2108-Article Text-10570-1-10-20230104
2108-Article Text-10570-1-10-20230104
2108-Article Text-10570-1-10-20230104
Email: [email protected]
Abstract: This research aims to find out more deeply about the role of Islamic boarding
schools in the digital era that emerged amid the Industry 4.0 and Society 5.0 markets.
This research uses a type of qualitative research with a descriptive analysis method
and describes it in a systematic, comprehensive, and holistic manner. Then the results
of research on the role of Islamic boarding schools in the digital era can utilize various
kinds of technology instead of being tossed around by the world of technology. Islamic
boarding schools can also take advantage of digital technology in bureaucracy,
administration, and in preaching. There are at least two constrictive steps that can be
taken by Islamic boarding schools, namely Islamic boarding schools must be able to
adapt to the times without losing their characteristics as Islamic boarding schools and
be able to fill digital space wisely. Islamic boarding schools are also undergoing
reconstruction in facing the era of Society 5.0, especially in terms of curriculum. They
must develop leadership competencies, language skills, IT literacy, writing skills,
problem-solving, and critical thinking. As well as the efforts of Islamic boarding schools
to enter into PISA, namely implementing HOTS Literacy-based learning, carrying out
trials of questions in a format like the PISA test questions, increasing the competence
of educators in Islamic boarding schools in HOTS Literacy-based learning, increasing
the competence of educators in Islamic boarding schools in developing learning tools.
which leads to PISA through Micro-Learning workshops and provides links to
simulation questions for PISA that are easily accessible to students.
PENDAHULUAN
Lembaga pendidikan Islam paling awal di Indonesia adalah pesantren, di mana para
santri belajar tentang dan mempraktikkan keyakinan agama mereka sambil menjadikan kiyai
atau ustadz mereka sebagai panutan. Pesantren dengan demikian merupakan “laboratorium
sosial” bagi penyelenggaraan pendidikan Islam (Hariadi, 2015). Istilah pondok yang berarti
rumah atau tempat tinggal, dibangun dari bambu dan berasal dari kata bahasa Arab "fundoq"
yang berarti penginapan atau penginapan, adalah nama lain dari pesantren yang merupakan
pusat belajar santri. Setelah itu, masyarakat sangat tertarik untuk menyekolahkan anaknya ke
pondok pesantren sehingga mempercepat pertumbuhan lembaga tersebut. tentu hal tersebut
tidak terlepas dari peran para kiai, ustadz serta masyarakat yang ikut membantu dan merawat
tumbuhnya pesantren-pesantren di Indonesia (Tamam, 2015).
Pesantren memiliki peran yang sangat kritis dalam upaya mencerdaskan masa depan
bangsa sebagai subsistem dari sistem pendidikan nasional. Surat Keputusan Bersama Nomor:
1/U/KB/2000 dan Nomor: MA/86/2000 tentang Pondok Pesantren Sebagai Pola Wajib
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang disahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri
Agama menjadi bukti ini. Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, Dirjen Pembinaan Kelembagaan
432
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
Islam Kementerian Agama dan Dirjen Diknas mengeluarkan surat keputusan bersama berjudul
Pedoman Pelaksanaan Pondok Pesantren Salafiyah Sebagai Pola Belajar Wajib Pendidikan Dasar
dengan nomor sebagai berikut : E/83/2000 dan 166/C/kep/DS/2. Menurut surat keputusan
tersebut, tujuan kesepakatan tersebut adalah untuk membantu kemajuan pesantren sebagai
lembaga pendidikan komunal dan memberikan kesempatan kepada santri untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pesantren diatur dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang disebut juga pendidikan formal (agama
Islam) dan menggunakan kurikulum untuk melaksanakan tujuan pendidikan Islam.
