20018-Article Text-54727-1-10-20210227

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Volume I, Nomor 2, Juli - Desember 2020 61

TEORI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP


DAN PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

Azizul Hakim
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

ABSTRACT: This paper discusses educational theory. Education includes a


comprehensive scope, namely the education of mental abilities, thinking, and
human personality as a whole. Education of course applies to all humans without
exception. Education actually does not only take place in schools. Education will
start as soon as the child is born and will continue until the human dies. Education
takes place in families, schools and communities. In this paper, the authors focus
on discussing the theory of lifelong education and education for all. Knowing this
material is important because education is an absolute necessity for human life that
must be fulfilled throughout life. The main problems that the authors discuss in this
paper are the theory of life-long education and education for all, the legal basis
and the rationale that underlie the importance of lifelong education and education
for all, and their implications in educational programs.

The conclusion of this paper is that life-long education formulates a principle that
the educational process is a process that must be carried out continuously, starting
from birth to death and includes informal, non-formal and formal forms of learning.
The rationale for the importance of lifelong education can be viewed from various
aspects, including ideological, economic, sociological, technological,
psychological, pedagogical, and philosophical aspects. The implications of the
concept of lifelong education can be seen from several aspects related to "learning
methods" and "educational models".

Keywords: Lifelong Education, Education for All

I. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang. Sejak manusia
menghendaki kemajuan dalam kehidupan, sejak itulah timbul gagasan untuk mengadakan
pengalihan, pelestarian, dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan.1 Selama
manusia berusaha meningkatkan kehidupannya, maka selama itu pula pendidikan akan
terus berjalan.
Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia yang harus
dipenuhi seumur hidup. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup
berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep
hidup mereka.2 Oleh karena itu, tidak boleh tidak pendidikan harus selalu digagas dan

1
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 1.
2
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 2.
62 Teori Pendidikan …

dilaksanakan bahkan menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan


generasi penerus sejalan dengan tuntutan masyarakat.
Pendidikan mencakup ruang lingkup yang komprehensif, yakni pendidikan
kemampuan mental, pikir, dan kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina
kepribadian demikian, jelas memerlukan waktu yang relatif panjang, bahkan berlaku
seumur hidup.3 Pendidikan tentunya berlaku untuk semua manusia tanpa terkecuali.
Ada kecenderungan dalam masyarakat, bahwa pendidikan adalah di sekolah,
dimana anak mendapatkan pendidikan, mulai dari pendidikan keterampilan sampai ke
pendidikan akhlak, padahal di sekolah hanya satu bagian dari bentuk pendidikan.4
Ketergantungan orang tua kepada sekolah dalam mendidik anak, berakibat pada
pengabaian terhadap pendidikan di rumah dan di masyarakat.
Tanggung jawab utama pendidikan anak tetap berada di tangan kedua orang tua.
Sekolah hanyalah meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang diletakkan dasar-
dasarnya oleh lingkungan keluarga sebagai pendidikan informal.5 Dalam hal ini Uyoh
Sadullah mempertegas dengan mengutip amanah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 7 sampai dengan pasal 11) bahwa tanggung
jawab pendidikan dalam arti luas merupakan tanggung jawab bersama dari semua pihak,
yaitu keluarga, masyarakat, dan pemerintah.6
Oleh karena itu pendidikan bukan hanya berlangsung di sekolah. Pendidikan akan
mulai segera setelah anak lahir dan akan terus berlangsung sampai manusia meninggal
dunia. Pendidikan berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dalam tulisan ini penulis memaparkan
tentang teori, dasar hukum dan dasar-dasar pemikiran yang melandasi pentingnya
pendidikan seumur hidup dan pendidikan untuk semua, serta implikasinya dalam
program-program pendidikan.

