of complex social, cultural, economic and political
life in Tanjungpinang. The purpose of this study : 1) to discover the beginning of the
arrival of chinese ethnic in Tanjungpinang; 2) to learn the adaptation of Tionghoa
ethnic in interacting with community in Tanjungpinang, 3) to ensure the development of
the chinese ethnic community in Tanjungpinang during the new era period between
1965-1998; 4) to determine the impact of the arrival of the Tionghoa ethnic in
Tanjungpinang within the social, economic and culture fields. This research uses
historical method. Historical method is a method that focuses on past research
implement by gathering previous research sources that are used as a reference in
writing history. The arrival of Tionghoa ethnic in Tanjungpinang began when Malay
and Bugis noblemen brought large numbers of Tionghoa people from Malacca to
become uncaria gambir plantation workers. In conclusion, the factor that cause the
entry of Tionghoa ethnic in Tanjungpinang is because there are certain interests related
to the exploitation of natural resources, which is to be employed as gambir plantation
workers. The existence of Tionghoa ethnic in tanjungpinang had an impact on society
in terms of Both economy and culture. In the economic field, the Tionghoa ethnic are
able to increase economic growth in Tanjungpinang, this is evidenced by the large
number of private companies established by them. Moreover, in culture field the
existence of Tionghoa ethnic could also gives the diversity of traditions such as Chinese
New Year celebrations, Cap Go Meh, Chinese New Year bazaar, dragon boat show as
well as lion dance performance.

Key Words: Tionghoa Ethnic,Tanjungpinang

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 1


SEJARAH ETNIS TIONGHOA DI TANJUNGPINANG

Ade Prasetyo, Prof. Dr. Isjoni, M. Si, Dra. Bedriati Ibrahim, M.Si
[email protected], [email protected], [email protected]
Nomor HP: 085156303816

Program Studi Pendidikan Sejarah


Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau

Abstrak: Etnis Tionghoa-Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia yang


asal usul leluhurnya berasal dari negeri Tiongkok (China). Tanjungpinang merupakan
kota yang didominasi oleh etnis Tionghoa dengan persentase sebesar 58,86%, terbesar
di antara kota lainnya. Tanjungpinang dihuni oleh penduduk yang beragam suku,
sehingga etnis Tionghoa sejak awal kedatangannya di Tanjungpinang ini harus
berinteraksi dengan berbagai kelompok yang berbeda tersebut. Dengan demikian, etnis
Tionghoa berkembang menjadi masyarakat tersendiri ditengah kehidupan sosial,
budaya, ekonomi dan politik yang kompleks di Tanjungpinang. Adapun tujuan
penelitian ini: 1)Untuk mengetahui awal mula masuknya etnis Tionghoa di
Tanjungpinang; 2)Untuk mengetahui adaptasi etnis Tionghoa dalam berinteraksi dengan
masyarakat sekitar di Tanjungpinang; 3)Untuk mengetahui perkembangan masyarakat
etnis Tionghoa di Tanjungpinang pada masa orde baru tahun 1965-1998; 4)Untuk
mengetahui dampak kedatangan etnis Tionghoa di Tanjungpinang dalam bidang sosial,
ekonomi dan kebudayaan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode sejarah
yang dimaksud dengan metode sejarah adalah suatu pendekatan yang memusatkan
perhatian pada penelitian masa lampau yang dilakukan dengan mengumpulkan sumber-
sumber dari penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan dalam penulisan sejarah.
Kedatangan etnis Tionghoa di Tanjungpinang diawali ketika bangsawan Melayu dan
Bugis mendatangkan orang-orang Tionghoa secara besar-besaran dari Melaka untuk
dijadikan buruh perkebunan gambir, sehingga faktor penyebab masuknya masyarakat
Tionghoa ke Tanjungpinang dikarenakan terdapat kepentingan tertentu terkait dengan
eksploitasi sumber daya alam (SDA) yaitu untuk dipekerjakan sebagai buruh
perkebunan gambir. Keberadaan etnis Tionghoa di Tanjungpinang memberikan dampak
ditengah masyarakat setempat baik dari segi perekonomian maupun budaya. Dalam hal
perekonomian, Tionghoa mampu menggerakkan perekonomian di Tanjungpinang
terbukti semakin banyaknya tercipta lapangan pekerjaan dari perusahaan-perusahaan
swasta yang dibangun oleh orang Tionghoa. Selain itu, keberadaan etnis Tionghoa juga
mampu menambah keberagaman tradisi seperti perayaan imlek dan cap go meh, bazar
pasar imlek, pertandingan dan pertunjukkan dragon boat, dan pertunjukan barongsai.

