Adminjaya,+7 +I+Wayan+Jatiyasa
Adminjaya,+7 +I+Wayan+Jatiyasa
Adminjaya,+7 +I+Wayan+Jatiyasa
(Perspektif Sosiolinguistik)
Oleh
I Wayan Jatiyasa
STKIP Agama Hindu Amlapura
[email protected]
Abstract
This research is a qualitative research that aims to describe: Diterima : 14 November 2018
(1) the form of communication in the Balinese language in the Direvisi : 12 Januari 2019
paruman adat in Bunutan Karangasem Village; (2) the Diterbitkan : 31 Maret 2019
obstacles faced when communicating Balinese in the paruman
adat in Bunutan Karangasem Village; and (3) a strategy to Kata Kunci :
overcome the obstacles of communicating Balinese language Komunikasi Bahasa Bali;
in the paruman adat in Bunutan Karangasem Village. Data Paruman Adat;
collection methods use the look and interview method. The Sosiolinguistik
referral method is done with basic techniques and advanced
techniques. The basic technique, namely tapping technology
assisted with recording instruments, while the follow-up
technique, which is using competent involvement-free
listening techniques and note taking techniques are assisted
with notebook instruments. The interview method uses a
standardized interview. Based on the results and discussion, it
can be concluded that: (1) the form of communication in the
Balinese language in the paruman adat in the village of
Bunutan Karangasem, namely using Balinese Madia language
and pointing at the dialect of Bunutan Karangasem Village;
(2) constraints when communicating Balinese language in
paruman adat in Bunutan Karangasem Village are influenced,
namely: directly (lack of knowledge about anggah-ungguhing
basa Bali, no Balinese education, Indonesian/English
language use is cooler, spontaneity due to forgetfulness, and
habits) and indirectly (the impact of tourism, economic
demands, and population heterogeneity); (3) a strategy
undertaken to overcome the constraints of communicating
Balinese language in the paruman adat in Bunutan
Karangasem Village, namely: empowerment of Bali
Provincial Bali Language Instructor; giving dharma
discourse or counseling of Hinduism; free tutoring at the
Indonesian Children's Foundation in Lean; and further study
to college.
Volume 2 Nomor 1 (2019) 187
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan
untuk mendeskripsikan: (1) bentuk komunikasi bahasa Bali
dalam paruman adat di Desa Bunutan Karangasem; (2)
kendala-kendala yang dihadapi saat berkomunikasi bahasa
Bali dalam paruman adat di Desa Bunutan Karangasem; dan
(3) strategi mengatasi kendala-kendala berkomunikasi bahasa
Bali dalam paruman adat di Desa Bunutan Karangasem.
Metode pengumpulan data menggunakan metode simak dan
wawancara. Metode simak dilakukan dengan teknik dasar dan
teknik lanjutan. Teknik dasarnya, yakni tekni sadap dibantu
dengan instrumen alat perekam, sedangkan teknik
lanjutannya, yakni menggunakan teknik simak bebas libat
cakap (SBLC) dan teknik catat dibantu dengan instrumen
buku catatan. Metode wawancara menggunakan wawancara
berencana (standardized interview). Berdasarkan hasil dan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: (1) bentuk
komunikasi bahasa Bali dalam paruman adat di Desa Bunutan
Karangasem, yaitu menggunakan bahasa Bali Madia dan
menunjuk dialek Desa Bunutan Karangasem; (2) kendala-
kendala saat berkomunikasi bahasa Bali dalam paruman adat
di Desa Bunutan Karangasem dipengaruhi, yaitu: secara
langsung (kurangnya pengetahuan tentang anggah-ungguhing
basa Bali, tidak berpendidikan bahasa Bali, pemakaian bahasa
Indonesia/Inggris dirasa lebih keren, spontanitas karena lupa,
dan kebiasaan) dan secara tidak langsung (dampak pariwisata,
tuntutan ekonomi, dan heterogenitas penduduk); (3) strategi
yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala
berkomunikasi bahasa Bali dalam paruman adat di Desa
Bunutan Karangasem, yaitu: pemberdayaan Penyuluh Bahasa
Bali Provinsi Bali; pemberian dharma wacana atau
penyuluhan agama Hindu; bimbingan belajar gratis di
Yayasan Anak Indonesia di Lean; dan studi lanjut ke
perguruan tinggi.