II. PEMBAHASAN
Pendidikan seumur hidup adalah suatu sistem konsep-konsep pendidikan yang
menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajar yang berlangsung dalam
keseluruhan kehidupan manusia.7

3
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan (Cet. III; Malang: Usaha
Offset Printing, 1988), h. 125.
4
Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), h. 137.
5
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 78.
6
Uyoh Sadulloh, Pedagogik: Ilmu Mendidik (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 37.
7
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.
169.
Volume I, Nomor 2, Juli - Desember 2020 63

Konsep pendidikan seumur hidup sesungguhnya sudah sejak lama difikirkan oleh
para pakar pendidikan dari zaman ke zaman.8 Umat Islam sendiri, jauh sebelum orang-
orang Barat mengungkapkannya, telah mengenal pendidikan seumur hidup. Di kalangan
santri pesantren, populer kata hikmah sebagai hafalan wajib, dan oleh Azhar Arsyad telah
diterjemahkan dalam bukunya Retorika Kaum Bijak, yang berbunyi:
‫اطلبوا العلم من المهد إلى اللحد‬
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang kubur.9
Ungkapan di atas oleh beberapa kalangan dianggap sebagai hadis.
Terlepas benar tidaknya penisbahan ungkapan tersebut kepada Nabi, tetapi menurut
Quraish Shihab ungkapan tersebut sejalan dengan konsepsi al-Qur’an tentang keharusan
menuntut ilmu dan memperolah pendidikan seumur hidup.10
Zakiah Daradjat dalam bukunya, Ilmu Pendidikan Islam, mengutip hadis nabi
sebagai dalil yang menegaskan tentang kewajiban menuntut ilmu, yang berbunyi:
)‫طلب العلم فريضة على كل مسلم (رواه الطبراني عن ابن مسعود‬
11

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.12


Jangkauan nilai yang harus dipelajari oleh seorang Islam memang bersifat luas dan
menyeluruh. Oleh karena itu, hasil yang dicapai tidak akan dapat secara sempurna
sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu dalam upaya mendapatkan apa yang diinginkan
harus diupayakan secara terus menerus dan melalui berbagai metode yang efektif.
Seorang Islam selalu dituntut untuk terus belajar, menambah, dan menyempurnakan
ilmunya. Atas dasar itulah, sekalipun Nabi Muhammad adalah orang yang telah mencapai
puncak kesempurnaan akal sehingga mampu menangkap wahyu al-Qur’an, ia tetap
diperintah untuk selalu meminta ilmu. Hal itu tergambar dalam firman Allah Q.S. Taha:
114 sebagai berikut:
‫ وقل رب زدني علما‬...

8
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Cet. I; Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), h. 13.
Lihat juga Ramayulius, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Cet. IV; Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h.
101.
9
Azhar Arsyad, Retorika Kaum Bijak: Media Pembangkit Motivasi dan Daya Hidup serta
Penanaman Nilai-nilai dan Budi Luhur (Cet. II; Makassar: Yayasan Fatiya Makassar, 2005), h. 15.
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat
10

(Bandung : Mizan, 1994), h. 178.


Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n al-Alba>ni>, S}ah}ih} al-Ja>mi’ al-S}agi>r Wa Ziya>datuhu
11

“al-Fath} al-Kabi>r), Jilid 2 (Cet. III; Beirut: al-Maktab al-Isla>mi>, 1988), h. 727.
12
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. VIII; Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 6.
64 Teori Pendidikan …

... dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”13


Perintah ini mengisyaratkan bahwa merasa puas terhadap ilmu yang telah dicapai
adalah sikap yang berlawanan dengan semangat Islam.
Teori pendidikan seumur hidup tersebut di atas menjadi aktual kembali, terutama
dengan terbitnya buku An Itroduction to Lifelong Education, pada tahun 1970 karya Paul
Lengrand, yang dikembangkan lebih lanjut oleh UNESCO.14
UNESCO dalam hal ini membenarkan asas-asas “pendidikan seumur hidup” yaitu
suatu prinsip dimana seluruh proses pendidikan dianggap sebagai suatu yang secara terus
menerus di dalam seluruh kehidupan seseorang dari semenjak masa kanak-kanak sampai
kepada akhir hidupnya. Oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan secara terpadu.15
Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar baik informal, non formal,
maupun formal.16
Dewasa ini, konsep pendidikan seumur hidup diterima di mana-mana dan
merupakan suatu prinsip dasar yang dijadikan titik tolak dalam pemikiran tentang
pendidikan, dan selalu berdiri di belakang setiap usaha reformasi pendidikan.
Menurut konsep life long education, pendidikan tidak terbatas oleh ruang dan
waktu. Pendidikan akan selalu berlangsung dalam totalitas kehidupan di dalam keluarga,
suku bangsa, melalui agama, sekolah formal, organisasi-organisasi kerja, organisasi
pemuda, dan organisasi masyarakat pada umumnya, membaca buku, mendengarkan
radio, memperhatikan televisi, dan sebagainya.17
Pendidikan seumur hidup memandang jauh ke depan. Berusaha untuk
menghasilkan manusia dan masyarakat baru, merupakan suatu proyek masyarakat yang
sangat besar. Pendidikan seumur hidup merupakan asas pendidikan yang cocok bagi
orang-orang yang hidup dalam dunia transformasi, dan di dalam masyarakat yang saling
mempengaruhi, yaitu masyarakat modern. Manusia tersebut harus mampu menyesuaikan
dirinya secara terus-menerus dengan situasi baru.18
Pendidikan seumur hidup (Lifelong Education) merupakan jawaban terhadap kritik-
kritik yang dilontarkan pada sekolah. Sistem sekolah tradisional mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri dengan perubahan zaman yang sangat cepat dalam abad terakhir

