1 SM
1 SM
1 SM
ABSTRACT
This study aims to analyze the suitability of the accountability of social aid expenditures in
the Manado City Government with applicable regulations, to analyze the obstacles faced in
the implementation of social aid expenditure accountability and the efforts made by the
Manado City Government to increase the accountability of social aid expenditures. This
study uses a qualitative method with an exploratory case study approach. Data were obtained
through in-depth interviews, documentation studies and observation.The results of the study
indicate that the accountability of social aid expenditures in the Manado City Government
has been implemented based on the regulations set by the government, although in its
management there are still some obstacles. These constraints are human resource
competence, compliance, sanctions, coordination, monitoring and regulation. Of the seven
processes for managing social aid expenditures, the accountability and reporting processes
are the processes that often experience problems, namely human resource competence,
compliance, coordination and monitoring. Meanwhile, efforts that have been made to
increase the accountability of social aid expenditures are by conducting socialization and
requesting accountability reports to recipients of social assistance.Furthermore, there are
several things that are recommended to increase the accountability of social aid expenditures
to the Manado City Government, namely: it is necessary to pay attention to the balance of the
use of human resources between the number of staff needed (quantity) and the expertise
(competence) possessed; strict sanctions must be regulated in regulations and actually
implemented; it is necessary to have an initiative from the manager in this case the related
SKPD to study the regulations that become a reference on the main tasks and functions in the
management of social aid expenditures; coordination between fellow social aid managers
needs to be carried out; the manager is obliged to assist the recipient in preparing the
accountability report; in addition to sending letters and making calls, requests for
accountability reports need to be followed up by picking up directly from the recipient;
managers need to provide an accountability report format, because in addition to assisting
recipients in making accountability reports, they also facilitate auditors in conducting audits.
Keywords : accountability of social aid expenditure, manado city government.
1. PENDAHULUAN
Akuntabilitas hukum dan peraturan adalah akuntabilitas yang terkait dengan jaminan
adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan
sumber dana publik. Untuk menjamin dijalankannya jenis akuntabilitas ini perlu dilakukan
audit terhadap kepatuhan(Sheila Elwood dalam Manggaukang Raba, 2006:35). Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah
Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah,
menyatakan bahwa bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari
pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya
tidak secara terus menerus dan selektif, yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan
464
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
terjadinya risiko sosial. Tujuan pemberian bantuan sosialselain untuk menunjang pencapaian
sasaran program dan kegiatan Pemerintah Kota, tetapi juga memastikan perlindungan sosial
kepada masyarkat berjalan sebagaimana mestinya, serta mewujudkan pelayanan publik yang
optimal serta berkesinambungan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas
dan manfaat untuk masyarakat.
Dalam hal pemberian bantuan sosial dari APBD, maka pemerintah daerah wajib
memperhatikan regulasi terkait dengan pedoman pemberian bantuan sosial yang bersumber
dari APBD, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun
2019 Tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2011. Pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia dapat
mengalokasikan anggaran untuk belanja bantuan sosial dalam APBD setiap tahun anggaran
sepanjang tidak bertentangan dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011. Sebagai contoh pemberian bantuan sosial pada
Pemerintah Kota Manado yang berpedoman pada Peraturan Walikota Nomor 6a Tahun 2012
sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Walikota Nomor 3 Tahun 2018 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Nomor No. 6a Tahun 2012.
Dalam pelaksanaannya, pengeloaan belanja bantuan sosial tetap mengacu pada
ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan sebagaimana menurut Rasul (2002:11)
yang menyatakan bahwa akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, serta menjamin
ditegakkannya supremasi hukum, dengan tetap berpegang pada prinsip pertanggungjawaban
atau responsibilitas (responsibility) sebagaimana terkandung dalam teoriGood Corporate
Governance melalui indikator-indikator antara lain: kepatuhan hukum, tanggung jawab sosial
dan prinsip kehati-hatian, walaupun pada kenyataanya masih terdapat berbagai
permasalahanyangmenyebabkan tidak terlaksananya tuntutan dalam prinsip akuntabilitas
hukum dan peraturan yang dimaksud oleh Rasul (2002:11), sebagaimana diberitakan dalam
surat kabarmanadoline.comyangterbitpadatanggal19November 2019dengan judul berita
“LP3K Manado: Proses Hukum Oknum Yang Terbukti Main Dana Bantuan Sosial Lansia”
dan juga dalam surat kabar komentarnews.com yang terbit pada tanggal 20 November
2020dengan judul berita “Janggal, Realisasi Dana Lansia yang Dipublikasikan Pemkot
Manado”.
