BAB II Sewa
BAB II Sewa
BAB II Sewa
Sewa rahim adalah suatu kesepakatan di mana seorang wanita bersedia hamil dan
selanjutnya memberikan anak yang akan dilahirkannya pada orang tua lain yang akan
mengangkatnya sebagai anak. Ia (wanita) tersebut bisa menjadi ibu genetik dari si
anak (bentuk tradisional dari surrogacy), atau bisa juga dengan cara di buahi (transfer
Dalam beberapa kasus, ini menjadi satu-satunya alternatif bagi pasangan (yang sulit
punya anak) dan ingin memiliki anak yang masih memiliki ikatan dengan mereka
secara biologis.2
1. In traditional surrogacy the surrogate is pregnant with her own biological child,
but this child was conceived with the intention of relinquishing the child to be
raised by others; often by the biological father and possibly his partner, either
male or female.
2. In gestational surrogacy the surrogate is pregnant via embryo transfer with a
child of which she is not the biological mother. She may have made an
arrangement to relinquish it to the biological mother or father to raise, or to a
parent who is themselves unrelated to the child (e. g. because the child was
conceived using egg donation and/or sperm donation).
3. Altruistic surrogacy is a situation where the surrogate is not receiving financial
reward for her pregnancy or the relinquishment of the child (sometimes with the
exception of expenses associated with the pregnancy or birth). Compare with
commercial surrogacywhich is a type of surrogacy in which the surrogate is being
1
Surrogacy,” http://en.wikipedia.com. Di akses pada tanggal 17 Desember 2014, 21:20 WIB
2
Ibid.
20
21
paid for her pregnancy and the relinquishment of the child. It is typically combined
with gestational surrogacy (see Commercial surrogacy).
A surrogate mother or birth mother is the woman who is pregnant with the
child. The word surrogate, from Latin subrogare (to substitute), means appointed
to act in the place of. The commissioning parents are the individual or persons
who intend to rear the child after its birth.
There is a tendency now to limit the term ‘surrogacy’ to only mean ‘gestational
surrogacy’.3
secara biologis, namun anak ini setelah lahir akan diberikan pada orang tua lain
yang akan mengangkatnya sebagai anak; baik oleh ayah biologisnya sendiri, dan
mungkin untuk mitranya (mitra ayah biologisnya), baik wanita maupun pria.
embrio dimana ia berarti bukan ibu si anak secara biologis. Ibu sewa tersebut bisa
membuat kesepakatan dengan ibu atau ayah biologisnya untuk mengangkat anak
yang akan dilahirkannya sebagai anak mereka sendiri, atau dengan orang tua
(pasangan suami istri) yang bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan si
anak (misalnya, anak ini dikandung dengan cara transfer embrio yang diambil dari
3. Menurut istilah altruistic surrogacy, ibu sewa tidak menerima bayaran atas
kehamilannya atau atas anak yang akan diserahkannya (namun terkadang untuk
biaya medis selama masa hamil dan melahirkan ditanggung oleh calon orangtua
dimana si ibu sewa mendapatkan bayaran uang atas kehamilan dan atas anak yang
3
Ibid.
22
akan ia serahkan pada orang tua angkatnya. Ini secara tipikal berkombinasi
Seorang ibu sewa atau ibu yang melahirkan si bayi adalah wanita yang mengandung
si bayi tersebut. Kata surrogate berasal dari bahasa latinsubrogare (yang artinya
menggantikan), yang berarti wanita yang ditunjuk untuk bertindak sebagai ibu
pengganti atau ibu sewa. Para orang tua angkat (yang menunjuk ibu sewa) adalah
individu atau orang-orang yang akan membesarkan anak tersebut setelah dilahirkan.
Ada kecenderungan sekarang ini untuk membatasi istilah ‘surrogacy’ hanya berarti
“gestational surrogacy”.
arham. Tetapi sewa rahim lebih dikenal dengan istilah ar-rahmu al-musta’jir atau al-
ummu al-badilah. Sedangkan di dalam bahasa Inggris sewa rahim dikenal dengan
sebagaimana dikutip oleh Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, sewa rahim adalah
menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang
telah dibuahi dengan benih laki-laki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita
tersebut hingga lahir. Kemudian anak itu diberikan kembali kepada pasangan suami
4
Radin Seri Nabahah bt.Ahmad Zabidi, “Penyewaan Rahim Menurut Pandangan Islam.”
http//tibbians.tripod.com/shuib3.pdf, akses 19 December 2014, hlm. 2
23
isteri tersebut untuk memeliharanya dan anak itu dianggap anak mereka dari sudut
undang-undang.5
Yahya Abdurrahman al-Khatib mendefinisikan sewa rahim adalah dua orang suami
isteri yang membuat kesepakatan bersama wanita lain untuk menanamkan sel telur
yang telah diinseminasi (dibuahi) dari wanita pertama dengan sperma suaminya pada
rahim wanita kedua dengan upah yang telah disepakatinya. Selanjutnya, wanita kedua
ini disebut:6
dimasukkan sel telur yang telah diinseminasi (dibuahi). Ia juga disebut dengan
2. Ar-rahim az-zi’r secara etimologis az-zi’r adalah wanita yang belas kasih kepada
anak orang lain dan yang menyusuinya, sama saja dari manusia atau unta.
