Legenda Puaka Dari Sanggau (Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
Legenda Puaka Dari Sanggau (Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
Legenda Puaka Dari Sanggau (Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
Universitas Tanjungpura
Volume 3 edisi 2, November 2022
e-ISSN 2774-4612
[email protected]
3Antropologi, FISIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Indonesia, [email protected]
Abstract
This study discussed the topic of folklore that exists in society and the relevance of folklore which from
time to time had been increasingly changing and changing its function and role in society making
research on folklore that exists today very interesting to study. In modern society, the role of folklore was
no longer the same as its role in the past. The life of coastal communities was the place where this research
focused, looking at some of the folklore that exists in the lives of coastal communities in the Kapuas
District of Sanggau Regency and examining how the relationship and influence of folklore and people's
lives today. The results of this study showed that it turned out that folklore, which used to have several
social roles in today's society in modern times, had played a small role, the occurrence of this was not
only due to the development of science and technology as well as the tendency of logical thinking that
existed in society, but also because of the generational change factor which finally broke the oral tradition
in the spread of existing folklore. So folklore was only regarded as mere fairytale and myth and was
almost seldom seen as its intrinsic value and meaning for social life.
Keywords: Folklore, Life of Community, Sanggau
Abstrak
Penelitian ini membahas topik mengenai folklor yang ada di dalam masyarakat, relevansi
folklor dari masa ke masa yang semakin berubah dan beralih fungsi dan peranannya di
masyarakat membuat penelitian tentang folklor yang ada pada zaman sekarang ini sangat
menarik untuk dikaji, di mana dalam masyarakat modern, peranan cerita rakyat ataupun
folklor sudahlah tidak sama lagi dengan peranannya yang ada pada masa lampau. Kehidupan
masyarakat pesisir adalah tempat di mana penelitian ini akan difokuskan, melihat beberapa
folklor yang ada di dalam kehidupan masyarakat pesisir daerah kecamatan kapuas kabupaten
Sanggau, mengkaji bagaimana keterkaitan dan pengaruh folklor dan kehidupan masyarakat
sekarang. Hasil dari penelitian ini menerangkan bahwa folklor yang dulunya memiliki
beberapa peranan sosial di dalam masyarakat kini pada masa modern ini sudah sedikit
peranannya, terjadinya hal ini bukan hanya karena perkembangan sains dan teknologi serta
kecenderungan pemikiran logis yang ada di dalam masyarakat, tetapi juga karena faktor
133
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
pergantian generasi yang akhirnya memutus tradisi oral di dalam penyebaran folklor yang ada,
sehingga folklor hanya dianggap sebagai cerita dogeng dan mitos semata dan hampir jarang
sekali dilihat nilai intrinsik dan maknanya bagi kehidupan sosial.
Kata Kunci: Folklor, Kehidupan Masyarakat, Sanggau
Info Artikel
Submit : 21-06-2022
Revisi : 22-08-2022
diterima : 28-11-2022
Penulisan Sitasi:
Rizqi, E. P., Arkanudin, Hasanah. (2022). Legenda Puaka Dari Sanggau (Folklor Masyarakat
Pesisir Sungai Kapuas). Balale’: Jurnal Antropologi, 3(2), 133-144.
1. Pendahuluan
Dalam tulisan ini peneliti mengkaji fenomena folklor yang ada pada
kehidupan masyarakat, yang secara spesifik yaitu masyarakat di daerah pesisir sungai
Kapuas, Kabupaten Sanggau. Penelitian ini didasari oleh rasa ingin tahu peneliti
tentang dogeng-dongeng yang dahulu diceritakan oleh orang-orang tua di daerah
pesisir Sungai Kapuas. Banyak dari cerita-cerita ini sering dikaitkan dengan fenomena
yang terjadi di sungai. Seperti pasir timbul ketika sungai surut dan juga buaya yang
muncul di muara sungai.