13
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’a>n, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya
(Medinah: Mujamma’ al-Malik Fahd, 1971), h. 489.
14
UNESCO adalah singkatan dari United Nation Educational Scientific and Cultural
Organization, suatu badan dunia dari PBB yang bergerak dalam dunia pendidikan. Lihat Hasbullah, Dasar-
dasar Ilmu Pendidikan (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 64. Lihat juga Fuad Ihsan, op.
cit., h. 41.
15
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik (Cet. I; Jakarta: Rineka
Cipta, 1997), h. 219.
16
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.
17
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik, h. 217.
18
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan (Cet. IV; Bandung: Alfabeta, 2009), h. 62. Lihat
juga Burhanuddin Salam, op. cit., h. 220.
Volume I, Nomor 2, Juli - Desember 2020 65

ini, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-tuntutan manusia yang
makin meningkat. Kebutuhan manusia yang makin meningkat, aneka macam pekerjaan
serta pasang surutnya kesempatan kerja yang sangat cepat, memberikan pengaruh besar
terhadap masalah-masalah pendidikan.19
Pendidikan sekolah yang terbatas pada tingkat pendidikan dari kanak-kanak sampai
dewasa tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan dunia
berkembang. Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan sistem pendidikan yang
fleksibel.20 Pendidikan harus tetap bergerak dan berinovasi secara terus menerus.
Menurut konsep pendidikan seumur hidup, kegiatan-kegiatan pendidikan dianggap
sebagai suatu keseluruhan, seluruh sektor pendidikan merupakan suatu sistem yang
terpadu. Konsep ini harus disesuaikan dengan kenyataan serta kebutuhan masyarakat
yang bersangkutan. Dalam hal ini suatu bangsa yang telah maju (industri) akan memiliki
kebutuhan yang berbeda dengan masyarakat di negara berkembang. Apabila sebahagian
besar masyarakat suatu bangsa masih banyak buta huruf, maka pemberantasan buta huruf
di kalangan orang dewasa memegang peranan penting dalam sistem pendidikan seumur
hidup, namun di negara industri yang telah maju pesat, masalah bagaimana cara mengisi
waktu senggang memegang peranan penting dalam sistem ini.21 Dari hal tersebut kita
dapat gambaran bahwa kebutuhan dapat menentukan arah kegiatan pendidikan.
Dasar Hukum
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan
pemerintah. Pernyataan tersebut disimpulkan dari isi GBHN 1978 sebagaimana dikutip
Hasbullah bahwa: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam
lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.”22
Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan supaya selalu
berkembang seumur hidup, dan di lain pihak masyarakat dan pemerintah diharapkan agar
dapat menciptakan situasi yang menantang untuk belajar. Prinsip ini berarti masa sekolah
bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar, melainkan hanya sebagian dari
waktu belajar yang akan berlangsung seumur hidup.23
Sementara itu, di dalam GBHN 1993 dinyatakan pula, bahwa Pendidikan Nasional
dikembangkan secara terpadu dan serasi, baik antara berbagai jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan maupun antara sektor pendidikan dengan sektor pembangunan lainnya serta