Sedangkan bentuk jamaknya adalah az’ur az’ar dan zu’ur. Yang dimaksud
dengan ar-rahim az-zi’r di sini adalah bahwa sel telur itu diambil dari seorang
wanita, sedang rahim yang mengandung dan yang melahirkan adalah wanita lain.
yang tidak layak hamil, kemudian sperma itu dipindahkan dari isterinya ke dalam
4. Al-mud’ifah (wanita pelayan), yaitu wanita lain dimana sel telur (ovum) yang
5
Ibid.
6
Yahya Abdurrahman al-Khatib, 2003, Hukum-Hukum Wanita Hamil (Ibadah, Perdata, Pidana), cet. Ke-1 al-Izzah,
Jawa Timur, hlm. 166-167
24
Sedangkan Said Agil Husin al-Munawar mendefinisikan sewa rahim adalah penitipan
sperma dan ovum dari sepasang suami isteri ke dalam rahim wanita lain. Penyewaan
rahim biasanya melalui perjanjian atau persyaratan tertentu dari kedua belah pihak,
baik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela (gratis), atau perjanjian itu berupa
kontrak.7
Masalah ini disebut dengan sewa rahim, karena biasanya orang atau pasangan
yang ingin memiliki anak akan membayar sejumlah uang kepada ibu sewa atau
kepada organisasi yang bertugas mencari wanita yang bersedia untuk dititipi sperma
dan ovum yang telah dibuahi, dengan syarat wanita tersebut bersedia untuk
menyerahkan anak tersebut setelah lahir atau pada masa yang dijanjikan. Istilah lain
yang biasa digunakan adalah ibu sewa, ibu titipan, ibu tumpang, atau ibu pengganti.
Hal ini disebabkan, karena terkadang ibu yang dijadikan tempat untuk menitipkan
sperma dan ovum tidak mendapatkan bayaran apa-apa dari pasangan yang memiliki
ovum dan sperma. Misalnya dalam kasus penitipan sperma dan ovum dan sperma
Salah satu tujuan dari pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang sah,
yang dihasilkan dengan cara yang wajar dari pasangan suami-isteri, karena rumah
tangga akan terasa kurang sempurna tanpa kehadiran seorang anak, sekalipun di
dalam rumah tangga tersebut terdapat harta yang berlimpah ruah. Diharapkan dengan
hadirnya seorang anak tidak saja dapat memberikan kepuasan batin ataupun juga
7
Said Agil Husin al-Munawar, 2004, Hukum Islam & Pluralitas Sosial, Penamadani, Jakarta, hlm. 105.
25
dapat menunjang kepentingan duniawi, tetapi lebih dari itu seorang anak sangat
Untuk memperoleh keturunan, tidak semua pasangan suami isteri dapat memperoleh
anak sebagaimana diharapkan. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor, misalnya
seorang isteri tidak bisa mengandung, baik disebabkan masalah dari pihak suami
(impoten) ataupun masalah dari pihak isteri (mandul). Oleh karena itu, bayi tabung
merupakan salah satu alternatif yang bisa dijadikan cara untuk membantu pasangan
suami isteri yang mendambakan kehadiran seorang anak. Bayi tabung yang dilakukan
dengan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri kemudian
(perempuan), sperma dan ovum berasal dari pasangan suami isteri, dilakukan dalam
keadaan yang betul-betul mendesak serta syarat-syarat yang lainnya yang tidak
melanggar aturan syara’. Cara seperti ini tidak dilarang dalam Islam karena nasab
anak bisa terjaga dan ini sesuai dengan konsep al-maqasid asy-syari’ah8 yang salah
suatu penyakit. Maka biasanya setiap pasangan suami isteri yang ingin memperoleh
keturunan dapat menempuh apapun cara asalkan tidak bertentangan dengan syara’.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, praktek bayi tabung ini berkembangkearah
hal-hal yang dilarang oleh agama yang salah satunya adalah praktek bayi tabung
8
Maqasid as-syari’ah adalah makna dan tujuan yang dikehendaki syara’ dalam mensyariatkan suatu hukum bagi
kemaslahatan umat manusia.