Perkembangan teknologi yang terus begitu cepat memunculkan berbagai pengaruh bagi
masyarakat, terkhususnya dalam pendidikan di pesantren. Salah satu lembaga pendidikan Islam
di Indonesia yaitu Pondok Pesantren Salafiyah Husnul Hidayah yang terletak di Dusun Karang
Tanjung, Kebumen, merupakan salah satu contoh pondok pesantren Salafiyah. Dinamika sistem
pendidikan pesantren salafiyah dapat dilihat dalam hal ini. Fadilatussyaikh KH. Ahmad Zaeni
Rifa'i mendirikan pesantren ini pada tahun 1952. Putranya, KH. M. Amir Misbah, saat itu
memimpin Pondok Pesantren Husnul Hidayah. Tentunya tidak lepas dari kemajuan teknis karena
merupakan pesantren yang masih beroperasi hingga saat ini. Namun karena merupakan budaya
tradisional, pihak pesantren jelas cukup berhati-hati dengan inovasi teknologi ini. Di sisi lain,
kemajuan teknologi dapat mempercepat pertukaran informasi dan membantu upaya hubungan
masyarakat lembaga. Selain itu, jika teknologi pesantren berkembang, dapat digunakan sebagai
alat dakwah, atau penyebaran informasi yang baik kepada khalayak yang lebih luas. Sebagaimana
menurut (Burrahman A, 2017), Untuk mempermudah operasional akademik dan pemasaran di
pondok pesantren diperlukan sistem informasi akademik berbasis web. Dalam situasi ini, pondok
pesantren dituntut untuk membangun berbagai gagasan untuk penciptaan sumber daya santri
dalam rangka meningkatkan standar pesantren dan standar kehidupan masyarakat (Susanto,
2014).
Menurut Mujahidin & Hafidhuddin: “Untuk menjawab tantangan globalisasi,
berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, fleksibel dan adaptif
terhadap berbagai perubahan, santri harus dibekali dengan berbagai keterampilan yang sesuai
dengan tuntutan zaman. perkembangan zaman dan inovasi yang terus berkembang (Mujahidin,
& Hafidhuddin, 2013). Sehubungan dengan itu, terdapat tradisi pesantren yang dapat kita jadikan
sebagai landasan agar pesantren dapat dijadikan sebagai lembaga pendidikan yang
menyesuaikan diri dengan kesulitan dan kemajuan teknologi. Menurut terhadap tafsir Noo
tentang kaidah “Al-Muhafadzatu ‘ala al-qadim as-ashalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah” (dalam
Damanhuri, Mujahidin, & Hafidhuddin, 2013), ini berarti: “menjunjung tinggi Islam tradisional
prinsip sambil merangkul yang lebih idealis. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai
ketepatan metodologis dalam mencerdaskan peradaban bangsa, pesantren harus
433
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
434
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
pesantren: hilangnya budaya tradisional atau sebuah kemajuan (Andri Lundeto, 2021). Dari
ketiga penelitian tersebut penulis belum menemukan tema yang sama persis dengan apa yang
penulis angkat saat ini, adapun kesamaanya yaitu sama-sama mengambil lembaga pesantren
sebagai objek penelitian. Akan tetapi penelitian pertama lebih mengarah terhadap tantangan
lembaga pesantren serba teknologi, sedangkan yang kedua, mengarah pada inovasi digitalisasai
filantropi Islam yang berisi fitu zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) yang dilengkapi
dengan informasi tekini mengenai kondisi lembaga pesantren di pulau Madura dengan
menggunakan aplikasi CONTREN (Connected Sharia Economic of Pesantren), dan yang ketiga
lebih mendalami efek positif dan negatif dari dampak globalisasi yang dihadapi oleh pendidikan
di pesantren. Maka kebaruan yang ditawarkan dari penelitian ini adalah berada pada peran
pesantren dalam mengambil sikap tanpa meninggalkan ke ciri khasnya sebagai pondok
pesantren maupun tradisional dan modren, serta menawarkan berbagai jenis konsep teknologi
berbasis digital yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran di pesantren dengan mengikuti
arus digitalisasi tanpa terombang-ambing oleh digitalisasi itu sendiri.
METODE
Dalam penelitian tentu harus memiliki ketepatan dalam menggunakan metode agar tidak
kesulitan ketika pengumpulan data saat melakukan penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif yang menghasilkan teknik analisis tanpa menggunakan
statistik atau teknik analisis kuantitatif lainnya (Idrus Alwi, 2013). Kemudian dalam
pengumpulan data menggunakan studi literatur yang berkaitan dengan tema penelitian seperti
buku “Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III” (Azyumardi
Azra, 2000). “Model Pengembangan Kurikulum Pesantren di Era Digital” (Edy Sutrisno, 2021).
“Education Management of Pesantren in Digital Era 4.0” (Zainal Abidin, 2020), dan beberapa
literatur lainnya yang berkaitan dengan pesantren serta memiliki kevalidan terhadap fokus
penelitian ini. Kemudian penulis menganalisis data dengan pendekatan deskripsi analisis, dimana
penulis akan menjelaskan apa yang sudah di dapat dalam sumber data tersebut. Dalam hal ini
penulis memaparkan pokok pembahasannya secara sistematis, komprehensif, dan holistik.