Kata Kunci: Etnis Tionghoa, Tanjungpinang

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 2


PENDAHULUAN

Etnis Tionghoa-Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia yang asal usul
leluhurnya berasal dari negeri Tiongkok (China). Orang-orang Tionghoa yang ada di
Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebut diri mereka sebagai
orang Tang, sementara orang Tiongkok Utara menyebut diri mereka sebagai Orang
Han.1 Etnis tionghoa merupakan masyarakat yang dikenal suka merantau. Kebiasaan
merantau ini disebabkan oleh keadaan bangsa Tiongkok yang padat penduduknya serta
kuatnya tekanan dari pemerintah yang menuntut masyarakat untuk aktif dalam
berdagang hal ini membuat banyak orang-orang etnis Tionghoa yang merantau untuk
bertahan hidup.
Perantauan Etnis Tionghoa tersebar keberbagai belahan dunia, dimana orang-
orang Etnis Tionghoa ini berpergian dikarenakan untuk mencari kehidupan yang lebih
baik. Orang Tionghoa kebanyakan berhijrah ke Asia Tenggara dan Indonesia
merupakan salah satu tujuan dari persinggahan Cina Daratan. Alasan indonesia menjadi
tujuan kedatangan ini dikarenakan Indonesia merupakan daerah yang sangat kaya akan
sumber daya alam dan membuka pintu perdagangan bagi para pedagang manca negara.
Tanjungpinang merupakan kota dan pusat administrasif di Residentie Riouw en
Onderhoorigheden yang memiliki masyarakat Tionghoa yang besar. Berdasarkan kajian
Mely G Tan (1979), Tanjungpinang merupakan kota yang didominasi oleh etnis
Tionghoa dengan persentase sebesar 58,86%, terbesar di antara kota lainnya di Hindia
Belanda pada tahun 1906-1910.2
Kedatangan etnis Tionghoa ke Pulau Bintan tepatnya Tanjungpinang pertama
kali terjadi pada tahun 1412. Orang Tionghoa yang pertama kali datang ke Pulau Bintan
ialah Laksmana Cheng Ho bersama pasukannya. Dimana Cheng Ho ini merupakan
tokoh Pendakwah dari Tiongkok.3 Menurut Carl A Trocki, Orang Cina pertama kali
datang ke Tanjungpinang secara massal pada tahun 1740.4 Mereka didatangkan oleh
bangsawan Bugis yaitu Daeng Celak untuk bekerja diperkebunan gambir yang ada
diwilayah Senggarang. Yang mana keberadaan etnis Tionghoa ini semakin bertambah,
tidak hanya bekerja diperkebunan bangsawan Bugis saja tetapi juga diperkebunan
bangsawan Melayu.5
Senggarang memang merupakan pusat perkebunan gambir yang besar pada saat
itu, sementara kota Tanjungpinang sebagai pusat pelabuhan, sekaligus pusat
administrasi, yang menyediakan sarana dan prasarana untuk pengiriman-penerimaan
barang serta gudang untuk menyimpan hasil bumi dari senggarang. Hal ini dibuktikan
dengan adanya kelenteng tertua yang ada di Senggarang yang dibangun pada abad ke-
17. Selain itu, juga kelenteng yang ada di Jalan Merdeka Kota Tanjungpinang yang juga
dibangun pada abad ke-17.6
Dari sisi masyarakat Tionghoanya, wilayah Senggarang didominasi oleh
subetnik Teochiu yang memiliki keterampilan di bidang agraris, sedangkan di

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia
2
Mely G Tan. 1979.Golongan etnis Tionghoa di Indonesia.Jakarta: Gramedia
3
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/menelusuri-jejak-etnis-tionghoa-di-tanjungpinang/
diakses pada tanggal 29/09/19 pukul 01.18
4
Carl A Trocki, “The Origins of the Kangchu System 1740-1860”, Journal of the Malaysian Branch of
the Royal Asiatic Society Vol 49, no.2 (230), 1976/
5
Op.Cit
6
Ibid.

