1 SM

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

ANALISIS AKUNTABILITAS BELANJA BANTUAN SOSIAL PADA PEMERINTAH


KOTA MANADO

Flayer Puasa1, Jantje J. Tinangon2, Hendrik Manossoh3


1,2,3
Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus
Unsrat Bahu, Manado, 95115, Indonesia
1
E-mail: [email protected]

ABSTRACT
This study aims to analyze the suitability of the accountability of social aid expenditures in
the Manado City Government with applicable regulations, to analyze the obstacles faced in
the implementation of social aid expenditure accountability and the efforts made by the
Manado City Government to increase the accountability of social aid expenditures. This
study uses a qualitative method with an exploratory case study approach. Data were obtained
through in-depth interviews, documentation studies and observation.The results of the study
indicate that the accountability of social aid expenditures in the Manado City Government
has been implemented based on the regulations set by the government, although in its
management there are still some obstacles. These constraints are human resource
competence, compliance, sanctions, coordination, monitoring and regulation. Of the seven
processes for managing social aid expenditures, the accountability and reporting processes
are the processes that often experience problems, namely human resource competence,
compliance, coordination and monitoring. Meanwhile, efforts that have been made to
increase the accountability of social aid expenditures are by conducting socialization and
requesting accountability reports to recipients of social assistance.Furthermore, there are
several things that are recommended to increase the accountability of social aid expenditures
to the Manado City Government, namely: it is necessary to pay attention to the balance of the
use of human resources between the number of staff needed (quantity) and the expertise
(competence) possessed; strict sanctions must be regulated in regulations and actually
implemented; it is necessary to have an initiative from the manager in this case the related
SKPD to study the regulations that become a reference on the main tasks and functions in the
management of social aid expenditures; coordination between fellow social aid managers
needs to be carried out; the manager is obliged to assist the recipient in preparing the
accountability report; in addition to sending letters and making calls, requests for
accountability reports need to be followed up by picking up directly from the recipient;
managers need to provide an accountability report format, because in addition to assisting
recipients in making accountability reports, they also facilitate auditors in conducting audits.
Keywords : accountability of social aid expenditure, manado city government.

1. PENDAHULUAN
Akuntabilitas hukum dan peraturan adalah akuntabilitas yang terkait dengan jaminan
adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan
sumber dana publik. Untuk menjamin dijalankannya jenis akuntabilitas ini perlu dilakukan
audit terhadap kepatuhan(Sheila Elwood dalam Manggaukang Raba, 2006:35). Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah
Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah,
menyatakan bahwa bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari
pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya
tidak secara terus menerus dan selektif, yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan

464
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

terjadinya risiko sosial. Tujuan pemberian bantuan sosialselain untuk menunjang pencapaian
sasaran program dan kegiatan Pemerintah Kota, tetapi juga memastikan perlindungan sosial
kepada masyarkat berjalan sebagaimana mestinya, serta mewujudkan pelayanan publik yang
optimal serta berkesinambungan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas
dan manfaat untuk masyarakat.
Dalam hal pemberian bantuan sosial dari APBD, maka pemerintah daerah wajib
memperhatikan regulasi terkait dengan pedoman pemberian bantuan sosial yang bersumber
dari APBD, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun
2019 Tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2011. Pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia dapat
mengalokasikan anggaran untuk belanja bantuan sosial dalam APBD setiap tahun anggaran
sepanjang tidak bertentangan dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011. Sebagai contoh pemberian bantuan sosial pada
Pemerintah Kota Manado yang berpedoman pada Peraturan Walikota Nomor 6a Tahun 2012
sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Walikota Nomor 3 Tahun 2018 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Nomor No. 6a Tahun 2012.
Dalam pelaksanaannya, pengeloaan belanja bantuan sosial tetap mengacu pada
ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan sebagaimana menurut Rasul (2002:11)
yang menyatakan bahwa akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, serta menjamin
ditegakkannya supremasi hukum, dengan tetap berpegang pada prinsip pertanggungjawaban
atau responsibilitas (responsibility) sebagaimana terkandung dalam teoriGood Corporate
Governance melalui indikator-indikator antara lain: kepatuhan hukum, tanggung jawab sosial
dan prinsip kehati-hatian, walaupun pada kenyataanya masih terdapat berbagai
permasalahanyangmenyebabkan tidak terlaksananya tuntutan dalam prinsip akuntabilitas
hukum dan peraturan yang dimaksud oleh Rasul (2002:11), sebagaimana diberitakan dalam
surat kabarmanadoline.comyangterbitpadatanggal19November 2019dengan judul berita
“LP3K Manado: Proses Hukum Oknum Yang Terbukti Main Dana Bantuan Sosial Lansia”
dan juga dalam surat kabar komentarnews.com yang terbit pada tanggal 20 November
2020dengan judul berita “Janggal, Realisasi Dana Lansia yang Dipublikasikan Pemkot
Manado”.
Selanjutnya, permasalahan yang menyebabkan tidak terlaksananya prinsip
akuntabilitas hukum dan peraturan dalam pengelolaan belanja bantuan sosial pada
Pemerintah Kota Manado juga ditemukan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Kota Manado pada Tahun Anggaran 2018 sampai dengan
Tahun Anggaran 2020, dengan rincian sebagai berikut: (1) terdapat realisasi belanja bantuan
sosial lanjut usia kepada penerima bantuan yang belum berusia 60 tahun, (2) terdapat realisasi
belanja bantuan sosial lanjut usia ganda/lebih dari satu kali, (3) terdapat realisasi belanja
bantuan sosial kepada lanjut usia yang telah meninggal dunia, (4) terdapat realisasi dan
pertanggungjawaban belanja bantuan sosial lanjut usia yang tidak akurat, dan (5) terdapat
penerima bantuan sosial yang tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban belanja
bantuan sosial.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, maka bantuan sosial harus dikelola dan
dipertanggungjawabkan sesuai denganaturan yang berlaku sebagaimana prinsip
responsibilitas (Responsibility) dalam teori Good Corporate Governance yang menyatakan
bahwa organisasi mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan serta
harus menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam

465
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

prinsip akuntabilitas hukum dan peraturan.Oleh karena itu, pemerintah daerah tidak hanya
dapat/wajib memberikan bantuan sosial tetapi juga dituntut untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan bantuan sosial secara keseluruhan dengan tertib, taat pada ketentuan dan
peraturan perundang-undangan, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran yang jelas tentang pengelolaan belanja bantuan sosial pada Pemerintah Kota
Manado dilihat dari kesesuaiannya dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi serta upaya-upaya yang harus
dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam pengelolaan belanja bantuan sosial dengan
menggunakan strategi pendekatan kualitatif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis kesesuaian akuntabilitas belanja
bantuan sosial pada Pemerintah Kota Manadodengan aturan yang berlaku; (2) menganalisis
kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial pada
Pemerintah Kota Manado; (3) menganalisis upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
akuntabilitas belanja bantuan sosial pada Pemerintah Kota Manado.