Selanjutnya dianalisis secara objektif dan kritis terhadap kelayakan dari suatu sumber yang
digunakan sesuai dengan objek penelitian serta selanjutnya mengambil kesimpulan dengan cara
melakukan sistesi. Sehingga nantinya ditemukan pokok pemecahan masalah dari hasil penelitian
ini. Adapun diagram alir dari penelitian ini, disajikan pada gambar berikut:
435
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
Studi Literatur
Deskriptif Analisis
Pembahasan Hasil
Menarik Kesimpulan
PEMBAHASAN
Peran Pesantren Dalam Era Digital
Pesantren telah berkembang dan mendapat dukungan dari masyarakat, sehingga
lembaga pendidikan perlu membekali mereka dengan guru yang berkualitas. Untuk mencegah
dampak negatif dari kemajuan teknologi, guru atau ustadz harus mampu mendidik murid-
muridnya bagaimana memanfaatkan alat-alat teknis secara efektif. Kenyataannya, banyak
pesantren yang belum sepenuhnya memanfaatkan kemajuan teknologi, terutama pesantren yang
sistem pendidikannya masih menggunakan metode yang ketinggalan zaman (Nia, 2016).
Catatan ini menunjukkan bahwa pendirian pesantren tidak hanya mengikuti paradigma
konvensional (salaf). Namun, jika Anda masih menggunakan metode yang ketinggalan zaman dan
gagal beradaptasi dengan waktu, penting juga untuk memanfaatkan kemajuan teknis. Pesantren
dengan demikian akan berjuang untuk bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya. Jika Pondok
Pesantren mampu memanfaatkan kemajuan teknologi, maka akan semakin dikenal dan dikenal
luas. Hal ini karena setiap orang di era digital saat ini setiap hari memanfaatkan terobosan teknis
seperti media sosial dan internet. Penelitian yang dilakukan oleh (Anwas, 2015) menunjukkan
bahwa Pimpinan Pondok Pesantren Rakyat Al-Amin di Kabupaten Malang Jawa Timur memiliki
kebijakan dan komitmen yang kuat dalam pemanfaatan TIK. Meskipun berada di lingkungan
pedesaan, pimpinan pesantren berpendapat bahwa penggunaan TIK di kelas akan membantu
siswa dan masyarakat pada umumnya mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Teknologi
sekarang lebih penting dari sebelumnya sebagai alat untuk memproses dan mendistribusikan
berbagai pesan dan potongan informasi. Teknologi memberikan keuntungan, menurut Munir
(2008), antara lain: (1) Mempercepat. Salah satu nilai komparatif Komputer lebih efisien
daripada manusia, (2) Bisa diandalkan. Komputer mampu melakukan tugas berulang dengan
andal dan tepat. Komputer mencari penyimpangan kecil, (4) Kepercayaan. Kami dapat
memperkirakan bahwa barang-barang teknologi akan digunakan tidak hanya di wilayah
436
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
metropolitan tetapi juga di pedesaan dan bahkan tempat-tempat yang jauh dengan kecepatan,
konsistensi, dan presisi. Khususnya, generasi anak-anak dan remaja saat ini menggunakan
barang-barang teknologi dengan cukup cepat dan baik (ponsel). Alhasil, generasi Santri saat ini
sering disebut sebagai Santri Milenium.
Tetapi permasalahan yang terjalin yakni mayoritas santri yang sudah memiliki hp
ataupun laptop cuma menjadikan produk itu untuk kebutuhan hiburan, informasi, komunikasi,
serta bermacam aktivitas kesenangan lainnya. Sementara itu, sebagian kecil siswa berburu
sumber belajar di buku atau memanfaatkan barang-barang teknologi untuk tujuan pendidikan.