Selanjutnya, permasalahan yang menyebabkan tidak terlaksananya prinsip
akuntabilitas hukum dan peraturan dalam pengelolaan belanja bantuan sosial pada
Pemerintah Kota Manado juga ditemukan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Kota Manado pada Tahun Anggaran 2018 sampai dengan
Tahun Anggaran 2020, dengan rincian sebagai berikut: (1) terdapat realisasi belanja bantuan
sosial lanjut usia kepada penerima bantuan yang belum berusia 60 tahun, (2) terdapat realisasi
belanja bantuan sosial lanjut usia ganda/lebih dari satu kali, (3) terdapat realisasi belanja
bantuan sosial kepada lanjut usia yang telah meninggal dunia, (4) terdapat realisasi dan
pertanggungjawaban belanja bantuan sosial lanjut usia yang tidak akurat, dan (5) terdapat
penerima bantuan sosial yang tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban belanja
bantuan sosial.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, maka bantuan sosial harus dikelola dan
dipertanggungjawabkan sesuai denganaturan yang berlaku sebagaimana prinsip
responsibilitas (Responsibility) dalam teori Good Corporate Governance yang menyatakan
bahwa organisasi mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan serta
harus menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam
465
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
prinsip akuntabilitas hukum dan peraturan.Oleh karena itu, pemerintah daerah tidak hanya
dapat/wajib memberikan bantuan sosial tetapi juga dituntut untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan bantuan sosial secara keseluruhan dengan tertib, taat pada ketentuan dan
peraturan perundang-undangan, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran yang jelas tentang pengelolaan belanja bantuan sosial pada Pemerintah Kota
Manado dilihat dari kesesuaiannya dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi serta upaya-upaya yang harus
dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam pengelolaan belanja bantuan sosial dengan
menggunakan strategi pendekatan kualitatif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis kesesuaian akuntabilitas belanja
bantuan sosial pada Pemerintah Kota Manadodengan aturan yang berlaku; (2) menganalisis
kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial pada
Pemerintah Kota Manado; (3) menganalisis upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
akuntabilitas belanja bantuan sosial pada Pemerintah Kota Manado.
2. KAJIAN PUSTAKA
Teori Good Corporate Governance (GCG)
Good Corporate Governance berasal dari bahasa Inggris, yaitu Good yang berarti
baik, Corporate berarti perusahaan dan Governance artinya pengaturan. Secara umum, istilah
Good Corporate Governance diartikan dalam bahasa indonesia dengan tata kelola perusahaan
yang baik. Secara istilah, definisi Good Corporate Governance menurut Syakhroza, A.
(2005) adalah suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan
pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif
dengan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independen, dan adil
dalam rangka mencapai tujuan organisasi.Good Corporate Governance merupakan sebuah
sistem tata kelola organisasi yang berisi seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara kepentingan internal dan eksternal lainnya dalam kaitannya dengan hak-hak dan
kewajiban dengan kata lain, suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan organisasi,
dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah (added value) bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders).Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Good Corporate Governance diartikan sebagai tata kelola organisasi yang baik,
kepemerintahan yang baik atau penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif,
berlandaskan perundang-undangan dan norma-norma baik.
Akuntabilitas
Cendon (2000) melihat Akuntabilitas sebagai tanggungjawab yang mengacu pada
kewajiban umum pejabat untuk memberikan informasi, penjelasan dan atau pembenaran
kepada otoritas internal atau eksternal, memberikan laporan untuk kegiatan mereka dan akan
dikenakan penilaian atau evaluasi. Sedangkan (Rasul, 2002:8) menyatakan bahwa
akuntabilitas adalah kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas
tindakan seseorang/sekelompok orang terhadap masyarakat luas dalam suatu organisasi.