26
dengan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri, kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim wanita lain. Cara ini biasanya dikenal
dengan sewa rahim (surrogate mother). Ketika praktek bayi tabung dengan
menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri kemudian embrionya
ditransplantasikan ke dalam rahim wanita lain (surrogate mother) atau sewa rahim ini
Surrogate mother apabila ditinjau dari segi teknologi dan ekonomi memang tidak
menimbulkan masalah, tetapi yang menjadi masalah adalah apabila hal ini dikaitkan
Selaku umat Islam, kita perlu mengenal pasti apakah ini sudah sesuai dengan
syara’ ataukah sebaliknya, karena ini merupakan masalah ijtihadiyah yang tidak
dalam kehidupan seorang muslim segala sesuatunya harus sesuai dengan syariat Islam
dan mencegah dari percampuran nasab, serta menjaga kemuliaan anak adam.
Indonesia belum ada, namun kita bisa merujuk pada Pasal 1548 KUH Perdata, dan
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama
waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut
terakhir itu.
27
Berdasarkan bunyi Pasal 1548 KUH Perdata di atas, maka yang dijadikan objek
dalam sewa menyewa adalah barang yang dapat memberikan kenikmatan bagi para
pihak selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga. Tetapi kini muncul
suatu pertanyaan, apakah rahim seorang wanita dapat dianggap sebagai barang atau
tidak?
perbuatan dimana seseorang atau beberapa orang atau beberapa orang mengikatkan
dirinya kepada seseorang atau beberapa orang lain. Dengan kata lain masing-masing
sebuah perjanjian. Kemudian pada pasal 1233 KUH Perdata, perikatan ditegaskan
sebagai sesuatu yang dilahirkan karena perjanjian maupun undang-undang. Karena itu
merupakan undang-undang bagi mereka dan termasuk untuk kepada unsur perjanjian.
Selain itu, untuk mengetahui sahnya suatu perjanjian maka persyaratan dari suatu
perjanjian harus dipenuhi oleh para pihak. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat
sedangkan jika syarat yang ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjiannya
Apabila syarat pertama dan kedua diterapkan dalam perjanjian sewa menyewa
rahim, maka perjanjian tersebut dapat terpenuhi karena disini orang-orang yang
terlibat atau para pihak yang mengadakan perjanjian, yaitu orang tua yang menitipkan
embrio dan ibu pengganti adalah orang yang cakap melakukan perbuatan hukum.
Sedangkan masalah syarat ketiga dan keempat dalam Pasal 1320 KUH Perdata dapat
diterapkan dalam perjanjian sewa menyewa rahim, karena rahim dapat dijadikan
objek dalam perjanjian dan sebab yang halal juga dapat diterapkan karena hal itu
kasus ini belum muncul di Indonesia, tetapi pada akhirnya kasus semacam ini
mungkin akan lahir dan tumbuh di Indonesia, seperti halnya apa yang terjadi di
Inggris dan Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena perkembangan ilmu dan
teknologi yang tidak megenal batas wilayah. Walaupun persoalan sewa menyewa
rahim pada waktu KUH Perdata dibuat belum ada, tetapi Undang-undang
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi:
Semua perjanjiam yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi
Menurut Desriza Ratman, perjanjian pada praktik surrogate mother dianggap tidak
sah jika tidak memenuhi salah satu persyaratan tersebut, antara lain persyaratan
tentang adanya sebab yang halal. Surrogate mother dinyatakan tidak sah dengan
a. UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 127 ayat (1) yang
berbunyi: upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
1) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang bersangkutan
b. Permenkes RI
Reproduksi Buatan.
kepada pasangan suami isteri yang terikat perkawinan yang sah dan
2) Pasal 10:
no.2)
no.4)
a. Tidak sesuai dengan norma moral dan adat istiadat atau kebiasaan umumnya
terdapat unsur pokok yang mengharamkan praktik sewa rahim yaitu unsur
zina.
b. Terlebih lagi bila status dari wanita surrogate mother adalah gadis atau janda.