Kemajuan teknologi, dilihat dari berbagai barangnya, berpotensi dimanfaatkan untuk
meningkatkan standar pengajaran di pesantren, sebagai platform iklan, dan untuk
mempromosikan dakwah Islam. Keterbukaan informasi dan teknologi dari negara kaya ke negara
berkembang seperti Indonesia menandai awal era digital. Masih banyak masyarakat Indonesia
yang tidak dapat memanfaatkan kemajuan teknologi secara bebas, sehingga kehadirannya tidak
selalu memberikan pengaruh positif bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kesenjangan digital
adalah salah satu masalah yang berkaitan dengan efek kemajuan teknis. Terjadinya kesenjangan
antara masyarakat dan teknologi informasi yang terhubung karena banyak sebab, seperti yang
terjadi pada anak-anak yang bersekolah di pondok pesantren salafiyah. Peneliti tertarik untuk
mempelajari bagaimana siswa dapat memanfaatkan teknologi di sekolah asrama Islam Salafiyah
(Hidayat, 2019).
Salah satu pondasi atau tonggak pendidikan di Indonesia adalah pesantren. Pesantren,
salah satu lembaga pendidikan tertua, telah bertransisi dari sistem pendidikan konvensional ke
sistem pendidikan kontemporer pada periode saat ini. Pesantren menyediakan berbagai tujuan
sosial bagi masyarakat selain berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Namun, beberapa pesantren
di era digital ini belum memanfaatkan teknologi secara maksimal. Pesantren Al Kholili Bandung
menghadapi salah satu tantangan tersebut. Pengembangan sistem informasi pesantren, pelatihan
pengembangan karakter, serta desain interior, landscape, dan pesantren untuk memaksimalkan
pemanfaatan ruang dan mempercantik pesantren hanyalah sebagian dari kegiatan dan program
yang diusulkan untuk mengoptimalkan peran teknologi informasi dalam hal ini. Sekolah
Berasrama. Pendekatannya adalah mengajar orang, membimbing mereka, dan membantu
dekorasi interior pondok pesantren. Diharapkan dengan terlibat dalam kegiatan ini, pesantren
akan beroperasi lebih baik sebagai lembaga pendidikan dan sosial, dan siswa akan lebih siap
untuk bersaing di era digital.
Anak-anak yang lahir di masa kemajuan teknologi yang pesat tidak dapat dipisahkan dari
dunia digital saat ini. Teknologi yang berkembang pesat seringkali menyebabkan manusia
berkembang dengan sendirinya tanpa ada masukan dari individu yang terlibat. Tanpa
sepengetahuan kita, banyak anak muda yang telah rusak karakternya akibat ulah mereka sendiri
437
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
di dunia digital yang lebih marak dibandingkan media tradisional. Kita membutuhkan sebuah
forum yang dapat membantu dan berpartisipasi dalam memberikan wawasan dan mencegah
kerusakan karakter anak muda saat ini akibat penggunaan media digital yang sering kita dengar
dan lihat.
Orang yang belajar agama dan memiliki pengetahuan tentang kemajuan teknis terbaru
dikenal sebagai santri milenial. Perkembangan intelektual remaja sangat dipengaruhi oleh peran
dan dampak mahasiswa milenial. Seluruh kegiatan santri akan diarahkan pada tujuan khusus
amar ma'ruf nahi munkar kepada setiap orang, terutama selama mereka masih berstatus santri.
Agar Islam tetap terpilih di hadapan teknologi yang terus berkembang, mahasiswa harus
membenamkan diri dalam ruang dakwah digital. Dakwah adalah amalan keagamaan yang
bertujuan untuk menasihati dan mengajak manusia untuk mengikuti jalan yang benar yang telah
digariskan oleh Allah SWT dan Nabi-Nya, Nabi Muhammad SAW, untuk mendapatkan kepuasan
baik di kehidupan ini maupun di akhirat (Suhartono, 2021).
Setiap orang yang mengatakan dakwah memiliki kesamaan atau perbedaan penting yang
mungkin terlihat atau tidak. Beragamnya metode yang diusung Islam saat ini merupakan hasil
dari disparitas yang ada saat ini. Sistematika komunikasi seseorang telah berubah secara
signifikan akibat Revolusi Industri 4.0. Sentuhan fisik dulunya merupakan hal yang kecil, namun
saat ini semakin banyak bergerak atau berubah sebagai akibat dari penggunaan teknologi.
Perubahan ini harus dimungkinkan, terutama dalam hal teknologi komunikasi untuk dakwah.
Komunikasi adalah alat propaganda yang sangat efektif yang dapat dimanfaatkan sekarang dan
di masa depan. Hal ini disebabkan fakta bahwa anak-anak saat ini mengkonsumsi lebih banyak
daripada mereka melakukan sedekah. Dibandingkan dengan cara-cara tradisional, komunikasi di
internet dapat menjadi kemajuan yang signifikan bagi dakwah karena membawa insentif dan
mendorong orang untuk berbuat baik.