Rasul (2002:11) juga menyatakan bahwa akuntabilitas hukum adalah akuntabilitas yang
terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan
dalam organisasi, serta menjamin ditegakkannya supremasi hukum. Untuk itu, pemerintah
daerah diharapkan dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan akuntabilitas belanja
bantuan sosial yang terdiri atas beberapa proses atau tahapan pengelolaan yaitu pengajuan
dan persyaratan permohonan, evaluasi, penganggaran, pelaksanaan, pencairan dan
pertanggungjawaban dan pelaporan, yang dilihat dari salah satu dimensi yaitu akuntabilitas
hukum dan peraturan.
466
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
Implementasi Kebijakan
Menurut Agustino (2008:139), “implementasi merupakan suatu proses yang dinamis,
dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya
akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.
Sedangkan Alfatih (2010:2), menyatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan
atau tindakan yang dibuat secara sengaja dan sah oleh pemerintah yang bertujuan untuk
melindungi kepentingan publik, mengatasi masalah publik, memberdaya publik, dan
menciptakan kesejahteraan publik. Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu
keputusan kebijakan(Lester dan Stewart dalam Winarno, 2002:101). Sementara Edward III
dalam Agustino (2016:136-141), menamakan model implementasi kebijakan publiknya
dengan Direct and Indirect Impact on Implementation.Apapun produk kebijakan itu, pada
akhirnya bermuara pada tataran bagaimana mengimplementasikan kebijakan tersebut
teraktualisasi.
Kepatuhan Terhadap Regulasi
Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak
mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo, 2003). Kepatuhan
didefinisikan oleh Chaplin (1989:99) sebagai pemenuhan, mengalah tunduk dengan kerelaan;
rela memberi, menyerah, mengalah; membuat suatu keinginan konformitas sesuai dengan
harapan atau kemauan orang lain. Sedangkan menurut Milgram (1963, 371:378) kepatuhan
terkait dengan ketaatan pada otoritas aturan-aturan. Sementara Herbert Kelman dalam
Tondok, Ardiansyah & Ayuni (2012:2), mendefinisikan kepatuhan sebagai perilaku
mengikuti permintaan otoritas meskipun individu secara personal individu tidak setuju
dengan permintaan tersebut. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki
kesadaran untuk memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku, mempertahankan
tertib hukum yang ada dan menegakkan kepastian hukum. Kepatuhan hukum adalah ketaatan
pada hukum yang didasarkan pada kesadaran hukum, dalam hal ini hukum tertulis atau
peraturan perundang-undangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah yang merupakan pedoman bagi
pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada publik dalam masa satu tahun
anggaran (Kawedar, Warsito, Rohman & Handayani, 2008). APBD menurut Peraturan
Pemerintah Nomor12 Tahun 2019, adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
dengan Perda. Halim (2007) mengungkapkan bahwa setelah APBD ditetapkan dengan
peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Pemerintah.
APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor12 Tahun 2019,
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran sesuai
dengan undang-undang mengenai keuangan negara. APBD merupakan satu kesatuan yang
terdiri atas Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah.
Belanja Bantuan Sosial
Belanja menurut Lampiran I.01 hal. 16 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010,
adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi
ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah. Sedangkan belanja bantuan sosial sebagaimana
terdapat dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 04 Tahun 2006 pada
hal. 15, adalah transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah
kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Sementara
bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 15 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 14 Tahun 2016, adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari
pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya
467
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan
terjadinya resiko sosial.
Penganggaran Belanja Bantuan Sosial
Menurut Mardiasmo (2002), anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
financial, sedangkan penganggaran adalah sebuah proses yang digunakan untuk
mempersiapkan suatu anggaran. Penganggaran adalah perencanaan yang digambarkan secara
kuantitatif dalam bentuk keuangan dan ukuran kuantitatif lainnya (Supriyono, 2002).
