Kesehatan Mental Masa Kini Dan Penanganan Gangguannya Secara Islami

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 27

Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019

http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

KESEHATAN MENTAL MASA KINI DAN PENANGANAN


GANGGUANNYA SECARA ISLAMI

Oleh:
Widiya A Radiani
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Antasari
Jalan Ahmad Yani Km. 4.5 Banjarmasin

Abstract

Mental disorders if not handled properly, will get worse, and in the
end can burden families, communities, and the government. The
method used in this paper is to use descriptive exploratory analysis,
through literature review and secondary data studies. The results of
the study show that the study of the 2018 Riskesdas data revealed
that the prevalence of severe mental disorders in the Indonesian
population is 7% (per mile of the total population) and most were in
Bali, Yogyakarta, NTB and Aceh. The mental emotional disorders with
symptoms of depression and anxiety amounted to 9.8% and most
were in Central Sulawesi, Gorontalo, NTT and Maluku. The mental
health movement must prioritize prevention and the role of the
community to help optimize the mental functions of individuals. Mental
health is not only related to medical or psychological problems, but
also has a socio-cultural dimension to the spiritual and religious
dimensions. For this reason, not only medical treatment but also
religious handling, such as being patient, getting used to implementing
and disciplining commendable habits, doing positive activities,
increasing confidence in certain values (truth, beauty, virtue, faith and
others), reading prayers, read Al-Quran, remembrance of
remembrance and hadith of the Prophet, performing evening prayers,
associating with people who are good or pious, fasting, follow Islamic
studies, follow recitations of recitation and jurisprudence, follow the
Assembly of Remembrance and learning Da'wah and science Islam.

87
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

Keywords: Mental Health, Islamic Intervention

Abstrak

Gangguan mental jika tidak ditangani dengan tepat, akan


bertambah parah, dan pada akhirnya dapat membebani keluarga,
masyarakat, serta pemerintah. Metode yang digunakan pada tulisan
ini adalah menggunakan analisis deskriptif eksploratif, melalui
tinjauan literatur dan kajian data sekunder. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa kajian data Riskesdas 2018 diketahui
prevalensi gangguan mental berat pada penduduk Indonesia 7% (per
mil dari jumlah penduduk) dan terbanyak terdapat di Bali,
Yogyakarta, NTB dan Aceh. Adapun gangguan mental emosional
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan sebesar 9,8% dan
terbanyak terdapat di Sulawesi tengah, Gorontalo, NTT dan Maluku.
Gerakan kesehatan mental harus lebih mengedepankan pada aspek
pencegahan dan peran komunitas untuk membantu optimalisasi
fungsi mental individu. Kesehatan jiwa tidak hanya terkait masalah
medis atau psikologis semata, tetapi juga mempunyai dimensi sosial
budaya sampai dimensi spiritual dan religius. Untuk itu diberikan
tidak hanya penanganan secara medis tetapi juga perlu penanganan
secara keagamaan seperti bersikap sabar, membiasakan diri dalam
melaksanakan dan mendisiplinkan kebiasaan terpuji, melakukan
kegiatan positif, meningkatkan keyakinan atas nilai-nilai tertentu
(kebenaran, keindahan, kebajikan, keimanan dan lainnya),
membaca doa-doa, ayat-ayat Alquran, zikir-zikir dan hadis nabi,
melakukan shalat malam, bergaul dengan orang yang baik atau
salih, puasa, mengikuti pengajian pengobatan islami, mengikuti
pengajian Tajwid dan Fiqih, mengikuti Majelis Zikir serta belajar
Dakwah dan ilmu keislaman.

Kata Kunci: Kesehatan mental, Penangan gangguan kesehatan


mental.

Pendahuluan
Setiap hari melalui media informasi baik cetak ataupun
elektronik, selalu muncul berita kriminalitas, tragedi
kekerasan dalam rumah tangga, perkosaan, pelecehan
seksual, prostitusi, dan beragam bentuk kejahatan yang lain.

88
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

Hal ini menggambarkan bahwa kehidupan masyarakat kita


sedang sakit. Masyarakat mengalami krisis identitas yang
bermuara pada krisis moral dan spiritual. Lebih menyesakkan
lagi, fenomena krisis moral dan spiritual yang marak akhir-
akhir ini ternyata tidak hanya menimpa orang dewasa, tetapi
telah melibatkan anak-anak.
Dari kondisi masyarakat saat ini, terlihat bahwa
kesehatan mental pada tiap individu tidak dapat
disamaratakan. Kondisi inilah yang semakin membuat urgensi
pembahasan kesehatan mental yang mengarah pada
bagaimana memberdayakan individu, keluarga, maupun
komunitas untuk mampu menemukan, menjaga, dan
mengoptimalkan kondisi sehat mentalnya dalam menghadapi
kehidupan sehari-hari (Dewi,2012).
Prof. Drs. Subandi, M.A, Ph.D., seorang pakar psikiatri
mengatakan bahwa masalah gangguan dan kesehatan jiwa
memiliki dimensi cukup kompleks. Kesehatan jiwa tidak hanya
terkait masalah medis atau psikologis semata, tetapi juga
mempunyai dimensi sosial budaya sampai dimensi spiritual
dan religius. (Matta, 2016).
Kesehatan mental yang baik memungkinkan orang untuk
menyadari potensi mereka, mengatasi tekanan kehidupan
yang normal, bekerja secara produktif, dan berkontribusi pada
komunitas mereka (WHO,2013).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
oleh Kementerian Kesehatan, sekitar 9,8% atau sekitar 26 juta