4. Poin 1,2, dan 3 diperkuat dengan pasal 1339 KUH Perdata, yang berbunyi
tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
pasal ini menyatakan bahwa dalam menentukan suatu perjanjian, para pihak tidak
hanya terikat terhadap apa yang secara tegas disetujui dalam perjanjian tersebut,
di mana rahim itu bukanlah suatu benda (hukum kebendaan) dan tidak dapat
Menurut Prof Leenen bahwa: perjanjian antara ibu pengganti dengan orang tua
genetik adalah batal demi hukum, karena salah satu syarat untuk menjadikan
perjanjian tersebut sah adalah syarat yang halal dan syarat ini tidak dipenuhi sehingga
tidak mungkin seorang ibu menyerahkan seorang bayi yang ia lahirkan kepada pihak
Prof Leenen melihat perjanjian antara surrogate mother dengan orang tua genetis
dari segi hukum perdata terutama Pasal 1320 KUH Perdata, dan ia menyimpulkan
bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum, karena syarat keempat tidak terpenuhi,
9
Salim, 1993, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta hlm. 86
32
yaitu sebab yang halal. Tetapi anehnya Prof. Leenen tidak melihat kepada pasal-pasal
yang lain, terutama Pasal 1338 KUH Perdata, yang memberikan kebebasan kepada
individu untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, dan pasal inilah yang
Dalam hukum Indonesia praktek surrogate mother ini tergolong metode atau upaya
kehamilan diluar cara yang alamiah. Dalam hukum ini praktek ibu pengganti secara
implisit tidak diperbolehkan. Dalam Pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang bersangkutan
untuk itu;
Hal ini berarti bahwa metode atau kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur
dalam Pasal 127 UU Kesehatan, termasuk ibu pengganti (surrogate mother), secara
hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia. Larangan ini juga termuat dalam Pasal 16
UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (UU lama), yang menegaskan bahwa
kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk
buatan hanya dapat diberikan kepada pasangan suami isteri yang terikat perkawinan
33
yang sah dan sebagai upaya terakhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan
menegaskan bahwa bayi tabung yang diperbolehkan hanya kepada pasangan suami
isteri yang sah, lalu menggunakan sel sperma dan sel telur dari pasangan tersebut
yang kemudian embrionya ditanam dalam rahim isteri bukan wanita lain atau wanita
sanksi pidana (Pasal 82 UU No. 23 Tahun 1992). Hal ini dilakukan untuk menjamin
status anak tersebut sebagai anak sah dari pasangan suami isteri tersebut.
Selain itu ayat Al-Qur’an yang secara tegas menyebutkan larangan pelaksaan bayi
tabung dengan menggunakan rahim wanita lain (sewa rahim) memang tidak ada.
Akan tetapi, tidak berarti Al-Qur’an sama sekali tidak memberikan petunjuk
pemecahan hukum atas masalah tersebut. Ada beberapa dalil syar’i yang bisa
diqiyaskan atau yang bisa dijadikan rujukan untuk mengetahui hukum sewa rahim
dengan menggunakan sperma dan ovum dari suami isteri, kemudian embrionya
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka.
10
QS. An-Nur ayat 30
34
(sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkatan di mulutmu saja. Dan Allah
c. Anak angkat tidaklah sama dengan anak kandung. Sewa rahim yang
menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang embrionya
Hal di atas tentunya analog dengan pengharaman sewa rahim yang dilakukan dengan
ketiga (wanita lain selain isteri) dalam prosesi kelahiran seorang anak. Apabila
praktek sewa rahim ini dilakukan oleh pasangan suami-isteri, maka akan
11
QS. Al-Ahzab ayat 4
35
menimbulkan akibat hukum yang sangat pelik (khususnya yang berhubungan dengan
nasab anak) serta menimbulkan kemudharatan yang jauh lebih besar daripada manfaat
yang didapat.
dalam menyoroti masalah sewa rahim dengan menggunakan sperma dan ovum dari
lain. Berikut ini adalah pandangan yang dikemukakan oleh para ulama:
Termasuk dalam kelompok ini adalah Lembaga Fikih Islam OKI, Majelis Ulama
kemukakan diantaranya adalah praktek sewa rahim ini akan memicu terjadinya
akan dibina dalam masyarakat, serta perbuatan ini dapat dianalogikan dengan
perbuatan zina berdasarkan hadis Nabi bahwa tidak halal bagi seorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir menyirami air (spermanya) ke ladang
membolehkan praktek sewa rahim ini dengan alasan bahwa “sesuatu” yang
dicampur di dalam rahim wanita lain tersebut hanyalah sperma dan ovum yang
embrio. Sehingga, ketika embrionya dimasukkan ke dalam rahim wanita lain (ibu
36
makanan untuk membesarkan embrio tersebut agar menjadi bayi yang sempurna.
Menurut beliau, hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan zina. Lebih
lanjut Ali Akbar berpendapat bahwa praktek sewa rahim ini bisa disamakan
dengan masalah ibu susuan (karena pada dasarnya, ibu yang dititipkan sperma
dan ovum dari pasangan suami isteri tersebut akan mendapatkan upah dari
menyusukan anak kepada wanita lain. Maka sewa rahim ini juga diperbolehkan
tertanggal 8-13 Safar 1407 H pada poin ketiga mereka memutuskan untuk
mengharamkan praktek inseminasi buatan dengan bibit dari suami isteri dan
dibanding manfaat yang diperoleh dan hal ini bertentangan dengan al-maqasid as-
syari’ah.
12
Suatu lembaga yang membahas permasalahan-permasalahan keislaman yang berpusat di Cairo, Mesir, dan
Lembaga Fiqih Islam yang berada di bawah naungan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
13
Suwito, 2002, “Inseminasi Buatan Menurut Tinjauan Hukum Islam”, dalam Chuzaimah T Yanggo dan Hafiz
Anshari AZ (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer Pustaka Firdaus, Jakarta, hlm. 24.