Ketertarikan peneliti muncul lagi setelah sekian lama sudah tidak lagi banyak
mendengar cerita-cerita tersebut dari kalangan anak muda yang lahir di era tahun 2000
ke atas, banyak dari cerita-cerita yang dulu sering diceritakan oleh orang tua kini
mulai pudar di generasi muda, tetapi tidak semua, ada beberapa cerita yang masih
kuat dipercaya di kalangan warga sekitar, cerita-cerita ini sebenarnya memiliki makna
yang tersimpan di dalamnya, meskipun cerita folklor ini bersifat anonim dan tidak
diketahui siapa penyebarnya dan dari mana awal cerita ini berasal, tetapi ada beberapa
poin serta pesan yang disampaikan di tiap-tiap cerita, meskipun mungkin tidak secara
jelas bisa didapat dengan hanya mendengarkan cerita tersebut.
Ada juga folklor yang berada di masyarakat tentang kehidupan unik di
sekitar sungai, salah satunya adalah dengan hewan-hewan yang ada di sungai, seperti
halnya buaya dan ikan, hewan-hewan ini juga mempunyai cerita tersendiri dalam sisi
folklor, dan bagaimana cerita-cerita ini mempengaruhi kehidupan masyarakat yang
dulunya ada di sekitar sungai, beberapa cerita hingga sekarang juga masih dipercayai
ada dan nyata di beberapa kalangan masyarakat. Menariknya hewan-hewan seperti
halnya buaya yang dulu sering diceritakan di dalam cerita folklor masyarakat sekitar
jarang terlihat oleh orang-orang di daerah pesisir sungai pada zaman sekarang,
dulunya juga habitat di sungai kapuas yang sudah dipenuhi oleh rumah-rumah juga
tidak lagi menjadi habitat buaya.
Berdasarkan pengalaman orang-orang tua yang dulunya dibesarkan di
daerah pesisir sungai kapuas (beringin) ini, mereka sering mendapatkan banyak cerita
dari orang-orang tua terdahulu yang menceritakan tentang keberagaman folklor di
134
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
sekitar sungai. Tidak hanya itu, dulunya di sungai juga sering ada perayaan seperti
mandi kepiting bagi suku Tionghoa yang terbuka untuk umum, yang mana mandi di
sini adalah berenang di sungai dengan menggunakan pelampung dan membiarkan
arus menghanyutkan pelampung kita ke muara sungai, sayang sekali perayaan seperti
ini sudah jarang dilakukan. Dulunya juga sungai merupakan tempat umum, untuk
mandi, memancing dan berbagai hal, anak-anak dulunya juga sering bermain bersama
teman-temannya di pinggiran sungai, namun lambat laun hal seperti ini juga sudah
jarang dapat dilihat.
Berkembangnya zaman membuat cerita-cerita oral seperti folklor yang
dulunya sering dibicarakan semakin hari menjadi semakin sedikit yang tahu
tentangnya. Salah satu hal yang menarik adalah dari perkembangan zaman dan
kehidupan masyarakat daerah penelitian ini, yaitu Kelurahan Beringin., Kecamatan
Kapuas, Kabupaten Sanggau. Beralihnya kebiasaan, mulai dari cara memilih tempat
tinggal hingga sektor ekonomi yang juga sudah berbeda dari dulu.
Sektor ekonomi dulu masih banyak kapal pengangkut penumpang ke
seberang yaitu daerah kecamatan Erna dan juga daerah lainnya untuk bepergian dan
juga mengantarkan barang hingga nelayan yang mencari ikan karena air sungai yang
bersih dan tidak terkontaminasi, yang sekarang tentunya telah berubah sedemikian
rupa.
Perkembangan ini memang menjadikan kehidupan masyarakat membaik,
mulai dari sanitasi yang dulunya memang masih sebagian besar tergantung dengan
pinggiran sungai dan aliran sungai, sekarang hampir semua rumah warga sekitar
daerah pinggiran sungai mempunyai tempat sanitasi pribadi atau toilet. Ini tentunya
juga mengubah perspektif warga sekitar tentang memandang sungai, yang mungkin
dulunya ada beberapa perlakuan yang tidak boleh dilakukan di sungai dan sekarang
malah menjadi larangan tidak tertulis yang tentu bila dilakukan akan menimbulkan
sanksi sosial, seperti halnya tadi yaitu buang air besar sembarangan.