89
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

dari 267 juta jiwa di Indonesia hidup dengan “gangguan


mental emosional” atau kondisi Gangguan kesehatan jiwa.
Jika dijabarkan lebih detil menunjukkan prevalensi gangguan
mental berat pada penduduk Indonesia sekitar 7% per mil dan
jumlah terbanyak terdapat di Bali, Yogyakarta, NTB dan Aceh
yang menunjuk. Adapun gangguan mental emosional dengan
gejala-gejala depresi dan kecemasan sebesar 9,8% untuk usia
15 tahun keatas dan terbanyak terdapat di Sulawesi tengah,
Gorontalo, NTT dan Maluku (Riskesdas,2018).
Penjelasan diatas adalah peningkatan dari data hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dimana
menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional dengan
gejala-gejala depresi dan kecemasan sebesar 6% untuk usia 15
tahun ke atas atau sekitar 16 juta orang. Sedangkan
prevalensi gangguan mental berat, seperti skizofrenia, adalah
1,7% per mil. Artinya 1-2 orang dari 1000 penduduk di
Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. (Riskesdas,2013).
Gangguan jiwa berat dapat menyebabkan turunnya
produktivitas pasien dan akhirnya menimbulkan beban biaya
besar yang dapat membebani keluarga, masyarakat, serta
pemerintah. Lebih jauh lagi gangguan jiwa ini dapat
berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang. Kondisi
neuropsikiatrik menyumbang 13% dari total Disability
Adjusted Life Years (DALYs) yang hilang karena semua
penyakit dan cedera di dunia dan diperkirakan meningkat

90
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

hingga 15% pada tahun 2020. Kasus depresi saja


menyumbang 4,3% dari beban penyakit dan merupakan salah
satu yang terbesar penyebab kecacatan di seluruh dunia,
khususnya bagi perempuan (WHO,2013).
Oleh karena itu, gangguan kesehatan mental tidak bisa
kita remehkan, karena jumlah kasusnya saat ini masih cukup
mengkhawatirkan. Terdapat sekitar 450 juta orang menderita
gangguan mental dan perilaku di seluruh dunia. Diperkirakan
satu dari empat orang akan menderita gangguan mental
selama masa hidup mereka. Menurut WHO regional Asia
Pasifik (WHO SEARO) jumlah kasus gangguan depresi
terbanyak di India (56.675.969 kasus atau 4,5% dari jumlah
populasi), terendah di Maldives (12.739 kasus atau 3,7% dari
populasi). Adapun di Indonesia sebanyak 9.162.886 kasus
atau 3,7% dari populasi (WHO,2017).
Hal yang masih menjadi pertimbangan dalam penanganan
gangguan kesehatan mental adalah minimnya pelayanan dan
fasilitas kesehatan jiwa di berbagai daerah Indonesia sehingga
banyak penderita gangguan kesehatan mental yang belum
tertangani dengan baik. Kesenjangan pengobatan gangguan
jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen. Artinya,
kurang dari 10 persen penderita gangguan jiwa yang
mendapatkan layanan terapi oleh petugas kesehatan.
(Riskesdas,2018).
Jumlah layanan kesehatan jiwa di Indonesia yang
terbatas, distribusi tidak merata dan kualitas yang bervariasi.

91
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

Saat ini fasilitas pelayanan kesehatan yang member pelayanan


kesehatan dalam bidang kesehatan jiwa terdiri dari 50 RSJ
dan 1 RSKO yang terdapat di 26 dari 34 provinsi di Indonesia
(8 provinsi tanpa RSJ), 151 dari 445 RSU dengan layanan jiwa
atau berjumlah 33 % RSU, dan 1934 (21,47%) dari 9005
puskesmas yang melayani kesehatan jiwa. Kemudian juga
dijelasnya Hanya 249 dari total 445 rumah sakit umum di
Indonesia yang bisa melayani segala macam perawatan
kesehatan jiwa dan hanya 30% dari 9000 puskesmas di
seluruh Indonesia yang memiliki program layanan kesehatan
jiwa. Kesehatan jiwa masih menjadi persoalan serius di
Indonesia (Rencana Aksi Kegiatan Derektoran Bina Kesehatan
Jiwa, 2014).
Di Indonesia, hanya 6,1 % penduduk dengan depresi yang
menjalani pengobatan medis. Padahal depresi adalah awal dari
gejala gangguan jiwa yang lebih berat yang bisa berasal dari
berbagai faktor seperti biologis, psikologis dan sosial. Jika
tidak segera ditangani maka jumlah kasus gangguan jiwa
kemungkinan akan terus bertambah. Oleh karena penting di
setiap negara memiliki upaya penanggulangan akibat dari
gangguan kesehatan mental ini (Riskesdas,2018).
Menurut Firmansyah (2017), ada tiga hal yang menjadi
indikator sehat atau tidaknya mental umat manusia yaitu
iman, ilmu, dan amal saleh atau perbuatan produktif. Hal ini
menjelaskan bahwa seseorang dapat menjaga kesehatan
mentalnya dengan menggunakan dan mengeksploitasi

