Fiqih Warisan-1 DR Muhammad Yusuf Siddik MA
Fiqih Warisan-1 DR Muhammad Yusuf Siddik MA
Fiqih Warisan-1 DR Muhammad Yusuf Siddik MA
Dalam Fiqih Islam, ilmu tentang cara pembagian harta warisan disebut dengan Ilmu
Faraidh. Secara bahasa Faraidh adalah jamak dari faridhah yang berasal dari kata fardh
yang artinya taqdir atau ketentuan. Namun secara istilah, Faraidh adalah bagian yang
telah ditentukan bagi ahli waris. Ilmu ini juga dinamakan Ilmu Waris (ilmu mawarits).
Tidak seperti halnya hukum Islam lainnya, hukum warisan dijelaskan oleh Allah secara
detail dalam al Qur’an, yaitu pada surah Annisaa’ ayat 11-14 dan ayat terakhir yang
isinya sebagai berikut :
1
kepada ahli waris). (Allah menetapkan semua itu sebagai) syariat yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”.
Ganjaran bagi yang melaksanakan hukum waris Allah
“(Hukum-hukum tersebut) adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, nisacaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang
mengalir dibawahnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itu (adalah)
kemenangan yang besar”.
Ancaman bagi yang melanggar hukum waris Allah
“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, dan melanggar ketentuan-
ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di
dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan”. (An-Nisaa’ : 11-14)
ْف َما ت ََركَ َوه َُو َي ِرث ُ َها إِ ْن لَ ْم َي ُك ْن لَ َها َولَ ٌد فَإِ ْن ُ ْس لَهُ َولَ ٌد َولَهُ أ ُ ْختٌ فَلَ َها ِنصَ َّللا يُ ْفتِي ُك ْم فِي ْالك َََللَ ِة إِ ِن ا ْم ُر ٌؤ َهلَكَ لَي
ُ َي ْستَ ْفتُونَكَ قُ ِل ه
ٍش ْيء ُ
َ َّللا ِبك ِل
ُ َضلوا َو ه ُّ َ ُ َ
ِ َّللا لك ْم أ ْن ت َ ْ ُ ْ ْ ه
ُ سا ًء فَلِلذك َِر مِ ث ُل َح ِظ اْلنث َيي ِْن يُ َب ِي ُن ه ً ْ
َ ان مِ هما ت ََركَ َوإِ ْن كَانُوا إِخ َوة ً ِر َجاًل َو ِن ِ كَا َنتَا ْاث َنتَي ِْن فَلَ ُه َما الثلث
َ ُ ُّ
) 176( علِي ٌم َ
Warisan bagi Saudara seayah atau seayah dan seibu
“Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah (seorang yang meninggal, namun
tidak punya ayah dan anak). Katakanlah (wahai Muhammad) : Allah memberi fatwa
kepada kamu tentang kalalah (yaitu) : jika seorang meninggal dunia dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudara perempuan
itu ½ dari harta yang ditinggalkannya, dan saudara laki-laki mempusakai (saudara
perempuan), jika ia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu 2 orang,
maka bagi keduanya 2/3 dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika
mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka
bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian 2 orang saudara perempuan.
Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”. (An-Nisaa’ : 176).