14
Ibid., hlm. 6-11
37
Praktek sewa rahim ini bisa menjatuhkan dan merendahkan martabat wanita sebagai
makhluk yang telah dimuliakan oleh Allah dan terhindar dari praktek jual beli seperti
terdapat instansi-instansi yang melayani praktek sewa rahim yang seolah-olah rahim
keuntungan duniawi.
Hal ini tentunya bertentangan dengan konsep akhlak di dalam Islam yang
merendahkan kedudukan wanita sebagai anak Adam yang telah dimuliakan oleh
Allah SWT, diberikan rezeki dari yang baik-baik, dan diberikan kelebihan yang lebih
sempurna dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain sebagaimana Firman Allah
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di
darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami
lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang
sempurna.”15
adalah tuntutan syari’at. Namun, terdapat perbedaan antara zina dan penyewaan
rahim karena zina melibatkan hubungan kelamin antara laki-laki dan wanita
Tetapi, walau bagaimanapun masalah ini tetap tidak terlepas dari perbuatan yang
diharamkan oleh syari’at karena akan membawa kepada percampuran nasab. Ini
15
QS. Al-Isra ayat 70
38
adalah karena tidak ada hubungan pernikahan antara suami isteri pemilik benih
3. Sewa rahim bisa mengubah sifat keibuan keluar dari konsep ibu sebenarnya
sebagaimana yang berlangsung sejak awal penciptaan manusia, karena seorang ibu
pada dasarnya bukan hanya sekedar memiliki benih yang akan mewariskan sifat-sifat
dirinya. Tetapi lebih dari itu ia memiliki tanggung jawab mengandung, melahirkan,
menyusui dan memelihara anak tersebut. Akibat dari praktek sewa rahim ini, konsep
ibu sejati (memiliki benih dan melahirkan) tidak terwujud. Akibatnya, masalah ini
diri daripada tanggung jawab sebagai seorang ibu yang merasakan sakit dan
memperbolehkan seorang wanita untuk memperoleh anak dengan cara yang mudah
jika ia memiliki kemampuan dari sudut materi atau finansial (dengan cara melakukan
sewa rahim). Bahkan, seseorang dimungkinkan bisa memiliki anak yang banyak
dalam waktu yang singkat jika pada setiap bulan benih dibuahi dan dimasukkan ke
dalam ibu titipan yang berbeda-beda. Dalam masa setahun, pasangan itu bisa
memiliki dua belas orang anak. Hal ini tentunya bertentangan dengan prinsip Islam
yang memberikan kelebihan seorang ibu lebih utama dibanding bapak tiga kali lipat
dan hak memelihara anak apabila terjadi perceraian diserahkan kepada ibu. Ini
yang telah mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkan anak yang tidak
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang
4. Apabila ibu titipan tersebut adalah wanita yang belum menikah tetapi dia
5. Islam memandang rahim wanita mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan bukan
barang hinaan yang boleh di sewa atau diperjual-belikan, karena rahim adalah
anggota tubuh manusia yang mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan naluri
dan perasaan ketika seorang ibu mengandung. Ia (rahim) sangat berbeda dengan
tangan dan kaki yang digunakan untuk bekerja yang tidak melibatkan perasaan.
berhubungan dalam penentuan nasab. Selain itu, perantara untuk mendapatkan anak
adalah hak Allah SWT dan menyewa rahim termasuk pada bagian faraj. Sedangkan
hukum asal sesuatu yang berasal dari faraj adalah haram sebagaimana dikatakan
dalam kaidah :
6. Diantara syarat sahnya suatu akad nikah tidak adanya permusuhan atau perselisihan
antara kedua belah pihak yang melakukan akad. Dalam penyewaan rahim ini, tidak
mustahil akan terjadinya perselisihan dalam menentukan hak kepemilikan dan nasab
anak yang dilahirkan karena adanya pihak ketiga selain suami dan isteri pemilik benih
(ibu pengganti). Masalah lain yang kemudian akan muncul adalah kesulitan dalam
16
QS. Luqman ayat 14
17
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, 2006, Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah
yang Praktis, cet. Ke-1 Kencana, Jakarta, Hlm. 122
40
menentukan ibu yang sebenarnya bagi bayi tersebut, apakah ibu pemilik benih dan
ciri-ciri genetik pada anak atau ibu yang mengandung serta melahirkannya. Begitu
juga dengan masalah dalam menentukan nasab anak kepada bapaknya dan lain-lain.
Selain itu, tidak menutup kemungkinan masalah ini akan membuat keresahan di
tengah-tengah masyarakat apabila ibu tumpang (ibu pengganti) tersebut tidak mau
dibuat sekalipun telah dibayar secara penuh oleh pihak pasangan suami isteri atau
orang yang menyewa rahimnya itu. Hal ini bisa jadi disebabkan karena perasaan ibu
titipan tersebut berubah dan ia mulai menyayangi bayi yang dianggap anaknya sendiri
pernikahan, tetapi apabila dilihat dari dampak atau akibat sewa rahim ini, ternyata
Pengharaman penyewaan rahim ini lebih dekat kepada konsep saddu azzari’ah
yang mengatakan bahwa masalah ini termasuk dalam kaidah fiqih yang artinya:
“Tidak bisa diterima karena diantara kriteria darurat itu adalah kekhawatiran akan
terjadinya kemudharatan yang lebih parah kepada diri dan orang lain.”