2. KAJIAN PUSTAKA
Teori Good Corporate Governance (GCG)
Good Corporate Governance berasal dari bahasa Inggris, yaitu Good yang berarti
baik, Corporate berarti perusahaan dan Governance artinya pengaturan. Secara umum, istilah
Good Corporate Governance diartikan dalam bahasa indonesia dengan tata kelola perusahaan
yang baik. Secara istilah, definisi Good Corporate Governance menurut Syakhroza, A.
(2005) adalah suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan
pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif
dengan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independen, dan adil
dalam rangka mencapai tujuan organisasi.Good Corporate Governance merupakan sebuah
sistem tata kelola organisasi yang berisi seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara kepentingan internal dan eksternal lainnya dalam kaitannya dengan hak-hak dan
kewajiban dengan kata lain, suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan organisasi,
dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah (added value) bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders).Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Good Corporate Governance diartikan sebagai tata kelola organisasi yang baik,
kepemerintahan yang baik atau penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif,
berlandaskan perundang-undangan dan norma-norma baik.
Akuntabilitas
Cendon (2000) melihat Akuntabilitas sebagai tanggungjawab yang mengacu pada
kewajiban umum pejabat untuk memberikan informasi, penjelasan dan atau pembenaran
kepada otoritas internal atau eksternal, memberikan laporan untuk kegiatan mereka dan akan
dikenakan penilaian atau evaluasi. Sedangkan (Rasul, 2002:8) menyatakan bahwa
akuntabilitas adalah kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas
tindakan seseorang/sekelompok orang terhadap masyarakat luas dalam suatu organisasi.
Rasul (2002:11) juga menyatakan bahwa akuntabilitas hukum adalah akuntabilitas yang
terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan
dalam organisasi, serta menjamin ditegakkannya supremasi hukum. Untuk itu, pemerintah
daerah diharapkan dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan akuntabilitas belanja
bantuan sosial yang terdiri atas beberapa proses atau tahapan pengelolaan yaitu pengajuan
dan persyaratan permohonan, evaluasi, penganggaran, pelaksanaan, pencairan dan
pertanggungjawaban dan pelaporan, yang dilihat dari salah satu dimensi yaitu akuntabilitas
hukum dan peraturan.

466
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

Implementasi Kebijakan
Menurut Agustino (2008:139), “implementasi merupakan suatu proses yang dinamis,
dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya
akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.
Sedangkan Alfatih (2010:2), menyatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan
atau tindakan yang dibuat secara sengaja dan sah oleh pemerintah yang bertujuan untuk
melindungi kepentingan publik, mengatasi masalah publik, memberdaya publik, dan
menciptakan kesejahteraan publik. Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu
keputusan kebijakan(Lester dan Stewart dalam Winarno, 2002:101). Sementara Edward III
dalam Agustino (2016:136-141), menamakan model implementasi kebijakan publiknya
dengan Direct and Indirect Impact on Implementation.Apapun produk kebijakan itu, pada
akhirnya bermuara pada tataran bagaimana mengimplementasikan kebijakan tersebut
teraktualisasi.
Kepatuhan Terhadap Regulasi
Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak
mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo, 2003). Kepatuhan
didefinisikan oleh Chaplin (1989:99) sebagai pemenuhan, mengalah tunduk dengan kerelaan;
rela memberi, menyerah, mengalah; membuat suatu keinginan konformitas sesuai dengan
harapan atau kemauan orang lain. Sedangkan menurut Milgram (1963, 371:378) kepatuhan
terkait dengan ketaatan pada otoritas aturan-aturan. Sementara Herbert Kelman dalam
Tondok, Ardiansyah & Ayuni (2012:2), mendefinisikan kepatuhan sebagai perilaku
mengikuti permintaan otoritas meskipun individu secara personal individu tidak setuju
dengan permintaan tersebut. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki
kesadaran untuk memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku, mempertahankan
tertib hukum yang ada dan menegakkan kepastian hukum. Kepatuhan hukum adalah ketaatan
pada hukum yang didasarkan pada kesadaran hukum, dalam hal ini hukum tertulis atau
peraturan perundang-undangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah yang merupakan pedoman bagi
pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada publik dalam masa satu tahun
anggaran (Kawedar, Warsito, Rohman & Handayani, 2008). APBD menurut Peraturan
Pemerintah Nomor12 Tahun 2019, adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
dengan Perda. Halim (2007) mengungkapkan bahwa setelah APBD ditetapkan dengan
peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Pemerintah.
APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor12 Tahun 2019,
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran sesuai
dengan undang-undang mengenai keuangan negara. APBD merupakan satu kesatuan yang
terdiri atas Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah.
Belanja Bantuan Sosial
Belanja menurut Lampiran I.01 hal. 16 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010,
adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi
ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah. Sedangkan belanja bantuan sosial sebagaimana
terdapat dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 04 Tahun 2006 pada
hal. 15, adalah transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah
kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Sementara
bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 15 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 14 Tahun 2016, adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari
pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya

467
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan
terjadinya resiko sosial.
Penganggaran Belanja Bantuan Sosial
Menurut Mardiasmo (2002), anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
financial, sedangkan penganggaran adalah sebuah proses yang digunakan untuk
mempersiapkan suatu anggaran. Penganggaran adalah perencanaan yang digambarkan secara
kuantitatif dalam bentuk keuangan dan ukuran kuantitatif lainnya (Supriyono, 2002).
Pelaksanaan dan Penatausahaan Belanja Bantuan Sosial
Menurut Saiful Rahman (2012), Penatausahaan keuangan daerah merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari proses Pengelolaan Keuangan Daerah, baik menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 maupun berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sedangkan menurut
Dedi Kusmayadi (2009), dalam jurnalnya mendefinisikan bahwa Penatausahaan Keuangan
Daerah dalam arti luas adalah pencatatan atas segenap tindakan pengurusan administrasi dan
pengurusan kebendaharawanan yang mengakibatkan bertambahnya dan berkurangnya
kekayaan daerah, baik berupa barang maupun uang yang termasuk juga pelaksanaan tugas-
tugas transitoris (UKP) dalam rangka pelaksanaan APBD untuk satu tahun anggaran.
Pertanggungjawaban dan Pelaporan Belanja Bantuan Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pertanggungjawaban merupakan
suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya atau akibat yang timbul dari suatu
perbuatan baik itu berupa kelalaian maupun kesalahan. Sedangkan pertanggungjawaban
menurut Sugeng Istanto (2014), berarti kewajiban memberikan jawaban yang merupakan
perhitungan atas semua hal yang terjadi dan kewajiban untuk memberikan pemulihan atas
kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Pertanggungjawaban dan pelaporan merupakan
salah satu bagian yang tak terpisahkan dalam proses pengeloaan belanja bantuan sosial.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian
inidiantaranyaadalah: Winarta, I. W. T., Raka, A. A. G., & Sumada, I. M. (2020),dengan
judulEvaluasi Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten Gianyar.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Sosial.
Machfudz, Palampanga, A. M., & Kahar, A.(2019),dengan judul Analisis pelaksanaan
bantuan sosial Pada penyandang masalah kesejahteraan sosial (pmks) Di kabupaten
sigi.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelenggaraan Bantuan Sosial dan
manfaatnya bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).Rachmadani, N. F.,
Wairocana, I. G. N., & Suardita, I. K.(2019),dengan judulImplementasi Prinsip Good
Governance dalam Pengelolaan Keuangan Daerah di Pemerintah Kota Denpasar. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi prinsip Good Financial Governance
dalam pengelolaan keuangan daerah di BPKAD Kota Denpasar.Anwar M, N. A., Ridwan, H.,
& Yusnita, N. (2018),dengan judulTransparansi Dan Akuntabilitas Pelaksanaan Serta
Penatausahaan Belanja Bantuan Sosial Pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
Kabupaten Sigi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan serta penatausahaan belanja bantuan sosial pada satuan kerja pengelola keuangan
daerah.
Selanjutnya Dharmakarja, I. G. M. A.(2017),dengan judulRekonstruksi Belanja
Bantuan Sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis belanja untuk menampung
program bantuan sosial.Gemiharto, I.,& Rosfiantika, E. (2017),dengan judulTata Kelola
Pemerintahan Dalam Penanggulangan Kemiskinan Melalui Dana Hibah Dan Bantuan Sosial
Di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tata kelola pemerintahan dalam
penanggulangan kemiskinan melalui pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial.Bolang,

468
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

J.(2014),dengan judulPenerapan Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Dalam


Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Penerapan Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Yang Baik dihadapan publik secara administatif maupun secara politik.