Pelaksanaan dan Penatausahaan Belanja Bantuan Sosial
Menurut Saiful Rahman (2012), Penatausahaan keuangan daerah merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari proses Pengelolaan Keuangan Daerah, baik menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 maupun berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sedangkan menurut
Dedi Kusmayadi (2009), dalam jurnalnya mendefinisikan bahwa Penatausahaan Keuangan
Daerah dalam arti luas adalah pencatatan atas segenap tindakan pengurusan administrasi dan
pengurusan kebendaharawanan yang mengakibatkan bertambahnya dan berkurangnya
kekayaan daerah, baik berupa barang maupun uang yang termasuk juga pelaksanaan tugas-
tugas transitoris (UKP) dalam rangka pelaksanaan APBD untuk satu tahun anggaran.
Pertanggungjawaban dan Pelaporan Belanja Bantuan Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pertanggungjawaban merupakan
suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya atau akibat yang timbul dari suatu
perbuatan baik itu berupa kelalaian maupun kesalahan. Sedangkan pertanggungjawaban
menurut Sugeng Istanto (2014), berarti kewajiban memberikan jawaban yang merupakan
perhitungan atas semua hal yang terjadi dan kewajiban untuk memberikan pemulihan atas
kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Pertanggungjawaban dan pelaporan merupakan
salah satu bagian yang tak terpisahkan dalam proses pengeloaan belanja bantuan sosial.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian
inidiantaranyaadalah: Winarta, I. W. T., Raka, A. A. G., & Sumada, I. M. (2020),dengan
judulEvaluasi Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten Gianyar.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Sosial.
Machfudz, Palampanga, A. M., & Kahar, A.(2019),dengan judul Analisis pelaksanaan
bantuan sosial Pada penyandang masalah kesejahteraan sosial (pmks) Di kabupaten
sigi.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelenggaraan Bantuan Sosial dan
manfaatnya bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).Rachmadani, N. F.,
Wairocana, I. G. N., & Suardita, I. K.(2019),dengan judulImplementasi Prinsip Good
Governance dalam Pengelolaan Keuangan Daerah di Pemerintah Kota Denpasar. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi prinsip Good Financial Governance
dalam pengelolaan keuangan daerah di BPKAD Kota Denpasar.Anwar M, N. A., Ridwan, H.,
& Yusnita, N. (2018),dengan judulTransparansi Dan Akuntabilitas Pelaksanaan Serta
Penatausahaan Belanja Bantuan Sosial Pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
Kabupaten Sigi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan serta penatausahaan belanja bantuan sosial pada satuan kerja pengelola keuangan
daerah.
Selanjutnya Dharmakarja, I. G. M. A.(2017),dengan judulRekonstruksi Belanja
Bantuan Sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis belanja untuk menampung
program bantuan sosial.Gemiharto, I.,& Rosfiantika, E. (2017),dengan judulTata Kelola
Pemerintahan Dalam Penanggulangan Kemiskinan Melalui Dana Hibah Dan Bantuan Sosial
Di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tata kelola pemerintahan dalam
penanggulangan kemiskinan melalui pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial.Bolang,
468
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi
kasuseksploratori. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi dan
memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari
masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell, 2010). Sedangkan pendekatan studi kasus
menurut Creswell (2010), merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti
menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok
individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan
informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
berdasarkan waktu yang ditentukan. Selanjutnya, Yin, Campbell, & Thomas(2018, h.42)
menyatakan bahwa studi kasus eksploratori bertujuan menguji sebuah teori atau hipotesis
untuk mendukung atau menolak teori atau hipotesis yang sudah ada. Yin juga menyatakan
bahwa studi kasus eksploratori dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap beberapa
fenomena sosial dalam bentuk alaminya, sehingga penelitian ini berguna sebagai studi
percontohan ketika merencanakan penyelidikan dan mengekslorasi topik secara lebih besar
dan menyeluruh.Dengan pendekatan studi kasus eksploratori, peneliti dapat memperoleh
informasi secara mendetail dan mendalam tentang kesesuaian akuntabilitas belanja bantuan
sosial dengan aturan yang berlaku, kemudian menemukan dan menguraikan kendala-kendala
yang menghambat agar terangkat ke permukaan sehingga menjadi pengetahuan publik.