Kehidupan masyarakat di daerah pesisir memang sudah berubah dan seiring
berjalannya perubahan zaman dan globalisasi serta perkembangan teknologi dan
terbukanya akses untuk kamar mandi dan toilet pribadi yang memadai. Tidak dapat
kita abaikan bahwa progresif perkembangan zaman memang memberikan dampak
yang baik bagi masyarakat, tetapi kehidupan masyarakat pesisir yang dulunya
mungkin hanya dapat diingat oleh beberapa orang saja di zaman sekarang sudah
mulai dilupakan, sungai bukan lagi tempat untuk kita bertemu teman dan
menjalankan aktivitas sehari-hari.
Bercerita tentang alih fungsi sungai, sebenarnya sungai juga merupakan
tempat awal perkembangan kota Sanggau. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan
penempatan Kraton Surakarta yang menjadi salah satu bukti tanda peradaban awal
masyarakat melayu di daerah pesisir Kota Sanggau, fungsi yang dulunya sungai
dijadikan sebagai tempat untuk berlayar pergi ke seberang atau ke aliran sungai yang
membawa kapal ke hulu dan ke hilir Kapuas, dan juga menjadi sebagai sumber air
bersih dan air minum bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir sebelum adanya
tren pembuatan sumur.
135
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
Sungai pada masa sekarang bagi masyarakat umumnya sudah menjadi objek
pemandangan saja, ya walaupun tetap saja dengan keadaan air sungai Kapuas yang
keruh keindahannya masih ada, tetapi cerita-cerita rakyat yang dulunya tercipta akibat
kebiasaan ke sungai mulai pudar, Folklor dan kehidupan masyarakat mulai renggang
dan mungkin lama kelamaan akan dikenang sebagai cerita takhayul belaka dan tidak
akan dihiraukan oleh generasi muda yang akan datang.
Oleh karena itu penelitian ini mengambil topik kehidupan masyarakat yang
dulunya ada di pesisir sungai kapuas dan cerita-cerita atau folklor yang dulunya
diceritakan dan dipercaya, serta bagaimana perbandingan antara kehidupan
masyarakat di sekitar pesisir sungai yang dulu pada saat folklor yang ada masih
dipercayai dengan kuat dengan masa sekarang.
2. Metode
136
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
“dulu orang di sini sering sering mengatakan kalau di sungai sana ada yang namanya
golang ui, golang ui itu adalah ular naga yang bersemayam di sungai kapuas, yang
kepalanya ada di pancur aji sanggau dan kemudian melentang luas badannya sampai ke
ujung sungai sengkuang, orang dulu bilang bahwa golang ui ini yang jaga sungai,
karena agar sungai tetap bersih dan tidak kotor. Ada pun buaya-buaya jadi-jadian yang
ada di sekitar sungai, itu kerajaannya ada di sekitar daerah pancur aji juga, banyak
orang pintar juga yang dulu sering ke sana, kalau soal lahir buaya tu namanya itu
kembaran, ada namanya kembaran orang lahir pas bayi juga ada buayanya, nah maka
karena dia buaya akhirnya dilepaskan di sungai, karena biar endak disangka kita
ngelupakannya makanya kalau pas ada acara nikahan anak dari saudara keluarga
buayanya ini tadi kita endak-endaknya ngasi pelabur (makanan) ke saudara buayanya,
dengan dihanyutkan ke sungai” (hasil wawancara pada 8 Desember 2020).
Folklor ini adalah folklor yang terkenal di masyarakat luas di Kalimantan
Barat, karena tidak hanya di Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau saja folklor ini
ada eksistensinya tetapi cerita yang sama juga ada di daerah-daerah lain di sepanjang
pesisir aliran sungai Kapuas, seperti contohnya daerah di Kabupaten Kapuas Hulu dan
Daerah sekitar Kota Pontianak, yang menjadi dua daerah yang terletak di antara ujung
sungai Kapuas.