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 3


Tanjungpinang didominasi oleh subetnik Hokkian yang memiliki ketrampilan dibidang
perdagangan. Oleh karena itu, Senggarang dikenal sebagai Chao-Po (kotanya orang
Teochiu) dan Tanjungpinang sebagai Fu-Po (kotanya orang Hokkian).7
Apabila melihat kedatangan etnis Tionghoa yang didatangkan oleh bangsawan
Bugis untuk bekerja diperkebunan gambir yang ada di Senggarang dan juga orang-
orang Tionghoa yang tinggal di Kota Tanjungpinang sebagai pedagang. Maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa dimana masyarakat etnis Tionghoa yang ada di
Tanjungpinang terbagi dua subetnik, yaitu orang Teochiu yang bidang spesialisnya
yaitu pertanian dan orang Hokkian yang spesialisnya perdagangan, yang berarti
kedatangan keduanya juga tidak dalam waktu yang bersamaan. 8
Pada tahun 2019, etnis Tionghoa masih tetap memiliki peranan dalam
menggerakan perekonomian Tanjungpinang.9 Mereka menguasai perekonomian
berskala kecil, sedang, maupun ke usaha berskala besar seperti perhotelan, restoran, dan
pabrik-pabrik lainnya. Selain bergerak dalam perekonomian, sebagaian masyarakat
Tionghoa juga duduk menjadi wakil rakyat, tokoh politik dan menjadi aparatur sipil
negara. Sudah banyak politisi Tionghoa yang duduk menjadi wakil rakyat di
Tanjungpinang, hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan orang Tionghoa sendiri
sudah memiliki peranan besar dan mampu hidup berdampingan dengan masyarakat
setempat.
Tidak hanya itu, bahkan hingga tahun 2019 wisatawan berkebangsaan China
menjadi pengunjung terbanyak, meningkat 18,47% dari 54.919 pengunjung di tahun
2018 menjadi 65.062 pengunjung di tahun 2019.10 Pengunjung ini terdiri dari
wisatawawan yang sekedar berkunjung hingga tenaga kerja asing yang baik sengaja
maupun tidak sengaja didatangkan oleh pemerintah untuk membantu bekerja di
Tanjungpinang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa orang Tionghoa memiliki
makna tersendiri bagi masyarakat Tanjungpinang.
Etnis tionghoa di Tanjungpinang dari masa ke masa mengalami perkembangan,
baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kuantitas ditandai dengan bertambahnya
jumlah etnis tionghoa di tanjungpinang dari masa ke masa, sedangkan kualitas dapat
dilihat dari peran masyarakat Tionnghoa dalam perekonomian di tanjungpinang.
Pada masa Orde Baru, etnis Tionghoa mendapatkan diskriminasi dengan
dikekuarkannya kebijakan oleh presiden Soeharto. Menurut Lindsey, didalam kebijakan
tersebut terdapat perundang-undangan yang mendiskriminasi etnis Tionghoa, yaitu
perkara larangan penggunaan nama Tionghoa, pembatasan bahasa Tionghoa di ranah
publik, diskriminasi dalam kartu identitas (KTP), pembatasan akses dalam Pendidikan
dan pembatasan kesempatan dalam perekonomian.11
Pada masa Reformasi pasca Orde Baru orang Tionghoa sudah tidak lagi sungkan
terjun ke dunia politk, terbukti dengan adanya dua orang keturunan Tionghoa yang
duduk dikursi pemerintahan diawal terbentuknya provinsi Kepulauan Riau.12 Tidak
7
Denys Lombard and Salmon Claudine, “Review” Ng Chin-Keong, “The Chinese in Riau A
Community on an unstable and restrictive frontier”, in Archipel, Volume 17, 1979.
8
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/menelusuri-jejak-etnis-tionghoa-di-tanjungpinang/
9
Ibid.
10
Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang. 2020. Kota Tanjungpinang Dalam Angka Tanjungpinang
Municipality in Figures 2020. Tanjungpinang: BPS Kota Tanjungpinang.
11
Lindsey, Tim, “Reconstituting the Ethnic Chinese in Post-Soeharto Indonesia: Law, Racial
Discrimination, and Reform”, dalam Tim Lindsey dan Helen Pausacker (eds.), Chinese Indonesians:
Remembering, Distorting, Forgetting, (Singapura: ISEAS, 2005): 53- 57.
12
http://www.tanjungpinangpos.co.id/tionghoa-di-pentas-politik-kepri/