3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi
kasuseksploratori. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi dan
memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari
masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell, 2010). Sedangkan pendekatan studi kasus
menurut Creswell (2010), merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti
menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok
individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan
informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
berdasarkan waktu yang ditentukan. Selanjutnya, Yin, Campbell, & Thomas(2018, h.42)
menyatakan bahwa studi kasus eksploratori bertujuan menguji sebuah teori atau hipotesis
untuk mendukung atau menolak teori atau hipotesis yang sudah ada. Yin juga menyatakan
bahwa studi kasus eksploratori dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap beberapa
fenomena sosial dalam bentuk alaminya, sehingga penelitian ini berguna sebagai studi
percontohan ketika merencanakan penyelidikan dan mengekslorasi topik secara lebih besar
dan menyeluruh.Dengan pendekatan studi kasus eksploratori, peneliti dapat memperoleh
informasi secara mendetail dan mendalam tentang kesesuaian akuntabilitas belanja bantuan
sosial dengan aturan yang berlaku, kemudian menemukan dan menguraikan kendala-kendala
yang menghambat agar terangkat ke permukaan sehingga menjadi pengetahuan publik.
Disamping itu, pendekatan studi kasus eksploratori berusaha menemukan tindak lanjut
berupa perbaikan atau upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara,
studi dokumentasi dan observasi. Informan kunci ditetapkan secara purposive sampling
dengan syarat memenuhi kriteria yang ditetapkan untuk mendapatkan informasi yang tepat
dan akurat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
Model Milles dan Huberman dalam Satori & Komariah (2013:218) yang terdiri atas data
reduction, data display dan drawing conclusion/verification yang dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya mencapai jenuh.
Penelitian ini menggunakan uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono
(2015:117) yang meliputi uji validitas internal (credibility) yang dilakukan dengan
memanfaatkan triangulasi sumber dan triangulasi teknik, uji reliabilitas (dependability) yang
dilakukan oleh pembimbing dengan cara memeriksa keseluruhan aktifitas penelitian, mulai
dari menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan
analisis data, melakukan uji keabsahan data sampai pada membuat kesimpulan.

4. ANALISIS PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi langsung pada
perangkat daerah yang menjadi fokus penelitian, maka selanjutnya peneliti melakukan
analisis data.Data primer yang diperoleh dalam penelitian ini ditulis dalam bentuk transkrip
data yang disusun berdasarkan hasil wawancara para informan kemudian direduksi,
dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, selanjutnyadifokuskan pada hal-hal yang penting
yang dapat menjawab pertanyaan riset.Selanjutnya data yang terkumpul disajikan dalam
bentuk tabel organisasi yang menguraikan hasil wawancara, informan, coding atau tema yang
ditemukan pada data tersebut kemudian disajikan secara naratif, yaitu masing-masing tema

469
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

dikelompokkan untuk menjawab permasalahan yang menjadi pertanyaan penelitian dan juga
tujuan penelitian, yaitu kesesuaian pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial dengan
aturan yang berlaku, Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan
sosial di pemerintah kota manado, dan Upaya yang dilakukan pemerintah kota manado untuk
meningkatkan akuntabilitas belanja bantuan sosial.
Kesesuaian Pelaksanaan Akuntabilitas Belanja Bantuan Sosial Dengan Aturan Yang
Berlaku
Berdasarkan analisishasilwawancara dan setelah dilakukan triangulasi sumber
dokumentasi, maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan belanja bantuan sosial pada
Pemerintah Kota Manadosudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32Tahun 2011 dan perubahannya
serta turunannya yaitu Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 dan perubahannya,
yang terdiri atas beberapa proses/tahapan yaitu: (1) pengajuan dan persyaratan
permohonan,(2) evaluasi, (3) penganggaran, (4) pelaksanaan, (5) pencairan, (6) penggunaan,
dan (7) pertanggungjawaban dan pelaporan, dengan penjelasan sebagai berikut:
Pengajuan dan persyaratan permohonan
Juniarso, dan Sodik (2014), menyatakan bahwa persyaratan merupakan hal yang harus
dipenuhi oleh pemohon untuk meperoleh izin yang dimohonkan. Persyaratan-persyaratan
tersebut berupa dokumen atau surat-surat kelengkapan.Pengajuan dan persyaratan
permohonan adalah proses/tahapan verifikasi yang dilakukan oleh PPKD meliputi maksud
dan tujuan penggunaan, jumlah belanja bantuan sosial yang dimohonkan, identitas lengkap
penerima belanja bantuan sosial, salinan/photocopy nomor rekening atas nama penerima
pelanja bantuan sosial dan salinan/photocopy KTP yang masih berlaku.
Berdasarkan hasil wawancara, dapat dianalisis bahwa proses pengajuan dan
persyaratan permohonan bantuan sosial secara umum telah dilaksanakan sesuai dengan aturan
yang berlaku, walaupun dalam pelaksanaannya menurut penerima bantuan sosial,
staf/pelaksana yang memeriksa atau memverifikasi berkas proposal berdeda-beda dalam
menyatakan lengkap tidaknya persyaratan yang ada dalam proposal yang dimasukkan,
sehingga mengakibatkan mereka harus bolak-balik untuk melengkapinya.
Evaluasi
Evaluasi menurutWidoyoko (2012:6), merupakan proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menyajikan
informasi tentang suatu program untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan,
menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. Disamping dapat mengusulkan
jumlah bantuan sosial yang akan diberikan dalam hasil evaluasi, proses evaluasi dilakukan
SKPD terkait terhadap keabsahan dan kelengkapan persyaratan permohonan belanja bantuan
sosial berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala SKPD.
Berdasarkan hasil wawancara, dapat dianalisis bahwa proses evaluasi terhadap
permohonan belanja bantuan sosial secara umum telah dilaksanakan dengan aturan yang
berlaku. Namun dalam pelaksanaannya, penentuan usulanjumlahbantuan dalam hasil evaluasi
permohonan bantuan sosial dari SKPD terkait masih dipengaruhi oleh pihak lain dalam hal
ini BKAD.
Penganggaran
Menurut Mardiasmo (2002), anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
financial, sedangkan penganggaran adalah perencanaan yang digambarkan secara kuantitatif
dalam bentuk keuangan dan ukuran kuantitatif lainnya (Supriyono, 2002).
Penganggaran adalah proses/tahapan pencantuman alokasi anggaran bantuan sosial
dalam rancangan KUA dan PPAS berdasarkan hasil evaluasi bantuan sosial dari SKPD
terkait. Selanjutnya belanja bantuan sosial berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD dan