Keterkaitan folklor ini dengan masyarakat pesisir tentunya sangat kuat,
ditambah kali dengan munculnya beberapa cerita yang sama di daerah pesisir-pesisir
lain di sekitar sungai Kapuas membuat cerita ini tentunya memiliki hubungan dengan
kebiasaan masyarakat pesisir dan lingkungan sekitarnya berpengaruh terhadap
timbulnya cerita folklor Golang Ui (Puaka) ini yang hadir dan tersebar di masyarakat.
Cerita ini tentunya memiliki perbedaan di tiap-tiap daerah tempat cerita ini dituturkan
(disebarkan). Pada kasus kali ini, penulis menjelaskan cerita Golang Ui (Puaka) yang
tersebar di sekitar daerah pesisir sungai Kapuas, Kecamatan Kapuas, Kabupaten
Sanggau, tetapi ada juga beberapa persamaan dari cerita-cerita folklor Puaka ini, yaitu
cerita tentang Puaka digambarkan di dalam cerita sebagai sosok makhluk yang tak
kasat mata (astral) yang merupakan penjaga Sungai Kapuas dan hidup di sungai.
Puaka, sebutan yang sering digunakan oleh orang-orang untuk memanggil
sosok makhluk tak kasat mata ini, di dalam ceritanya Puaka dideskripsikan sebagai
seekor ular naga, yang mempunyai tubuh mirip seperti ular dengan diameter yang
digambarkan di dalam cerita folklor sanggatlah besar hingga hampir bisa menutupi
aliran sungai Kapuas, diceritakan bahwa makhluk ini adalah makhluk yang sudah
lama berdiam diri di aliran sungai Kapuas, keberadaan makhluk ini juga sudah
diketahui oleh orang-orang terdahulu yang sudah tinggal di sekitar pesisir sungai
kapuas, karena itulah konsistensi cerita dari daerah ke daerah hampir sama dengan
memiliki kesamaan yaitu dengan mendeskripsikan makhluk yang ada di sungai
tersebut (puaka) adalah makhluk gaib yang berbentuk ular naga.
Puaka dipercayai sebagai salah satu makhluk yang menjaga Sungai Kapuas,
dulunya banyak dari orang-orang tua sering menceritakan cerita folklor ini kepada
anak-anak dan cucu-cucu mereka. Cerita dari sang puaka ini kurang lebih mengacu
pada bagaimana sang puaka adalah penjaga sungai dan anak-anak harus hati-hati jika
137
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
ingin bermain di sungai. Cerita yang ada Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau
adalah bagaimana sang makhluk ini (Golang Ui/Puaka) mempunyai tubuh ular naga
yang sanggat panjang, yang membentang Sungai Kapuas dari kepalanya yang berada
di Sungai Kapuas yang berdekatan dengan Pancur Aji yaitu daerah yang dipercayai
juga dipercayai masyarakat sebagai daerah yang dihuni oleh makhluk tak kasat mata.
Kemudian ekornya yang membentang hingga ke ujung muara sungai Sekayam.
Tentunya anak-anak yang mendengar cerita ini akan takut dengan deskripsi yang
dijelaskan dan akan berhati-hati jika bermain di sekitar sungai Kapuas.
Berikutnya adalah buaya. Buaya merupakan salah satu hewan reptil yang
hidup di air dan di darat, lebih dominan di dekat perairan, ini menjadikan buaya
sering dianggap sebagai salah satu hewan yang memiliki kaitan erat dengan
lingkungan di dekat aliran sungai atau pesisir sungai. Hal ini tidak berbeda dengan
kejadian yang ada di tempat penelitian.Buaya di dekat aliran Sungai Kapuas juga
sering diasosiasikan dengan berbagai macam jenis cerita-cerita rakyat yang
berkembang di masyarakat sekitar, buaya juga banyak diasosiasikan dengan berbagai
macam mitos-mitos yang ramai pada masanya diperbincangkan di kalangan
masyarakat sekitar, seperti halnya kisah puaka.Buaya juga memiliki cerita-cerita yang
ada terkait hal-hal yang secara logis tidak bisa dicerna begitu saja oleh kebanyakan
orang, cerita-cerita ini merupakan cerita-cerita yang menjadikan buaya sebagai suatu
sosok makhluk lain yang dipandang dari sisi lain juga di dalam masyarakat., Sisi lain
ini adalah sisi di dalam dunia supranatural atau biasanya masyarakat sekitar
menyebutnya dunia gaib.