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 4


hanya dibidang politik, sebagian besar keturunan etnis Tionghoa yang berada di
Provinsi Kepulauan Riau khususnya Tanjungpinang sudah mampu menguasai
perekonomian setempat, baik dalam skala kecil maupun besar.13
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dikatakan sejarah
masuknya dan perkembangan masyarakat Tionghoa di Tanjungpinang dengan berbagai
permasalahannya menarik untuk ditelusuri, mengingat Tanjungpinang adalah salah satu
bagian dari kawasan di Kepulauan Riau yang secara geografis berbatasan langsung
dengan Singapura, sebuah dominion Inggris yang berkembang pesat sebagai pusat
perekonomian regional sejak abad ke-19. Selain itu, Tanjungpinang dihuni oleh
penduduk yang beragam, yaitu Melayu, Bugis, Jawa, Arab, dan India, sehingga etnis
Tionghoa sejak awal kedatangannya di pulau tersebut harus berinteraksi dengan
berbagai kelompok yang berbeda tersebut. Dengan demikian, etnis Tionghoa
berkembang menjadi masyarakat tersendiri ditengah kehidupan sosial, budaya, ekonomi
dan politik yang kompleks di Tanjungpinang.
Penulisan tentang sejarah Etnis Tionghoa di Tanjungpinang relatif jarang
ditemukan. Hanya ada sedikit tulisan tentang keberadaan etnis Tionghoa di
Tanjungpinang, namun tidak ada yang secara spesifik menjelaskan tentang proses
masuknya etnis Tionghoa ini dan bagaimana perkembangannya dari masa ke masa.
Oleh karena itu penulis bertekad untuk melihat masalah ini dalam penelitian yang
berjudul “Sejarah Etnis Tionghoa di Kota Tanjungpinang” .

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui awal mula masuknya etnis Tionghoa di Tanjungpinang.
2. Untuk mengetahui adaptasi etnis Tionghoa dalam berinteraksi dengan masyarakat
sekitar di Tanjungpinang.
3. Untuk mengetahui perkembangan masyarakat etnis Tionghoa di Tanjungpinang
pada masa orde baru tahun 1965-1998.
4. Untuk mengetahui dampak kedatangan etnis Tionghoa di Tanjungpinang dalam
bidang sosial, ekonomi dan kebudayaan.

METODE PENELITIAN

Sasaran dalam penelitian ini adalah masyarakat etnis Tionghoa serta masyarakat
Melayu di Tanjungpinang. Penelitian dilaksanakan bertempat di kota Tanjungpinang.
Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai dari April-Juli 2020. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah penelitian kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian sejarah dengan melakukan penelitian sejarah dan permasalahannya.
Data yang diperoleh merupakan data primer dari hasil wawancara dengan
masyarakat Tionghoa dan masyarakat Melayu Tanjungpinang serta data sekunder yang
diperoleh dari buku-buku dan jurnal. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
yaitu teknik wawancara, teknik observasi, teknik dokumentasi, dan teknik studi pustaka.
Setelah data dikumpulkan, maka data dianalisis berdasarkan tahapan penelitian sejarah
yaitu dengan menghubungkan yang telah di dapatkan mengenai keberadaan etnis
Tionghoa di Tanjungpinang serta menafsirkan hasil dari pengelompokkan yang

13
https://kabar24.bisnis.com/read/20180216/78/739573/perekonomian-tanjungpinang-sebagian-besar-
digerakkan-warga-tionghoa

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 5


dilakukan secara sistematis menjadi satu kesatuan tulisan sejarah yang utuh yang dapat
ditarik menjadi sebuah kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Masuknya Etnis Tionghoa di Tanjungpinang

Awal masuknya etnis Tionghoa ke Tanjungpinang berdasarkan bukti-bukti yang


ditemukan terjadi pada abad 17. Berdasarkan bukti yang memperkuat masuknya etnis
Tionghoa pada abad 17 ini adalah dengan terdapatnya kelenteng Fu De Zheng Shen,
kelenteng Tian Hou Sheng Mu, kelenteng Yuan Tien Shang, dan Vihara Bahtera Sasana
yang dibangun pada abad 17. Selain itu ditemukannya prasasti batu nisan yang
ditemukan di KM.4 kota Tanjungpinang, catatan waktu pada prasasti batu nisan ini
yaitu pada paruh kedua dari abad ke 17. Ditemukannya juga lembaran prasasti yang
tersimpan di salah satu Klenteng Senggarang yaitu dengan catatan waktu 1811,
sehingga dapat diperkirakan bahwa masyarakat Tionghoa sudah masuk ke
Tanjungpinang pada abad 17.14 Pada abad 17 ini, orang-orang Tionghoa pertama kali
masuk ke Tanjungpinang dikarenakan didatangkan secara besar-besaran dari Melaka
atau sekarang Malaysia untuk dijadikan buruh perkebunan gambir. Orang Tionghoa
yang masuk ke Tanjungpinang terdiri dari dua suku yaitu suku Teociu dan suku
Hokkian.

Perkembangan Kehidupan Etnis Tionghoa di Tanjungpinang

Perkembangan kehidupan etnis Tionghoa baik dari segi kehidupan sosial


maupun kehidupan ekonomi ini didasarkan pada kebijakan dan ketetapan yang
pemerintah keluarkan pada masa orde baru (1965-1998). Perkembangan kehidupan etnis
Tionghoa disini dikelompokkan menjadi tiga tahap untuk melihat perkembangan secara
fluktuasi berdasarkan kurun waktu tertentu atau lebih kurang 10 tahun terhitung dari
tahun 1965-1998.