19
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan.
20
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik, h. 217.
21
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik, h. 220-221.
22
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, h. 63.
23
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 40.
66 Teori Pendidikan …

antar daerah. Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan seluas-luasnya untuk


berperan serta dalam menyelenggarakan pendidikan nasional.24
Selanjutnya yang menjadi dasar pentingnya pendidikan seumur hidup dikemukakan
dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 pasal 10 ayat (1) sebagaimana dikutip oleh Hasbullah
yang berbunyi: “Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 jalur, yaitu jalur
pendidikan sekolah, dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan luar sekolah
dalam hal ini termasuk di dalamnya pendidikan keluarga, sebagaimana dijelaskan pada
ayat (4), yaitu: “Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah
yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai
budaya, nilai moral dan keterampilan”.25
Pendidikan keluarga sejatinya bertujuan untuk mendukung kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sementara itu, pada pasal 26 dinyatakan bahwa: “Peserta didik berkesempatan
untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam
perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan masing-masing.” Dalam
penjelasan pengertian pasal 26 tersebut, terdapat penjelasan bahwa: “Setiap warga negara
berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah
ataupun pendidikan luar sekolah. Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan
dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam mengembangkan
dirinya sebagai manusia Indonesia”.26
Dasar pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses
pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar
sekolah.
Dasar-dasar Pemikiran
Hasbullah mengungkapkan bahwa cukup banyak dasar-dasar pemikiran yang
menyatakan bahwa Lifelong Education sangat penting. Dasar-dasar pemikiran tersebt
ditinjau dari berbagai aspek, di antaranya adalah sebagai berikut:

24
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.
25
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, h. 66.
26
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, h. 66-67.
Volume I, Nomor 2, Juli - Desember 2020 67

a. Tinjauan Ideologis
Pendidikan seumur hidup atau “Lifelong Education” akan memungkinkan
seseorang mengembangkan potensi-potensinya sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sebab
pada dasarnya semua manusia dilahirkan ke dunia mempunyai hak yang sama, khususnya
hak untuk mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
(skill).27
Tuntunan akan adanya persamaan serta kesempatan yang sama dalam memperoleh
pendidikan terus digaungkan, bahkan untuk Indonesia diatur sedemikian rupa di dalam
UUD 1945, seperti tertuang dalam pasal 31 ayat (1): “Tiap-Tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran”.
b. Tinjauan Ekonomis
Pendidikan merupakan cara paling efektif untuk keluar dari suatu lingkungan yang
menyeret pada kebohongan dan kemelaratan. Pendidikan seumur hidup dalam konteks
ini memungkinkan seseorang untuk:
1. Meningkatkan produktifitasnya.
2. Memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya.
3. Memungkinkan hidup dalam lingkungan yang lebih sehat dan menyenangkan.
4. Memiliki motivasi dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya secara tepat,
sehingga peranan pendidikan keluarga sangat penting dan besar artinya.28
Para tokoh pendidikan seumur hidup melihat bahwa pembentukan sistem
pendidikan berfungsi sebagai basis untuk memperoleh keterampialn tipe baru yang secara
ekonomis berharga dan menguntungkan masyarakat.
c. Tinjauan Sosiologis
Pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang ditemukan masih
banyak orang tua yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan formal bagi anak-
anaknya. Oleh karena itu, anak-anak mereka kurang mendapat pendidikan formal, putus
sekolah, dan atau tidak bersekolah sama sekali.29 Dengan demikian, pendidikan seumur
hidup bagi orang tua merupakan solusi dari masalah tersebut.
d. Tinjauan Filosofis
Negara-negara demokrasi menginginkan seluruh rakyatnya menyadari pentingnya
hak memilih dan memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR, dan sebagainya. Oleh karena
itu, pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan kepada setiap orang.30 Hal ini menjadi
tugas pendidikan seumur hidup.
e. Tinjauan Teknologis
Di era globalisasi seperti sekarang ini, tampaknya dunia dilanda oleh eksplosi ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan berbagai produk yang dihasilkannya. Semua orang,