Sungai merupakan ekosistem bagi berbagai makhluk hidup, salah satunya
adalah makhluk hidup reptil seperti buaya., Buaya sendiri di dalam ekosistem alam
merupakan salah satu binatang yang memiliki rantai makanan paling atas di dalam
ekosistem, yang artinya buaya adalah predator atau pemangsa yang dalam bahasa
ilmiahnya disebut juga karnivora., Buaya memiliki ciri-ciri seperti reptil pada
umumnya yang mempunyai empat kaki dan sisik serta merupakan makhluk melata,
tetapi berbeda dengan reptil pada umumnya yang ukurannya relatif kecil hingga
sedang. Buaya adalah reptil dengan ukuran yang relatif besar, bisa mencapai 3 meter
atau lebih., Hal ini membuat makhluk reptil yang satu ini sering dianggap sebagai
ancaman bagi manusia jika tidak berhati-hati ketika bertemu dengannya. Hal ini juga
yang membuat pemukiman warga yang berada di sekitar sungai sering
memperingatkan anak-anak mereka ataupun orang yang sedang beraktivitas di sekitar
sungai untuk berhati-hati jika di sungai tersebut masih terdapat habitat buaya liar
yang belum dipindahkan ke tempat penangkaran buaya.
Cerita rakyat ataupun folklor di tempat penelitian kali ini juga memiliki
kaitannya dengan buaya ditempatkan di dalam suatu cerita daerah sebagai makhluk
yang mempunyai unsur mistis dan berpengaruh di dalam ekosistem sungai., Cerita-
cerita yang berkembang di masyarakat adalah cerita tentang di sungai kapuas daerah
kelurahan Beringin, Ilir kota dan juga Tanjung Sekayam, merupakan sungai yang
dulunya dihuni oleh beberapa populasi buaya. Masyarakat sekitar mempercayai
bahwa buaya-buaya yang ada di sekitar aliran sungai tidak semuanya merupakan
138
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
buaya “asli” atau dalam hal ini yang dimaksud adalah adanya buaya “jadi-jadian”
atau yang bisanya disebut dengan buaya siluman. Buaya-buaya jadi-jadian ini
dianggap sebagai salah satu penghuni sungai kapuas yang sudah lama ada di sungai
dan dulunya hidup berdampingan dengan orang-orang yang pertama berdomisili di
sekitar aliran sungai kapuas di sekitar Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau ini.
Buaya-buaya ini dianggap mempunyai sebuah kerajaan di tengah sungai
kapuas dan menjaga agar sungai tidak diganggu oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Terdapat pula yang percaya bahwa dulunya ada penyerahan
sesajen ataupun tumbal bagi buaya-buaya jadi-jadian yang ada di sekitar Sungai
Kapuas ini. Tidak sampai di situ pada masa dulunya saat kota Sanggau sering
tergenang banjir banyak tempat-tempat di sekitar kota Sanggau yang pada saat banjir
kerap diceritakan terlihat penampakan buaya, buaya jadi-jadian seperti buaya putih,
yang konon katanya merupakan salah satu perwujudan dari petingginya dari para
buaya siluman yang ada di Sungai Kapuas. Orang-orang dulunya sangat percaya
bahwa jika ada penampakan dari buaya-buaya semacam ini maka baiknya jangan
diganggu dan dibiarkan saja karena mungkin para buaya ini hanya ingin melihat
sudut kota pada saat banjir dan menampakkan eksistensi mereka saja, ini juga bisa jadi
merupakan pesan bagi para masyarakat agar tetap menjaga lingkungan agar tidak
terjadi banjir lagi pada masa yang akan datang ataupun jika terjadi banjir maka
jauhkan anak-anak mereka agar tidak bermain jauh-jauh pada saat banjir dan menjauhi
diri mereka dari genangan air yang dalam.
