1 PB
1 PB
1 PB
Ahmad Yusuf
Universitas Wahid Hasyim
Alamat: Jl.Menoreh Tengah X/22 Sampangan-Semarang, Indonesia
e-mail: [email protected]
DOI: 10.22373/jie.v4i2.10065
Abstract
Islamic education always places the Qur'an and the Sunnah as its source, method, and
goal. Efforts to define the meaning of education become the main issue and become the
basis for implementing Islamic education. This article aims to uncover and describe and
at the same time reconstruct the model of Islamic education, especially in Madrasah
Ibtidaiyyah (MI). Using a descriptive analysis approach from relevant literature sources
will provide a complete description of the Islamic model in Madrasah Ibtidaiyyah. In
this study, it can be argued that Islamic education has unique characteristics compared
to the concept of education in general. Besides having a transcendental aspect, it is also
very considerate of kawniyyah aspects (ṭabī’ah al-insān and ṭabī’ah al-ḥayāh). Based
on the findings of this article, it can give implications for the model of Islamic
Education in Madrasah Ibtidaiyah, which should not only develop religious material but
also pay attention to available material, both of which must be integrated so that there is
no dichotomy of knowledge that creates inequality for the output of Madrasah
Ibtidaiyyah itself in the era of globalization.
Keywords: model; integrative Islamic Education; Madrasah Ibtidaiyah; tabi 'ah al
insan; tabi' ah al hayah
Abstrak
Pendidikan Islam selalu menempatkan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber, metode
sekaligus tujuannya. Upaya menerjemahkan makna pendidikan pun seringkali menjadi
pokok bahasan dan dasar untuk menjadi pijakan proses implementasi pendidikan Islam.
Artikel ini bertujuan untuk menguak dan mendeskripsikan sekaligus merekonstruksi
model Pendidikan Islam khususnya pada Madrasah Ibtidaiyyah (MI). Dengan
menggunakan pendekatan analisis deskripsi dari sumber kepustakaan yang relevan
diharapkan mampu memberikan deskripsi utuh dalam model pendidkan Islam di
Konseptualisasi Model Pendidikan Islam Integratif di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Indonesia
Madrasah Ibtidaiyyah. Dalam penelitian ini dapat dikemukakan hasil bahwa pendidikan
Islam memiliki karakteristik khusus dibandingkan dengan konsep pendidikan secara
umum. Disamping memiliki aspek transendental, juga sangat mempertimbangkan aspek
kauniyah yaitu tabi’ah al insan dan tabi’ah al hayah. Berdasarkan hasil temuan artikel
ini dapat memberikan implikasi model Pendidikan Islam di Madrasah Ibtidaiyah yang
semestinya tidak hanya mengembangkan materi keagamaan namun juga juga
memperhatikan materi umum yang keduanya haruslah terintegrasi sehingga tidak ada
dikotomi ilmu yang memunculkan ketimpangan pada output Madrasah Ibtidaiyyah itu
sendiri di era globalisasi.
Keywords: model; Pendidikan Islam integratif; Madrasah Ibtidaiyah; tabi 'ah al insan;
tabi' ah al hayah
A. Pendahuluan
Persoalan pendidikan tidak pernah berhenti dari perbincangan di masyarakat
awam, akademisi, kedinasan, keagamaan bahkan pemerintahan dalam skup yang sempit
maupun luas. Hal ini menunjukkan bahwa memang pendidikan secara mendasar
menjadi ruh dalam kehidupan manusia. Dengan ibarat ruh maka jelaslah bahwa
manusia dan kehidupannya tidak akan mampu berarti apa-apa tanpa adanya pendidikan.
Berangkat dari kesadaran makna pendidikan bagi keberlangsungan hidup manusia,
telah melahirkan beberapa pemaknaan, konsep ataupun komponen-komponen pokok
dalam pendidikan. Pertama kali yang sering dibahas dalam istilah pendidikan yaitu
artikulasi kata pendidikan itu sendiri agar dapat menjadi fondasi dan arah proses
pendidikan dan pembelajaran.