Sebuah platform manajemen media sosial melakukan studi HootSuite dengan judul
"Laporan Digital Global 2020", yang mengungkapkan bahwa dari 272,2 juta penduduk Indonesia,
175,4 juta orang, atau 64%, menggunakan internet. Studi tersebut menemukan bahwa orang
Indonesia menggunakan dua perangkat seluler untuk mengakses internet. Terkait mereka yang
sudah kembali beraktivitas online, ada 160 juta pengguna media sosial yang memiliki lebih dari
dua akun (Ar-Rayyan, 2022). Hasil studi yang dilakukan pada tahun 2020 memperjelas bahwa
masyarakat Indonesia, khususnya anak muda, semakin rentan dan sering menggunakan media
sosial.
Sumber daya manusia pondok pesantren menggunakan arus teknologi ini untuk
melakukan berbagai tugas, termasuk mendigitalkan gerakan dakwah dan meningkatkan
penyebaran informasi. Tentunya hal ini sangat menguntungkan bagi orang tua mahasiswa,
alumni, dan masyarakat luas. Kita harus bisa berkontribusi untuk meningkatkan media sosial
438
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
dengan cita-cita Islam otentik yang sejalan dengan Alquran dan hadits sebagai orang yang pernah
mengikuti pesantren dan sebagai santri.
Tidak mungkin untuk menggeneralisasi tentang bagaimana media sosial dan aplikasi
digunakan untuk belajar di pondok pesantren. Hal ini disebabkan karena banyak pendekatan dan
media yang cenderung digeneralisasikan karena setiap pembelajaran memiliki ciri dan tanda
yang unik. Ujian persyaratan pembelajaran menggunakan teknologi digital didasarkan pada
materi pelajaran yang diajarkan, karakteristik siswa, faktor lingkungan, dan kompetensi
instruktur. Oleh karena itu, tenaga pengajar pesantren harus bersiap-siap dengan membuat RPP.
Karena tidak ada media universal yang dapat digunakan dalam semua situasi dan kondisi
pembelajaran, RPP ini harus disesuaikan dengan kebutuhan kelas yang diajar.
Setidaknya peran pesantren dalam arus digialisasi ini mampu memanfaatkan berbagai
macam teknologi bukan malah diombang abmbingkan oleh dunia teknologi. Pesantren juga bisa
memanfaatkan teknologi digital dalam birokrasinya, administrasinya dan dalam dakwahnya.
Memang digitalisasi ini merupakan sebuah era perubahan besar-besaran dalam inovasi serta
mengakibatkan perubahan system yang ada, sehingga kehidupan sekarang tidak luput dari
kemajuan teknologi yang kian pesat. Setidak ada dua hal yang bisa dilakukan oleh lembaga
pesantren yaitu pesantren harus bisa menyesuaikan zamannya tanpa menghilangkan ciri khas
sebagai lembaga pesantren, dan mampu mengisi ruang digital dengan bijak.
Oleh karena itu mempelajari dan menguasai serta melakukan literasi atas pengetahuan
teknologi digital adalah pilihan konstruktif dilakukan pesantren maupun para santri disamping
memahami pendidikan keagamaan. Fakta empiric ini merupakan keniscayaan yang dihadapi
pondok pesantren di zaman digital yang mestinya dibaca sebagai ruang dakwah Islam yang
strategis, serta mentransformasikan pengetahuan digital dan keagamaan merupakan langkah
yang dapat dipilih pondok pesantren dalam menyikapi zaman digital. Membaca realitas zaman
dengan mengisinya melalui pendidikan Islam, menjadikannya sebagai sarana dakwah dalam
rangka memperbaiki masyarakat berakhlak karimah dan kehidupan manusia menjadi lebih baik
dan beradab.
439
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
tergantung bagaimana penggunaannya, masyarakat dapat berubah menjadi lebih baik atau lebih
buruk. Semuanya tergantung pada bagaimana orang memanfaatkan teknologi. Pesantren dengan
demikian harus memperbaharui kurikulumnya untuk mempersiapkan generasi yang unggul dan
melek huruf untuk kepentingan hari ini, terutama dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk
beradaptasi dengan periode masyarakat 5.0.