92
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

tenaganya (intelektual atau kognitif, emosional dan motivasi)


dengan sebaik-baiknya dan membawa kepada perwujudan
kemanusiaanya (produktivitas) yang tidak bertentangan
dengan kaedah-kaedah atau moral/akhlak yang diatur dalam
Islam. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk
mengetahui situasi kesehatan mental pada masyarakat masa
kini dan penanganan gangguannya secara islami.

METODE
Tulisan ini merupakan analisis situasi menggunakan
eksplorasi deskriptif. Sumber informasi terdiri dari beberapa,
diantaranya survey Riskesdas 2013 dan 2018, laporan-laporan
hasil kegiatan WHO, penelitian-penelitian terdahulu tentang
topik kesehatan mental, serta peraturan dan kebijakan yang
terkait. Termasuk pula buku, jurnal, dan artikel terkait dari
media elektronik. Hal yang dibahas dalam tulisan ini adalah
keadaan kesehatan mental masa kini dan penanganan
gangguannya secara islami.

PEMBAHASAN TEORI
Fokus utama yang menjadi perhatian objek materi
kesehatan mental adalah manusia, khususnya yang berkaitan
dengan masalah-masalah kesehatan jiwa/mental manusia,
sedangkan objek formalnya berkenaan dengan persoalan,
bagaimana mengusahakan secara sistematis dan berencana
agar kesehatan mental manusia dapat dipelihara dari berbagai

93
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

gejala gangguan jiwa dan penyakit jiwa. Sebagaimana yang


dikatakan Daradjat sebagai pakar ahli yang mengatakan,
bagaimana mengupayakan agar mental/jiwa yang sehat benar-
benar dapat terwujud, dalam pengertian terhindar dari
berbagai gejala gangguan jiwa (neuroses) dan terhindar dari
penyakit-penyakit jiwa (psychoses), yang merupakan objek
utama pembahasan kesehatan mental (Daradjat, 1996)
Menurut WHO menyebutkan bahwa kesehatan mental
adalah suatu kondisi kesejahteraan (well-being) seorang
individu yang menyadari kemampuannya sendiri, dapat
mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja
secara produktif dan mampu memberikan kontribusi kepada
komunitasnya (WHO,2013).
Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa didefinisikan sebagai kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,
dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya (UU,2014).
Pakar lainnya yakni Daradjat (1996) juga menjelaskan
bahwa ada lima definisi kesehatan mental menurut beliau,
yaitu:
1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala
gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit
jiwa (psichose). Definisi ini banyak dianut di kalangan

94
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang manusia


dari sudut sehat atau sakitnya.
2. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang
lain dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup.
Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum
daripada definisi yang pertama, karena dihubungkan
dengan kehidupan sosial secara menyeluruh.
Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan
menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
3. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan
yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-
problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari
kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini
menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran,
perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling
menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan
keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat
ragu-ragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah
dan konflik batin.
4. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan
yang bertujuan untuk mengembangkan dan
memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada
semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada

95
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari


gangguan dan penyakit jiwa.
5. Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan
terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan
dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan
ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Menurut El-Quusy (1996) bahwa, kesehatan mental atau


jiwa yang sehat adalah keserasian yang sempurna atau
integrasi antara fungsi-fungsi jiwa yang bermacam-macam
disertai kemampuan untuk menghadapi kegoncangan-
kegoncangan jiwa yang ringan, yang biasa terjadi pada setiap
orang, di samping secara positif dapat merasakan kebahagiaan
dan kemampuan. Kesehatan mental juga disebutkannya
sebagai gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa (psychose)
yang berawal dari tidak mampunyai orang yang menghadapi
kesukaran-kesukarannya dengan wajar, atau tidak sanggup ia
menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya. Faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri itu seperti frustasi
(tekanan perasaan), konflik (pertentangan batin), kecemasan
(anxiety).
Menurut Al Farabi (dalam el-Quussy,1996), Kesehatan
jiwa atau kesehatan mental datang dari akal aktif manusia,
jika akal aktif dalam kondisi sehat, maka kondisi kesehatan