Disamping itu, pendekatan studi kasus eksploratori berusaha menemukan tindak lanjut
berupa perbaikan atau upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara,
studi dokumentasi dan observasi. Informan kunci ditetapkan secara purposive sampling
dengan syarat memenuhi kriteria yang ditetapkan untuk mendapatkan informasi yang tepat
dan akurat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
Model Milles dan Huberman dalam Satori & Komariah (2013:218) yang terdiri atas data
reduction, data display dan drawing conclusion/verification yang dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya mencapai jenuh.
Penelitian ini menggunakan uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono
(2015:117) yang meliputi uji validitas internal (credibility) yang dilakukan dengan
memanfaatkan triangulasi sumber dan triangulasi teknik, uji reliabilitas (dependability) yang
dilakukan oleh pembimbing dengan cara memeriksa keseluruhan aktifitas penelitian, mulai
dari menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan
analisis data, melakukan uji keabsahan data sampai pada membuat kesimpulan.
469
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
dikelompokkan untuk menjawab permasalahan yang menjadi pertanyaan penelitian dan juga
tujuan penelitian, yaitu kesesuaian pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial dengan
aturan yang berlaku, Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan
sosial di pemerintah kota manado, dan Upaya yang dilakukan pemerintah kota manado untuk
meningkatkan akuntabilitas belanja bantuan sosial.
Kesesuaian Pelaksanaan Akuntabilitas Belanja Bantuan Sosial Dengan Aturan Yang
Berlaku
Berdasarkan analisishasilwawancara dan setelah dilakukan triangulasi sumber
dokumentasi, maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan belanja bantuan sosial pada
Pemerintah Kota Manadosudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32Tahun 2011 dan perubahannya
serta turunannya yaitu Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 dan perubahannya,
yang terdiri atas beberapa proses/tahapan yaitu: (1) pengajuan dan persyaratan
permohonan,(2) evaluasi, (3) penganggaran, (4) pelaksanaan, (5) pencairan, (6) penggunaan,
dan (7) pertanggungjawaban dan pelaporan, dengan penjelasan sebagai berikut:
Pengajuan dan persyaratan permohonan
Juniarso, dan Sodik (2014), menyatakan bahwa persyaratan merupakan hal yang harus
dipenuhi oleh pemohon untuk meperoleh izin yang dimohonkan. Persyaratan-persyaratan
tersebut berupa dokumen atau surat-surat kelengkapan.Pengajuan dan persyaratan
permohonan adalah proses/tahapan verifikasi yang dilakukan oleh PPKD meliputi maksud
dan tujuan penggunaan, jumlah belanja bantuan sosial yang dimohonkan, identitas lengkap
penerima belanja bantuan sosial, salinan/photocopy nomor rekening atas nama penerima
pelanja bantuan sosial dan salinan/photocopy KTP yang masih berlaku.
Berdasarkan hasil wawancara, dapat dianalisis bahwa proses pengajuan dan
persyaratan permohonan bantuan sosial secara umum telah dilaksanakan sesuai dengan aturan
yang berlaku, walaupun dalam pelaksanaannya menurut penerima bantuan sosial,
staf/pelaksana yang memeriksa atau memverifikasi berkas proposal berdeda-beda dalam
menyatakan lengkap tidaknya persyaratan yang ada dalam proposal yang dimasukkan,
sehingga mengakibatkan mereka harus bolak-balik untuk melengkapinya.
Evaluasi
Evaluasi menurutWidoyoko (2012:6), merupakan proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menyajikan
informasi tentang suatu program untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan,
menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. Disamping dapat mengusulkan
jumlah bantuan sosial yang akan diberikan dalam hasil evaluasi, proses evaluasi dilakukan
SKPD terkait terhadap keabsahan dan kelengkapan persyaratan permohonan belanja bantuan
sosial berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala SKPD.
Berdasarkan hasil wawancara, dapat dianalisis bahwa proses evaluasi terhadap
permohonan belanja bantuan sosial secara umum telah dilaksanakan dengan aturan yang
berlaku. Namun dalam pelaksanaannya, penentuan usulanjumlahbantuan dalam hasil evaluasi
permohonan bantuan sosial dari SKPD terkait masih dipengaruhi oleh pihak lain dalam hal
ini BKAD.