470
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

menjadi dasar penganggaran belanja bantuan sosial dalam APBD.Berdasarkan anlisishasil


wawancara,dapat disimpulkan bahwa proses penganggaran belanja bantuan sosial sudah
sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pelaksanaan
Pelaksanaan menurut menurut Abdullah (2014:151) adalah suatu proses rangkaian
kegiatan tindak lanjut program atau kebijaksanaan yang ditetapkan yang terdiri atas
pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijakan menjadi
kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula. Dalam prosesnya,
pelaksanaan anggaran belanja bantuan sosial berupa uang berdasarkan pada DPA-PPKD.
Dalam hal pelaksanaan belanja bantuan sosial, PPK bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan penyaluran belanja bantuan sosial (Anggreni, N. O., & Subanda, I. N.,2020).
Berdasarkan analisishasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan belanja
bantuan sosial sudah sesuaidengan aturan yang berlaku.
Pencairan
Pencairan danamenurut KBBIadalah suatu tindakan atau kegiatan menyalurkan,
mengeluarkan, merealisasikan, atau kegiatan menguangkan dan memperbolehkan mengambil
dana berupa uang tunai yang disediakan untuk suatu keperluan tertentu.Proses pencairan dana
belanjabantuan sosial dimulai ketika kepala daerah telah menetapkan daftar penerima dan
besaran bantuan sosial dengan keputusan kepala daerah berdasarkan peraturan daerah tentang
APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Pencairan bantuan sosial
berupa uang dilakukan dengan cara pembayaran Langsung (LS), dan disalurkan melalui
Rekening Kas Umum Daerah ke rekening penerima belanja bantuan sosial.
Berdasarkan analisis hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa proses pencairan
dana bantuan sosial belum sepenuhnya mengikuti aturan yang berlaku, karena proses
pencairan dana bantuan sosial lanjut usia masih disalurkan secara tunai kepada penerima.
Penggunaan
Penggunaan belanja bantuan sosial sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 46
Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012, yang menyatakan bahwa penerima
belanja bantuan sosial wajib menggunakan uang dan/atau barang yang diterima sesuai dengan
peruntukan yang dicantumkan dalam proposal permohonan yang diajukan dan telah disetujui.
Selanjutnya penerima belanja bantuan sosial dilarang mengalihkan uang dan/atau barang
yang diterima kepada pihak lain.Berdasarkananalisis hasil wawancara, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan belanja bantuan sosial sudah dilaksanakan sesuaidenganaturan yang
berlaku.
Pertanggungjawaban Dan Pelaporan
Pertanggungjawaban menurut Sugeng Istanto (2014), berarti kewajiban memberikan
jawaban yang merupakan perhitungan atas semua hal yang terjadi dan kewajiban untuk
memberikan pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkannya.Menurut Pasal 47 ayat
(1) dan Ayat (2) Peraturan Walikota Manado Nomor 7 Tahun 2013, yang menyatakan bahwa
penerima belanja bantuan sosial bertanggungjawab secara formal dan materiil atas
penggunaan belanja bantuan sosial yang diterimanya.
Penerima bantuan sosial wajib memasukkan laporan pertanggung jawaban agar dapat
diketahui bahwa bantuan sosial tersebut tidak disalahgunakan atau tidak menyimpang dari
kebutuhan semula seperti yang diminta dalam proposal. Berdasarkan analisis hasil
wawancara, dapat disimpulkan bahwa proses pertanggungjawaban dan pelaporan belanja
bantuan sosial belum sepenuhnya mengikuti aturan yang berlaku, karena masih ada penerima
bantuan sosial yang belum menyampaikan/memasukkan laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana bantuan sosial.

471
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

Kendala Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Akuntabilitas Belanja Bantuan Sosial


Dalam proses pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial, tentunya tidak lepas
dari kendala-kendala yang muncul baik dari sisi pengelola yang ada di PPKD dan SKPD
terkait maupun penerima bantuan sosial.Berdasarkan analisis hasil penelitian dengan
menggunakan teknik triangulasi, diketahui kendala-kendala yang ditemui pada setiap tahapan
proses pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial yang dikelompokkan ke dalam tema
yang meliputi kompetensi sumber daya manusia, kepatuhan, sanksi, monitoring, dan regulasi.
Masing-masing tema tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kendala yang paling sering ditemui pada pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan
sosial di Kota Manado adalah kendala kurangnya kompetensi sumber daya manusia.kendala
kurangnya kompetensi sumber daya manusia ditemukan dalam beberapa proses/tahapan
pengelolaan belanja bantuan sosial, yaituproses pengajuan dan persyaratan permohonan,
evaluasi, pencairan, dan pertanggungjawaban dan pelaporan.
Kendala kurangnya kompetensi sumber daya manusia yang ditemui dalam proses
pengajuan dan persyaratan permohonan, yaitu ketidaktelitian pengelola dalam hal ini
staf/pelaksana yang menerima dan memeriksa berkas bansos serta melakukan verifikasi
terhadap persyaratan yang menjadi kelengkapan dalam proposal. Disamping itu, sebagaimana
dijelaskan oleh para Informan bahwa ketidaktelitian itu terjadi karena terdapat staf/pelaksana
yang masih baru yang ditempatkan untuk memeriksa dan memverifikasi kelengkapan berkas
bansos. Kemudian dalam memeriksa dan memverifikasi berkas bansos, staf/pelaksana
tersebut memberikan informasi yang berbeda-beda terkait dengan lengkap dan tidaknya
proposal bantuan sosial yang masuk, sehingga mengakibatkan terjadinya permasalahan
sebagaimana terdapat dalam temuan BPK, yaitu terdapat realisasi belanja bantuan sosial
lanjut usia kepada penerima bantuan yang belum berusia 60 tahun. Hal tersebut tidak sesuai
dengan Pasal 37Ayat (2) Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 yang
menyatakan bahwa Unit kerja terkait melakukan penyeleksian terhadap permohonan dan
dokumen proposal Belanja Bantuan Sosial, dan selanjutnya dalam hal terdapat
ketidaksesuaian antara surat permohonan dengan dokumen proposal, maka surat permohonan
berikut dokumen proposalnya dikembalikan kepada pemohon Belanja Bantuan Sosial yang
bersangkutan.
Proses selanjutnya yang menemui kendala kompetensi sumber daya manusia yaitu
proses evaluasi. Kendala kompetensi sumber daya manusia yang ditemui pada proses
evaluasi, yaitu kurangnya kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh aparatur
dalam hal ini SKPD terkait, sehingga dalam pelaksanaannya tidak melakukan evaluasi
dengan baik dan cermat dilapangan terhadap proposal bansos dari masyarakat, dan kemudian
menimbulkan permasalahan sebagaimana terdapat dalam temuan BPK, yaitu terdapat
realisasi belanja bantuan sosial kepada lanjut usia yang telah meninggal dunia. Hal tersebut
tidak sesuai dengan Pasal 38 Ayat (1) Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012
yang menyatakan bahwa SKPD terkait melakukan evaluasi terhadap keabsahan dan
kelengkapan persyaratan permohonan Belanja Bantuan Sosial berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Kepala SKPD. Evaluasi proposal dilapangan wajib dilakukan SKPD terkait
dengan tujuan untuk mengecek dan memastikan apakah masyarakat yang menyampaikan
permohonan bantuan sosial layak atau tidak mendapatkannya.
Kemudian, kendala kompetensi sumber daya manusia yang terjadi pada proses
pencairan, sama dengan yang terjadi pada proses pengajuan dan persyaratan permohonan dan
proses evaluasi, yaitu kurangnya kompetensi sumber daya manusia. Kendala kurangnya
kompetensi Sumber Daya Manusia yang terjadi dalam proses pencairan, yaitu petugas
penyalur dalam hal ini PPKD dan BRI kurang teliti dalam melalukan penyaluran dana
bantuan sosial lanjut usia kepada masyarakat. Disamping terdapat staf/pelaksana yang masih

