1 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 22

DAYAH: Journal of Islamic Education

Vol. 4, No. 2, 233-254, 2021

Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah


Ibtidaiyah (MI) Indonesia

Ahmad Yusuf
Universitas Wahid Hasyim
Alamat: Jl.Menoreh Tengah X/22 Sampangan-Semarang, Indonesia
e-mail: [email protected]

DOI: 10.22373/jie.v4i2.10065

The Conceptualization of the Model of Integrative Islamic


Education in Madrasah Ibtidaiyah (MI), Indonesia

Abstract
Islamic education always places the Qur'an and the Sunnah as its source, method, and
goal. Efforts to define the meaning of education become the main issue and become the
basis for implementing Islamic education. This article aims to uncover and describe and
at the same time reconstruct the model of Islamic education, especially in Madrasah
Ibtidaiyyah (MI). Using a descriptive analysis approach from relevant literature sources
will provide a complete description of the Islamic model in Madrasah Ibtidaiyyah. In
this study, it can be argued that Islamic education has unique characteristics compared
to the concept of education in general. Besides having a transcendental aspect, it is also
very considerate of kawniyyah aspects (ṭabī’ah al-insān and ṭabī’ah al-ḥayāh). Based
on the findings of this article, it can give implications for the model of Islamic
Education in Madrasah Ibtidaiyah, which should not only develop religious material but
also pay attention to available material, both of which must be integrated so that there is
no dichotomy of knowledge that creates inequality for the output of Madrasah
Ibtidaiyyah itself in the era of globalization.
Keywords: model; integrative Islamic Education; Madrasah Ibtidaiyah; tabi 'ah al
insan; tabi' ah al hayah

Abstrak
Pendidikan Islam selalu menempatkan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber, metode
sekaligus tujuannya. Upaya menerjemahkan makna pendidikan pun seringkali menjadi
pokok bahasan dan dasar untuk menjadi pijakan proses implementasi pendidikan Islam.
Artikel ini bertujuan untuk menguak dan mendeskripsikan sekaligus merekonstruksi
model Pendidikan Islam khususnya pada Madrasah Ibtidaiyyah (MI). Dengan
menggunakan pendekatan analisis deskripsi dari sumber kepustakaan yang relevan
diharapkan mampu memberikan deskripsi utuh dalam model pendidkan Islam di
Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

Madrasah Ibtidaiyyah. Dalam penelitian ini dapat dikemukakan hasil bahwa pendidikan
Islam memiliki karakteristik khusus dibandingkan dengan konsep pendidikan secara
umum. Disamping memiliki aspek transendental, juga sangat mempertimbangkan aspek
kauniyah yaitu tabi’ah al insan dan tabi’ah al hayah. Berdasarkan hasil temuan artikel
ini dapat memberikan implikasi model Pendidikan Islam di Madrasah Ibtidaiyah yang
semestinya tidak hanya mengembangkan materi keagamaan namun juga juga
memperhatikan materi umum yang keduanya haruslah terintegrasi sehingga tidak ada
dikotomi ilmu yang memunculkan ketimpangan pada output Madrasah Ibtidaiyyah itu
sendiri di era globalisasi.
Keywords: model; Pendidikan Islam integratif; Madrasah Ibtidaiyah; tabi 'ah al insan;
tabi' ah al hayah

A. Pendahuluan
Persoalan pendidikan tidak pernah berhenti dari perbincangan di masyarakat
awam, akademisi, kedinasan, keagamaan bahkan pemerintahan dalam skup yang sempit
maupun luas. Hal ini menunjukkan bahwa memang pendidikan secara mendasar
menjadi ruh dalam kehidupan manusia. Dengan ibarat ruh maka jelaslah bahwa
manusia dan kehidupannya tidak akan mampu berarti apa-apa tanpa adanya pendidikan.
Berangkat dari kesadaran makna pendidikan bagi keberlangsungan hidup manusia,
telah melahirkan beberapa pemaknaan, konsep ataupun komponen-komponen pokok
dalam pendidikan. Pertama kali yang sering dibahas dalam istilah pendidikan yaitu
artikulasi kata pendidikan itu sendiri agar dapat menjadi fondasi dan arah proses
pendidikan dan pembelajaran.
Dengan pendidikan dan pembelajaran manusia dapat memerankan kodratnya
baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Disadari atau tidak manusia
selalu bergantung pada orang lain. Mulai lahir, bayi bahkan sampai ketika
meninggalpun masih butuh pertolongan orang lain. Di sisi lain manusia memiliki
karakteristik yang dengannya mampu menyesuaikan diri dan menyempurnakan dirinya
sendiri karena dibekali dengan kemampuan berfikir, merasa (karsa), meyakini, serta
keterampilan. Oleh karena itu manusia disebut sebagai manusia sosial disebabkan oleh;
1), ketergantungannya pada manusia/makhluk lain, 2) mampu menyesuakan diri, 3)
mampu berfikir, merasa, meyakini, dan melakukan, 4) butuh mengembangkan serta
menyempurnakan potensi dirinya dengan bantuan orang lain.1

1
Maragustam Siregar, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pendidikan Karakter (Yogyakarta:
Pascasarjana FITK UIN Sunan Kalijaga, 2020), 84.

234 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

Pendidikan merupakan pelaksanaan aktifitas konkrit yang melibatkan berbagai


unsur, piranti, dan komponen. Berbagai unsur dan piranti tersebut digunakan untuk
menguak makna pendidikan secara utuh. Meskipun demikian banyak sekali
bermunculan pengertian ataupun pemaknaan pendidikan dari kalangan tokoh yang tidak
terlepas dari latar belakang keilmuan ataupun budaya individual dan sosial. Kupasan
peristilahan pendidikan terebut mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat
dipahami secara parsial tanpa melibatkan pengaruh budaya sosial-budaya lokal. Dengan
demikian agar dapat dipahami dengan utuh perlu mengupas komponen utama
pendidikan dengan jelas.2
Pendidikan Islam menjadi term pendidikan yang mendasarkan konsep, tujuan,
materi dan komponen lainnya pada ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As
Sunnah. Kendati demikian pun juga banyak perbedaan istilah dan pengertian
pendidikan Islam itu sendiri yang berimbas pada bagaimana model pendidikan Islam
yang sebenarnya yang telah diisyaratkan dalam kitab suci dan sunnah nabi. Karena
banyaknya perbedaan konsep ini membutuhkan studi yang komprehensif mengenai
pendidikan Islam dengan menguak unsur-unsur pendidikan Islam, sehingga
menemukan definisi yang utuh tentang pendidikan Islam. Dengan langkah dan strategi
ini kiranya akan tebuka paradigma mengenai model pendidikan Islam.
Dalam artikel ini penulis mencoba mengupas tentang apa makna pendidikan
Islam, kerangka pemikirannya, bagaimana model pendidikan Islam serta bagaimana
model Pendidikan Islam di Madrasah Ibtida’iyah (MI) khususnya. Persoalan-persoalan
tersebut akan menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini.

B. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu
sebuah penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji berbagai literatur yang sesuai
dengan tujuan untuk memperoleh atau mengambil data yang diperlukan 3 Penelitian
kepustakaan (literatur) adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian sosial untuk menelusuri data historis 4 Sedangkan Mary Jo Lynch

2
Moh. Rosyid, Kebudayaan Dan Pendidikan Fondasi Generasi Bermartabat (Yogyakarta:
IDEA Press, 2009), 111.
3
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Yasbit UGM, 1989), 9.
4
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2012), 58.

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 235


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

mengemukakan: “bibliographical research as reordering the thougths of others”.


Penelitian kepustakaan merupakan kegiatan menyusun kembali pemikiran-pemikiran
orang lain.5
Dalam pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi. Metode
dokumentasi adalah langkah-langkah mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis,
seperti arsip-arsip, dan buku-buku yang terkait dengan masalah penelitian.6
Untuk memperoleh keterangan yang jelas dari komunikasi dalam bentuk simbol
atau lambang yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan, maka penulis
menggunakan analisis isi (content analysis). Sebuah analisis yang dapat mengurai dan
mendeskripsikan semua bentuk komunikasi baik teks maupun non teks, seperi, surat
kabar, buku, film dan sebagainya. Dengan menggunakan metode ini diharapkan
menemukan pemahaman yang tepat terhadap berbagai isi pesan komunikasi dalam
media massa atau sumber lain secara obyektif, sistematis dan relevan. 7 Artikel ini
mencoba mengelaborasikan pendekatan filsafat Pendidikan Islam dalam merumuskan
model pendidikan Islam integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan menggunakan
pendekatan hermeneutika. Pendekatan hermeneutika adalah sebuah metode penafsiran
yang digunakan untuk memperoleh sebuah pemahaman terhadap pemikiran orang lain
baik berupa lisan maupun tulis8.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Konsep Dasar Pendidikan Islam


Filsafat barat atau yang sering dikenal dengan filsafat Yunani kumo yang
salah satu tokohnya adalah Plato memberikan definisi pendidikan sebagai proses
pengembangan jiwa dan raga sebanyak mungkin menuju kesempurnaan.
Sebagaimana dikutip oleh Baqir Sharif al-Qarashi berikut:
The earlier definition of education is that exposed by Plato’s saying,
“Education stands for granting the souls and bodies as much as possible an
amount of aesthetes and perfection” This Definitions comprises physical and
spiritual education. The former is that educating which shows corporal

5
Lynn Silipigni Connaway & Ronald R. Powell Basic Research Methods for Librarians,
(California: Greenwood Publishing Group, tt), 3.
6
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda
karya, 2015), 181.
7
Imam Subrayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT. Remaja Rosda karya,
2001), 6.
8
A. Khozin Affandi, Langkah Praktis Merancang Proposal (Surabaya: Pustakamas, 2017), 170.

236 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

development and prosperity,while the latter is that which creates perfection


and virtue.9

Dalam pernyataan Plato yang sekaligus filosuf yunani kuno tampak jelas
bahwa pendidikan sesungguhnya adalah memberikan sejumlah keindahan dan
kesempurnaan jiwa dan raga. Dengan merujuk pada pemaknaan ini berarti
pendidikan mengkompromikan tujuan kesempurnaan fisik dan spiritual.
Pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai upaya proses pendidikan yang
dilaksanakan dengan mengacu pada dasar-dasar keislaman yang bersumber dari Al
Qur’an dan hadits.10 Dengan mendasarkan konsep dan orientasi dari sumber
utama agama Islam ini yang memberikan diferensi pengertian dengan pendidikan
secara umum. Meskipun secara umum pendidikan yang dijalankan sama dalam hal
komponen pendidikan.
Sudah menjadi kesepakatan para pakar bahwa istilah pendidikan Islam
merujuk pada istilah bahasa arab Tarbiyah al Islamiyyah. Istilah pendidikan
dengan merujuk makna rabbay>ani yang merupakan derifasi kata rabba-yarbu
mengandung arti tidak hanya sekedar mengembangkan potesni kemanusiaan yang
bersifat intelektual saja. Akan tetapi terdapat makna yang lebih luas yaitu
mencakup tingkah laku. Menurut penafsiran Sayyid Qutb dalam al-Qarashi bahwa
kata rabbayani adalah sebagai pemelihara anak serta menumbuhkan kematangan
sikap mental. Oleh karena itu sangat dibutuhkan ilmu, sikap penyantun, wawasan
yang luas serta penuh kasih sayang. 11
Islam juga memandang pendidikan sebagai kebutuhan manusia, baik
kebutuhan individual maupun kebutuhan sebagai makhluk sosial. Memang tidak
dapat dipungkiri bahwa manusia akan selalu membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan, disamping juga butuh warisan budaya dan nilai-nilai luhur dari
pendahulunya sehingga mampu memerankan peranya sebagai khalifah di muka
bumi ini.
Education is a life necessity and a genuine human concern through which
mental and social constituents are attained. It is surely man’s distinctive

9
Baqir Sharif Al-Qarashi, The Educational System in Islam (IslamicMobility.com, n.d.), 29.
10
Muhammad Iqbal and Fajar Rachmadhani, “Nilai Nilai Pendidikan Islam Dalam Hadis
Anjuran Menceritakan Kisah Bani Isra’il: StudiMa’ani Al Hadis,” Riwayah: Jurnal Studi Hadis 6, no. 2
(2020): 237.
11
Syaiful Anwar, Desain Pendidikan Agama Islam; Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran Di Sekolah (Yogyakarta: IDEA Press, 2014), 2.