27
Hasbullah, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 67-68. Lihat juga Fuad Ihsan, Dasar-Dasar
Kependidikan, h. 44.
28
Hasbullah, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 68.
29
Hasbullah, Dasar-Dasar Kependidikan.
30
Hasbullah, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 68-69.
68 Teori Pendidikan …

tidak terkecuali para pendidik, sarjana, pemimpin, dan lainnya dituntut selalu
memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya, seperti apa yang terjadi di negara-
negara maju.31 Bila hal ini tidak dilakukan oleh manusia maka ia akan tertinggal, sebab
bagaimanapun orang tidak bisa menutup diri terhadap segala kemajuan yang melandanya.
f. Tinjauan Psikologis dan Pedagogis
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat mempunyai pengaruh
besar terhadap konsep, teknik, dan metode pendidikan. Selain itu, perkembangan tersebut
menyebabkan makin luas, dalam, dan kompleksnya ilmu pengetahuan. Akibatnya, tidak
mungkin lagi diajarkan seluruhnya kepada peserta didik di sekolah. Oleh sebab itu, tugas
pendidikan jalur sekolah yang utama sekarang adalah mengajarkan bagaimana cara
belajar, menanamkan motivasi yang kuat dalam diri anak untuk belajar terus-menerus
seumur hidupnya, memberikan keterampilan kepada peserta didik secara efektif, agar dia
mampu beradaptasi dalam masyarakat yang cenderung berubah secara cepat.32 Untuk itu
semua, perlu diciptakan kondisi yang merupakan penerapan asas pendidikan seumur
hidup (lifelong education).

Implikasi pada Program-program Pendidikan

Implikasi dimaksudkan sebagai akibat langsung atau konsekuensi dari suatu


keputusan. Dengan demikian maksudnya adalah sesuatu yang merupakan tindak lanjut
atau follow up dari suatu kebijakan atau keputusan tentang pelaksanaan pendidikan
seumur hidup.
Implikasi pendidikan seumur hidup dapat dilihat dari beberapa aspek, di antaranya
berkaitan dengan “cara belajar” dan “model pendidikan”.
1. Cara Belajar
Dalam belajar dibutuhkan standar pendidikan yang lebih fleksibel, lebih dinamis,
dan lebih terbuka terhadap dunia dan lingkungan sekitarnya. Harus lebih menekankan
pembentukan individu daripada hanya belajar semata. Guru harus mampu
membangkitkan motivasi, kemauan yang kuat serta keingintahuan dalam diri siswa. Para
siswa harus belajar bekerja, belajar menemukan dan mencipta, mengenal teori-teori serta
fakta-fakta. Para siswa dipersiapkan belajar dan berlatih sendiri.33
Dalam belajar harus dikembangkan tiga prinsip yang mencakup “self
management”, “self evaluation”, dan “self judgement”. Para siswa harus mampu
membimbing dirinya sendiri, menilai kemampuan, kemajuan, serta kegagalannya sendiri,
sehingga diharapkan apabila nanti telah dewasa, ia akan mampu membuat pilihan serta
keputusan sendiri secara rasional. Dalam sistem ini guru bukan hanya sekedar pengajar,
melainkan harus jadi pendorong. Kelas-kelas tradisional yang hanya mengandalkan

31
Hasbullah, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 69.
32
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 45.
33
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik, h. 221.
Volume I, Nomor 2, Juli - Desember 2020 69

“ceramah”, harus sudah ditinggalkan. Kelas harus diganti dengan kelompok-kelompok