96
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

mentalnya akan sehat. Jika akal aktifnya sakit, maka kondisi


kesehatan mentalnya akan sakit.
Menurut Ibnu Sina (dalam el-Quussy,1996),
sebagaimana di dalam Syarif ada beberapa pernyataanya
tentang kesehatan mental yakni:
1. Hasrat dan dorongan jiwa mengikuti imajinasi. Dalam
hal ini imajinasilah yang mendorong kehendak hasrat
yang diinginkan
2. Pengaruh pikiran terhadap tubuh, yaitu pengaruh emosi
dan kemauan. Ibnu Sina mengatakan berdasarkan
pengalaman medisnya, bahwa sebenarnya secara fisik
orang-orang sakit, hanya dengan kekuatan
kemauannyalah, dapat menjadi sembuh dan begitu pula
dengan orang-orang sehat dapat menjadi benar-benar
sakit bila terpengaruh oleh pikirannya bahwa ia sakit.
3. Sungguh emosi yang kuat, seperti rasa takut dapat
merusak tempramen organisme dan menyebabkan
kematian, dengan mempegaruhi fungsi-fungsi vegetatif:
“ini terjadi apabila suatu penilaian bersemayam di dalam
jiwa: penilaian, sebagai suatu kepercayaan murni tidak
mempengaruhi tubuh, tetapi berpengaruh apabila
kepercayaan ini diikuti rasa gembira dan rasa sedih.
4. Rasa gembira atau sedih merupakan keadaan-keadaan
mental dan keduanya memiliki pengaruh di fungsi-
fungsi vegetatif. Sebenarnya jika jiwa cukup kuat, jiwa
dapat menyembuhkan dan menyakitkan badan lain

97
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

tanpa sarana apapun. Di sini Ibnu Sina sangat maju dan


melampaui psikologi modern yakni hipnosis dan sugesti.

Klasifikasi Gangguan Kesehatan Mental


Berbagai perasaan yang menyebabkan terganggunya
kesehatan mental ialah rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih,
merasa rendah diri, pemarah, ragu (bimbang), dan sebagainya
(Burhanuddin, 1999).
Gangguan mental terdiri dari berbagai masalah, dengan
berbagai gejala. Namun, umumnya dicirikan oleh beberapa
kombinasi abnormal pada pikiran, emosi, perilaku dan
hubungan dengan orang lain. Contohnya adalah skizofrenia,
depresi, cacat intelektual dan gangguan karena
penyalahgunaan narkoba, gangguan afektif bipolar, demensia,
cacat intelektual dan gangguan perkembangan termasuk
autisme (WHO,2017).
Dalam ilmu kedokteran dikenal dengan istilah
“psikosomatik” (kejiwabadanan). Dimaksudkan dengan istilah
tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa, terdapat
hubungan yang erat antara jiwa dan badan. Jika jiwa berada
dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas,
gelisah dan sebagainya, maka badan turut menderita.
Menurut DSM V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition) tahun 2013, gangguan mental dapat
diklasifikasikan menjadi 19 kriteria berikut:
1. Neurodevelopmental disorders

98
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

2. Schizophrenia spectrum and other psychotic disorders


3. Bipolar and related disorders
4. Depressive disorders
5. Anxiety disorders
6. Obsessive-compulsive and related disorders
7. Trauma- and stressor-related disorders
8. Dissociative disorders
9. Somatic symptom and related disorders
10. Feeding and eating disorders
11. Elimination disorders
12. Sleep–wake disorders
13. Sexual dysfunctions
14. Gender dysphoria
15. Disruptive, impulse-control, and conduct disorders
16. Substance-related and addictive disorders
17. Neurocognitive disorders
18. Personality disorders
19. Paraphilic disorders

Prevalensi Gangguan Kesehatan Mental di Indonesia


Peningkatan proporsi gangguan jiwa pada data yang
didapatkan Riskesdas 2018 cukup signifikan jika
dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari 1,7% menjadi
7% (per mil) atau sekitar 7.115 orang. Prevalensi Gangguan
jiwa berat seperti psikosis atau skizofrenia tertinggi di Bali
(11%), Yogyakarta (10%), dan NTB (10%), sedangkan yang
terendah di Kepulauan Riau (3%) (Riskesdas,2018).

99
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

Selanjutnya, prevalensi depresi terdapat sekitar 12,3%


atau sebesar 77.342 orang dari subyek yang diteliti pada
Riskesdas 2018. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental
emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah (12,3%), Gorontalo
(10%) dan NTT (9%), sedangkan prevalensi terendah di Provinsi
Jambi (1,8%) (Riskesdas,2018).
Provinsi dengan prevalensi dengan gangguan mental
emosional juga menunjukkan peningkatan dari tahun 2013-
2018 di setiap kota di Indonesia. Untuk wilayah tertinggi
terdapat di Sulawesi Tengah (19,8%), Gorontalo (18%) dan NTT
16%) (Riskesdas,2018).
Penilaian kesehatan mental merupakan survey berskala
nasional dengan desain potong lintang (crosssectional), non-
intervensi atau observasi dan menggunakan alat ukur serta
metode yang sama pada Riskesdas 2013, menggunakan Self
Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir
pertanyaan. Gangguan mental emosional dikategorikan
menjadi 3 yaitu gangguan ringan, sedang dan berat. Survei
dilaksanakan di 34 provinsi, 514 Kabupaten/Kota di
Indonesia. Kegiatan persiapan sampai dengan pelaporan
dilakukan mulai Januari 2017 hingga Desember 2018
(Riskesdas,2018).
Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik
antara disabilitas dan gangguan mental emosional responden.
Hal ini dapat dipahami karena seseorang yang mengalami
disabilitas fisik dan disabilitas sosial, akan dapat