Dengan pendidikan dan pembelajaran manusia dapat memerankan kodratnya
baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Disadari atau tidak manusia
selalu bergantung pada orang lain. Mulai lahir, bayi bahkan sampai ketika
meninggalpun masih butuh pertolongan orang lain. Di sisi lain manusia memiliki
karakteristik yang dengannya mampu menyesuaikan diri dan menyempurnakan dirinya
sendiri karena dibekali dengan kemampuan berfikir, merasa (karsa), meyakini, serta
keterampilan. Oleh karena itu manusia disebut sebagai manusia sosial disebabkan oleh;
1), ketergantungannya pada manusia/makhluk lain, 2) mampu menyesuakan diri, 3)
mampu berfikir, merasa, meyakini, dan melakukan, 4) butuh mengembangkan serta
menyempurnakan potensi dirinya dengan bantuan orang lain.1
1
Maragustam Siregar, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pendidikan Karakter (Yogyakarta:
Pascasarjana FITK UIN Sunan Kalijaga, 2020), 84.
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu
sebuah penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji berbagai literatur yang sesuai
dengan tujuan untuk memperoleh atau mengambil data yang diperlukan 3 Penelitian
kepustakaan (literatur) adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian sosial untuk menelusuri data historis 4 Sedangkan Mary Jo Lynch
2
Moh. Rosyid, Kebudayaan Dan Pendidikan Fondasi Generasi Bermartabat (Yogyakarta:
IDEA Press, 2009), 111.
3
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Yasbit UGM, 1989), 9.
4
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2012), 58.
5
Lynn Silipigni Connaway & Ronald R. Powell Basic Research Methods for Librarians,
(California: Greenwood Publishing Group, tt), 3.
6
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda
karya, 2015), 181.
7
Imam Subrayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT. Remaja Rosda karya,
2001), 6.
8
A. Khozin Affandi, Langkah Praktis Merancang Proposal (Surabaya: Pustakamas, 2017), 170.
Dalam pernyataan Plato yang sekaligus filosuf yunani kuno tampak jelas
bahwa pendidikan sesungguhnya adalah memberikan sejumlah keindahan dan
kesempurnaan jiwa dan raga. Dengan merujuk pada pemaknaan ini berarti
pendidikan mengkompromikan tujuan kesempurnaan fisik dan spiritual.
Pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai upaya proses pendidikan yang
dilaksanakan dengan mengacu pada dasar-dasar keislaman yang bersumber dari Al
Qur’an dan hadits.10 Dengan mendasarkan konsep dan orientasi dari sumber
utama agama Islam ini yang memberikan diferensi pengertian dengan pendidikan
secara umum. Meskipun secara umum pendidikan yang dijalankan sama dalam hal
komponen pendidikan.
Sudah menjadi kesepakatan para pakar bahwa istilah pendidikan Islam
merujuk pada istilah bahasa arab Tarbiyah al Islamiyyah. Istilah pendidikan
dengan merujuk makna rabbay>ani yang merupakan derifasi kata rabba-yarbu
mengandung arti tidak hanya sekedar mengembangkan potesni kemanusiaan yang
bersifat intelektual saja. Akan tetapi terdapat makna yang lebih luas yaitu
mencakup tingkah laku. Menurut penafsiran Sayyid Qutb dalam al-Qarashi bahwa
kata rabbayani adalah sebagai pemelihara anak serta menumbuhkan kematangan
sikap mental. Oleh karena itu sangat dibutuhkan ilmu, sikap penyantun, wawasan
yang luas serta penuh kasih sayang. 11
Islam juga memandang pendidikan sebagai kebutuhan manusia, baik
kebutuhan individual maupun kebutuhan sebagai makhluk sosial. Memang tidak
dapat dipungkiri bahwa manusia akan selalu membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan, disamping juga butuh warisan budaya dan nilai-nilai luhur dari
pendahulunya sehingga mampu memerankan peranya sebagai khalifah di muka
bumi ini.
Education is a life necessity and a genuine human concern through which
mental and social constituents are attained. It is surely man’s distinctive
9
Baqir Sharif Al-Qarashi, The Educational System in Islam (IslamicMobility.com, n.d.), 29.