ُُفعمدُأخوهُفقبضُماُتركُسعد،ُُُإنُسعداُُهلكُوتركُبنتيُوأخاه،ُُايُرسولُُهللا:ُعنُجابرُبنُعبدُهللاُ"ُأنُامرأةُ َس ْعدُابنُالربيعُقالت
ُ ُابنتا ُسعد؟ ُفنزلت ُآية ُاملواريث ُفقال،ُ ُ ُاي ُرسول ُهللا:ُ ُمث ُجاءته ُفقالت.ُ ُوإمنا ُتنكح ُالنساء ُعلى ُأمواَلن؛ ُفلم ُجيبها ُف ُجملسها ُذلك،
ُقالُالرتمذي
ُ ُ"ُ»ابنتيهُالثلثيُوإىلُامرأتهُالثمنُولكُمُاُبقي
ْ ُُ«ادفعُإىل:ُعُيلُأخاه»ُفجاءُفقالُله
ُ ُ«اد:ُرسولُهللاُصلىُهللاُعليهُوسلم
.ُُص ِحيح
َ ُُسن
ِ
َ ُهذاُ َحديثُُ َح:
“Dari Jabir bin Abdullah, sesungguhnya isteri Sa’ad bin Rabi’ berkata : ya Rasulullah,
sesungguhnya Sa’ad telah meninggal dan ia meninggalkan 2 orang anak perempuan
dan saudara laki-laki, namun saudaranya laki-laki mengambil (semua) peninggalannya,
sementara perempuan (kadang-kadang) dinikahi karena (ia memiliki) harta. Rasulullah
tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut saat itu. Kemudian (isteri Sa’ad) datang
lagi : ya Rasulullah, (bagaimana dengan) 2 anak perempuan Sa’ad? Maka turunlah
ayat-ayat warisan, lalu Rasulullah bersabda : panggilkan untukku saudaranya, maka
datanglah saudaranya, Rasulullahpun berkata kepadanya : berikan kepada 2 anak
perempuannya 2/3 dan kepada isterinya 1/8, sementara sisanya untukmu”. Berkata
Turmudzi : ini hadits hasan shahih. 1
1
Sunan Turmudzi, Kitab Faraidh ‘an Rasulillah, hadits no. 2018, 7/437, Sunan Abu Dawud, Kitab
Faraidh, hadits no. 2505, 8/95
2
Ulama sepakat, bahwa pada dasarnya pembagian harta warisan berdasarkan
ketentuan Allah pada ayat-ayat diatas wajib, dengan dalil sebagai berikut :
1. Pada awal ayat Allah SWT menggunakan kata “yuushiikumullah” yang artinya
“Allah berwasiat kepadamu”. Setiap kata “Allah berwasiat” atau “kami berwasiat”
adalah merupakan suatu hal yang wajib untuk diterapkan, seperti halnya ayat yang
tentang kewajiban berbakti kepada orang tua :
ِ ِ
ض َع ْتهُُُ ُك ْرها
َ ساَنُُ ََحَلَْت ُهُُأ ُُّم ُهُُُ ُك ْرهاُ َوَو ْ ُسا َُنُبَِوال َديُْه
َ إح ِْ َُوَوصَيْ نَا
َ ْاْلن
“Dan kami telah wasiatkan kepada manusia, agar ia berbuat baik kepada orang
tuanya, (karena) ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah”.
3. Pada ayat 14, Allah memberikan ancaman bagi yang melanggar ketentuannya,
dan melampaui batasan-batasan yang telah ditetapkan-Nya dengan ancaman
berupa azab api neraka. Tidak ada perbuatan yang mendapat ancaman dengan
azab neraka melainkan meninggalkan kewajiban.
5. Harta orang yang telah wafat adalah milik Allah, yang semula dititipkan kepada
almarhum. Saat ia meninggal harta tersebut dikempalikan kepada pemiliknya yaitu
Allah, dan hanya Allah yang berhak membaginya. Makanya hukum warisan
dijelaskan Allah secara rinci dalam al Qur’an.
Terdapat beberapa hadits yang menyebutkan keutamaan ilmu Faraidh, antara lain :
b. Dari 'Abdulloh bin 'Amr, Rasululloh SAW bersabda: "Ilmu itu ada tiga macam,
dan selain dari yang tiga itu adalah tambahan. (Yang tiga itu ialah) ayat yang
jelas, sunnah yang datang dari nabi, dan cara pembagian warisan (faraidh) yang
adil". (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
3
2. Karena banyak yang belum memahami, bahwa warisan adalah harta yang
dikembalikan kepada pemiliknya setelah yang diberi titipan telah meninggal
dunia, maka tidak ada yang berhak memilikinya kecuali sesuai jatah yang Allah
berikan untuknya,