100
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

mempengaruhi kondisi kejiwaan mereka. Menurut Santrock


seperti yang dikutip Wardhani, bahwa kondisi fisik dapat
menyebabkan persoalan mental dan sebaliknya
masalah/kesulitan mental dapat memperburuk gejala fisik
(Wardani,2016).
Kesadaran masyarakat dalam penanganan dengan
gangguan kesehatan mental masih kurang. Hingga saat ini,
orang dengan gangguan jiwa di Indonesia masih diperlakukan
dengan salah yaitu dengan pemasungan. Hal ini disebabkan
karena masih adanya stigma negatif dan diskriminasi terhadap
penderita gangguan mental sehingga semakin meningkatkan
jumlah masyarakat dengan gangguan jiwa. Dari data
Riskesdas 2018 menunjukkan hanya 9% penduduk yang
mendapatkan pengobatam untuk gejala depresi dan 91% tidak
menjalani pengobatan. Proporsi rumah tangga yang pernah
memasung anggota keluarga dengan gangguan jiwa berat
sebesar 14,3%, terbanyak pada penduduk yang tinggal di
pedesaan (18,2%) serta pada kelompok kuintil indeks
kepemilikan terbawah (19,5%) (Riskesdas,2018).
Hal yang masih menjadi pertimbangan dalam penanganan
gangguan kesehatan mental adalah minimnya pelayanan dan
fasilitas kesehatan jiwa di berbagai daerah Indonesia sehingga
banyak penderita gangguan kesehatan mental yang belum
tertangani dengan baik. Kesenjangan pengobatan gangguan
jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen. Artinya,
kurang dari 10 persen penderita gangguan jiwa yang

101
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

mendapatkan layanan terapi oleh petugas kesehatan


(Riskesdas,2018).
Jumlah layanan kesehatan jiwa di Indonesia yang
terbatas, distribusi tidak merata dan kualitas yang bervariasi.
Saat ini fasilitas pelayanan kesehatan yang member pelayanan
kesehatan dalam bidang kesehatan jiwa terdiri dari 50 RSJ
dan 1 RSKO yang terdapat di 26 dari 34 provinsi di Indonesia
(8 provinsi tanpa RSJ), 151 dari 445 RSU dengan layanan jiwa
atau berjumlah 33 % RSU, dan 1934 (21,47%) dari 9005
puskesmas yang melayani kesehatan jiwa. Kemudian juga
dijelasnya Hanya 249 dari total 445 rumah sakit umum di
Indonesia yang bisa melayani segala macam perawatan
kesehatan jiwa dan hanya 30% dari 9000 puskesmas di
seluruh Indonesia yang memiliki program layanan kesehatan
jiwa. Kesehatan jiwa masih menjadi persoalan serius di
Indonesia (Rencana Aksi Kegiatan Derektoran Bina Kesehatan
Jiwa, 2014).

Penanganan Gangguan Kesehatan Mental Secara Islami


WHO mencanangkan visi dari rencana aksi kesehatan
mental 2013–2020 untuk dunia yaitu dimana kesehatan
mental harus lebih dihargai, dipromosikan dan dilindungi.
Diharapkan gangguan mental dapat dicegah dan orang yang
terkena gangguan ini mendapatkan berbagai hak asasi
manusia dan akses kualitas tinggi, kesehatan sesuai budaya
dan pelayanan sosial pada waktu yang tepat untuk mendorong
pemulihan, yang memungkinkan untuk mencapai kesehatan

102
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

pada level tertinggi dan berpartisipasi sepenuhnya dalam


masyarakat dan di tempat kerja, bebas dari stigmatisasi dan
diskriminasi (WHO,2013).
Upaya kesehatan mental di Indonesia dapat diartikan
sebagai kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan mental
yang optimal bagi setiap individu, keluarga dan masyarakat
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat (UU, 2014).
Saat ini, UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa
menjadi pedoman dalam penyelenggaraan kesehatan jiwa yang
komprehensif. Penetapan pelayanan kesehatan jiwa dasar dan
rujukan menjadi upaya kesehatan jiwa yang dilaksanakan
dengan membangun sistem pelayanan kesehatan jiwa
berjenjang dan komprehensif. Selain aspek pelayanan juga
ditetapkan sebagai sumber daya dalam penyelenggaraan,
diantaranya sumber daya manusia, fasilitas pelayanan,
perbekalan, teknologi dan produk teknologi, serta pendanaan.
Pelaksanaan upaya kesehatan jiwa harus berdasarkan pada
asas keadilan, perikemanusiaan, manfaat, transparansi,
akuntabilitas, komprehensif, perlindungan, serta non
diskriminasi (UU, 2014).
Undang-undang ini menjadi dasar kebijakan penanganan
kesehatan mental di Indonesia untuk fokus pada peningkatan
derajat kesehatan jiwa masyarakat dan pencegahan gangguan