1. Kehidupan Etnis Tionghoa di Tanjungpinang (1965-1974)

a. Kehidupan Sosial

Pada masa ini, ada dua hal yang mempengaruhi kehidupan sosial etnis
Tionghoa. Pertama, dengan dikeluarkannya Surat Edaran No. 6/Perskab/6/67 yang
menyatakan bahwa etnis Tionghoa tidak boleh menggunakan nama mereka dengan
nama yang berbau Tionghoa dan harus mengubah nama mereka dengan nama yang
berbau ke-Indonesiaan.(ada foofnote) Sejak berlakunya surat edaran ini, maka seluruh
masyarakat Tionghoa Tanjungpinang harus menggunakan nama Indonesia mereka

14
Setiati, Dwi; Suarman. 2012. Budaya Masyarakat Tionghoa di Tanjungpinang. Tanjungpinang: Balai
Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 6


dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan nama Tionghoa mereka hanya digunakan pada
saat orang-orang Tionghoa ini berada dilingkungan masyarakat Tionghoa. Kedua,
dengan dikeluarkannya Instruksi presiden No.14/1967 pada tanggal 16 Desember 1967
dikeluarkan oleh Presiden Soeharto mengenai kebijakan tentang larangan terhadap
upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat etnis Tionghoa yang tidak boleh
dipertunjukkan didepan khalayak ramai melainkan hanya boleh diadakan dilingkungan
keluarga dan secara tertutup.15 Masyarakat Tonghoa di Tanjungpinang turut merasakan
adanya larangan terkait kehidupan sosial mereka dimana mereka tidak bisa merayakan
imlek atau tahun baru Cina dengan sesama kelompok mereka, tidak dapat berkunjung
dan bersilaturahmi dengan masyarakat Tionghoa maupun masyarakat setempat pada
saat perayaaan imlek, tidak dapat mengadakan pertunjukan barongsai dan liongsai yang
menjadi kebudayaan untuk dipertunjukkan kepada masyarakat Tanjungpinang. Selain
itu, dampak dari dikeluarkannya Inpres No. 14 Tahun 1967 ini berpengaruh kepada
masyarakat Tionghoa untuk tidak menunjukkan identitas mereka dan harus
menyembunyikan identitas mereka, tetapi hal ini tidak berlaku bagi masyarakat
Tionghoa Tanjungpinang.

b. Kehidupan Ekonomi

Pada awal memasuki orde baru, pemerintah melarang masyarakat Tionghoa


untuk bergabung dalam organisasi-organisasi masyarakat, sehigga orang Tionghoa tidak
boleh memiliki mata pencaharian sebagai pegawai negeri dan pegawai pemerintah.
Meskipun terdapat pelarangan dari pemerintah terhadap masyarakat Tionghoa yang
secara ekonomi tidak boleh memiliki pekerjaan sebagai pegawai pemerintahan maupun
pegawai negeri, tetapi pemerintah justru mengeluarkan kebijakan ekonomi yang mana
pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat etnis Tionghoa untuk
berwirausaha secara bebas. Pada masa ini asyarakat Tanjungpinang Tionghoa memiliki
keuntungan besar terutama sebagai pedagang dan pengusaha, karena pada masa itu
masyarakat setempat belum mendominasi dalam mata pencaharian sebagai pedagang,
sehingga peluang untuk terlibat dalam aktivasi ekonomi sebagai pedagang sangat
menjanjikan. Masyarakat Tionghoa dengan mudah melakukan aktivitas sebagai
pedagang, hal ini dikarenakan pada awal kedatangannya orang Tionghoa sudah
memiliki bakat dan memiliki nama dibidang perdagangan bagi masyarakat setempat,
sehingga tidak sulit bagi masyarakat Tionghoa untuk beradaptasi dengan kegiatan
berdagang.