8. Selain itu, apabila ada pihak yang membolehkan penyewaan rahim dan beralasan
alasan ini juga tidak bisa diterima karena penyewaan rahim berbeda dengan
a. Manfaat dalam upah penyusuan adalah manfaat yang di syariatkan di dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya:
baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan
b. Seorang anak yang disusui mempunyai nasab yang jelas dengan kedua ibu
bapaknya dan ini berbeda dengan janin yang belum sempurna di dalam rahim ibu
c. Bayi yang disusui boleh diberi makanan lain selain susu dalam keadaan tertentu.
Sebelum membicarakan tentang tata cara pembuahan dengan cara inseminasi buatan atau
dalam hal ini sewa rahim, terlebih dahulu perlu dijelaskan teknik inseminasi buatan yang
Menurut H. Masjfuk Zuhdi teknik inseminasi buatan yang dikembangkan dalam dunia
18
QS. At-Thalaq ayat 6
42
1. Teknik In Vitro Vertilization dengan cara mengambil sperma suami dan ovum isteri,
2. Teknik Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami
dan ovum isteri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera di tanam di
Sewa Rahim (surrogate mother) menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan
benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma), dan janin
itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Kemudian anak itu diberikan
kepada pasangan suami isteri itu untuk memeliharanya dan anak tersebut merupakan
Menyewakan rahim adalah, menanam ovum seorang wanita yang subur bersamaan
dengan sperma suaminya di dalam rahim wanita lain dengan imbalan sejumlah uang
ataupun tanpa imbalan karena berbagai sebab diantaranya, rahim pemilik ovum tidak baik
untuk hamil, atau ketiadaan rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur yang subur
atau salah satunya, atau karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan
Dalam sewa rahim sperma suami disenyawakan dengan ovum isteri dalam radar
maksimal, kemudian benih yang telah disenyawakan tadi dimasukkan ke dalam rahim
19
H. Masjfuk Zuhdi, 1989
43
1. Bentuk pertama, benih istri (ovum) disenyawakan dengan benih suami (sperma),
kemudian dimasukkan kedalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam
keadaan istri memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan,
kecacatan yang teruk, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2. Bentuk kedua, sama dengan bentuk pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan
dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu pengganti selepas kematian pasangan
3. Bentuk ketiga, ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya)
dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini apabila suami mandul dan
isteri ada kecacatan pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.
4. Bentuk keempat, sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa
penyakit pada ovary dan rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri
5. Bentuk kelima, sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan
ke dalam rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang
lain sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil.20
1. Jika menggunakan teknik Fertilisasi in Vitro, proses penanaman bibit dalam tujuh
20
Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, “Penyewaan Rahim.” Hlm. 4-5.
21
Proses Inseminasi Buatan atau Bayi Tabung, www.Id.wikipedia.com diakses pada tanggal 27 Januari 2015
44
a. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur
mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dn baru
b. Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah istri dan
pemeriksaan ultrasonografi.
c. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum melalui vagina dengan
tuntunan ultrasonografi.
d. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan
sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
e. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung fetri kemudian
f. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini kemudian diimplantasikan
ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
g. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi,
2. Sedangkan jika menggunakan teknik Tandur Alih Gamet Intra Tuba (Gamette Intra
dengan memisahkan sperma yang motil dengan sperma yang tidak motil/mati.
Sesudah itu, antara sel telur dan sperma dipertemukan lalu disemprotkan kedalam
rahim.22
22
Suwito, 2002, Inseminasi Buatan Menurut Tinjauan Hukum Islam, dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz
Anshari AZ (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta, hlm 21
45
perjanjian sewa menyewa, hak dan kewajiban haruslah dipenuhi pada saat tercapainya
Hak dan kewajiban wanita yang menyewakan rahimnya (ibu pengganti) terhadap
1. Ibu tumpang itu mestilah wanita yang bersuami, bukan anak gadis atau janda.
2. Wanita itu juga wajib mendapatkan izin suaminya, karena kehamilan akan
3. Wajib bagi ibu tumpang beriddah dari suaminya, untuk menghilangkan keraguan
masih terdapatnya benih yang disenyawakan pada rahimnya yang akan menyebabkan
kandungannya.