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 237


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

feature. As well as societies, education is necessary for individuals. An


educationist says, “For individuals, education is a process of social
normalization that gives the character of humanity, which is the distinctive
feature. Everybody knows that individuals inherit their biological roots,
such as colors of eyes, hair, tallness, and the other physical features, from
their fathers and forefathers. The mental and social constituents of
personalities are gained only through education. On that account, the basic
chore of education helps in acquiring the human features. Hence, education
is necessary for individuals and societies in an equal degree.”.12

Sebagaimana Muhaimin dalam Sarno Harnipudin menyebutkan setidaknya


ada tiga perspektif dalam memahami pengertian Pendidikan Islam, yaitu;
a. Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits
b. Pendidikan (dalam masyarakat) Islam. Yaitu pendidikan yang berlangsung
dan berkembang dalam sejarah umat Islam yang bertumbuh-kembangnya
tersebut Islam dan umatnya baik sebagai agama, ajaran maupun sistem
budaya dan peradaban dari zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang.
c. Pendidikan ke-Islaman, yaitu upaya untuk mendidik atau memberikan
pendidikan agama Islam atau ajaran Islam agar menjadi the way of life. 13

Kata tarbiyah dan ta’līm adalah dua kata yang saling terkait dan saling
mengisi sehingga tidak dapat terpisahkan dalam makna pendidikan. Dilihat dari arti
masing-masing kedua term tersebut dapat dipahami bahwa dalam pendidikan,
proses pemeliharaan, penumbuh-kembangan dan pendewasaan pribadi/peserta
didik diperlukan sebuah pengajaran yaitu transfer of knowledge dan transfer of
values. Dengan demikian pendidikan dan pengajaran selalu berjalan beriiringan
yang saling membutuhkan. Sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Ali Madkur.
Dari pernyataan ayat di atas memperlihatkan bahwa pendidikan Islam lebih
tepat diartikan istilah ta’lim karena proses ta’lim lebih bersifat universal dibanding
dengan proses tarbiyah. Pendapat ini diperkuat ketika Rasulullah Saw,
mengajarkan tilawah Al-Qur’an kepada kaum muslim. Beliau tidak hanya sebatas
membuat mereka pandai membaca melainkan kepada membaca dengan
perenungan yang berisikan pengertian, pemahaman, tanggung jawab dan
penanaman amanah. Dari kondisi semacam ini Rasulullah membawa mereka
kepada proses tazkiyyah al-nafs yaitu suatu proses penyucian dan pembersihan diri

12
Al-Qarashi, The Educational System in Islam, 33.
Sarno Hanipudin, “Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Masa Ke Masa,” Matan: Journal of
13

Islam and Muslim Society 1, no. 1 (2019): 41.

238 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam suatu yang
memungkinkan untuk menerima al-ḥikmah, serta mempelajari segala apa yang
bermanfaat dari suatu yang belum diketahuinya. Al-Ḥikmah tidak dapat dipelajari
secara persial dan sederhana melainkan mencakup keseluruhan ilmu secara
terinegrasi.14
Dari berbagai definisi pendidikan sebagaimana telah dikemukakan di atas
penulis mencoba mengambil esensinya yaitu bahwa pendidikan Islam merupakan
suatu upaya pengasuhan, bimbingan, dan pengembangan kemampuan fisik, akal
dan jiwa murid secara utuh berdasarkan ajaran Islam. Pengasuhan tersebut
dilakukan melalui proses pemberdayaan potensi baik menuju pada tingkat
kesempurnaannya yaitu insan kamil. Dengan pengembangan sensibilitas murid,
yakni pengembangkan potensi baik dan menekan potensi buruk secara sempurna,
jasmani, akal dan jiwa, mereka akan terlatih secara mental dan fisik. Keinginan
untuk memiliki pengetahuan bukan saja untuk memuaskan rasa ingin tahu
intelektulnya atau hanya untuk manfaat kebendaan yang bersifat duniawi, tetapi
juga untuk tumbuh sebagai makhluk yang rasional, berbudi, dan menghasilkan
kesejahteraan spiritual, moral dan fisik15
Karakteristik pendidikan Islam dalam pemahaman proses terbentuknya
sebuah ma’rifah (ilmu pengetahuan) dapat dipahami dalam sebuah bagan Ali
Madkur sebagai berikut:

‫الكون‬ ‫الوحي‬

‫طبيعة الحياة‬ ‫طبيعة اإلنسان‬

‫طرائق‬ ‫طرائق‬ ‫اختيار‬ ‫تحديد‬


‫وأساليب‬ ‫وأساليب‬ ‫المحتوى‬ ‫األهداف‬
‫التقدم‬ ‫التدريس‬
‫والتطور‬
Gambar 1: Struktur Konsep Pendidikan islam

14
Syaiful Anwar, Desain Pendidikan Agama Islam; Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran Di Sekolah, 3–4.
15
Syaiful Anwar, 9.

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 239


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

Dari bagan di atas dapat diterjemahkan bahwasannya pendidikan Islam


merupakan proses transformasi ajaran agama atau wahyu Ilahi yang dipahami
secara kontekstual dengan unsur-usnur kauniyyah. Selanjutnya dialeksasi antar
wahyu dan alam tersebut menjadi sumber dan sekaligus materi dalam pendidikan.
Sebagai sumber berarti wahyu ilahiyyah menjadi sumber dan acuan dalam
pendidikan Islam. Sedangkan sebagai materi berarti menjadi kurikulum yang
memuaat metode, pembelajaran dan muatan yang diajarkan. Dalam aplikasinya
pendidikan Islam tidak mengesampingkan sifat dasar manusia ṭabī’ah insāniyyah
maupun sifat dasar kehidupan ṭabī’ah al-ḥayāh. Dengan mempertimbangkan
faktor-faktor kemanusiaan dan kehidupannya maka rumusan ataupun konsep
tujuan, metode, dan komponen-komponen pendidikan lainnya dapat ditentukan
secara proporsional.16
Al Kilani juga mengemukakan tujuan pendidikan Islam dalam falsafahnya.
Menurutnya tujuan Pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik kepada
derajat yang manusia tinggi atau derajat “aḥsan taqwīm” sebagaimana dijelaskan
dalam Al-Qur’an. Derajat manusia yang tinggi tersebut mampu membentuk
hubungan dengan Sang Pencipta (Khāliq), alam, manusia lainnya, kehidupan dan
akhirat.17 Adapun masing–masing bentuk hubungan tersebut adalah:
a) Hubungan ‘ubudiyyah (hubungan manusia dengan sang pencipta)
b) Hubungan pilihan (hubungan manusia dengan alam semesta)
c) Hubungan ‘Adlu wa Iḥsān ( hubungan manusia dengan manusia)
d) Hubungan ibtilā’ (hubungan manusia dengan kehidupan)
e) Hubungan mas’ūliyyah wa jazā’ ( hubungan manusia dengan akhirat)18
2. Unsur –unsur Pendidikan Islam
a. Pendidik
Pendidik atau seringkali disebut dengan istilah guru. Di dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 bab I Pasal 1 Ayat
6, dibedakan antara pendidik dengan tenaga kependidikan tenaga kependidikan
adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga

Ali Ahmad Madkur, ‫( مناهج التربية و أساسها وطبقاتها‬Kairo: Dar al Fikr al Arabi, 2001), 45.
16
17
Majid Arsan Alkilani, Falsafah Al Tarbiyah Al Islamiyyah (Lebanon: Da>r al basya>irul
Islamiyyah, 1987), 75.
18
Alkilani, 75.

240 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong


belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai
kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan19
Menurut Muhammad Muntahibun Nafis dalam Rahmad Hidayat,
dikemukakan bahwa dalam istilah pendidikan Islam terdapat konsep-konsep
pendidikan tentang pendidik yang mengandung arti murabbi, mu’allim,
mu’addib, mudarris dan mursyid 20
. Masing-masing term tersebut memiliki
arti yang berbeda dengan penekanan yang berbeda pula.
a) Murabbi mengandung makna; a) mendidik peserta didik agar terus
meningkat potensinya, b) membantu peserta didik mengembangkan
potensi, c) mengarahkan ke pendewasaan pola pikir, wawasan dan
sebagainya, d) memobilisasi pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik. e) memperbaiki sikap peserta didik, bertanggung jawab atas semua
proses pendidikan
b) Mu’allim. Kata mu’allim berasal dari kata dasar ’allama yang memiliki
makna mengajar. Jadi, mu’allim adalah orang yang menguasai ilmu dan
mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam
kehidupan, dimensi teori dan praktis serta transfer ilmu, internalisasi dan
implementasinya.
c) Mu’addib, berasal dari kata addaba (mendidik, memperbaiki akhlak,
mendisiplinkan). Dengan demikian Mu’addib adalah pendidik atau orang
yang mendidik. Dengan berbagai makna bahasa mu’addib ini dapat
disimpulkan bahwa tugas seorang pendidik adalah menciptakan suasana
belajar yang mampu menggerakkan peserta didik beradab dan berperilaku
yang baik.
d) Mudarris. yaitu orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi
serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara kontinu dan
berusaha mencerdaskan peserta didiknhya sesuai dengan bakat
kemampuannya.

19
Presiden Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional,” 2003.
20
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia
(Medan: LPPPI, 2016), 49.

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 241


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

e) Mursyid. Secara bahasa mursyid bermakna orang yang membimbing,


menunjuki/memberikan petunjuk jalan yang lurus. Mursyid adalah orang
yang mampu menjadi model atau teladan serta konsultan bagi semua
peserta didiknya sehingga mampu menuntun mereka ke jalan hidup yang
benar dan memposisikan serta berperan sebagai hamba Allah SWT.
Model pendidik yang diharapkan dalam pendidikan Islam Integratif
Madrasah Ibtidaiyah adalah pendidik/guru yang memiliki kompetensi
akademik yang memadai di samping kompetensi pedagogis, profesional,
sosial dan kepribadian. Meskipun guru mapel umum, diharapkan mampu
menginternalisasi nilai-nilai ajaran agama islam dalam mata pelajaran yang
diajrakannya. Begitu juga sebaliknya, guru mapel Agama Islam sudah
semestinya mampu menterjemahkan keterkaitan antar mata pelajaran agama
dengan pelajaran umum lainnya.
3. Peserta Didik
UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.21 Peserta didik atau dapat disebut sebagai pembelajar
mengandung makna subyek dalam pendidikan.
Model peserta didik dalam Pendidikan Islam usia MI memiliki
imajinasi dan rasa ingin tahunya cukup tinggi. Hal ini perlu dikembangkan
dan terarah. Dengan kuriositi yang tinggi menuntut adanya inovasi
pembelajaran yang mampu menjawab keingin-tahuan peserta didik.
a. Kurikulum
UU Sisdiknas Bab I pasal 1 ayat 19, Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu22
Pendidikan Islam seharusnya berorientasi pada pelestarian nilai
(ilahiyah dan kemanusiaan), berorientasi pada peserta didik, berorientasi
pada social demand, berorientasi pada tenaga kerja, penciptaan lapangan

21
Presiden Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.”
22
Presiden Republik Indonesia.

242 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

kerja.23 Sudah menjadi fakta umum bahwasannya pendidikan ini


mempersiapkan gnerasi-genarasi untuk masa depan. Tuntutan kebutuhan
kompetensi akademik, skills (Hard skills dan Soft skills) jelas tidaklah
mungkin sama dengan masa sekarang, apalagi masa lalu. Oleh karena itu,
kuriklum pendidikan hendaknya responsif dan memiliki daya interpretatif
terhadap sejumlah kemungkinan akibat derasnya perubahan zaman.
Menurut Syekh Nawawi dalam Maragustam mengemukakan bahwa
Kurikulum pendidikan Islam setidaknya mencakup lima dasar yang menjadi
sentral pengembangannya yaitu; ilmu tauhid, ilmu usul (kitabullah, Sunnah,
ijma’ dan qiyas), ilmu furu’ (ilmu untuk kemaslahatan dunia dan
akhirat,mutammmimat (ilmu yang berkaitan dengan al Qur’an, makna, tajwid
dan lain-lain).24
Dari pandangan Syekh Nawawi tampak jelas konsep kurikulum
pendidikan Islam secara eksplisit menentukan sejumlah mata pelajaran yang
mampun membangun kemashlahatan di dunia dan akhirat.
Model kurikulum pendidikan islam integratif di MI merupakan
kurikulum yang memberikan proporsi seimbang mapel agama dan mapel
umum. Bukan berarati alokasi waktu pembelajaran yang sama rata. Namun
lebih menekankan konten setiap mapel yang diajarakan memberikan
pemahaman saling keterkaitan satu mapel dengan yang lainnya. Dengan
demikian peserta didik menerima kurikulum secara utuh dan seimbang antara
kepentingan dunia dan akhirat.
b. Tujuan
Tujuan pendidikan Islam secara umum sebagaimana yang telah
dikemukakan sebelumnya yaitu membimbing dan mengarahkan
manusia/peserta didik untuk meraih kebahagian dunia dan akhirat.
Pembahasan tentang tujuan pendidikan islam seringkali dihubungkan
dengan tujuan dan maksud Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi
ini. Manusia diciptakan Allah sebagai Khalifah dan untuk ‘ubudiyyah sebagai
nilai kepatuhan kepada Nya. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa

23
Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia, 101–3.
24
Maragustam Siregar, Syekh NawawiAl-Bantani (Mahaguru Sejati): Filsafat Dan
Pemikirannya Tentang Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pascasarjana FITK UIN Sunan Kalijaga, 2020),
192–93.