2. Kehidupan Etnis Tionghoa di Tanjungpinang (19675-1984)


a. Kehidupan Sosial
Pada tahun 1975 terjadi pelarangan Sekolah Nasional Proyek Khusus anak-anak
Tionghoa, sehingga anak-anak Tionghoa yang awalnya menduduki jenjang pendidikan
disekolah tersebut harus berpindah ke sekolah nasional. Bagi anak-anak
TionghoaTanjungpinang yang ingin bersekolah di sekolah nasional ini juga harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah.16 Pada masa ini
pelarangan kegiatan di klenteng merupakan salah satu hal yang megusik kehidupan
15
Ade Nurcahyo, Daud. Kebijakan Orde Baru Terhadap Etnis Tionghoa. (jurnal)(2016)
16
Suryadinata, Leo. 2003. Kebijakan Negara Indonesia terhadap Etnik Tionghoa: Dari Asimilasi ke
Multikulturalisme. Antropologi Indonesia 71. Institute of Southeast Asian Studies

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 7


sosial dan budaya etnis Tionghoa di Tanjungpinang. Pelarangan pemakaian kelenteng
pada masa ini sangat tegas bahkan lebih parahnya lagi kelenteng-kelenteng
dimusnahkan jika pelarangan ini tetap dilaksanakan. Oleh karena itu, agar tidak terjadi
pemusnahan kelenteng oleh pemerintah terdapat upaya-upaya tertentu dari kalangan
masyarakat Tanjungpinang yang turut peduli terhadap kelenteng dan etnis Tionghoa
yang merupakan umat dari klenteng. Khususnya di Tanjungpinang, upaya yang
dilakukan agar kegiatan klenteng tetap berjalan dan tidak dimusnahkan yaitu dengan
cara mengangkat bahwa klenteng bagian dari agama Buddha. Hal ini dikarenakan
klenteng identik dengan agama konghucu, seperti yang diketahui pada masa itu
konghucu merupakan agama yang dilarang oleh pemerintah, karena itulah Buddha
sebagai agama resmi di Indonesia mengakui bahwa klenteng bagian dari agama tersebut
sehingga pemerintah tidak dapat menolak aan hal itu.

b. Kehidupan Ekonomi

Pada masa ini, perdagangan masyarakat Tionghoa membawa dampak yang


sangat besar bagi perekonomian di Tanjungpinang. Banyaknya dibuka toko kebutuhan
sehari-hari, toko bangunan, perusahaan swasta, dan lain sebagainya. Masyarakat
Tionghoa di Tanjungpinang sangat identik dengan bidang ekonomi khususnya
perdagangan, hal ini tidak lepas dari pengajaran dari orangtua ke anak-anaknya,
sehingga keturunan Tionghoa tidak lepas dari pengajaran terkait ilmu perdagangan.
Perdagangan masyarakat Tionghoa ini selalu turun menurun ke generasi berikutnya,
sehingga mata pencaharian mereka mendominasi sebagai pedagang dan pengusaha.

3. Kehidupan Etnis Tionghoa di Tanjungpinang (1985-1998)

a. Kehidupan Sosial

Pada masa ini anak-anak Tionghoa Tanjungpinang juga turut merasakan dampak
dari pembatasan pendidikan dari pemerintah. Hal ini mulai berubah pada akhir orde
baru menjelang reformasi, dimana pemerintah sudah memberikan celah kebebasan bagi
anak-anak Tionghoa untuk menngenyam dunia pendidikan sama seperti warga negara
Indoneisa pada umumnya. Pada masa ini, pemerintah juga mengeluarkan SE
02/SE/Diten/PPG/1988 yang melarang penerbitan, percetakan tulisan dengan aksara dan
bahasa Mandarin di depan umum. Di Tanjungpinang berlaku juga bahwa orang-orang
Tionghoa tidak boleh menerbitkan dan mencetak tulisan dengan berbahasa mandarin,
salah satunya karena pemerintah takut penulisan yang diterbitkan dan dicetak
mengandung unsur politik, karena pada masa itu orang Tionghoa tidak boleh ikut serta
dalam politik di Indonesia.

b. Kehidupan Ekonomi

Masyarakat Tionghoa Tanjungpinang pada masa ini tetap mendominasi dibidang


perdagangan, terbukti dengan semakin banyaknya pedagang dari orang Tionghoa,
banyak perkantoran orang Tionghoa dibangun, supermarket-supermarket yang

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 8


pemiliknya adalah orang Tionghoa, pabrik-pabrik seperti pabrik kopi kapal tanker yang
pemiliknya orang Tionghoa dan perusahaan-perusahaan lainnya. Diakhir orde baru
orang Tionghoa baru mulai menjelajahi dunia politik, pada masa reformasi etnis
Tionghoa baru boleh masuk ke dunia politik contohnya Bobby Jayanto, Rudy Chua.
Jika pada awal orde baru masyarakat Tionghoa Tanjungpinang tidak memiliki
kesempatan untuk masuk didalam organisasi-organisasi masyarakat maupun menjadi
pegawai pemerintah dan pegawai negeri, tetapi sebaliknya pada akhir masa orde baru
ini beberapa orang Tionghoa mulai menjelajahi dunia politik.