Pendahuluan
Bahasa Bali merupakan bahasa daerah etnis Bali yang sampai saat ini masih dilestarikan
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Komunikasi ini muncul dalam berbagai aspek
keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Masyarakat Bali lumbrah berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa Bali. Komunikasi bahasa Bali oleh masyarakat Bali mencerminkan
kecintaan terhadap bahasa Ibu yang telah diwariskan sejak masa kanak-kanak mulai dari
lingkungan keluarga, selanjutnya dikembangkan pada pendidikan formal di sekolah dasar dan
menengah.
Metode
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang mendeskripsikan secara rinci
sehubungan dengan masalah penelitian, yaitu bentuk, kendala-kendala, dan strategi mengatasi
kendala-kendala pada komunikasi bahasa Bali dalam paruman adat di Desa Bunutan
Karangasem. Dengan demikian jenis penelitian ini tidak menekankan pada jumlah atau kuantitas,
tetapi lebih pada segi kualitas secara alamiah yang menyangkut pengertian, konsep, nilai, serta
ciri-ciri yang melekat pada objek penelitian dimaksud. Pendekatan data dilakukan dengan
pendekatan empiris (empirical approach), yaitu metode pendekatan yang berorientasi pada
gejala yang telah ada secara alami (natural phenomena). Penentuan subjek penelitian dilakukan
berdasarkan sampling non-probability jenis purposive sampling, yaitu sampel yang dipilih
berdasarkan kriteria tertentu. Artinya, peneliti menentukan sendiri orang-orang yang akan
Bentuk Komunikasi Bahasa Bali dalam Paruman Adat di Desa Bunutan Karangasem
Bentuk komunikasi bahasa Bali dalam paruman adat di Desa Bunutan Karangasem
bervariasi. Dalam komunikasi tersebut, muncul bahasa Bali yang tidak baku dan mengandung
bahasa Indonesia. Tidak baku, maksudnya bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan anggah-
ungguhing basa Bali. Adapun bahasa Bali dimaksud yaitu sebagai berikut.
Inggih masyarakat tiang sareng sami, tiang nunas mangda trepti dumun! Puniki tiang
pacang nyampeang mengenai piodalan ring pura segara sane pacang kelaksanayang
ring purnama kelima sane jagi rauh. Adapun yang tiang ingin sampaikan ring rahina
mangkin yaitu mengenai pendanaan. Rencana tiang untuk piodalane niki tiang akan
memungut dana setiap anggota masyarakat, yaitu sebesar lima puluh ribu rupiah.
Sapunapi niki kraman tiang yen sekadi punika?
Terjemahan :
Baiklah masyarakat saya semua, saya mohon tenang dulu! Saya akan menyampaikan
mengenai upacara di Pura Segara yang akan dilaksanakan pada saat purnama kelima
yang akan datang. Adapun yang saya ingin sampaikan sekarang, yaitu mengenai dana
yang akan digunakan pada upacara tersebut. Rencana saya untuk upacara ini saya akan
memungut dana dari setiap anggota masyarakat, yaitu sebesar lima puluh ribu rupiah.
Bagaimana ini masyarakat saya jika seperti itu?