Penganggaran
Menurut Mardiasmo (2002), anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
financial, sedangkan penganggaran adalah perencanaan yang digambarkan secara kuantitatif
dalam bentuk keuangan dan ukuran kuantitatif lainnya (Supriyono, 2002).
Penganggaran adalah proses/tahapan pencantuman alokasi anggaran bantuan sosial
dalam rancangan KUA dan PPAS berdasarkan hasil evaluasi bantuan sosial dari SKPD
terkait. Selanjutnya belanja bantuan sosial berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD dan
470
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
471
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
472
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
baru, penyaluran dana bantuan sosial dilaksanakan sampai larut malam, sehingga
mengakibatkan terjadinya permasalahan sebagaimana terdapat dalam temuan BPK, yaitu
terdapat realisasi belanja bantuan sosial lanjut usia ganda/lebih dari satu kali kepada
penerima. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 27 Ayat (2) Peraturan Walikota Manado
Nomor 6a Tahun 2012 yang menyatakan bahwa Pemberian Belanja Bantuan Sosial ditujukan
untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan Pemerintah Kota dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
Selanjutnya kendala kompetensi sumber daya manusia yang terjadi pada proses
pertanggungjawaban dan pelaporan juga sama dengan yang terjadi pada proses pengajuan
dan persyaratan permohonan, proses evaluasi, dan proses pencairan yaitu kurangnya
kompetensi sumber daya manusia. Kendala kurangnya kompetensi sumber daya manusia
yang terjadi dalam proses pertanggungjawaban dan pelaporan, yaitu terjadi kesalahan dalam
proses rekap data terkait dengan jumlah masyarakat yang menerima dana bantuan sosial
lanjut usia dari BRI ke Pemerintah Kota Manado, sehingga mengakibatkan munculnya
permasalahan, yaitu terjadi selisih realiasi antara hasil pemeriksaan BPK dengan laporan
penyaluran dari pihak BRI. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 47 Ayat (1) Peraturan
Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 yang menyatakan bahwa Penerima Belanja Bantuan
Sosial bertanggungjawab secara formal dan materiil atas penggunaan Belanja Bantuan Sosial
yang diterimanya.
Yusuf (2015) mendefinisikan sumber daya sebagai alat untuk mencapai tujuan atau
kemampuan memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang ada. Jika sumber
daya yang dimiliki organisasi diartikan sebagai kemampuan organisasi maka sumber daya
pelaksana dipahami sebagai kemampuan pelaksana. Dalam hal ini, maka implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh kemampuan pelaksana yang meliputi kemampuan sumber daya,
komitmen, otoritas, koordinasi antar pelaksana dan budaya yang dianut. Menurut Edward III
dalam Agustino (2016:138-139), menyatakan bahwa Sumberdaya utama dalam implementasi
kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah
satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak
kompeten di bidangnya.
Berdasarkan analisis hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa kompetensisumber
daya manusia menentukan akuntabilitas belanja bantuan sosial. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Rachmadani, N. F., Wairocana, I. G. N., & Suardita, I. K., (2019) yang
menyatakan bahwa Keberhasilan organisasi pemerintah sebagai unit pelayanan terhadap
masyarakat ditentukan oleh keberadaan dan kinerja dari sumber daya perangkat daerah
(kompetensi sumber daya manusia).
Kompetensi sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi. Sementara implementasi sangat
tergantung kepada sumber daya manusia (aparatur) dalam hal ini kompetensi, dengan
demikian sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan di samping harus cukup
(kuantitas) juga harus memiliki keahlian dan kemampuan atau kompetensi (kualitas) yang
mumpuni untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah dari atasan (pimpinan).
Kepatuhan
Kepatuhan merupakan salah satu kendala yang ditemui dan juga menjadi penghambat
dalam pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial baik oleh pengelola maupun penerima
bantuan sosial, yang terjadi pada hampir semua proses pengelolaan belanja bantuan sosial,
yaitu proses evaluasi, penganggaran, pencairan, serta pertanggungjawaban dan pelaporan.