103
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

jiwa bagi mereka yang rentan atau berisiko. Secara tegas


dituliskan bahwa setiap orang dan/atau menyuruh orang lain
yang dengan sengaja melakukan pemasungan, penelantaran,
kekerasan atau tindakan lainnya yang melanggar hak asasi
orang dengan gangguan kejiwaan harus dipidana (UU, 2014).
Siswanto (2007) menyebutkan bahwa saat ini telah terjadi
pergeseran paradigma dalam gerakan kesehatan mental yang
lebih mengedepankan pada aspek pencegahan gangguan
mental serta bagaimana peran komunitas dalam membantu
optimalisasi fungsi mental individu. Konsep dan pandangan
terhadap kesehatan jiwa serta permasalahannya
mempengaruhi penanganan mulai dari kebijakan hingga
tindakan yang dilakukan.
Penanganan yang diberikan cenderung kurang efektif
secara keseluruhan sehingga diperlukan pendekatan yang
lebih mendalam untuk membantu menangani gangguan
mental. Pendekatan yang dapat dimanfaatkan adalah dengan
pendekatan agama. Peranan agama sangat penting untuk
diperhatikan terhadap kesehatan mental di masyarakat.
Mental tanpa agama akan menghasilkan dampak yang kurang
baik. Adapun yang sangat berkaitan antara agama dan
kesehatan mental adalah bahwa kesehatan mental sangat erat
kaitannya dengan agama karena kuatnya iman seseorang bisa
dilihat dari seberapa dekat manusia dengan Allah SWT dan
tanpa agama, kehidupannya tidak akan berjalan dengan baik
dan lancar (Susilawati, 2017).

104
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

Di Indonesia, usaha-usaha dan manfaat pelayanan untuk


kesehatan mental masih sangat terbatas, karena kesadaran
orang masih sangat sedikit terhadap kesanggupan ahli jiwa
dalam menolong kesukaran yang dihadapinya. Untuk
membantu pelayanan untuk kejiwaan maka islam
memberikan perannya dimana islam membuat sebuah terapi-
terapi yang berdasarkan pada ajaran keislaman dan banyak
diperankan oleh para tokoh agama atau guru atau tarekat
yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan kerohanian dan
menerapkan serta menyusun praktek-praktek itu dalam suatu
kerangka ilmiah dan terapi keislaman (Wijiya, 1988).
Masa-masa sakit dapat dikatakan sebagai proses ujian
dari sang maha pencipta Allah SWT, untuk melihat siapa
diantara hambanya yang memang benar-benar berada dalam
keimanan dan kesabaran. Karena sesungguhnya iman
bukanlah hanya ucapan melalui lisan saja, tapi juga
ditanamkan didalam hati manusia dan diaplikasikan dalam
bentuk perbuatan sehari-hari dengan mendekatkan diri
kepada sang maha pencipta. Ajaran Islam menganjurkan
apabila mengalami sakit baik secara fisik maupun jiwa,
manusia agar segera mencari penyembuhan dengan berobat
kepada ahlinya sebagai usaha yang wajib dilakukan bagi
setiap mahluk Allah Swt.
Pentingnya terapi bagi manusia disebabkan karena
manusia sudah banyak yang tingkah lakunya menyimpang
dari ketentuan agama, misalnya manusia lebih mengagung-

105
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

agungkan prinsip kelezatan dunia dari pada kepentingan


akhiratnya. Dunia merupakan tujuan utamanya, sedangkan
akhirat ditinggalkan begitu saja. Dan yang paling terutama
sekali karena telah banyaknya manusia yang telah lalai pada
Allah, pada puncaknya mengeluh terhadap yang diperolehnya
sehingga mengalami menurunan dalam kesehatan mentalnya.
Dalam konteks seperti ini manusia bisa diarahkan untuk
kembali kepada agama.
Ramayulis (2002) menjelaskan bahwa suatu ketika
manusia berada dalam kondisi keadaan tanpa daya, manusia
akan kehilangan pegangan dan bersikap pasrah. Dalam
kondisi yang serupa ini, ajaran agama akan membantu
manusia untuk bangkit dari keterpurukannya dan
memberikan makna dalam hidupnya. Terdapat tiga kegiatan
yang secara potensial memberi peluang kepada seseorang
untuk menemukan makna hidup bagi dirinya, yaitu:
1. Kegiatan berkarya, bekerja dan menciptakan, serta
melaksanakan dengan sebaik-baiknya tugas dan
kewajiban masing-masing.
2. Keyakinan dan penghayatan atas nilai-nilai tertentu
(kebenaran, keindahan, kebajikan, keimanan dan
lainnya)
3. Sikap tepat yang diambil dalam keadaan dan
penderitaan yang menghadapi tidak terelakkan lagi