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 243


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan manusia agar mampu


mengemban amanah sebagai Khalifah dan taat kepada Allah Swt.25
Pendidikan Islam bertujuan menghantarkan kebahagiaan dunia
akhirat. Model tujuan ini mengandung makna secara implisit bahwa sudah
merupakan keniscayaan bagi pendidikan Islam membekali keimanan yang
kuat pada peserta didik untuk kebutuhan akhiratnya sekaligus kompetensi
yang sesuai dengan tuntutan zaman yang menjadi kebutuhan kebahagiaan
dunia. Sebagaimana ungkapan Imam Syafi’i berikut:
26 ‫من أرادالدنيا فعليه ابالعلم ومن أراداألخرة فعليه ابالعلم‬
Barangsiapa menginginkan kebagahagiaan dunia maka hendaknya
dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan
akhirat hendaknya dengan ilmu

Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu dunia


dan akhirat sangatlah penting dan tidak bisa terpisahkan dalam Pendidikan
Islam. Oleh karenanya sangat penting menanamkan dan membangun
komitmen bahwa Pendidikan Islam harus mampu memberikan ilmu dunia dan
akhirat secara seimbang dan bersinergi.
c. Metode
Metode pendidikan islam adalah seperangkat cara, jalan dan teknik
yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah dirumuskan kompetensinya menuju
terwujudnya kepribadian muslim. 27
Dalam menentukan metode, seorang pendidik perlu memperhatikan
lingkungan, sarana prasarana, tujuan pembelajarannya, karakteristik peserta
didik dan aspek-aspek yang meliputi proses pembelajaran. Setidaknya dalam
pendidikan Islam telah dikenal metode-metode di antaranya; us}watun
h}asanah, (teladan), targhib (ganjaran), dan tarhib (punishment), ceramah,
diskusi, dialog, debat, induksi-deduksi dan lain sebagainya. 28
Model metode pendidikan Islam integratif di madrasah Ibtidaiyah
(MI) adalah metode yang lebih mengutamakan pembiasaan sesuai dengan

25
Siregar, 187–88.
Al Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya al Nawawi, “Kitab Al Majmu’ Fi Syarh Al
26

Muhadzzab Jilid 1,” Al Maktaba.org, 20, accessed June 4, 2021, https://al-maktaba.or/book/2186/22.


27
Siregar, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pendidikan Karakter, 227.
28
Siregar, 228–29.

244 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

tingkat usia peserta didiknya antara 6 -12 Tahun. Hal ini sesuai dengan hadits
Rasulullah tentang cara mendidik anak pada usia 7 -10 tahun berikut:
‫ابالصالة وهم أبناء سبع سنني واضربوهم‬
ّ ‫قال رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم مرواأوالدكم‬
)‫وفرقوابينهم يف املضاجع (رواه أبو داود‬
ّ ‫عليهاوهم أبناء عشر‬
Rasulullah SAW bersabda: perintahkanlah anak-anak kalian untuk
melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan
apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah mereka
apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat
tidurnya. (HR. Abu Dawud: 418)29

Dalam hadis Nabi SAW tersebut sangatlah jelas dan sistematis


memberikan arahan metode mendidik anak pada usia 7-10 tahun. Usia
tersebut adalah usia yang efektif model metode pendidikan pembiasaan.
Dengan pembiasaan yang konsisten dan terarah, anak akan terbiasa dalam
berperilaku atau berkarakter. Hadits ini juga secara implisit mendukung
metode reward dan punishment secara proporsional.

4. Evaluasi pendidikan
Dalam pendidikan perlu adanya suatu evaluasi. Evaluasi sebagaimana
Mehren dan Lehmann menjelaskan evaluasi adalah suatu proses
merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Pengertian yang
dikemukakan keduanya menunjukkan bahwa evaluasi itu merupakan suatu
proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data dan
berdasarkan informasi atau data tersebut dibuat suatu keputusan30.
Adapun prinsip-prinsip evaluasi dalam pendidikan Islam adalah
berkesinambungan (kontinuitas), menyeluruh (komprehensif) dan
obyektifitas (Adil).31 Memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kualitas Pendidikan Islam secara kontinu.
Model evaluasi Pendidikan Islam integratif tidak hanya memberikan
penilaian tentang benar salah namun juga keterpakaian atau manfaat dalam

29
Abu Daud, “Sunan Abu Daud Hadits 418,” carihadis.com, accessed June 4, 2021,
https://carihadis.com/Sunan_Abu_Daud/418.
30
Rusydi Ananda and Tien Rafida, Pengantar Evaluasi Program Pendidikan, ed. Candra
Wijaya (Medan: Perdana Publishing, 2017), 2.
31
Siregar, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pendidikan Karakter, 236–37.