Kendala kepatuhan yang terjadi dalam proses evaluasiadalah bahwa dalam proses
evaluasi belanja bantuan sosial, pengelola dalam hal ini PPKD/BKAD hanya mengirim daftar
nama calon penerima bansos kepada SKPD terkait untuk dievaluasidengan alasan bahwa
proposal masih sementara proses disposisi. Hal ini tentu menghambat SKPD terkaitdalam
473
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
melakukan evaluasi terhadap keabsahan data calon penerima bantuan sosial dilapangan,
karena data penerima yang diberikan tidak lengkap.Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 37
Ayat (4) Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 yang menyatakan bahwa
Walikota/Wakil Walikota menugaskan Sekretaris Daerah Kota supaya memerintahkan
Asisten Sekretaris Daerah Kota terkait untuk mendistribusikan surat permohonan dan
dokumen proposal Belanja Bantuan Sosial kepada SKPD yang membidangi.
Kemudian, kendala kepatuhan yang terjadi dalam proses penganggaranadalah bahwa
dalam proses penganggaran belanja bantuan sosial, pengelola dalam hal ini timPPKD hanya
memberikan jumlah pagu anggaran keseluruhan penerima bantuan sosialke bidang anggaran
dengan alasan nama-nama penerima bantuan sosial masih belum fix/final, sehingga hal ini
menghambat bidang anggaran dalam melakukan penganggaran pada belanja bantuan sosial,
karena selain jumlah bantuan, proses penganggaran belanja bantuan sosial dalam APBD
harus menyertakan nama-nama penerima bantuan sosial. Hal tersebut tidak sesuai dengan
Pasal 39 Ayat (5) dan Ayat (7) Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 yang
menyatakan bahwa: PPKD menganggarkan belanja bantuan sosial berupa uang dalam
kelompok belanja tidak langsung, jenis Belanja Bantuan Sosial, objek, dan rincian objek
belanja bantuan sosial; Rincian objek Belanja Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) memuat nama dan alamat lengkap penerima serta besaran belanja bantuan sosial.
Selanjutnya, kendala kepatuhan yang terjadi dalam proses pencairanbelanja bantuan
sosial adalah bahwa atas petunjuk pimpinan, bantuan sosial lanjut usia masih disalurkan
secara tunai. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 42 Ayat (3) Peraturan Walikota Manado
Nomor 7 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa Pencairan Belanja Bantuan Sosial berupa
uang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS), dan disalurkan melalui
Rekening Kas Umum Daerah ke rekening penerima Belanja Bantuan Sosial.
Proses terakhir yang menemui kendala kepatuhan adalah proses pertanggungjawaban
dan pelaporan, dimana penerima bantuan sosial tidak memasukkan/menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penggunaan bantuan sosial kepada Pemerintah Kota Manado sebagai
pemberi bantuan dengan alasan bahwa kwitansi pembelian/belanja tidak terkumpul bahkan
hilang. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 47 Ayat (2) Peraturan Walikota Manado
Nomor 7 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban penerima belanja
bantuan sosial meliputi: laporan penggunaan; surat pernyataan tanggungjawab yang
menyatakan bahwa belanja bantuan sosial yang diterima telah digunakan sesuai dengan
proposal yang telah disetujui; dan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan bagi penerima belanja bantuan sosial berupa uang.
Berdasarkan analisis hasil wawancara, diketahui bahwa kepatuhan juga berpengaruh
terhadap pelaksanaan akuntabilitas belanja bantuan sosial. Sejalan dengan itu, Carpenito
(2013) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala
sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi
mempertahankan kepatuhannya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh, diantaranya
pemahaman tentang instruksi, tingkat pendidikan dan keyakinan, sikap serta kepribadian.
Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati
peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo, 2003). Hal ini sejalan dengan
yang diungkapkan oleh Runtuwarouw, M. Y., Ilat, V., & Lambey, L. (2019) yang
menyatakan bahwa Kepatuhan merupakan ketaatan pada perintah, aturan dan disiplin.