10
Muhammad Iqbal and Fajar Rachmadhani, “Nilai Nilai Pendidikan Islam Dalam Hadis
Anjuran Menceritakan Kisah Bani Isra’il: StudiMa’ani Al Hadis,” Riwayah: Jurnal Studi Hadis 6, no. 2
(2020): 237.
11
Syaiful Anwar, Desain Pendidikan Agama Islam; Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran Di Sekolah (Yogyakarta: IDEA Press, 2014), 2.
Kata tarbiyah dan ta’līm adalah dua kata yang saling terkait dan saling
mengisi sehingga tidak dapat terpisahkan dalam makna pendidikan. Dilihat dari arti
masing-masing kedua term tersebut dapat dipahami bahwa dalam pendidikan,
proses pemeliharaan, penumbuh-kembangan dan pendewasaan pribadi/peserta
didik diperlukan sebuah pengajaran yaitu transfer of knowledge dan transfer of
values. Dengan demikian pendidikan dan pengajaran selalu berjalan beriiringan
yang saling membutuhkan. Sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Ali Madkur.
Dari pernyataan ayat di atas memperlihatkan bahwa pendidikan Islam lebih
tepat diartikan istilah ta’lim karena proses ta’lim lebih bersifat universal dibanding
dengan proses tarbiyah. Pendapat ini diperkuat ketika Rasulullah Saw,
mengajarkan tilawah Al-Qur’an kepada kaum muslim. Beliau tidak hanya sebatas
membuat mereka pandai membaca melainkan kepada membaca dengan
perenungan yang berisikan pengertian, pemahaman, tanggung jawab dan
penanaman amanah. Dari kondisi semacam ini Rasulullah membawa mereka
kepada proses tazkiyyah al-nafs yaitu suatu proses penyucian dan pembersihan diri
12
Al-Qarashi, The Educational System in Islam, 33.
Sarno Hanipudin, “Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Masa Ke Masa,” Matan: Journal of
13
manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam suatu yang
memungkinkan untuk menerima al-ḥikmah, serta mempelajari segala apa yang
bermanfaat dari suatu yang belum diketahuinya. Al-Ḥikmah tidak dapat dipelajari
secara persial dan sederhana melainkan mencakup keseluruhan ilmu secara
terinegrasi.14
Dari berbagai definisi pendidikan sebagaimana telah dikemukakan di atas
penulis mencoba mengambil esensinya yaitu bahwa pendidikan Islam merupakan
suatu upaya pengasuhan, bimbingan, dan pengembangan kemampuan fisik, akal
dan jiwa murid secara utuh berdasarkan ajaran Islam. Pengasuhan tersebut
dilakukan melalui proses pemberdayaan potensi baik menuju pada tingkat
kesempurnaannya yaitu insan kamil. Dengan pengembangan sensibilitas murid,
yakni pengembangkan potensi baik dan menekan potensi buruk secara sempurna,
jasmani, akal dan jiwa, mereka akan terlatih secara mental dan fisik. Keinginan
untuk memiliki pengetahuan bukan saja untuk memuaskan rasa ingin tahu
intelektulnya atau hanya untuk manfaat kebendaan yang bersifat duniawi, tetapi
juga untuk tumbuh sebagai makhluk yang rasional, berbudi, dan menghasilkan
kesejahteraan spiritual, moral dan fisik15
Karakteristik pendidikan Islam dalam pemahaman proses terbentuknya
sebuah ma’rifah (ilmu pengetahuan) dapat dipahami dalam sebuah bagan Ali
Madkur sebagai berikut:
الكون الوحي
14
Syaiful Anwar, Desain Pendidikan Agama Islam; Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran Di Sekolah, 3–4.
15
Syaiful Anwar, 9.
Ali Ahmad Madkur, ( مناهج التربية و أساسها وطبقاتهاKairo: Dar al Fikr al Arabi, 2001), 45.
16
17
Majid Arsan Alkilani, Falsafah Al Tarbiyah Al Islamiyyah (Lebanon: Da>r al basya>irul
Islamiyyah, 1987), 75.
18
Alkilani, 75.
19
Presiden Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional,” 2003.
20
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia
(Medan: LPPPI, 2016), 49.
21
Presiden Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.”
22
Presiden Republik Indonesia.