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 245


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

kehidupan sehari-hari. Jadi dengan kata lain evaluasi lebih menggunakan


evaluasi yang comprehensif-holistik. Ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik mendapatkan proporsi yang seimbang. Di samping itu juga
materi kurikulum yang selama ini terkesan dikotomis antara mapel umum
dan mapel agama sudah terintegrasi dan menggunakan evaluasi secara
proporsional.
5. Lingkungan pendidikan
Proses pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif dan efisien juga
didukung dengan adanya lingkungan pendidikan yang kondusif.
Sebagaimana pernyataan Suteja berikut:
Pendidikan Islam membutuhkan lingkungan pendidikan (fisik dan
nonfisik) yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik untuk dapat tumbuh menjadi dewasa, terhindar dari kebiasaan
serta pengaruh dan pergaulan teman yang buruk. Pendidikan Islam
sangat membutuhkan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi
pelaksanaan amanat kekhalifahan Allah bagi manusia yang
berorientasikan “mengutamakan mencegah keburukan dari mengejar
kemaslahatan”, untuk menciptakan kesejahteraan, kemakmuran dan
menegakkan kemanusiaan.32

Usia peserta didik Madarasah Ibtidaiyah membutuhkan sebuah


lingkungan yang merangsang tumbuhnya karakter-karakter yang baik dan
mencegah karakter negatif muncul dalam keseharian. Dengan demikian
lingkungan pendidikan diharapkan mampu menciptakan susasana
keteladanan secara konsisten yang tercermin dari setiap guru dan staff.
Lingkungan yang memberikan warna seimbang antara ilmu agama, umum
dan perkembangna teknologi.
6. Pendidikan Agama Islam
Dalam struktur kurikulum nasional pendidikan menengah atas mata
pelajaran agama merupakan mata pelajaran wajib yang diberikan di seluruh
sekolah, di setiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di sekolah
negeri maupun swasta. Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah memandang
penting pendidikan agama diajarkan di sekolah. Misi utamanya adalah
membina kepribadian siswa secara utuh dengan harapan bahwa siswa kelak
akan menjadi siswa yang beriman kepada Allah Swt, mampun mengabdikan

32
Suteja, Tafsir Tarbawi (Cirebon: Nurjati Press, 2012), 115.

246 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

ilmu-Nya untuk kesejahteraan umat manusia. Menurut (Satryo Soemantri


Brodjonegoro) profil di atas merupakan tolok ukur sosok manusia Indonesia
yang utuh dan diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan dalam
perkembangan global.33
Pendidikan Agama Islam adalah sebuah usaha sadar mempersiapkan
peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan
agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, atau latihan dengan
menjunjung tinggi sikap saling menghormati pemeluk agama lain untuk
mewujudkan kesatuan nasional. Dengan demikian tujuan pendidikan Agama
Islam bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan intelektualitas semata,
namun juga penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga menjadi pribadi yang sesuai dengan ajaran Agama Islam.34
Metodologi pengajaran merupakan salah satu komponen penting yang
perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran PAI di sekolah.
Pembelajaran PAI tidak hanya diarahkan pada pengembangan kognitif siswa
dan pengalihan ajaran Islam semata, akan tetapi yang lebih penting adalah
bagaimana agar ”daya jiwa” peserta didik dapat berfungsi secara maksimal
untuk merubah watak yang jelek mencapai kesempurnaannya yaitu manusia
yang berakhlak mulia. Menurut Ibnu Miskawaih “daya jiwa” bermakna bahwa
jiwa manusia memiliki daya. Daya jiwa yang dimaksud dapat dibagi ke dalam
tiga bagian yaitu:
a) Jiwa Rasional (al-nafs al-natikah) yang memiliki daya berpikir (al-aqlu
alnatiqah) yang disebutnya jiwa atau raja (al-malakiyah). Ini merupakan
fungsi jiwa tertinggi, memiliki kekuatan berpikir dan melihat fakta. Alat
yang dipergunakannya dalam jasmani adalah otak.
b) Jiwa apetitif atau binatang buas (al-nafsu sabu’iyah) yang memilki daya
marah (al-quwwah al-ghadabiyah) yaitu keberanian menghadapi resiko,
ambisi terhadap kekuasaan, kedudukan dan kehormatan. Alat yang
digunakannya dalam badan adalah hati (al-qolbu) c) Jiwa binatang (al-nafsu
al-bahamiyah) dengan daya gairah atau nafsu (al-quah alsyahwiyah) yaitu

33
Syaiful Anwar, Desain Pendidikan Agama Islam; Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran Di Sekolah, 11.
34
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2014), 19–20.

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 247


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

daya hewani yang berkehendak kepada hal-hal seperti dorongan untuk


makan, minum, kelezatan seksualitas dan segala macam kenikmatan
indrawi (al ladzaah al hissyah) dan alat dipergunakannya dalam tubuh
manusia adalah jantung.35
Pendidikan Agama Islam adalah bagian dari pendidikan Islam. Pada
Madrasah Ibtidaiyah PAI tidak secara eksplisit dan terpadu diberikan atau
tersusun dalam struktur kurikulum. Akan tetapi ada beberapa mata pelajaran
yang dikategorikan dalam rumpun mata pelajaran PAI. Mata pelajaran
tersebut adalah Al Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, fiiqih, dan Sejarah
Kebudayaan Islam. Secara detil tentang hal ini penulis sampaikan dalam tabel
srtuktur kurikulum pembahasan selanjutnya.

7. Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtida’iyyah (MI)


Model dapat dipahami sebagai sebuah desain atau contoh ataupun formula
yang terarah dan paten sehingga menjadi bentuk. Terdapat sebuah istilah model
pembelajaran misalnya, ini diartikan sebagai kerangka kerja yang memebrikan
gambaran sistematis untuk melaksanakan pembelajaran agar membantu belajar
peserta didik dalam tujuan yang ingin dicapai. Dengan kata lain model adalah
gambaran umum namun mendirect pada tujuan yang khusus. 36
Kata model seringkali disebutkan dan disandingkan dengan model
pengajaran dan model pembelajaran. Misalnya pada istilah model pembelajaran
diartikan sebagai kerangka konseptual dan operasional pembelajaran yang
37
memiliki nama, ciri, urutan logis, pengaturan, dan budaya.
Sedangkan istilah Madrasah Ibtidaiyah merujuk pada peraturan Menteri
Agama RI No. 60 Tahun 2015 menjelaskan bahwa madrasah adalah satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan
pendidikan umum dan kejuruan dengan kekhasan agama Islam yang mencakup
Raudhatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, MadrasahAliyah

35
Syaiful Anwar, Desain Pendidikan Agama Islam; Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran Di Sekolah, 88.
36
Gamal Thabroni, “Model Pembelajaran: Pengertian, Ciri, Jenis & Macam Contoh,” Serupa.id,
2020, https://serupa.id/model-pembelajaran-pengertian-ciri-jenis-macam-contoh/.
37
Sahrona Harahap and Warlim Isya, “Model Pendidikan Nilai Dan Karakter Di Sekolah,”
PEDADIDAKTIKA: JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 7, no. 1 (2020): 23.