Gagasan masyarakat 5.0 memberi penekanan pada orang-orangnya, menanyakan
bagaimana mereka dapat meramalkan tren global setelah perkembangan industri 4.0. Di antara
era industri 4.0 dan era masyarakat 5.0, perlu dikembangkan reformasi kurikulum pendidikan
pesantren. Konsep Kurikulum pesantren harus bisa merospon kemajuan pasar industry dan
society 5.0, dengan melakukan pembaruan agar para santri mampu bersaing di abad digital ini.
Jangan sampai pondok pesantren terombang ambing oleh derasnya arus teknologi dan tertinggal,
tetapi harus bisa mengkolaborasikan antara ilmu agama dan sains-teknologi. Untuk
mempersiapkan hal tersebut, setidaknya ada enam kompetensi di dalam kurikulum pesantren
yang harus dikembangkan. Guna melahirkan SDM yang uggul dan berdaya saing tinggi, diantara
enam kompetensi tersebut yaitu:
1) Kompetensi Leadership, kapasitas untuk kepemimpinan. Seorang pemimpin yang hebat
harus memiliki keberanian untuk membuat penilaian yang berani terhadap rintangan,
bersiap dalam setiap keadaan, dan membuat keputusan yang sangat baik yang memiliki
pengaruh pada orang-orang yang dipimpinnya. Hal ini dikarenakan masa society 5.0
membutuhkan mahasiswa untuk menjadi pemimpin, setidaknya untuk diri mereka
sendiri.
2) Kompetensi Language Skills, merupakan keterampilan yang diperlukan di era peradaban
5.0, terutama kemampuan berbahasa Inggris. karena komunikasi internasional tidak lagi
dibatasi pada waktu itu. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan bahasa untuk
membangun kontak dengan berbagai individu di seluruh dunia. Kemampuan untuk
menangani peralatan yang rumit dengan instruksi penggunaan yang rumit dalam bahasa
asing sangatlah penting. Sebagaimana pesantren Darul Hikam mojokerto, Ummul Quro
Al-Islami Bogor, Gontor, Tebuireng dan beberapa pesantren lainya yg sudah
mengembangkan language skill. Penulis kira apabila semua pesantren mengembangkan
language skill dalam program kurikulumnya, maka akan mencetak generasi yang siap
maju dalam kanca internasional.
3) Kompetensi IT Literacy, Sedangkan dalam masyarakat 5.0, teknologi informasi adalah
motivator utama. Dengan demikian siswa harus memiliki motivasi untuk menggunakan
internet untuk memperluas dan meningkatkan pengetahuan mereka di era masyarakat
5.0. Siswa dapat mengakses informasi tanpa batas dan materi yang mudah dicari
menggunakan internet. Siswa kemudian akan dapat menggunakan tiga bentuk
440
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
441
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
PENUTUP
Peran pondok pesantren di era digital dapat memanfaatkan berbagai macam teknologi
bukannya diombang-ambingkan oleh dunia teknologi. Pesantren juga dapat memanfaatkan
teknologi digital dalam birokrasi, administrasi, dan dalam dakwah. Setidaknya ada dua langkah
konstruktif yang dapat diambil oleh pesantren, yaitu pesantren harus mampu beradaptasi
dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan ciri khasnya sebagai pesantren dan mampu
mengisi ruang digital dengan bijak. Pesantren juga mengalami rekonstruksi dalam menghadapi
era Society 5.0, terutama dalam hal kurikulum. Mereka harus mengembangkan kompetensi
kepemimpinan, keterampilan bahasa, literasi TI, keterampilan menulis, pemecahan masalah, dan
pemikiran kritis. Serta upaya pondok pesantren untuk masuk ke dalam PISA yaitu melaksanakan
pembelajaran berbasis Literasi HOTS, melaksanakan uji coba soal dengan format seperti soal tes
PISA, meningkatkan kompetensi pendidik di pondok pesantren berbasis Literasi HOTS
pembelajaran, meningkatkan kompetensi pendidik di pondok pesantren dalam mengembangkan
perangkat pembelajaran. yang mengarah ke PISA melalui lokakarya Micro-Learning dan
menyediakan tautan ke soal-soal simulasi untuk PISA yang mudah diakses oleh siswa.
BIBLIOGRAFI
Akhmad Azlany Rusli. (2022). Kenali Kompetensi Santri Dalam Menghadapi Era Society 5.0.