Ada beberapa orang juga yang mempercayai bahwa dulunya ada saudara
buaya dan juga keluarga buaya yang pernah ada di sekitar sungai kapuas, seperti
halnya salah satu informan yang peneliti wawancarai, Ibu Nadia1. Ia menyampaikan
dulunya ia juga memberikan beberapa makanan yang kemudian ia hanyutkan ke
sungai untuk sebagai lambang pemberian ketika salah satu putrinya menikah, ini
adalah pesan dari sang suami kepadanya karena dulunya sang suami pernah bercerita
bahwa ada dari keluarganya yang merupakan seekor buaya, yang harus diberitahukan
ketika anaknya menikah agar sang buaya tadi tidak mereka tidak diundang atau
dilupakan dan in juga dianggap sebagai salah satu adap agar kita tidak melupakan
keluarga, meskipun keluarga tersebut berbeda, seperti itulah yang Ibu Nadia
sampaikan, ia juga melihat bahwa ketika makanan yang ia hanyutkan ke sungai seperti
dibawa oleh sesuatu dan ditarik ke tengah sungai.
1
Nadia, warga sekitar sungai Kapuas.
139
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
cerita tersebut., Adanya cerita-cerita seperti Golang Ui (Puaka) dan cerita seperti buaya
siluman atau jadi-jadian bukan serta merta ada hanya untuk menakut-nakuti orang-
orang yang mendengarkan cerita tersebut, tetapi cerita-cerita ini ada karena adanya
nilai-nilai dan kebiasaan di dalam masyarakat yang kemudian terbentuk ketika
masyarakat memahami sesuatu. Hal ini perlu disampaikan agar tidak hilang di dalam
kehidupan sosial, masyarakat sekitar tentunya bisa memahami isi cerita dan juga
merasakan adanya kaitan antara cerita dan kehidupan mereka ialah kemudian yang
menyebarluaskan tentang cerita-cerita folklor-folklor yang ada, dengan berbagai
alasan dan tujuan yang berbeda-beda pula.
Disampaikannya cerita-cerita kepada kalangan umum dan luas membuat
eksistensi cerita-cerita ini akan semakin terpengaruh oleh masyarakat itu sendiri.
Tentunya cerita-cerita yang tersebar juga akan membuat persepsi dan pemikiran yang
berbeda di kalangan masyarakat. Tentu ada masyarakat yang akan memilih untuk
tidak percaya dan acuh, dan tentunya ada pula yang bisa saja mempercayai cerita dan
kemudian menjadi salah satu agen yang kemudian menyebarkannya lagi ke
masyarakat lainya. Terlepas dari benar atau tidaknya cerita puaka dan buaya siluman
ini, eksistensi cerita ini sudah ada di masyarakat adalah suatu bukti bahwa cerita ini
adalah cerita yang bisa dipercayai karena ada keterkaitannya dengan kehidupan
masyarakat di sekitar aliran sungai kapuas.
Lingkungan sekitar adalah salah satu faktor dan alasan yang membuat cerita
folklor semakin dipercayai oleh masyarakat sekitar., Adanya keterkaitan cerita dengan
lingkungan membuat masyarakat lebih mempercayai kredibilitas cerita yang
disampaikan. Ini disebabkan beberapa faktor-faktor yang ada, satu di antaranya
adalah faktor kesamaan pengalaman., Masyarakat yang percaya dengan cerita-cerita
folklor yang tersebar tentunya ada sebagian dari mereka yang mengklaim memiliki
pengalaman melihat makhluk-makhluk yang ada di cerita-cerita folklor tersebut.
Adanya pengalaman ini tentunya menciptakan suatu alasan bagi orang yang
mempunyai pengalaman yang sama untuk membenarkan keabsahan cerita folklor
yang disampaikan oleh orang-orang ataupun warga sekitar. Tentunya pengalaman ini
tercipta dari bagaimana lingkungan sekitar tempat penyebaran folklor sama dengan
tempat yang ada di dalam cerita folklor tersebut, dengan adanya kesamaan ini
membuat nilai folklor semakin dipercayai oleh masyarakat.