Adaptasi Etnis Tionghoa di Tanjungpinang

Hubungan yang terjalin antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat


setempat di Tanjungpinang terjalin dengan sangat baik tanpa memandang perbedaan
suku, ras, dan etnis. Dalam menjalin hubungan dengan masyarakat setempat, tidak
dipungkiri bahwa terdapat hambatan bagi orang Tionghoa untuk menmbangun
komunikasi. Terutama terdapat perbedaan bahasa. Proses penerimaan masyarakat
setempat terhadap etnis Tionghoa pada masa orde baru ini tidak sulit, karena
masyarakat setempat sudah jauh lebih dahulu merasakan hidup berdampingan dengan
masyarakat Tionghoa pada abad 17 dan 18 sebelumnya.
Adaptasi yang berjalan dengan lancar bersama masyarakat setempat
membuktikan bahwa rasa nasonalisme Tionghoa tidak diragukan lagi. Rasa
nasionalisme ini dapat ditunjukkan dengan mengakui bahwa diri mereka merupakan
bagian dari Indonesia dan menjunjung budaya-budaya di Indonesia. Salah satu karya
terkenal yang mewakili rasa nasionalisme Tionghoa Tanjungpinang yaitu puisi karya
Bapak Bobby Jayanto (politisi Tionghoa/ Anggota DPRD Kepulauan Riau) yang
judulnya “Jangan panggil aku Cina” yang mana menyatakan tentang kecintaannya
terhadap Indonesia dan puisi yang judulnya “Hanya Satu Kata” yang mana isinya
mengajak warga keturunan Tionghoa untuk tidak merasa rendah diri melainkan bangkit
bersama membangun Indonesia. 17

Dampak Keberadaan Etnis Tionghoa di Tanjungpinang

Dampak keberadaan etnis Tionghoa di Tanjungpinang sangat dirasakan


masyarakat setempat dengan menunjang perekonomian di Tanjungpinang melalui
bidang perdagangan. Etnis Tionghoa merupakan salah satu penggerak ekonomi terbesar
di Tanjungpinang. Selain itu, dampak keberadaan etnis Tionghoa juga ditunjukkan
dengan terdapat tradisi serta kebiasaan-kebiasaan yang sudah menjadi rutinitas dan
disambut hangat oleh masyarakat Tionghoa maupun masyarakat setempat di
Tanjungpinang seperti bazar imlek, perayaan cap go meh, pawai budaya, festival
dragon boat.

17
https:/edwardmushalli.wordpress.com/2009/02/21/bobby-jangan-panggil-aku-cina/

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 9


SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Simpulan

Sebagai kesimpulan dari penelitian ini maka penulis mengemukakan kesimpulan


sebagai berikut :
1. Sejarah masukya etnis Tionghoa di Tanjungpinang diawali ketika pemerintah
mendatangkan orang-orang Tionghoa secara besar-besaran dari Melaka atau
sekarang Malaysia untuk dijadikan buruh perkebunan gambir, Masuknya etnis
Tonghoa ke Tanjungpinang diperkuat berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan
pada abad 17 taitu terdapatnya kelenteng Fu De Zheng Shen, kelenteng Tian Hou
Sheng Mu, kelenteng Yuan Tien Shang, Vihara Bahtera Sasana. Orang Tionghoa
yang masuk ke Tanjungpinang tediri dari dua suku yaitu suku Teociu (pertanian)
dan suku Hokkian (perdagangan).
2. Perkembangan kehidupan etnis Tionghoa baik dari segi kehidupan sosial maupun
kehidupan ekonomi ini didasarkan pada kebijakan dan ketetapan yang pemerintah
keluarkan pada tahun 1965-1998. Hal-hal yang mempengaruhi kehidupan sosial
etnis Tionghoa pada masa ini yaitu diantaranya pelarangan menggunakan nama
berbau Tionghoa dan harus mengubah nama dengan nama yang berbau ke-
Indonesiaan; pelarangan Sekolah Nasional Proyek Khusus anak-anak Tionghoa;
pelarangan agama Konghucu; pelarangan perayaan imlek dan tradisi Tionghoa;
pelarangan penerbitan, percetakan tulisan dengan aksara dan bahasa Mandarin di
depan umum. Hal yang mempengaruhi kehidupan ekonomi etnis Tionghoa pada
tahun 1965-1998 yaitu kebijakan pemerintah yang melarang masyarakat Tionghoa
untuk bergabung dalam organisasi-organisasi masyarakat, sehingga orang Tionghoa
tidak boleh memiliki mata pencaharian sebagai pegawai negeri dan pegawai
pemerintah tetapi pemerintah justru mengeluarkan kebijakan ekonomi yang mana
pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat etnis Tionghoa untuk
berwirausaha secara bebas.. Oleh karena itu, pada masa ini mayoritas massyarakat
Tionghoa di Tanjungpinang mendominasi dibidang perdagangan dengan berdagang
dan berwirausaha.
3. Adaptasi etnis Tinghoa terhadap masyarakat setempat berjalan dengan baik, hal ini
terbukti dengan masyarakat Tionghoa yang dapat hidup berdampingan dengan
masyarakat setempat. Adaptasi yang berjalan dengan lancar bersama masyarakat
setempat membuktikan bahwa rasa nasonalisme Tionghoa tidak diragukan lagi.
Rasa nasionalisme orang Tionghoa mereka tunjukkan dengan menjunjung budaya
Indonesia dan juga budaya melayu khususnya sebagai mayoritas di Tanjungpinang
ini seperti setiap terdapat acara Tionghoa maka turut ditampilkan budaya-budaya
Indonesia serta budaya Melayu Tanjungpinang. Salah satu karya terkenal yang
mewakili rasa nasionalisme Tionghoa Tanjungpinang yaitu puisi karya Bapak
Bobby Jayanto (politisi Tionghoa/ Anggota DPRD Kepulauan Riau) yang judulnya
“Jangan panggil aku Cina” yang mana menyatakan tentang kecintaannya terhadap
Indonesia dan puisi yang judulnya “Hanya Satu Kata” yang mana isinya mengajak
warga keturunan Tionghoa untuk tidak merasa rendah diri melainkan bangkit
bersama membangun Indonesia.
4. Keberadaan etnis Tionghoa di Tanjungpinang memberikan dampak ditengah
masyarakat setempat baik dari segi perekonomian maupun budaya. Dalam hal