106
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

Al-Kindi (el-Quussy,1996) juga mengemukakan bahwa


gangguan kejiwaan/psikis ini harus dicegah sebagaimana
mencegah gangguan fisik. Perbaikan dan penyembuhan jiwa
dapat dilakukan dengan cara:
1. Sabar dalam memperbaiki diri melebihi kesabaran
dalam menyembuhkan gangguan fisik.
2. Membiasakan diri melaksanakan kebiasaan terpuji pada
hal-hal yang sepele.
3. Mendisiplikan kebiasaan terpuji tadi pada hal-hal yang
sulit, selanjutnya meningkatkan pembiasaan yang lebih
besar lagi daripada itu.
4. Jika hal itu menjadi kebiasaan, meningkatkan ketahap
yang lebih tinggi lagi, sehingga bisa membiasakan hal-
hal yang lebih besar sebagaimana kebiasaan pada hal-
hal yang lebih kecil.

Terapi dalam Islam disebutkan sebagai proses pengobatan


dan penyembuhan suatu penyakit baik mental, spiritual,
moral maupun fisik dengan melalui bimbingan keagaman yang
berdasarkan pada Alquran. Secara empiris melalui bimbingan
dan pengajaran Allah Swt yang berkaitan pada mental,
spiritual, akhlak dan fisik (Lubis,2016).
Dalam Alquran, diterangkan tentang penyembuhan
penyakit kejiwaan, salah satu ayat Alquran yang berisikan
aspek penyembuhan bagi gangguan jiwa adalah pada surah
Al-Isra’ ayat 82 yang berbunyi :

107
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

َّ ‫آن َما ه َُو ِشفَا ٌء َو َر ْح َمةٌ ِل ْل ُمؤْ ِمىِيهَ ۙ َو ََل يَ ِزيد ُ ال‬
ً ‫ظا ِل ِميهَ إِ ََّل َخ َس‬
‫ارا‬ ِ ‫َووُى ِ َّز ُل ِمهَ ْالقُ ْر‬
Artinya: Dan kami turunkan Alquran suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang
zalim selain kerugian.
Dari ayat diatas cukup menyakinkan bahwa kesehatan
memandang Islam sebagai hasil proses penyembuhan, tidak
diragukan lagi Alquran memiliki kekuatan spiritual yang luar
biasa dan mempunyai pengaruh mendalam atas diri manusia.
Alquran membangkitkan fikiran, menggugah kesadaran.
Manusia yang berada dibawah pengaruh Alquran ini seakan
menjadi manusia yang baru terlahir kembali.
Ayat-ayat dalam al-Qur’an menjadi penerapis guna
mengubah pemikiran, kepribadian individu dengan metode
afektif, yaitu motivasi, pengulangan, perhatian, pembagian
belajar, dan perubahan secara bertahap. Di samping itu secara
kontekstual al-Qur’an mampu menerapi jiwa manusia dengan
mengamalkan ajaran Islam yang dimuat al-Qur’an melalui
takwa, ibadah, sabar, zikir, dan taubat. Oleh karena itu,
dianjurkan jika mengalami gangguan kesehatan mental dapat
membaca atau dibacakan Al Quran (Mas’udi, 2017)
Ilyas (2017) menyebutkan bahwa terapi yang dapat
diberikan pada orang dengan gangguan kesehatan mental
adalah dengan:
1. Membaca himpunan doa-doa, ayat-ayat Alquran, zikir-
zikir dan hadis nabi.

108
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

2. Membaca Alquran sambil mencoba memahami artinya


3. Melakukan shalat malam
4. Bergaul dengan orang yang baik atau salih
5. Puasa
6. Zikir malam hari yang lama
7. Mengikuti pengajian pengobatan islam
8. Mengikuti pengajian Tajwid dan Fiqih
9. Mengikuti Majelis Zikir
10. Belajar Dakwah dan ilmu keislaman

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesehatan mental adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain
dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Selain itu,
kesehatan mental merupakan terwujudnya keharmonisan
antara fungsi-fungsi jiwa, memanfaatkan segala kemampuan
diri, mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-
problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan
dan pertentangan batin (konflik).
Berdasarkan hasil kajian menunjukkan terdapat banyak
gangguan mental di masyarakat di Indonesia. Angka
prevalensi cenderung terlihat mengalami peningkatan dari
periode 2013–2018. Hingga saat ini, orang dengan gangguan
jiwa berat di Indonesia masih mengalami penanganan serta