140
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
Pada bagian terakhir ini, sebenarnya tidak banyak yang bisa dijelaskan oleh
peneliti karena bagian ini akan terus berubah seiring dengan berjalannya waktu., Pada
saat mulai menulis hingga selesainya tulisan ini, kehidupan masyarakat sekitar di
daerah penelitian dan cara masyarakat memandang folklor di masa sekarang ini, dari
beberapa informasi yang peneliti dapatkan, masyarakat sekitar masih mengetahui
adanya folklor-folklor yang terkenal seperti Puaka (golang ui) dan juga Siluman Buaya
di sekitar pesisir sungai Kapuas, Sanggau. Pandangan masyarakat terhadap folklor
sekarang ini hanyalah sebagai sebuah cerita rakyat biasa yang sering diceritakan
orang-orang terdahulu ataupun anggapan cerita ini hanya berupa mitos.
Wawancara dengan Sri dan Nurhadi mengenai dampak dari cerita folklor di
masa lalu pada tahun 1980-1990-an di sekitar kota Sanggau :
141
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
“dulu pas jaman tahun tahun sekitar 80-90an orang-orang di sini sih masih takut-takut
gak tu sama puaka (golang ui) di dekat sungai, kan seram gak kalau kita tiba-tiba
ditarik ke dalam sungai, orang dulu pun sering mandi, nyuci dll ke sungai, anak-anak
dulu kan kalau udah sore atau pagi pasti sering ke sungai main-main, karena apa agik
kan endak ada hiburan, itu pun harus kadang-kadang dibilang orang tua jangan lewat
magrib nanti bahaya katanya, makanya dulu itu takut gak orang, sungai kapuas pun
dulu masih jernih endak keruh kayak sekarang, kalau sekarang kan keruh orang mau
mandi jak malas rasanya, dulu pas tahun 80an jernih airnya banyak orang mandi pas
itu pun nampak batu di tengah sungai kalau pas air agik surut, itu anak-anak sering
ada yang ngayut ke batu tu” (hasil wawancara 16 desember 2020).
Peneliti juga mewawancarai anak-anak muda yang lahir pada tahun 2000an
untuk mendapatkan pandangan mereka akan cerita folklor di masa modern, yaitu
saudari Utin dan saudara Fauzan :
“sekarang sih sudah endak lagi banyak yang percaya kayaknya bang soal adanya ular
besar di dalam sungai tu, percaya-percaya gitu jak sih kalau mungkin barang gaibnya
ada tapi endak gak bisa kita ngeliatnya makanya anak-anak sekarang biasanya cerita
begitu dianggap cerita orang dulu kayak nakut-nakutkan biasa jak lah, tapi ada gak
yang masih percaya kalau ada, kan sering gak dulu itu pas pasir timbul banyak yang
bilang cari korban dulu baru sungainya pasang, itu gak itu ada putih katanya kalau pas
banjir katanya buayanya itu siluman, itu masih gak ada bang yang percaya, ya paling
cerita-cerita kayak gitu biar buat cari topik ngomong jak keknya, kan seru gak bang
kalau sudah cerita soal gaib-gaib gitu, tapi masih bah orang percaya cuman mungkin
endak kayak dulu agik” (hasil wawancara 19 Desember 2020).
Adanya masyarakat yang percaya dengan folklor yang ada menjadikan bukti
juga bahwa cerita folklor masih ada di kalangan masyarakat sekitar di masa modern
ini. Fungsi yang dulu ada di cerita folklor yang ada mungkin sudah tidak lagi sama
dan berubah tetapi dengan adanya cerita ini dalam tatanan sosial masyarakat
membuat peranan folklor yang dulunya digunakan sebagai alat media komunikasi dan
penyampaian cerita dari satu mulut ke mulut yang lainnya masih tetap bertahan
sampai pada zaman modern ini.
4. Kesimpulan
Masyarakat dan folklor, folklor adalah merupakan suatu hasil budaya yang
lahir di dalam tatanan sosial masyarakat yang kemudian disebarkan ke masyarakat
lainya. Penyebaran folklor yang bersifat oral yaitu yang disebarkan dari mulut ke
mulut dan bersifat anonim yaitu tidak mempunyai pengarang cerita pasti membuat
folklor menjadi salah satu media komunikasi antara satu masyarakat ke masyarakat
lainya.Penyampaian cerita folklor tentunya memiliki berbagai macam tujuan, ada yang
tujuannya bisa saja merupakan tujuan untuk menyampaikan pengalaman ataupun
menyampaikan pesan moral, cerita kiasan atau bahkan sebagai pengendali sosial.