23
Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia, 101–3.
24
Maragustam Siregar, Syekh NawawiAl-Bantani (Mahaguru Sejati): Filsafat Dan
Pemikirannya Tentang Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pascasarjana FITK UIN Sunan Kalijaga, 2020),
192–93.
25
Siregar, 187–88.
Al Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya al Nawawi, “Kitab Al Majmu’ Fi Syarh Al
26
tingkat usia peserta didiknya antara 6 -12 Tahun. Hal ini sesuai dengan hadits
Rasulullah tentang cara mendidik anak pada usia 7 -10 tahun berikut:
ابالصالة وهم أبناء سبع سنني واضربوهم
ّ قال رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم مرواأوالدكم
)وفرقوابينهم يف املضاجع (رواه أبو داود
ّ عليهاوهم أبناء عشر
Rasulullah SAW bersabda: perintahkanlah anak-anak kalian untuk
melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan
apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah mereka
apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat
tidurnya. (HR. Abu Dawud: 418)29
4. Evaluasi pendidikan
Dalam pendidikan perlu adanya suatu evaluasi. Evaluasi sebagaimana
Mehren dan Lehmann menjelaskan evaluasi adalah suatu proses
merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Pengertian yang
dikemukakan keduanya menunjukkan bahwa evaluasi itu merupakan suatu
proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data dan
berdasarkan informasi atau data tersebut dibuat suatu keputusan30.
Adapun prinsip-prinsip evaluasi dalam pendidikan Islam adalah
berkesinambungan (kontinuitas), menyeluruh (komprehensif) dan
obyektifitas (Adil).31 Memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kualitas Pendidikan Islam secara kontinu.
Model evaluasi Pendidikan Islam integratif tidak hanya memberikan
penilaian tentang benar salah namun juga keterpakaian atau manfaat dalam
29
Abu Daud, “Sunan Abu Daud Hadits 418,” carihadis.com, accessed June 4, 2021,
https://carihadis.com/Sunan_Abu_Daud/418.
30
Rusydi Ananda and Tien Rafida, Pengantar Evaluasi Program Pendidikan, ed. Candra
Wijaya (Medan: Perdana Publishing, 2017), 2.
31
Siregar, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pendidikan Karakter, 236–37.
32
Suteja, Tafsir Tarbawi (Cirebon: Nurjati Press, 2012), 115.
33
Syaiful Anwar, Desain Pendidikan Agama Islam; Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran Di Sekolah, 11.
34
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2014), 19–20.
35
Syaiful Anwar, Desain Pendidikan Agama Islam; Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran Di Sekolah, 88.
36
Gamal Thabroni, “Model Pembelajaran: Pengertian, Ciri, Jenis & Macam Contoh,” Serupa.id,
2020, https://serupa.id/model-pembelajaran-pengertian-ciri-jenis-macam-contoh/.
37
Sahrona Harahap and Warlim Isya, “Model Pendidikan Nilai Dan Karakter Di Sekolah,”
PEDADIDAKTIKA: JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 7, no. 1 (2020): 23.
ALOKASI WAKTU
MATA PELAJARAN BELAJAR PERMINGGU
I II III IV V VI
Kelompok A
1 Pendidikan Agama Islam
a Al Qur'an Hadits 2 2 2 2 2 2
b Akidah Akhlak 2 2 2 2 2 2
c Fiqih 2 2 2 2 2 2
d Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 2
2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 5 5 6 5 5 5
3 Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7
38
Menteri Agama Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
60” (Jakarta, 2015).
39
Akhmad Sirojudin, “Manajemen Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah,” MODELING :Jurnal
Program Studi PGMI 6, no. 2 (2019): 207–8.
40
Menteri Agama Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
000912” (Jakarta, 2013).
4 Bahasa Arab 2 2 2 2 2 2
5 Matematika 5 6 6 6 6 6
6 Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3
7 Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3
Kelompok B
1 Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 5 5 5
2 Pendidikan Jasmani,Olah Raga dan Kesehatan 4 4 4 4 4 4
41
Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI, “Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Kurikulum2013 Sekolah Dasa/Madrasah Ibtidaiyah”
(Jakarta, 2014).