248 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

dan Madrasah Aliyah Kejuruan.38.Selanjutnya dalam pasal berikutnya dijelaskan


bahwa Madrasah Ibtidaiyah adalah satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam yang terdiri
atas enam tingkat pada jenjang pendidikan dasar.
Madrasah dapat dikatakan sebagai ujung tombak atau garda terdepan
dalam pelaksanaan pendidikan Islam secara formal. Madrasah dipandang sebagai
lembaga pendidikan agama yang tumbuh dan berkembang di masyarakat yang
memegang peranan penting. Dalam pengertian yang sederhana madrasah adalah
sekolah umum yang bercirikan Islam. Dalam pengertian ini dapat dipahami dari
segi kurikulum tentunya sama dengan sekolah-sekolah umum, namun juga sarat
dengan muatan agama. Oleh karena itu tidak terlepas dari visi dan misi yang harus
diembannya yaitu:
a. Menanamkan keimanan kepada peserta didik
b. Menumbuhkan semangat dan sikap untuk mengamalkan ajaran-ajaran dalam
rangka pembangunan
c. Memupuk toleransi antara sesama pemeluk agama di Indonesia dengan saling
memahami misi luhur masing-masing agama 39.

Adapun struktur kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (MI) sesuai dengan


Peraturan Menteri Agama RI Nomor 000912 tahun 2013 adalah sebagai berikut40:

ALOKASI WAKTU
MATA PELAJARAN BELAJAR PERMINGGU
I II III IV V VI
Kelompok A
1 Pendidikan Agama Islam
a Al Qur'an Hadits 2 2 2 2 2 2
b Akidah Akhlak 2 2 2 2 2 2
c Fiqih 2 2 2 2 2 2
d Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 2
2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 5 5 6 5 5 5
3 Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7

38
Menteri Agama Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
60” (Jakarta, 2015).
39
Akhmad Sirojudin, “Manajemen Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah,” MODELING :Jurnal
Program Studi PGMI 6, no. 2 (2019): 207–8.
40
Menteri Agama Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
000912” (Jakarta, 2013).

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 249


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

4 Bahasa Arab 2 2 2 2 2 2
5 Matematika 5 6 6 6 6 6
6 Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3
7 Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3
Kelompok B
1 Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 5 5 5
2 Pendidikan Jasmani,Olah Raga dan Kesehatan 4 4 4 4 4 4

Jumlah Alokasi Waktu Perminggu 34 36 40 43 43 43


Tabel 1 Struktur Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah

Model pendidikan Islam di Madrasah Ibtidaiyah adalah pendidikan yang


mengakomodir ilmu agama dan ilmu umum. Merujuk pada permendikbud nomor
57 tahun 2014 bahwa kurikulum 2013 di sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah terdiri
atas kerangka dasar kurikulum, strutur kurikulum, silabus dan pedoman mata
pelajaran dan pembelajaran tematik terpadu. 41
Pendidikan Islam yang diselenggarakan di Madrasah Ibtidaiyah
mengimplementasikan model keterpaduan antara mata pelajaran agama Islam dan
mata pelajaran umum. Hal ini tentu memerlukan sinergi metode dalam
pelaksanaaannya, sehingga dikotomi ilmu yang masih terlihat dapat diminimalisir
bahkan dihilangkan. Inilah yang seharusnya diperhatikan oleh para pendidik di
Madrasah Ibtidaiyah. Sepertinya pemikiran seperti ini sudah dilegal-formalkan
dalam kerangka kurikulum 2013 yang dituangkan dalam model pembelajaran
saintifik yang memberikan konsep bahwa ada saling keterkaitan antar mata
pelajaran satu dengan yang lainnya.
Pendidikan di era global seperti sekarang ini, sudah menjadi tanggung
jawab semua pihak terutama madarasah untuk mampu memberikan kemampuan
yang menjadi tuntutan global namun tetap mampu menjunjung tinggi moralitas.
Dalam hal ini Peter Simpson mengemukakan:
The moral teachings are twofold. The first, already mentioned, concerns the
existence of a suprahuman power that is guardian of right, avenger of
wrong, and final judge of the deeds of men. The second concerns the
principles of right and wrong or how men ought to behave, in which alone

41
Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI, “Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Kurikulum2013 Sekolah Dasa/Madrasah Ibtidaiyah”
(Jakarta, 2014).

250 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

(and not in the pursuit of the passions of liberalism’s state of nature)


happiness is to be found.42
Dari pernyaatan tersebut kiranya jelas bahwa dalam menyelenggarakan
pendidikan agama dan moral, yang pertama adalah memahami adanya potensi
kemanusiaan yang berupa benar, tidak senang salah, dan penilaian perbuatan.
Sedangkan yang kedua adalah harus konsentrasi pada prinsip benar atau salah,
bagaimana seharusnya seseorang bertindak atau bersikap.
Model pendidikan seperti ini sudah semestinya menjadi ciri khas
pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki nilai-nilai atau norma transcendental
yang bersumber Al Qur’an dan As sunnah. Dua sumber utama ajaran Islam ini
tidak pernah menyinggung adanya dikotomi ilmu. Dengan demikian model
pendidikan yang akomodatif dan integratif penting diimplementasikam pada anak
usia Madrasah Ibtidaiyah. Untuk menggambarkan deskripsi model Pendidikan
Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah ini dapat dilihat pada gambar 2 di bawah
ini.

Gambar 2. Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI)

42
Peter Simpson, “Global Religious Education,” in Philosophy of Education in the Era of
Globalization, ed. Yvonne Raley and Gerhard Preyer (New York: Routledge, 2010), 222.

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 251


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

Pendidikan Islam sejak awal kemunculannya tidak pernah mencuatkan


dikotomisasi ilmu. Semua jenis ilmu hakikatnya bersumber dari Allah melalui Al
Qur’an dan As sunnah maka seyogyanya diterjemahkan dan diejawantahkan dalam
pendidikan Islam yang adaptif dan akomodatif. Begitupun juga semestinya model
pendidikan Islam di Madrasah Ibtidaiyah yang menjadi dasar terbentuknya
konseptualisasi ajaran Islam yang komprehensif.
Pendidikan Islam sangat memperhatikan ṭabī’ah al-insān dan ṭabī’ah al-ḥayāh.
Dengan memperhatikan dua unsur tersebut diharapkan dapat mengantarkan manusia
seutuhnya berkembang ke arah pendewasaan untuk mengemban tugas sebagai khalifah
Allah swt di bumi (khalīfah Allāh fī al-arḍ). Maraknya model pendidikan yang
berusaha mengintegrasikan kurikulum agama dengan kurikulum umum, seperti SDIT,
SDUT, Sekolah Berbasis Pesantren menjadi bukti kegelisahan dunia pendidikan yang
mendambakan sebuah model pendidikan non dikotomik dan mampu merespon
tantangan zaman. Namun formulasi yang dilakukan tentu membutuhkan konsistensi
dan ketepatan pemaknaan tentang pendidikan Islam itu sendiri.