472
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

baru, penyaluran dana bantuan sosial dilaksanakan sampai larut malam, sehingga
mengakibatkan terjadinya permasalahan sebagaimana terdapat dalam temuan BPK, yaitu
terdapat realisasi belanja bantuan sosial lanjut usia ganda/lebih dari satu kali kepada
penerima. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 27 Ayat (2) Peraturan Walikota Manado
Nomor 6a Tahun 2012 yang menyatakan bahwa Pemberian Belanja Bantuan Sosial ditujukan
untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan Pemerintah Kota dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
Selanjutnya kendala kompetensi sumber daya manusia yang terjadi pada proses
pertanggungjawaban dan pelaporan juga sama dengan yang terjadi pada proses pengajuan
dan persyaratan permohonan, proses evaluasi, dan proses pencairan yaitu kurangnya
kompetensi sumber daya manusia. Kendala kurangnya kompetensi sumber daya manusia
yang terjadi dalam proses pertanggungjawaban dan pelaporan, yaitu terjadi kesalahan dalam
proses rekap data terkait dengan jumlah masyarakat yang menerima dana bantuan sosial
lanjut usia dari BRI ke Pemerintah Kota Manado, sehingga mengakibatkan munculnya
permasalahan, yaitu terjadi selisih realiasi antara hasil pemeriksaan BPK dengan laporan
penyaluran dari pihak BRI. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 47 Ayat (1) Peraturan
Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 yang menyatakan bahwa Penerima Belanja Bantuan
Sosial bertanggungjawab secara formal dan materiil atas penggunaan Belanja Bantuan Sosial
yang diterimanya.
Yusuf (2015) mendefinisikan sumber daya sebagai alat untuk mencapai tujuan atau
kemampuan memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang ada. Jika sumber
daya yang dimiliki organisasi diartikan sebagai kemampuan organisasi maka sumber daya
pelaksana dipahami sebagai kemampuan pelaksana. Dalam hal ini, maka implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh kemampuan pelaksana yang meliputi kemampuan sumber daya,
komitmen, otoritas, koordinasi antar pelaksana dan budaya yang dianut. Menurut Edward III
dalam Agustino (2016:138-139), menyatakan bahwa Sumberdaya utama dalam implementasi
kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah
satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak
kompeten di bidangnya.
Berdasarkan analisis hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa kompetensisumber
daya manusia menentukan akuntabilitas belanja bantuan sosial. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Rachmadani, N. F., Wairocana, I. G. N., & Suardita, I. K., (2019) yang
menyatakan bahwa Keberhasilan organisasi pemerintah sebagai unit pelayanan terhadap
masyarakat ditentukan oleh keberadaan dan kinerja dari sumber daya perangkat daerah
(kompetensi sumber daya manusia).
Kompetensi sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi. Sementara implementasi sangat
tergantung kepada sumber daya manusia (aparatur) dalam hal ini kompetensi, dengan
demikian sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan di samping harus cukup
(kuantitas) juga harus memiliki keahlian dan kemampuan atau kompetensi (kualitas) yang
mumpuni untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah dari atasan (pimpinan).
Kepatuhan
Kepatuhan merupakan salah satu kendala yang ditemui dan juga menjadi penghambat
dalam pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial baik oleh pengelola maupun penerima
bantuan sosial, yang terjadi pada hampir semua proses pengelolaan belanja bantuan sosial,
yaitu proses evaluasi, penganggaran, pencairan, serta pertanggungjawaban dan pelaporan.
Kendala kepatuhan yang terjadi dalam proses evaluasiadalah bahwa dalam proses
evaluasi belanja bantuan sosial, pengelola dalam hal ini PPKD/BKAD hanya mengirim daftar
nama calon penerima bansos kepada SKPD terkait untuk dievaluasidengan alasan bahwa
proposal masih sementara proses disposisi. Hal ini tentu menghambat SKPD terkaitdalam

473
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

melakukan evaluasi terhadap keabsahan data calon penerima bantuan sosial dilapangan,
karena data penerima yang diberikan tidak lengkap.Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 37
Ayat (4) Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 yang menyatakan bahwa
Walikota/Wakil Walikota menugaskan Sekretaris Daerah Kota supaya memerintahkan
Asisten Sekretaris Daerah Kota terkait untuk mendistribusikan surat permohonan dan
dokumen proposal Belanja Bantuan Sosial kepada SKPD yang membidangi.
Kemudian, kendala kepatuhan yang terjadi dalam proses penganggaranadalah bahwa
dalam proses penganggaran belanja bantuan sosial, pengelola dalam hal ini timPPKD hanya
memberikan jumlah pagu anggaran keseluruhan penerima bantuan sosialke bidang anggaran
dengan alasan nama-nama penerima bantuan sosial masih belum fix/final, sehingga hal ini
menghambat bidang anggaran dalam melakukan penganggaran pada belanja bantuan sosial,
karena selain jumlah bantuan, proses penganggaran belanja bantuan sosial dalam APBD
harus menyertakan nama-nama penerima bantuan sosial. Hal tersebut tidak sesuai dengan
Pasal 39 Ayat (5) dan Ayat (7) Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 yang
menyatakan bahwa: PPKD menganggarkan belanja bantuan sosial berupa uang dalam
kelompok belanja tidak langsung, jenis Belanja Bantuan Sosial, objek, dan rincian objek
belanja bantuan sosial; Rincian objek Belanja Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) memuat nama dan alamat lengkap penerima serta besaran belanja bantuan sosial.
Selanjutnya, kendala kepatuhan yang terjadi dalam proses pencairanbelanja bantuan
sosial adalah bahwa atas petunjuk pimpinan, bantuan sosial lanjut usia masih disalurkan
secara tunai. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 42 Ayat (3) Peraturan Walikota Manado
Nomor 7 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa Pencairan Belanja Bantuan Sosial berupa
uang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS), dan disalurkan melalui
Rekening Kas Umum Daerah ke rekening penerima Belanja Bantuan Sosial.
Proses terakhir yang menemui kendala kepatuhan adalah proses pertanggungjawaban
dan pelaporan, dimana penerima bantuan sosial tidak memasukkan/menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penggunaan bantuan sosial kepada Pemerintah Kota Manado sebagai
pemberi bantuan dengan alasan bahwa kwitansi pembelian/belanja tidak terkumpul bahkan
hilang. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 47 Ayat (2) Peraturan Walikota Manado
Nomor 7 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban penerima belanja
bantuan sosial meliputi: laporan penggunaan; surat pernyataan tanggungjawab yang
menyatakan bahwa belanja bantuan sosial yang diterima telah digunakan sesuai dengan
proposal yang telah disetujui; dan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan bagi penerima belanja bantuan sosial berupa uang.
Berdasarkan analisis hasil wawancara, diketahui bahwa kepatuhan juga berpengaruh
terhadap pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial. Sejalan dengan itu, Carpenito
(2013) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala
sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi
mempertahankan kepatuhannya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh, diantaranya
pemahaman tentang instruksi, tingkat pendidikan dan keyakinan, sikap serta kepribadian.
Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati
peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo, 2003). Hal ini sejalan dengan
yang diungkapkan oleh Runtuwarouw, M. Y., Ilat, V., & Lambey, L. (2019) yang
menyatakan bahwa Kepatuhan merupakan ketaatan pada perintah, aturan dan disiplin.
Sanksi
Sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam hukum (Raharja, 2014). Hal
ini merupakan suatu bentuk pemaksaan dari administrasi negara (pemerintah) terhadap warga
negara dalam hal adanya perintah-perintah, kewajiban kewajiban, atau larangan - larangan
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh administrasi negara