5. Ibu tumpang juga harus memeriksakan kesehatan janinnya secara teratur, laporan
kesehatan tentang kesehatan ibu dan janin yang ada dalam kandungannya serta
7. Nafkah ibu tumpang, biaya perawatan dan pemeliharaannya sewaktu masa kehamilan
dan nifas adalah tanggung jawab pemilik benih, atau wali sesudahnya, karena janin
tersebut tumbuh akibat dari darahnya. Justru wajib bagi pemilik embrio untuk
8. Ibu tumpang berhak menyusukan bayi itu jika ia ingin berbuat demikian, karena
perasaannya juga terkesan apabila anak itu diambil dari padanya karena Allah
Hak dan kewajiban suami isteri pemilik ovum terhadap ibu pengganti:
1. Pasangan suami isteri pemilik ovum wajib membayar sejumlah uang kepada ibu
pengganti.
2. Penyewa wajib menanggung segala biaya yang dikeluarkan untuk proses bayi tabung
termasuk untuk biaya perawatan ibu pengganti selama masa kehamilan Sembilan
bulan lamanya.
3. Pasangan suami isteri berhak atas anak yang dikandung oleh ibu pengganti. Setelah
Dr. Ali Akbar berpendapat bahwa: Menitipkan bayi tabung pada wanita yang bukan
gangguan, sedangkan menyusukan anak kepada wanita lain di bolehkan dalam Islam,
malah boleh diupahkan. Maka bolehlah memberikan upah kepada wanita yang
meminjamkan rahimnya.”24
24
Salim, 1993, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 46
47
Pandangan tersebut secara tegas menyebutkan bahwa cara ibu titipan dibolehkan, dan
cara ini disamakan dengan ibu susuan yang dikenal dalam Islam. Dengan adanya
penegasan tersebut, maka dengan sendirinya anak yang dilahirkan oleh si ibu titipan
Prof. Drs. Husein Yusuf juga memberikan komentar yang serupa dengan Ali Akbar.
Beliau mengatakan bahwa: status anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung
berdasarkan titipan, tetap anak yang punya bibit dari ibu yang melahirkan adalah sama
Pendapat H. Salim Dimyati juga mempunyai pandangan bahwa: bayi tabung yang
menggunakan sel telur dan sperma dari suami-isteri yang sah, lalu embrionya dititipkan
kepada ibu pengganti, maka anak yang dilahirkannya tidak lebih hanya anak angkat
belaka, tidak ada hak mewarisi dan diwarisi, sebab anak angkat bukanlah anak sendiri
Dari ketiga pendapat tersebut diatas jelas bahwa bayi tabung dengan ibu pengganti
dibolehkan, dengan syarat benih yang dititipkan berasal dari hasil perkawinan yang sah,
dan status anak yang dilahirkan dapat dikategorikan sebagai anak susuan, dan antara anak
Zakaria Ahmad al Bari dalam kitabnya beliau menguraikan pendapat bahwa Inseminasi
buatan itu boleh menurut syara’, jikalau dilakukan dengan mengunakan sperma suami.26
25
Ibid.
26
Zakaria Ahmad Al Bari, 1964, Ahkamul Aulad fil Islam, Ad Darul Qaumiyah, Kairo, hlm. 13
48
Sejumlah ulama yang lain telah mengemukakan pendapatnya yang senada dengan
pendapat tersebut di atas, yakni bahwasanya inseminasi buatan dengan sperma suami
sendiri adalah boleh. Alasan yang dikemukakan berkisar antara: mengingat asal sperma,
yaitu dari suami sendiri, tidak menimbulkan masalah apa-apa, serta penerimaan para
ulama bahwa cara inseminasi buatan adalah usaha atau ikhtiar yang sangat berfaedah dan
memberi maslahat, yaitu lahirnya anak yang sangat didambakan dan dihajatkan oleh
suami namun ada juga ulama yang mengharamkan. Diantara pendapat yang
Hasil ijtihad Ahli Fiqih dari berbagai pelosok dunia Islam pada tahun 1986 di Aman
yang tercantum dalam ketetapan dari sidang ketiga dari Majma’ul Fiqhil Islamiy Athfalul
Annabib (bayi tabung), yang intinya melarang perbuatan bayi tabung dengan ibu
Hasil ijtihad tersebut di atas senada dengan Surat Keputusan Majelis Ulama
Dalam keputusan ini disebutkan bahwa: Inseminasi buatan atau bayi tabung dengan
sperma dan ovum yang diambil secara muhtaram dari pasangan suami-isteri untuk suami-
isteri yang lain hukumnya haram atau tidak dibenarkan dalam Islam.
Kedua hasil ijtihad tersebut mengharamkan penggunaan teknik bayi tabung yang
ditransplantasikan ke dalam rahim isteri yang lain (isteri kedua, ketiga atau keempat).