Berdasarkan kutipan komunikasi bahasa Bali di atas, maka dapat dilihat bahwa banyak
muncul penggunaan kata “tiang” „saya‟ yang menyatakan sebagai pembicara selaku kelian desa
adat saat berbicara kepada masyarakat Desa Bunutan. Dalam konteks etika berbahasa Bali yang
baik dan benar sesuai anggah-ungguhing basa Bali, maka penggunaan kata ”tiang” sangat tidak
sopan, terlebih lagi dalam komunikasi formal adat seperti dalam paruman. Kata “tiang”
merupakan kategori kata bahasa Bali jenis menengah (basa Bali Madia), sehingga nilai rasa
bahasanya pun menengah. Sebab, jenis kata seperti ini biasanya digunakan oleh seseorang yang
belum saling mengenal satu sama lain. Selain itu, bahasa ini seringkali digunakan dalam
komunikasi pergaulan sehari-hari dalam ranah non-formal ketika berkomunikasi dengan
golongan krama tertentu yang telah dikenal secara akrab atau menjalin hubungan kekerabatan.
Kata “tiang” dalam konteks komunikasi formal, sepatutnya digunakan dengan kata “titiang”,
yaitu salah satu bentuk kata bahasa Bali Alus Sor. Kata “titiang” merupakan kata bahasa Bali
yang bernilai kesopanan si pembicara. Jadi, siapapun yang berkedudukan selaku penutur
Kendala-kendala saat Berkomunikasi Bahasa Bali dalam Paruman Adat di Desa Bunutan
Karangasem
Adapun kendala-kendala yang dihadapi saat berkomunikasi bahasa Bali dalam paruman
adat di Desa Bunutan Karangasem dikategorikan menjadi dua, yaitu: langsung dan tidak
langsung.
Secara langsung, kendala yang dihadapi saat berkomunikasi bahasa Bali dalam paruman
adat di Desa Bunutan Karangasem, yaitu sebagai berikut. Pertama, kurangnya pengetahuan
tentang anggah-ungguhing basa Bali. Pengetahuan anggah-ungguhing basa Bali atau sering juga
disebut sor-singgih basa Bali merupakan aturan baku dalam etika berbahasa Bali sesuai dengan
tingkatan-tingkatan berbahasa Bali. Hal ini diungkapkan Bakti (Wawancara: tanggal 28 April
2018), bahwa hanya segelintir orang saja yang benar-benar paham tentang berkomunikasi
menggunakan bahasa Bali sesuai anggah-ungguhing ini. Menurutnya, sistem komunikasi bahasa
Bali ini cendrung sulit dipahami mengingat di Desa Bunutan Karangasem lebih banyak
menggunakan bahasa kasamen atau andap yang lumbrah digunakan dalam pergaulan
masyarakatnya. Selain itu, keberadaan Wong Menak atau golongan Tri Wangsa pun tidak
sebanyak di daerah lainnya sehingga komunikasi bahasa Bali Alus sangat minim diterapkan
dalam komunikasi sehari-hari.
Kedua, tidak berpendidikan bahasa Bali. Masyarakat Desa Bunutan Karangasem dulunya
bermata pencaharian sebagai petani, pekebun, atau nelayan serta beberapa sebagai karyawan
swasta. Namun semenjak menggeliatnya pariwisata di daerah itu, maka perkembangan
kehidupan masyarakat termasuk mata pencahariannya pun berubah menjadi karyawan di villa,
bungalow, home stay, dan hotel. Dengan adanya lingkungan seperti itu, maka secara langsung
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut.
1. Bentuk komunikasi bahasa Bali dalam paruman adat di Desa Bunutan Karangasem, yaitu
menggunakan bahasa Bali Madia. Hal ini karena bahasa Bali yang digunakan dalam
paruman adat oleh masyarakat Desa Bunutan telah mengalami campur kode dengan
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi VI),
Cetakan XIII. Jakarta: Rineka Cipta.
Bagus, I Gusti Ngurah. 1989. “Tahun 2000-An Bahasa Bali akan Mati”. Makalah Seminar tidak
di publikasikan.
Bungin, Burhan. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam
Varian Kontemporer. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT RajaGarifindo Persada.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.