Pondok Pesantren Al-Munawwir. https://almunawwir.com/kenali-kompetensi-santri-
dalam-menghadapi-era-society-5-0/
Andri Lundeto. (2021). Digutalisasi Pesantren: Hilangnya Tradisionsl atau Kemajuan. Jurnal
Education and Development, 9(3), 452–457.
Anwas O.M. (2015). Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi pada Pesantren Rakyat
Sumber Pucung Malang. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan 21(3).
442
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
Ar-Rayyan, Farhan, K. & S. (2022). Peran Instagram sebagai Media Dakwah pada Masa Pandemi.
Dawatuna Journal of Communication and Islamic Broadcasting, 2(2).
Azyumardi Azra. (2000). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengan Tantangan
Milenium III. Logos Wacana Ilmu.
Burrahman A. (2017). Membangun Sistem Informasi Akademik Berbasis Web Pada Pondok
Pesantren Salafiyah Al-Baqiyatussa’diyyah Tembilaha. Jurnal Sistemasi 6(1).
Dimas Setio Wicaksono. (2021). Peranan Pondok Pesantren Dalam Generasi Alpa dan Tantangan
Dunia Pendidikan Era Society 5.0.
Edy Sutrisno. (2021). Model Pengembangan Kurikulum Pesantren di Era Digital. Guepedia.
Faulinda Ely Nastiti & Aghni Rizqi Nimal Abdu. (2020). Kesiapan Pendidikan Indonesia
Menghadapi Era Society 5.0. Edcomtech: Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan, 5(1), 61–66.
http://journal2.um.ac.id/index.php/edcomtech/article/view/9138/pdf
Firman Ardiansyah, Fitriyana Agustin, R. M. (2021). Digitalisasi Filantropi Islam Pada Pesantren
di Pulau Madura. IQTISADIE, 1(2), 225–255.
Hamruni. (2017). Eksistensi Pesantren dan Kontribusinya dalam Pendidikan Karakter. Jurnal
Pendidikan Islam, 13(2), 197-21o.
Handoko. (2021). Manajemen Mutu Pendidikan Pondok Pesantren di Era 5.0.
Hariadi. (2015). Evaluasi Pesantren Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ. LkiS
Yogyakarta.
Hidayat, T. (2019). Rembesan Teknologi Digital Dalam Pondok Pesantren Salafiyah (Studi
Penggunaan Gadget Di Pondok Pesantren Husnul Hidayah Kebumen). 1–76.
Idrus Alwi. (2013). Metodelogi Penelitian Pendidikan: Suatu Pendekatan Proposal. Saraz
Publishing.
Kesuma. (2017). Refleksi Model Pendidikan Pesantren dan Tantangannya Masa Kini. Tadris:
Jurnal Keguruan Dan Ilmu Tarbiyah, 2(1), 67.
Mantyastuti. (2016). Digital Divide dikalangan Santri Pondok Pesantren Salaf.
https://repository.unair.ac.id/66932/1/ABSTRAK_Fis.IIP.05 17 Man d.pdf
Nia Indah Purnamasari. (2016). Kontruksi Sistem Pendidikan Pesantren Tradisional di Era
Global: Paradoks dan Relevansinya. El-Banat: Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, 6(2),
205–210.
Samsudin. (2020). Tantangan Lembaga Pendidikan Pesantren di Era Disrupsi. Conference on
Islamic Studies FAI, 221–230. http://lppm-
unissula.com/jurnal.unissula.ac.id/index.php/cois/article/view/8063
Suhartono, A. I. (2021). Pendampingan Pemanfaatan Aplikasi Media Sosial Sebagai Media
Komunikasi Dakwah Pada Masa Pandemi Covid-19 Bagi Takmir Masjid “Baitur Rohmat”
Ketawang Gondang Nganjuk. Jurnal Komunikasi Islam, 2.
443
Scaffolding: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 4, No. 3 (2022): 432-444
Susanto D. (2014). Islam, Pesantren dan Dakwah Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Komunikasi
Islam 6(2).
Tamam, B. (2015). Pesantren, Nalar dan Tradisi. Pustaka Belajar.
Yeni Puspita. (2020). Selamat Tinggal Revolusi Industri 4.0 Selamat Datang Revolusi Industri 5.0.
Zainal Abidin. (2020). Education Management of Pesantren in Digital Era 4.0. Pendidikan Agama
Islam, 17(2), 203–216.
© 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms
and conditions of the Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International
License (CC BY NC) license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/).
444