27
MPKS Depkes. RI, 1970, Permanian Buatan, fatwa No.8/1959, Bagian Penerbitan/Perpustakaan Departemen
Kesehatan RI, Jakarta. Hlm. 122
49
Dengan demikian jelaslah bahwa status anak yang dilahirkan oleh isteri-isteri yang lain
Status anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung model titipan seperti ini
persoalannya lebih rumit, beberapa ulama ada yang mengharamkan perbuatan tersebut
dan menganggap anak dari hasil bayi tabung dengan ibu pengganti sebagai anak zina, tapi
beberapa ulama juga membolehkan atau menghalalkan teknik bayi tabung dengan ibu
pengganti ini, dengan syarat adanya ikatan perkawinan yang sah antara pasangan suami
isteri yang menitipkan embrio. Berdasarkan hasil ijtihad beberapa ulama/pemikir, dan
dengan metode qiyas yang digunakan, maka status anak bayi tabung dengan ibu
pengganti dapat dikategorikan ke dalam anak susuan yang telah ada hukum yang
mengaturnya dalam Al-Qur’an, dengan ‘illat atau alasan baik anak susuan maupun anak
hasil bayi tabung dengan ibu pengganti sama-sama dipelihara dan disusukan oleh wanita
yang bukan ibunya. Dan dalam masalah warisan, mereka (anak susuan dan ibu susuan)
tidak dapat saling mewarisi, karena nasabnya hanya dihubungkan dengan orang tua
genetisnya saja, yaitu pasangan suami-isteri yang menitipkan embrio atau benih ke dalam
rahim pengganti.
keputusannya tertanggal 8-13 Safar 1407 H/ 11-16 Oktober 1986 M pada poin ketiga
mereka memutuskan untuk mengharamkan praktek inseminasi buatan dengan bibit dari
suami isteri dan ditransplantasikan pada wanita lain. Alasan pengharaman tersebut
menurut Suwito disebabkan adanya kekhawatiran akan terjadinya percampuran nasab dan
50
hilangnya perasaan keibuan serta halangan syara’ lainnya.28 Berikut fatwa-fatwa Majma’
al-Fiqhu al-Islami:
Bahwa sidang Majma’ al-Fiqhu al-Islami yang diselenggarakan pada sesi muktamar ke-3
yang diadakan di kota ‘Amman, ibu kota kerajaan Yordania al-Hasyimiyyah pada tanggal
8-13 Safar tahun 1407 H, bertepatan dengan 11-16 Oktober tahun 1986 M.
mendengarkan penjelasan para pakar dan ahli kedokteran, maka setelah dibahas panjang
Bahwa cara inseminasi buatan yang dikenal saat ini ada tujuh macam:
a. Dengan cara mengawinkan sperma yang diambil dari seorang suami dengan sel telur
(ovum) yang diambil dari seorang wanita yang bukan isterinya. Kemudian hasil
b. Dengan cara mengawinkan sperma yang diambil dari seorang laki-laki yang bukan
suaminya dengan sel telur (ovum) isteri. Kemudian hasil pembuahan ditanamkan ke
c. Dengan pembuahan sperma dan sel telur (ovum) pasangan suami isteri yang
d. Dengan cara melakukan pembuahan di luar, antara sperma dan sel telur (ovum) dari
laki-laki asing dan perempuan asing (bukan sel telur milik pasangan suami isteri)
28
Suwito, Inseminasi Buatan., hlm. 24
51
e. Dengan cara melakukan pembuahan di luar, antara sperma dan sel telur (ovum)
f. Dengan cara mengambil sperma suami dan sel telur isterinya, lalu pembuahan
tempat yang sesuai di vagina isterinya atau di rahimnya, sehingga pembuahan terjadi
di dalam.
Sidang menyimpulkan:
Bahwa lima cara yang pertama, semuanya diharamkan menurut tuntunan syari’at dan
nasab keturunan dan menghilangkan nilai-nilai keibuan dan hal-hal lain yang dilarang
syari’at.
Sedangkan cara keenam dan ketujuh, maka Majma’ al-Fiqhu al-Islami berpandangan
bahwa tidak mengapa menggunakan cara di atas (cara keenam dan ketujuh) ketika
sebagaimana mestinya.
model ini. Sedangkan Mahmud Syaltut, Yusuf al-Qardhawi, al-Ribashy dan Zakaria
Ahmad al-Barry tidak menggambarkan secara jelas kasus semacam ini. Akan tetapi,
29
Suwito, op.cit, hlm. 24
52
Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah, model bayi tabung yang sperma dan
ovumnya kepada wanita berasal dari pasangan suami isteri, kemudian embrionya
dititipkan kepada wanita lain yang bukan isterinya, maka Islam tidak membenarkan.
Sebab menurut mereka, menanam benih pada wanita lain haram hukumnya, sebagai
penjelasan Nabi bahwa tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari
akhir menyirami airnya ke ladang orang lain. kedua kalinya, Islam melarang karena:30
30
Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke 21, Bayi Tabung dan Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam
(Yogyakarta: Persatuan, t.t.) hlm. 65