Adanya berbagai macam tujuan ini juga menjadi salah satu lahirnya banyak folklor
yang ada di dalam masyarakat. Tidak terlepas dari itu adalah pengaruh lingkungan
sekitar yang ikut pula dapat mempengaruhi bagaimana alur cerita di dalam sebuah
142
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
5. Daftar Pustaka
Brunvand, J.H. (1968). The study of American folklore. New York: Norton.
Bustami, Abdul Latif. (2009). Folklor Kangean: Suatu Kajian Cerita Bajak Laut (Lanun)
Sebagai Sumber Sejarah Kawasan. Jurnal Bahasa Dan Seni, Tahun 32: 267–85.
Diakses 25 Juli 2021, dari https://adoc.pub/prosiding-seminar-
nasional151645610527846.html
Danandjaja, James. (2015). Pendekatan Folklor Dalam Penelitian Bahan-Bahan Tradisi Lisan.
di Metodologi Kajian Tradisi Lisan, editor oleh Pudentia MPSS, Revisi. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Desyana, Erlyta. (2014). Mitos Dalam Tarian Ritual Barong Kemiren Masyarakat Using
Kecamatan Glagah Banyuwangi. Diakses 25 Juli 2021, dari
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22770
143
Egi Pratama Rizqi, Arkanudin, Hasanah : Legenda Puaka Dari Sanggau
(Folklor Masyarakat Pesisir Sungai Kapuas)
Dundes, Alan. (2019). The Study Of Folklore In Literature And Culture: Identification
And Interpretation. In Analytic Essays in Folklore, 28–34. De Gruyter Mouton.
Diakses 25 Juli 2021, dari
https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/9783110903768-
006/html?lang=en
Endraswara, Suwardi. (2006). Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta:
Pustaka Widyatama.
———. (2006). Metode Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada.
———. (2009). Metodologi Penelitian Folklor. Yogyakarta: Media Pressindo.
———. (2013). Folklor Nusantara. Yogyakarta: Ombak.
Febriyanti, Beby Dwi. (2011). Mitos Buyut Cungking Pada Masyarakat Using Giri
Banyuwangi. Diakses 25 Juli 2021, dari
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/10128/Skripsi_1.pdf?seq
uence=1
Gunawan, Imam. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara 143.
Huberman, Michel, and Matthew B Miles. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UIPress.
Ishar, Abang. (2016). Sejarah Kesultanan Melayu Sanggau. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Juniarta, Hagi Primadasa, Edi Susilo, and Mimit Primyastanto. (2013). Kajian Profil
Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir Pulau Gili Kecamatan Sumberasih Kabupaten
Probolinggo Jawa Timur. ECSOFiM (Economic and Social of Fisheries and Marine
Journal). Diakses 25 Juli 2021, dari
https://ecsofim.ub.ac.id/index.php/ecsofim/article/view/10
Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mana, Lira Hayu Afdetis. (2018). Buku Ajar Mata Kuliah Folklor. Yogyakarta:
Deepublish.
Mas’ udah, Ririn. (2010). Fenomena Mitos Penghalang Perkawinan Dalam Masyarakat
Adat Trenggalek. Jurisdictie. Diakses 25 Juli 2021, dari https://ejournal.uin-
malang.ac.id/index.php/jurisdictie/article/view/1592
Moleong, Lexy J. (2021). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rokhmawan, Tristan. (2019). Penelitian, Transformasi, & Pengkajian Folklor. Sumatera
Utara: Yayasan Kita Menulis.
Sugiarto, Eko. (2017). Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif: Skripsi Dan Tesis.
Yogyakarta: Suaka Media..
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Susanti, Duwi, Mujiman Rus Andianto, and Furoidhatul Husniah. (2013). Mitos Asal-
Usul Buah Mengkudu Tanpa Biji Di Lingkungan Makam Sunan Giri. Diakses 25 Juli
2021, dari http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/61742
144