474
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

(pemerintah). Sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran


administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif.
Berdasarkan analisis hasil wawancara, diketahui bahwa kendala sanksi yang terjadi
adalah bahwa tidak ada sanksi yang diterapkan terhadap pelanggaran yang terjadi dalam
proses pengelolaan belanja bantuan sosial.Kendala tidak adanya sanksi tersebut muncul
karena tidak diatur dalam regulasi pengelolaan belanja bantuan sosialsehingga
mengakibatkan pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial tidak berjalan dengan baik,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Setiadi (2009)yang menyatakan bahwa pelaksanaan
peraturan perundang-undangan tidak akan efektif apabila tidak disertai dengan penegakan
hukum.
Dengan sanksi atau hukuman yang diberikan diharapkan akan merubah perilaku dari
tidak taat menjadi taat pada aturan yang berlaku, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Runtuwarouw, M. Y., Ilat, V., &Lambey, L. (2019) yang menyatakan bahwa dengan
hukuman yang diberikan diharapkan akan merubah prilaku dari tidak taat menjadi taat pada
aturan yang berlaku.Sanksi diberikan dengan harapan ada perhatian, kehati-hatian dan efek
jera bagi pengelola maupun penerima bantuan sosial dalam proses pemberian bantuan sosial
agar dapat mengikuti regulasi yang ditetapkan.
Koordinasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, koordinasi adalah perihal mengatur suatu
organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling
bertentangan atau simpang siur.Berdasarkan analisis hasil wawancara, diketahui bahwadalam
pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial ditemukan kendala koordinasi. Kendala
koordinasi yang terjadi bukan hanya pada proses pertanggungjawaban dan pelaporansaja tapi
pada hampir keseluruhan proses pengelolaan belanja bantuan sosial.
Kendala koordinasi yang terjadi dalam prosespertanggungjawaban dan pelaporan,
yaitu dalam pelaksanaannyaBKAD/PPKD tidak pernah berkoordinasi dengan SKPD terkait
dalam hal memberikan informasi tentang siapa saja penerima bantuan sosial yang tidak
memasukkan laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan sosial kepada Pemerintah
Kota Manado, dengan alasan bahwa itu sudah menjadi tugas SKPD terkait, sehingga tidak
perlu disampaikan.
Selanjutnya, kendala koordinasi yang terjadi dalam proses pengelolaan belanja
bantuan sosial yaitu BKAD/PPKD tidak pernah berkoordinasi dengan SKPD terkait dalam
proses penganggaran, pencairan serta pertanggungjawaban dan pelaporan. BKAD/PPKD
hanya berkoordinasi dalam proses evaluasi proposal, setelah itu tidak lagi. Hal tersebut tidak
sesuai dengan Pasal 52 Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 yang menyatakan
bahwa SKPD terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian, pelaksanaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan belanja hibah dan belanja bantuan sosial.
Koordinasi dengan SKPD terkait dalam proses pengelolaan belanja bantuan sosial
selain membantu BKAD/PPKD dalam hal mendapatkan laporan pertanggungjawaban
penggunaan bantuan sosial dari penerima yang memang menjadi tupoksi dari SKPD terkait,
tapi secara tidak langsung memberikan kesempatan kepada SKPD terkait untuk membantu
tugas-tugas PPKD sekaligus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keseluruhan proses
pengelolaan belanja bantuan sosial.
Monitoring
Monitoring menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, merupakan suatu
kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau
kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari
hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan
selanjutnya yang diperlukan.

475
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

Berdasarkan analisis hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa kendala monitoring


yang terjadi dalam proses pertanggungjawaban dan pelaporan belanja bantuan sosial, yaitu
SKPD terkait tidak melakukan monitoring terhadap pembuatan laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana bantuan sosial oleh penerima bantuan sosial, sehingga mengakibatkan
terhambatnya pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial dalam proses
pertanggungjawaban dan pelaporan. Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 52 Peraturan Walikota
Manado Nomor 6a Tahun 2012, yang menyatakan bahwa SKPD terkait melakukan
monitoring dan evaluasi atas pemberian, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan
Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial.
Monitoring atau pengawasan terhadap pembuatan laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana bantuan sosial oleh penerima dilakukan SKPD terkait dengan tujuan agar
dalam hal penggunaan dana bantuan sosial yang diterima, SKPD terkait dapat memastikan
bahwa laporan pertanggungjawaban yang akan dimasukkan sudah sesuai dengan rencana dan
kegiatan sebagaimana terdapat dalam permohonan/proposal yang diminta.
Regulasi
Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sebuah peraturan.
Regulasi merupakan cara untuk mengendalikan manusia atau masyarakat dengan suatu aturan
atau pembatasan tertentu. Penerapan regulasi biasa dilakukan dengan berbagai macam
bentuk, yakni pembatasan hukum yang diberikan oleh pemerintah, regulasi oleh suatu
perusahaan, dan sebagainya.
Dalam hal regulasi, pengelolaan bantuan sosial oleh pemerintah daerah diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah
dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2019 Tentang Perubahan
Kelima Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011. Selanjutnya di
Pemerintah Kota Manado berpedoman pada Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun
2012 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban
dan Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Walikota Manado Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012.
Berdasarkan analisis hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa kendala regulasi yang
terjadi dalam pengelolaan belanja bantuan sosial, yaitu ketidakpahaman oleh pihak pengelola
bantuan sosial dalam hal ini SKPD terkait yang melakukan evaluasi terhadap regulasi yang
mengatur tentang pengelolaan bantuan sosial. Sepengetahuan mereka, bahwa tugas mereka
dalam pengelolaan belanja bantuan sosial hanya melakukan evaluasi terhadap
permohonan/proposal yang diajukan, selebihnya mereka tidak tahu. Hal tersebut tidak sesuai
dengan Pasal 52 Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012, yang menyatakan
bahwa SKPD terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian, pelaksanaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial. Hal ini terjadi
karena pengelola dalam hal ini SKPD terkait tidak membaca secara keseluruhan isi dari
regulasi yang dimaksud dan pada akhirnya mereka tidak memahami.
Pemahaman merupakan kemampuan untuk menghubungkan atau mengasosiasikan
informasi-informasi yang dipelajari menjadi satu gambar yang utuh di otak kita (Widiasworo,
2017: 81). Pemahaman juga dapat dikatakan merupakan kemampuan untuk menghubungkan
atau mengasosiasikan informasi-informasi lain yang sudah tersimpan dalam data base di otak
kita sebelumnya. Pemahaman terhadap aturan yang menjadi acuan dalam pengelolaan belanja
bantuan sosial diperlukan agar dapat diketahui, dipahami, diingat selalu,serta dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi monitoring dan evaluasi belanja bantuan sosial
yang menjadi tugas pokok dan fungsi.