belajar, dimana para siswa dapat bekerja bersama-sama dan bekerja bersama guru. Siswa
tidak lagi dibebani tugas menghapal, melainkan ia harus mampu menggunakan seluruh
media informasi, dari mulai perpustakaan, radio, televisi, sampai kepada pemanfaatan
komputer.34 Peserta didik belajar bersama-sama dengan teman dan gurunya, baik di
sekolah maupun di luar sekolah.
2. Model Pendidikan
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pendidikan seumur hidup merupakan suatu
sistem yang terpadu. Dalam hal ini Charles Hummel dalam Burhanuddin Salam
mengemukakan ada empat model (bentuk) pendidikan menurut konsep pendidikan
seumur hidup, yaitu (a) Pre-school education, (b) basic school, (c) vocational education,
dan (d) adult education.
a) Pre-School Education (Pendidikan Sebelum Sekolah)
Bentuk ini menduduki tempat yang penting di dalam sistem pendidikan seumur
hidup. Pre-school education merupakan metode yang menentukan di dalam sistem
pendidikan seumur hidup dan merupakan tempat yang paling efektif dalam pembentukan
kepribadian anak yang demokratis.
Yang dikembangkan dalam periode ini adalah kebebasan psikologis (psychological
independence) dan sosialisasi anak (socialization of the child), yang dibiasakan dengan
permainan, pergaulan dengan teman sebayanya (peers) serta kegiatan-kegiatan
kelompok.
b) Basic School (Pendidikan Dasar)
Setelah periode pre-school education, dilanjutkan dengan basic school, yang
disebut juga dengan “basic course of study”. Di Indonesia, istilah yang digunakan adalah
basic education. Fase ini, kalau dibandingkan dengan struktur pendidikan di negara maju,
bersesuaian dengan fase kewajiban belajar, yaitu antara susia 6-16 tahun, yang meliputi
primary school dan tingkat pertama secondary school.35 Di Indonesia setaraf dengan
pendidikan di sekolah dasar dan menengah tingkat pertama.
Pada fase ini, diberikan pengetahuan yang esensial sebagai dasar dan bekal
pendidikan umum (pendidikan moral dan agama, pendidikan kewarganegaraan,
pendidikan artistik dan pendidikan sosial), penguasaan bahasa tertentu (nasional dan
asing), matematika, dasar-dasar metode dan teknik berpikir ilmiah.
Pendidikan dasar merupakan suatu paket minimal dari pendidikan (minimum
package of education), yang menurut Coombs dalam Burhanuddin, disebut “minimum
essensial learning needs” atau kebutuhan belajar yang esensial dan minimum, yang
meliputi enam unsur, yaitu:
1) Sikap positip terhadap kerjasama dan tolong menolong dalam keluarga dan sesama
manusia, terhadap pekerjaan masyarakat dan pembangunan nasional, dan juga terhadap
belajar yang tidak pernah selesai, serta pengembangan nilai-nilai etika.

34
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik, h. 221-222.
35
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik, h.222.
70 Teori Pendidikan …

2) Menguasai huruf dan angka secara fungsional, yang dapat dipergunakan untuk:
(a) Membaca dan mengerti surat kabar dan siaran-siaran.
(b) Menulis surat yang dapat dibaca oleh pembacanya.
(c) Menghitung, mengukur tanah, gedung, menghitung ongkos dan laba pertanian
misalnya, dan sebagainya.
3) Memiliki pandangan yang ilmiah serta mengerti proses alam sekelilingnya.
4) Pengetahuan fungsional dan keterampilan berkeluarga, termasuk di dalamnya:
melindungi kesehatan keluarga, keluarga berencana, memelihara bayi dan anak, dan
sebagainya.
5) Pengetahuan fungsional serta keterampilan untuk mencari nafkah.
6) Pengetahuan fungsional serta keterampilan agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat,
termasuk pengetahuan tentang sejarah nasional, ideologi, struktur pemerintahan serta
fungsinya, pajak, hak-hak, dan kewajiban sebagai warga negara, dan sebagainya.
Coombs sebagaimana dikutip Burhanuddin mengakui bahwa kebutuhan belajar
yang minimum dan esensial tersebut tidak sama untuk setiap tempat. Hal ini karena
adanya perbedaan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial,
ekonomi, dan politik, serta perbedaan tujuan akhir dari masyarakat yang bersangkutan.
c) Vocational Education (Pendidikan Jurusan)
Pendidikan Jurusan diselenggarakan pada tingkat akhir pendidikan dasar. Pada
tingkat tersebut disediakan dua pilihan, dimana individu dapat memilih pelajaran yang
akan membawanya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, atau ke arah latihan jurusan
(vocational training).
Pada pendidikan jurusan ini, harus dihindarkan suatu kekhususan yang mendetail,
karena tidak mungkin sekolah mampu meramalkan kebutuhan individu di masa yang
akan datang dalam hubungannya dengan pekerjaan. Program pendidikan harus
memberikan pengetahuan kecerdasan praktis dan mengembangkan sikap serta
pengetahuan yang akan menolong individu mengingatkan kembali pelajaran yang telah
dipelajarinya.36
Bagi negara berkembang, adanya pendidikan vocational, tidak hanya menjadi
wahana kesempatan belajar, melainkan juga sebagai pencepatan pertumbuhan ekonomi
dan memacu masuknya negara itu ke dalam era industrialisasi.
d) Adult Education (Pendidikan Orang Dewasa)
Pendidikan orang dewasa merupakan kunci dari sitem pendidikan seumur hidup.
Pendidikan orang dewasa harus dikembangkan secara maksimal, dan berisikan program
“penyegaran kembali” (refreshing) dan “latihan pengulangan” (remedial training),
sehingga dapat menolong mereka dalam menyesuaikan diri dengan situasi-situasi
pekerjaan yang baru, melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan kultural, dan
memanfaatkan waktu senggang seefisien mungkin.37
Sebagai generasi penerus, para pemuda ataupun dewasa membutuhkan pendidikan
seumur hidup dalam rangka pemenuhan “self interest” yang merupakan tuntutan hidup
mereka sepanjang masa. Di antara self interest tersebut, kebutuhan akan baca tulis bagi