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 10


perekonomian, Tionghoa mampu menggerakkan perekonomian di Tanjungpinang.
Orang-orang Tionghoa membentuk perusahaan-perusahaan dan perdagangan
sehingga terciptalah lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di Tanjungpinang.
Dalam hal kebudayaan, etnis Tionghoa memberikan dampak langsung akan
kekayaan kebudayaan mereka di Tanjungpinang. Perayaan imlek yang merupakan
kebudayaan Tionghoa yang sudah menjadi tradisi di Tanjungpinang dengan
diadakannya pasar imlek, pawai imlek, pertunjukkan barongsai, pertandingan
dragon boat.

Rekomendasi

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dalam upaya
mengumpulkan dan mencari data yang bisa melengkapi serta menyempurnakan tulisan
ini, maka dalam hal ini penulis dapat memberi beberapa saran yang kiranya dapat
bermanfaat bagi kita semua.
1. Diharapkan kepada pemerintah untuk mmperhatikan dan melindungi cagar budaya
Etnis Tionghoa seperti vihara-vihara dan klenteng-klenteng yang merupakan salah
satu bukti peninggalan sejarah masuknya etnis Tionghoa di Tanjungpinang dan
juga yang telah menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan asing yang berkunjung
ke Tanjungpinang.
2. Diharapkan kepada masyarakat Tionghoa maupun masyarakat pribumi setempat
untuk tetap saling menghargai satu sama lain, tetap menjaga hubungan baik yang
terjalin selama ini, saling mendukung satu sama lain sebagai warga negara
Indonesia khususnya sebagai warga masyarakat Tanjungpinang.
3. Penulis sangat mengharapkan kepada generasi selanjutnya yang akan melakukan
penelitian hendaknya melanjutkan penelitian mengenai Etnis Tionghoa di
Tanjungpinang ini karena banyak hal yang menarik yang bisa kita kaji kembali
dalam eksisteni etnis Tionghoa di Tanjungpinang dan untuk mengetahui bagaimana
peran etnis Tionghoa sebagai salah satu masyarakat yang menunjang perekonomian
Kota Tanjungpinang.

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 11


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang. 2020. Kota Tanjungpinang Dalam Angka
Tanjungpinang Municipality in Figures 2020. Tanjungpinang: BPS Kota
Tanjungpinang.

Mely G Tan. 1979.Golongan etnis Tionghoa di Indonesia.Jakarta: Gramedia

Suryadinata, Leo. 2003. Kebijakan Negara Indonesia terhadap Etnik Tionghoa: Dari
Asimilasi ke Multikulturalisme. Antropologi Indonesia 71. Institute of Southeast
Asian Studies

Setiati, Dwi; Suarman. 2012. Budaya Masyarakat Tionghoa di Tanjungpinang.


Tanjungpinang: Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang

JOM FKIP – UR VOLUME 7 EDISI 2 JULI - DESEMBER 2020 12

You might also like