109
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

perlakuan salah. Hal ini terjadi karena adanya stigma yang


keliru, sehingga perlu intervensi pendekatan kesehatan
masyarakat. Keterbatasan pelayanan pada gangguan
kesehatan mental juga menjadi perhatian serius.
Selain secara medis, untuk membantu pelayanan untuk
kejiwaan maka islam memberikan perannya dimana islam
membuat sebuah terapi-terapi yang berdasarkan pada ajaran
keislaman. Terapi tersebut dapat dilakukan oleh orang lain
atau pada diri sendiri seperti bersikap sabar, membiasakan
diri dalam melaksanakan dan mendisiplinkan kebiasaan
terpuji, melakukan kegiatan positif, meningkatkan keyakinan
atas nilai-nilai tertentu (kebenaran, keindahan, kebajikan,
keimanan dan lainnya), membaca doa-doa, ayat-ayat Alquran,
zikir-zikir dan hadis nabi, melakukan shalat malam, bergaul
dengan orang yang baik atau salih, puasa, mengikuti
pengajian pengobatan islami, mengikuti pengajian Tajwid dan
Fiqih, mengikuti Majelis Zikir serta belajar Dakwah dan ilmu
keislaman.
Penelitian selanjutnya dapat memperhatikan tingkat
perkembangan kesehatan jiwa tiap tahun dan bentuk-bentuk
pelayanan yang diberikan. Saran bagi orang tua, diharapkan
dapat menanamkan pendidikan dan norma agama serta moral
sejak dini untuk membentuk kesehatan mental yang baik.
Untuk sekolah juga bisa menambah jam pelajaran keagamaan
dan untuk pemerintah agar melakukan upaya
penanggulangan yang menyeluruh, dimulai dengan adanya

110
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

peraturan kebijakan yang menjadi dasar dukungan pendanaan


dan akses ke pelayanan kesehatan mental serta didukung
pendekatan berbasis komunitas.

DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic And
Statistical Manual of Mental Disorder Edition “DSM-5”.
Washinton DC: American Psychiatric Publishing.
Al Hidayah Al–Quran Per Kata Tajwid Kode Angka, ( Banten
:Pustaka Karya Permai).
Daradjat, Zakiah. 1996. Kesehatan Mental, Cet. 23. Jakarta;
Toko Gunung Agung.
Dewi, Kartika Sari. 2012. Buku Ajar Kesehatan Mental.
Semarang: Lembaga Pengembangan dan Penjaminan
Mutu Pendidikan Universitas Diponegoro.
El-Quussy, Abdul Aziz. 1996. Ushus Al-Shihat Al-Nafsiyat,
Terj; Zakiah Daradjat, Pokok-pokok Kesehatan
Jiwa/Mental, Jilid I. Jakarta: Bulan Bintang.
Human Rights Watch. 2016. Hidup di Neraka, kekerasan
terhadap penyandang Disabiltas Psikososial di Indonesia.
Human Rights Watch Organization. http://www.hrw.org.
(diakses 14 aApril 2019).
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Laporan Riset Kesehatan
Dasar 2018. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Laporan Riset Kesehatan
Dasar 2013. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI.
Lahmuddin Lubis. 2016. Konseling dan Terapi Islami. Medan:
Perdana Publishing, 2016.
Matta,Anzi. 2016. Kesehatan Mental di Indonesia hari ini.
https://tirto.id/kesehatan-mental-di-indonesia-hari-ini-
b9tw, (diakses 13 April 2019)

111
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

Mas’Udi & Istiqomah. 2017. Terapi Qur’ani bagi Penyembuahn


Gangguan Kejiwaan. Konseling Religi: Jurnal Bimbingan
Konseling Islam. Vol.8, No.1.
Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015-2019 Direktorat Bina
Kesehatan Jiwa.2014. Direktorat jenderal Bina Upaya
Kesehatan.
Ramayulis.2002. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan
Perkembangan. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2007.
Susilawati (2017). Kesehatan mental Menurut Zakiah
Daradjat. Skripsi. BKI. Fakultas dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Raden Intan Lampung.
Tristiana RD, Yusuf A, Fitryasari R, Wahyuni SD, Nihayati
HE. Perceived barriers on mental health services by the
family of patients with mental illness. International
Journal of Nursing Sciences. 2018;5(1):63-7.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa. Jakarta. Republik Indonesia.
WHO. 2017. Factsheet on Mental Disorders. Geneva: World
Health Organization. 2017.
http://www.who.int/mediacentre/factshee ts/fs396/en/,
(diakses 13 April 2019).
WHO. Mental Health Action Plan 2013 – 2020. 2013. Geneva:
World Health Organization.
WHO. Depression and Other Common Mental Disorders. 2017.
Global Health Estimates. Geneva: World Health
Organization.
Wardhani, Yurika Fauziah., Paramita, Astridya. Pelayanan
Kesehatan Mental dalam Hubungannya dengan
Disabilitas dan Gaya hidup Masyarakat Indonesia
(Analisis Lanjut Riskesas 2007 dan 2013). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2016:19(1):99-107.
Wijaya,Juhana. 1988. Psiklogi Bimbingan. Bandung.PT. Eresco
Burhanuddin. Yusak. 1999. Kesehatan Mental. Bandung: CV.
Pustaka Setia.

112
Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

113

You might also like