42
Peter Simpson, “Global Religious Education,” in Philosophy of Education in the Era of
Globalization, ed. Yvonne Raley and Gerhard Preyer (New York: Routledge, 2010), 222.
D. Simpulan
Dari uraian pembahasan penulis setidaknya ada beberapa poin yang dapat
ditarik menjadi sebuah kesimpulan bahwa secara umum model pendidikan Islam di
Madrasah Ibtidaiyah merupakan desain pola pendidkan yang menyelenggarakan
pembelajaran yang memadukan ajaran agama Islam dengan pelajaran umum.
Pendidikan Islam di Madrasah Ibtidaiyah pendidikan yang menyeimbangkan
pengetahuan agama dan kemanusian (sosial) dan sains dengan pembelajaran Tematik.
Mempertautkan antara satu mapel dengan mapel lain akan mampu meminimalisir atau
bahkan menghapuskan dikotomi ilmu yang memang sudah seharusnya dihindari dalam
pendidikan Islam. Dengan demikian pendidikan Islam di Madrasah Ibtidaiyyah yang
dapat dikatakan sebagai pendidikan Islam dasar yang sangat urgen yaitu starter pola
pikir peserta didik. Pada perkembangan selanjutnya peserta didik diharapkan mampu
membangun pola hubungan dengan sang Khalik, alam semesta, kehidupan, manusia
lainnya dan akhiratnya.
Model Pendidikan Islam integratif di Madrasah Ibtidaiyah membutuhkan desain
unsur-unsur pendidikan yang saling mengisi, melengkapi, terkoordinasi dan
membangun sinergitas untuk mencapai tujuan. Unsur-unsur tersebut adalah model
pendidik yang kompeten, model peserta didik yang memiliki curiosity yang tinggi,
model kurikulum yang integratif seimbang antara mapel umum dan agama, model
metode yang menitikberatkan pada pembiasaan dan keteladanan dari semua pihak,
model evaluasi yang proporsional menyentuh ketiga ranah (kognitif, afektif dan
psikomotorik) dengan fondasi spiritualitas, serta model lingkungan pendidikan yang
kondusif yang memberikan kontribusi pengaruh pembentuan karakter yang baik bagi
peserta didik.
Model Keteladanan, pembiasaan dengan reward dan punishment serta
pengawasan yang konsisten sangat diperlukan untuk menjamin efektifitas pencapaian
tujuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qarashi, Baqir Sharif. The Educational System in Islam. IslamicMobility.com, n.d.
Alkilani, Majid Arsan. Falsafah Al Tarbiyah Al Islamiyyah. Lebanon: Da>r al
basya>irul Islamiyyah, 1987.
Ananda, Rusydi, and Tien Rafida. Pengantar Evaluasi Program Pendidikan. Edited by
Candra Wijaya. Medan: Perdana Publishing, 2017.
Daud, Abu. “Sunan Abu Daud Hadits 418.” carihadis.com. Accessed June 4, 2021.
https://carihadis.com/Sunan_Abu_Daud/418.
Hanipudin, Sarno. “Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Masa Ke Masa.” Matan:
Journal of Islam and Muslim Society 1, no. 1 (2019): 39–53.
Harahap, Sahrona, and Warlim Isya. “Model Pendidikan Nilai Dan Karakter Di
Sekolah.” PEDADIDAKTIKA: JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR 7, no. 1 (2020): 21–33.
Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014.
Hidayat, Rahmat. Ilmu Pendidikan Islam, Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia.
Medan: LPPPI, 2016.
Iqbal, Muhammad, and Fajar Rachmadhani. “Nilai Nilai Pendidikan Islam Dalam
Hadis Anjuran Menceritakan Kisah Bani Isra’il: StudiMa’ani Al Hadis.” Riwayah:
Jurnal Studi Hadis 6, no. 2 (2020): 231–54.
Madkur, Ali Ahmad. مناهج التربية و أساسها وطبقاتها. Kairo: Dar al Fikr al Arabi, 2001.
Menteri Agama Republik Indonesia. “Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 000912.” Jakarta, 2013.
———. “Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 60.” Jakarta, 2015.
Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI. “Peraturan Menteri Pendidikan Dan