476
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

Upaya Yang Dilakukan Untuk Meningkatkan Akuntabilitas Belanja Bantuan Sosial


Berdasarkan analisis hasil penelitian dengan menggunakan teknik triangulasi, dapat
diketahui upayayang dilakukan oleh Pemerintah Kota Manado dalam meningkatkan
akuntabilitas belanja bantuan sosial yaitu dengan melakukan sosialisasi dan permintaan
laporan pertanggungjawaban kepada penerima seperti yang dijelaskan dalam uraian berikut:
Sosialisasi
Sosialisasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti upaya memasyarkatkan
sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dihayati oleh masyarakat atau
pemasyarakatan.Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan, atau
nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau
masyarakat. Sosialisasi mengenai penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban
bantuan sosial kepada penerima perlu dilakukan agar ada perhatian dan antusias dari
penerima untuk membuat dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban.
Berdasarkan analisis hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi mengenai
penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban bantuan sosial kepada penerima
dilakukan oleh pengelola bantuan sosial dalam hal ini tim PPKD mulai tahap verifikasi
kelengkapan persyaratan, kemudian ketika penerima bantuan sosial mengecek
perkembangan/posisi proposal sampai pada saat penerima menandatangani kwitansi
pencairan dana bantuan sosial.
Sosialisasi dalam tahap pertanggungjawaban pelaporan bantuan sosial dilakukan agar
penerima menyampaikan laporan pertanggungjawaban dan secara langsung mendukung
terlaksananya akuntabilitas belanja bantuan sosial. Hal tersebut sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Runtuwarouw, M. Y., Ilat, V., & Lambey, L. (2019) yang menyatakan
bahwa sosialisasi penyusunan laporan pertanggungjawaban dan batas waktu penyampaian
laporan pertanggungjawaban sangat diperlukan untuk peningkatan akuntabilitas belanja.
Permintaan
Upaya permintaan laporan pertanggungjawaban yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Manado kepada penerima bantuan sosial merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan
masalah ataupun kendala terkait pertanggungjawaban dan pelaporan belanja bantuan sosial
dengan terus mengingatkan penerima bantuan sosial untuk membuat dan menyampaikan
laporan pertanggungjawaban setelah dana bantuan sosial diterima dan digunakan sesuai
dengan proposal yang telah disetujui.
Berdasarkan analisis hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa upaya permintaan
laporan pertanggungjawaban dilakukan dengan cara mengirim surat permintaan laporan
pertanggungjawaban dan juga melakukan upaya permintaan dengan menelepon penerima
bantuan sosial agar segera memasukkan laporan pertanggungjawabanya.Permintaan laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan sosial kepada penerima penting dilakukan
agar dapat diketahui bahwa dana tersebut benar-benar dipakai/dibelanjakan untuk hal-hal
yang mendukung program kerja pemerintah daerah di bidang sosial, sehingga secara
keseluruhan dapat diukur dan dapat memberikan informasi dalam pengambilan keputusan
tentang pemberian bantuan sosial dimasa yang akan datang.

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi yang terjadi dalam pelaksanaan
akuntabilitas belanja bantuan sosialdi Kota Manado sebagaimana yang telah dibahas pada
bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengelolaan belanja bantuan sosialdi Pemerintah Kota Manado dilaksanakan berdasarkan
Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 dan Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun
2012 yang meliputi 7 (tujuh) tahapan yaitu; pengajuan dan persyaratan permohonan,

477
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

evaluasi, penganggaran, pelaksanaan, pencairan, penggunaan serta pertanggungjawaban


dan pelaporan.
2. Kendala yang ditemui dalam pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial yaitu
kompetensi sumber daya manusia yang belum memadai, rendahnya kepatuhan, tidak
adanya sanksi yang diatur dalam regulasi tentang pengelolaan bantuan sosial, kurangnya
koordinasi antar sesama pengelola bantuan sosial, monitoring terhadap pengelolaan
bantuan sosial yang tidak dilakukan, dan kurangnya pemahaman dari pengelola (SKPD
terkait) terhadap regulasi yang mengatur tugas pokok dan fungsi dalam pengelolaan
bantuan sosial.
3. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas belanja bantuan sosial yaitu
dengan melakukan sosialisasi dan permintaan laporan pertanggungjawaban penggunaan
dana bantuan sosial kepada penerima.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, terdapat beberapa saran
untuk menjadi perhatian demi peningkatan akuntabilitas belanja bantuan sosial
padaPemerintah Kota Manado antara lain:
1. Dalam pengelolaan belanja bantuan sosial diperlukan adanya keseimbangan pemanfaatan
sumber daya manusia dalam hal ini penempatan staf/pelaksana, yaitu antara jumlah staf
yang dibutuhkan (kuantitas) dan keahlian (kompetensi) yang dimiliki sesuai dengan tugas
pokok danfungsi pekerjaan yang dilakukannya.
2. Pemerintah Kota Manado perlu mengatur sanksi tegas dalam regulasi dan benar-benar
harus diimplementasikan dalam pengelolaan belanja bantuan sosial dengan harapan ada
perhatian, kehati-hatian dan efek jera bagi pengelola maupun penerima bantuan sosial
yang lalai ataupun sengaja melakukan kesalahan.
3. Diperlukan adanya usaha ataupun inisiatif dari pengelola dalam hal ini SKPD terkait untuk
mempelajari aturan-aturan yang menjadi acuan dalam pengelolaan belanja bantuan sosial
agar dapat diketahui, dipahami dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan
fungsi monitoring dan evaluasi belanja bantuan sosial yang menjadi tugas pokok dan
fungsi.
4. Koordinasi antar sesama pengelola bantuan sosial dalam hal ini tim PPKD dan SKPD
terkait yang melakukan monitoring dan evaluasi perlu dilakukan dan bukan hanya pada
proses evaluasi saja tetapi terhadap seluruh proses pengelolaan belanja bantuan sosial.
5. Perlu adanya pendampingan dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban penggunnaan
bantuan sosial oleh pengelola kepada penerima bantuan sosial agar ada bimbingan dan
arahan sehingga tidak keliru ataupun salah dalam membuat laporan pertanggungjawaban
bantuan sosial.
6. Permintaan laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan sosial kepada penerima
harus terus dilakukan, disamping mengirim surat dan menelepon penerima bantuan sosial,
juga perlu ditindaklanjuti dengan menjemput langsung laporan pertanggungjawaban
bantuan sosial tersebut kepada penerima.
7. Pemerintah Kota Manado perlu menyediakan format laporan pertanggungjawaban
penggunaan bantuan sosial, karena selain membantu penerima bantuan sosial dalam
membuat laporan pertanggungjawaban, tapi juga memudahkan auditor dalam melakukan
pemeriksaan terhadap laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan sosial yang
disampaikan.