D. Simpulan
Dari uraian pembahasan penulis setidaknya ada beberapa poin yang dapat
ditarik menjadi sebuah kesimpulan bahwa secara umum model pendidikan Islam di
Madrasah Ibtidaiyah merupakan desain pola pendidkan yang menyelenggarakan
pembelajaran yang memadukan ajaran agama Islam dengan pelajaran umum.
Pendidikan Islam di Madrasah Ibtidaiyah pendidikan yang menyeimbangkan
pengetahuan agama dan kemanusian (sosial) dan sains dengan pembelajaran Tematik.
Mempertautkan antara satu mapel dengan mapel lain akan mampu meminimalisir atau
bahkan menghapuskan dikotomi ilmu yang memang sudah seharusnya dihindari dalam
pendidikan Islam. Dengan demikian pendidikan Islam di Madrasah Ibtidaiyyah yang
dapat dikatakan sebagai pendidikan Islam dasar yang sangat urgen yaitu starter pola
pikir peserta didik. Pada perkembangan selanjutnya peserta didik diharapkan mampu
membangun pola hubungan dengan sang Khalik, alam semesta, kehidupan, manusia
lainnya dan akhiratnya.
Model Pendidikan Islam integratif di Madrasah Ibtidaiyah membutuhkan desain
unsur-unsur pendidikan yang saling mengisi, melengkapi, terkoordinasi dan
membangun sinergitas untuk mencapai tujuan. Unsur-unsur tersebut adalah model

252 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021


Ahmad Yusuf

pendidik yang kompeten, model peserta didik yang memiliki curiosity yang tinggi,
model kurikulum yang integratif seimbang antara mapel umum dan agama, model
metode yang menitikberatkan pada pembiasaan dan keteladanan dari semua pihak,
model evaluasi yang proporsional menyentuh ketiga ranah (kognitif, afektif dan
psikomotorik) dengan fondasi spiritualitas, serta model lingkungan pendidikan yang
kondusif yang memberikan kontribusi pengaruh pembentuan karakter yang baik bagi
peserta didik.
Model Keteladanan, pembiasaan dengan reward dan punishment serta
pengawasan yang konsisten sangat diperlukan untuk menjamin efektifitas pencapaian
tujuan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qarashi, Baqir Sharif. The Educational System in Islam. IslamicMobility.com, n.d.
Alkilani, Majid Arsan. Falsafah Al Tarbiyah Al Islamiyyah. Lebanon: Da>r al
basya>irul Islamiyyah, 1987.
Ananda, Rusydi, and Tien Rafida. Pengantar Evaluasi Program Pendidikan. Edited by
Candra Wijaya. Medan: Perdana Publishing, 2017.
Daud, Abu. “Sunan Abu Daud Hadits 418.” carihadis.com. Accessed June 4, 2021.
https://carihadis.com/Sunan_Abu_Daud/418.
Hanipudin, Sarno. “Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Masa Ke Masa.” Matan:
Journal of Islam and Muslim Society 1, no. 1 (2019): 39–53.
Harahap, Sahrona, and Warlim Isya. “Model Pendidikan Nilai Dan Karakter Di
Sekolah.” PEDADIDAKTIKA: JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR 7, no. 1 (2020): 21–33.
Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014.
Hidayat, Rahmat. Ilmu Pendidikan Islam, Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia.
Medan: LPPPI, 2016.
Iqbal, Muhammad, and Fajar Rachmadhani. “Nilai Nilai Pendidikan Islam Dalam
Hadis Anjuran Menceritakan Kisah Bani Isra’il: StudiMa’ani Al Hadis.” Riwayah:
Jurnal Studi Hadis 6, no. 2 (2020): 231–54.
Madkur, Ali Ahmad. ‫مناهج التربية و أساسها وطبقاتها‬. Kairo: Dar al Fikr al Arabi, 2001.
Menteri Agama Republik Indonesia. “Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 000912.” Jakarta, 2013.
———. “Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 60.” Jakarta, 2015.
Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI. “Peraturan Menteri Pendidikan Dan

DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021 | 253


Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Kurikulum2013


Sekolah Dasa/Madrasah Ibtidaiyah.” Jakarta, 2014.
Nawawi, Al Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya al. “Kitab Al Majmu’ Fi Syarh Al
Muhadzzab Jilid 1.” Al Maktaba.org. Accessed June 4, 2021. https://al-
maktaba.or/book/2186/22.
Presiden Republik Indonesia. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional,” 2003.
Rosyid, Moh. Kebudayaan Dan Pendidikan Fondasi Generasi Bermartabat.
Yogyakarta: IDEA Press, 2009.
Simpson, Peter. “Global Religious Education.” In Philosophy of Education in the Era
of Globalization, edited by Yvonne Raley and Gerhard Preyer. New York:
Routledge, 2010.
Siregar, Maragustam. Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pendidikan Karakter.
Yogyakarta: Pascasarjana FITK UIN Sunan Kalijaga, 2020.
———. Syekh NawawiAl-Bantani (Mahaguru Sejati): Filsafat Dan Pemikirannya
Tentang Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pascasarjana FITK UIN Sunan Kalijaga,
2020.
Sirojudin, Akhmad. “Manajemen Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah.”
MODELING :Jurnal Program Studi PGMI 6, no. 2 (2019): 204–19.
Suteja. Tafsir Tarbawi. Cirebon: Nurjati Press, 2012.
Syaiful Anwar. Desain Pendidikan Agama Islam; Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran Di Sekolah. Yogyakarta: IDEA Press, 2014.
Thabroni, Gamal. “Model Pembelajaran: Pengertian, Ciri, Jenis & Macam Contoh.”
Serupa.id, 2020. https://serupa.id/model-pembelajaran-pengertian-ciri-jenis-
macam-contoh/.

254 | DAYAH: Journal of Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2021

You might also like