Sanksi
Sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam hukum (Raharja, 2014). Hal
ini merupakan suatu bentuk pemaksaan dari administrasi negara (pemerintah) terhadap warga
negara dalam hal adanya perintah-perintah, kewajiban kewajiban, atau larangan - larangan
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh administrasi negara
474
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
475
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
476
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
477
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
478
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
DAFTAR PUSTAKA
479
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
Katalogis, Volume 6 Nomor 5 Mei 2018 hlm 12-22 ISSN: 2302-2019. Program
Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Milgram, S. (1963). "Behavioral Study of Obedience". Journal of Abnormal and Social
Psychology 67. p.371-378. Yale University. (Online). Tersedia:
http://www.wordnik. com/words/obedience/ definitions.
Notoatmodjo. 2003. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
Raba, M. 2006. Akuntabilitas, Konsep dan Implementasi. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Rachmadani, N. F., Wairocana, I. G. N., & Suardita, I. K. 2019. Implementasi Prinsip Good
Governance dalam Pengelolaan Keuangan Daerah di Pemerintah Kota Denpasar.
Jurnal Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali.
Rahman, S. 2012. Penatausahaan Keuangan Daerah.
http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2010/03/Pertemuan‐7.pdf. Tanggal akses 9
april 2021.
Rasul, S. 2002. Pengintergrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran.Jakarta : Detail
Rekod.
Republik Indonesia. 2006. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 04 Tahun
2006 : Tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Jakarta.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 : Tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 : Tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 : Tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 Tentang Tata
Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Manado.
Manado.
Republik Indonesia. 2013. Peraturan Walikota Manado Nomor 7 Tahun 2013 Tentang
Perubahan atas Peraturan Walikota Manado Nomor 6aTahun 2012 Tentang Tata
Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Manado.
Manado.
Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 : Tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 :
Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2018. Peraturan Walikota Manado Nomor 3 Tahun 2018 Tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Walikota Manado Nomor 6a Tahun 2012 Tentang
Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Manado.
Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2018 : Tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 :
480
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing “GOODWILL”, 12 (2), 2021
Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2019. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Jakarta.
Republik Indonesia. 2019. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kota Manado Tahun Anggaran 2018 Nomor :
02.C/LHP/XIX.MND/05/2019 Tanggal 24 Mei 2019. Manado.
Republik Indonesia. 2020. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kota Manado Tahun Anggaran 2019 Nomor :
08.C/LHP/XIX.MND/05/2020 Tanggal 08 Mei 2020. Manado.
Republik Indonesia. 2021. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kota Manado Tahun Anggaran 2020 Nomor :
13.B/LHP/XIX.MND/04/2021 Tanggal 30 April 2021. Manado.
Runtuwarouw, M. Y., Ilat, V., & Lambey, L. 2019. Analisa Akuntabilitas Belanja Hibah
pada Pemerintah Kota Manado. Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing Goodwill,
10(2). 89-98.
Satori, D. & Komariah.2013. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta.
Setiadi, W. 2009. Sanksi Administratif Sebagai Salah Satu Instrumen Penegakan Hukum
dalam Peraturan Perundang-Undangan. revisi terakhir: 14 desember 2009).
Sugiyono.2015.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&B. Bandung : Aflabeta.
Supriyono. 2002. Akuntansi Manajemen I. Yogyakarta: BPFE.
Syakhroza, A. 2005. Corporate Governance, Sejarah, &Perkembangan Teori. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Tondok, M. S., Ardiansyah, F., & Ayuni. 2012. Intensi Kepatuhan Menggunakan Helm pada
Pengendara Sepeda Motor: Aplikasi Perilaku Terencana. from
http://www.repository.ubaya.ac.id.
Widiasworo, E. 2017. 19 Kiat Sukses Membangkitkan Motivasi Belajar Peserta Didik.
Jogyakarta : Ar-ruzz Media.
Widoyoko, E., P. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Winarta, I. W. T., Raka, A. A. G., & Sumada, I. M. 2020. Evaluasi Kebijakan Penyaluran
Dana Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten Gianyar. Public Inspiration: Jurnal
Administrasi Publik, 5 (1) (2020), 28-42. ISSN 2581-2378, E-ISSN 2580-5975.
Yin, R. K., Campbell, & Thomas, Y. D. 2018. Case Study Research and Aplplications Design
and Method. California: SAGE Publication, Inc.
Yusuf, B. 2015. Manajemen sumber daya manusia di lembaga keuangan syariah. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
481