478
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2014. Pelaksanaan Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium II. Yogyakarta:


Adi Cita.
Agustino, L. 2016. Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Edisi Revisi. Bandung : Alfabeta.
Agustino, L. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Alfatih, A. 2010. Implementasi Kebijakan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bandung : Unpad
Press.
Aleng, C. S., Nangoi, G. B., & Pontoh, W. 2018. Analisis Akuntabilitas Penyelenggaraan
Kewenangan Dekonsentrasi Pada Kantor Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing Goodwill, 9(1). 72-82.
Anggreni, N. O., & Subanda, I. N. 2020. Implementasi kebijakan penyaluranhibahDan
bantuan sosial kemasyarakatan Di kabupaten buleleng. Tesis. Jurnal Ilmiah MEA
(Manajemen, Ekonomi, dan Akuntansi) Vol. 4 No. 2, 2020. P-ISSN; 2541-5255 E-
ISSN: 2621-5306. Program Magister Administrasi Publik (MAP) UNDIKNAS
GRADUATE SCHOOL, Denpasar.
Anwar M, N. A., Ridwan, H., & Yusnita, N. 2018. Transparansi Dan Akuntabilitas
Pelaksanaan Serta Penatausahaan Belanja Bantuan Sosial Pada Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Sigi. Thesis. Program Studi Magister
Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako. Katalogis, Volume 6 Nomor 6 Juni
2018 hlm 33-44. ISSN: 2302-2019.
Bolang, J. 2014. Penerapan Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Yang Baik : Application Of Accountability And Transparency In The
Implementation Of Good Governance. Lex et Societatis, Vol. II/No.
9/Desember/2014.
Carpenito. 2013. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik (Terjemahan). Edisi
6. Jakarta: EGC.
Chaplin, C.P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi (diterjemahkan Kartini Kartono). Jakarta:
Rajawali Press.
Creswell, J. W. 2010. Research design : pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed.
Yogjakarta : PT. Pustaka Pelajar.
Dharmakarja, I. G. M. A. 2017. Rekonstruksi Belanja Bantuan Sosial. Substansi, Volume 1
Nomor 2, 2017. Politeknik Keuangan Negara STAN.
Gemiharto, I., & Rosfiantika, E. 2017. Tata Kelola Pemerintahan Dalam Penanggulangan
Kemiskinan Melalui Dana Hibah Dan Bantuan Sosial Di Indonesia (studi kasus tata
kelola pemerintahan dalam penanggulangan kemiskinan melalui pengelolaan dana
hibah dan bantuan sosial di kota bandung provinsi jawa barat). Jurnal Ilmu Politik
dan Komunikasi Volume VII No. 1 / Juni 2017, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Halim, A. 2007. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba
Empat.
Istanto, S. 2014. Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Juniarso R. & Sodik, S., A. 2014. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan
Publik. Cetakan Keempat. Bandung: Nuansa Cendekia.
Kawedar., Warsito., Rohman, A., & Handayani, S. 2008. Akuntansi Sektor Publik : Buku 1,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Kusmayadi, D. 2009. Pengaruh Satuan Pengawas Internal dan Penatausahaan Keuangan
Daerah terhadap Good Corporate Governance. Jurnal Ichsan Gorontalo, 4(2).
Machfudz, Palampanga, A. M., & Kahar, A. 2019. Analisis pelaksanaan bantuan sosial Pada
penyandang masalah kesejahteraan sosial (pmks) Di kabupaten sigi. Tesis.

479
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

Katalogis, Volume 6 Nomor 5 Mei 2018 hlm 12-22 ISSN: 2302-2019. Program
Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Milgram, S. (1963). "Behavioral Study of Obedience". Journal of Abnormal and Social
Psychology 67. p.371-378. Yale University. (Online). Tersedia:
http://www.wordnik. com/words/obedience/ definitions.
Notoatmodjo. 2003. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
Raba, M. 2006. Akuntabilitas, Konsep dan Implementasi. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Rachmadani, N. F., Wairocana, I. G. N., & Suardita, I. K. 2019. Implementasi Prinsip Good
Governance dalam Pengelolaan Keuangan Daerah di Pemerintah Kota Denpasar.
Jurnal Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali.
Rahman, S. 2012. Penatausahaan Keuangan Daerah.
http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2010/03/Pertemuan‐7.pdf. Tanggal akses 9
april 2021.
Rasul, S. 2002. Pengintergrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran.Jakarta : Detail
Rekod.
Republik Indonesia. 2006. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 04 Tahun
2006 : Tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Jakarta.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 : Tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 : Tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 : Tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 Tentang Tata
Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Manado.
Manado.
Republik Indonesia. 2013. Peraturan Walikota Manado Nomor 7 Tahun 2013 Tentang
Perubahan atas Peraturan Walikota Manado Nomor 6aTahun 2012 Tentang Tata
Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Manado.
Manado.
Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 : Tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 :
Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2018. Peraturan Walikota Manado Nomor 3 Tahun 2018 Tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 Tentang
Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Manado.
Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2018 : Tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 :

480
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021

Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2019. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2019. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kota Manado Tahun Anggaran 2018 Nomor :
02.C/LHP/XIX.MND/05/2019 Tanggal 24 Mei 2019. Manado.
Republik Indonesia. 2020. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kota Manado Tahun Anggaran 2019 Nomor :
08.C/LHP/XIX.MND/05/2020 Tanggal 08 Mei 2020. Manado.
Republik Indonesia. 2021. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kota Manado Tahun Anggaran 2020 Nomor :
13.B/LHP/XIX.MND/04/2021 Tanggal 30 April 2021. Manado.
Runtuwarouw, M. Y., Ilat, V., & Lambey, L. 2019. Analisa Akuntabilitas Belanja Hibah
pada Pemerintah Kota Manado. Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing Goodwill,
10(2). 89-98.
Satori, D. & Komariah.2013. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta.
Setiadi, W. 2009. Sanksi Administratif Sebagai Salah Satu Instrumen Penegakan Hukum
dalam Peraturan Perundang-Undangan. revisi terakhir: 14 desember 2009).
Sugiyono.2015.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&B. Bandung : Aflabeta.
Supriyono. 2002. Akuntansi Manajemen I. Yogyakarta: BPFE.
Syakhroza, A. 2005. Corporate Governance, Sejarah, &Perkembangan Teori. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Tondok, M. S., Ardiansyah, F., & Ayuni. 2012. Intensi Kepatuhan Menggunakan Helm pada
Pengendara Sepeda Motor: Aplikasi Perilaku Terencana. from
http://www.repository.ubaya.ac.id.
Widiasworo, E. 2017. 19 Kiat Sukses Membangkitkan Motivasi Belajar Peserta Didik.
Jogyakarta : Ar-ruzz Media.
Widoyoko, E., P. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Winarta, I. W. T., Raka, A. A. G., & Sumada, I. M. 2020. Evaluasi Kebijakan Penyaluran
Dana Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten Gianyar. Public Inspiration: Jurnal
Administrasi Publik, 5 (1) (2020), 28-42. ISSN 2581-2378, E-ISSN 2580-5975.
Yin, R. K., Campbell, & Thomas, Y. D. 2018. Case Study Research and Aplplications Design
and Method. California: SAGE Publication, Inc.
Yusuf, B. 2015. Manajemen sumber daya manusia di lembaga keuangan syariah. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.

481

You might also like