36
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik, h. 224-225.
37
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik, h. 225-226.
Volume I, Nomor 2, Juli - Desember 2020 71

mereka umumnya dan latihan keterampilan bagi pekerja, sangat membantu mereka untuk
menghadapi situasi dan persoalan-persoalan penting yang merupakan kunci
keberhasilan.38
Selanjutnya yang perlu diketahui, adalah bahwa pendidikan seumur hidup tidak
berhenti setelah selesai sektor sekolah (formal), karena kalau demikian arti sesungguhnya
dari pendidikan seumur hidup akan hilang.
Pendidikan sekolah harus membuka jalan ke arah dunia dewasa dan
mempersiapkan anak-anak muda ke kehidupan masa dewasanya.
Selain konsepsi di atas, Ananda W.P. Guruge dalam Fuad Ihsan mengemukakan
bahwa implikasi pendidikan seumur hidup pada program pendidikan, dalam garis
besarnya dapat dikelompokkan dalam enam kategori, yaitu: (a) Pendidikan baca tulis
fungsional, (b) Pendidikan vocational, (c) Pendidikan profesional, (d) Pendidikan ke arah
perubahan dan pembangunan, (e) Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik,
serta (f) Pendidikan kultural dan pengisian waktu luang.39
Dari kesemua konsepsi di atas dapat disimpukan bahwa ciri khas pendidikan
seumur hidup adalah tidak mengenal putus dan istirahat, tetapi harus terus menerus dan
terpadu, terutama antara pendidikan sebelum sekolah, dengan pendidikan sekolah, dan
pendidikan setelah sekolah.

III. KESIMPULAN
Asas pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu asas bahwa proses
pendidikan merupakan suatu proses yang harus dilakukan terus-menerus, yang bermula
sejak seorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup
bentuk-bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal.
Dasar pemikiran pentingnya pendidikan seumur hidup dapat ditinjau dari berbagai
aspek, di antaranya adalah aspek ideologis, ekonomis, sosiologis, teknologis, psikologis,
pedagogis, dan filosofis.
Implikasi konsep pendidikan seumur hidup dapat dilihat dari beberapa aspek yang
berkaitan dengan “cara belajar” dan “model pendidikan”.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. (2008). Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara.

38
Hasbullah, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 85.
39
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 48-51.
72 Teori Pendidikan …

Arsyad, Azhar. (2005). Retorika Kaum Bijak: Media Pembangkit Motivasi dan Daya
Hidup serta Penanaman Nilai-nilai dan Budi Luhur. Cet. II; Makassar: Yayasan
Fatiya Makassar.
Danim, Sudarwan. (2006). Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Cet. II; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Daradjat, Zakiyah. (2009). Ilmu Pendidikan Islam. Cet. VIII; Jakarta: Bumi Aksara.
Hasbullah. (2001). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ihsan, Fuad. (1997). Dasar-Dasar Kependidikan. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta.
Muchtar, Heri Jauhari. (2005). Fikih Pendidikan. Cet. I; Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mudyahardjo, Redja. (2001). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-
dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Cet. I; Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Ramayulius. (2005). Metodologi Pendidikan Agama Islam. Cet. IV; Jakarta: Kalam
Mulia.
Sadulloh, Uyoh. (2010). Pedagogik: Ilmu Mendidik. Cet. I; Bandung: Alfabeta.
________. (2009). Pengantar Filsafat Pendidikan. Cet. IV; Bandung: Alfabeta.
Salam, Burhanuddin. (1997). Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Cet. I;
Jakarta: Rineka Cipta.
Shihab, M. Quraish. (1994). Membumikan al-Qur’an: Fungsi Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Mizan.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang. (1988). Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Cet. III;
Malang: Usaha Offset Printing.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’a>n. (1971). Al-Qur’a>n dan
Terjemahnya. Medinah: Mujamma’ al-Malik Fahd.

You might also like