Jurnal Teori Khilafah Dan Implikasinya

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

PERSEPSI ULAMA BANGKA BELITUNG

TENTANG TEORI KHILAFAH DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP UKLHWAH ISLAMIYAH DAN UKHUWAH
BASYARIYAH DALAM KEUTUHAN NKRI
DI BANGKA BELITUNG

Suparta
Institut Agama Islam Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung
Jl. Pahlawan 12 Petaling, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, 33173
E-mail: [email protected]

Received: Revised: Approved:


18/10/2018 23/11/2018 23/11/2018

DOI: http://dx.doi.org/10.32332/akademika.v23i2.1237

Persepsi Ulama Bangka Belitung tentang Teori Khilafah dan Implikasinya


Terhadap Uklhwah Islamiyah dan Ukhuwah Basyariyah dalam Keutuhan NKRI
di Bangka Belitung Licensed Under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License

Abstract
This study examines the perceptions of the Ulama ini Bangka Belitung about
the concept of khilafah and its implications for Ukhwah Islmaiyah, Ukhuwah Basyariyah,
and Ukhuwah Wathaniyah in the integrity of the Unity Republic of Indonesia in Bangka
Belitung itself. As for the research method used in this study was field research. The results
of the study show that the Bangka Belitung Ulema have the same majority perception of
the establishment of the Islamic Khilafah, the Khilafah in Indonesia is still not enforceable
because every ulama understands the Khilafah. This happened because the Ulama had no
agreement and understanding about the Khilafah. The implications of the establishment of
the Islamic Khilafah on Ukhwah Islmaiyah can lead to schismatic divisions among Muslims,
368 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

the Implications of the Khilafah to Ukhuwah Basyariyah. where Indonesia has diverse tribes,
races and religions. If the Khilafah is enforced upright it will become a horizontal conflict,
namely the conflict between Muslims themselves and inter-religious conflict which makes
the image of Muslims considered intolerant in the eyes of Indonesia and International.
In addition, vertical conflict is the existence of conflict between Muslims who uphold the
Khilafah with the Indonesian government and national figures and ulama who are Muslim
who have not been Pro against the Caliphate. If this conflict occurs then what happens next
is a split in the government and does not rule out the possibility of bloodshed. Finally, the
implications for Ukhuwah Wathaniyah. In the slogan “Hubbul Wathan Minal Iman” (love
of water or state is a part of Faith. This motto is one of the reasons the santri and Muslims
strive for Indonesian independence from colonialism.

Keywords: Caliphate, Ulama, and Bangka Belitung.

Abstrak
Penelitian ini mengkaji persepsi Ulama Bangka Belitung tentang konsep
khilafah serta implikasinya terhadap Ukhwah Islmaiyah,Ukhuwah Basyariyah, dan
Ukhuwah Wathaniyah dalam keutuhan NKRI di Bangka Belitung sendiri. Adapun
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
lapangan (field research) yang berbentuk deskriptif kualitiatif. Adapun hasil
penelitian adalah Ulama Bangka Belitung memiliki persepsi yang mayoritas sama
terhadap penegakkan Khilafah Islamiyah yaitu khilafah di Indonesia masih belum
bisa ditegakkan karena setiap ulama berbeda paham tentang khilafah. Hal ini
terjadi disebabkan para ulama belum ada kesepakatan dan kesepahaman tentang
khilafah. Implikasi penegakkan khilafah islamiyah terhadap ukhwah islmaiyah dapat
menimbulkan perpecahan persaudaran di anatra kaum muslimin, Implikasi khilafah
terhadap Ukhuwah Basyariyah. dimana Indonesia memiliki suku, ras dan agama
yang beraneka ragam. Jika Khilafah dipaksakan tegak maka akan menjadi Konflik
horizontal yaitu konflik antar umat islam sendiri dan konflik antar umat beragama
yang menjadikan image umat Islam di anggap intoleran dimata Indonesia dan
International. Selain itu, Konflik vertikal yakni adanya konflik antara umat Islam
yang menegakkan khilafah dengan pemerintah Indonesia dan para tokoh nasional
dan ulama yang beragama Islam yang belum Pro terhadap khilafah. Bila Konflik
ini terjadi maka yang terjadi adalah perpecahan dalam pemerintahan dan tidak
menutup kemungkinan terjadi pertumpahan darah. Terakhir implikasi terhadap
ukhuwah wathaniyah. Dalam slogan “Hubbul Wathan Minal Iman” (cinta tanai air
atau negara adalah sebagaian dari Iman. Semboyan ini menjadi salah satu alasan
para santri dan umat Islam gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
dari  Penjajahan.
Kata Kunci: Khilafah, Ulama, dan Bangka belitung.
Persepsi Ulama Bangka Belitung Tentang Teori Khilafah..... | 369

A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini sebagian Umat Islam Indonesia sedang
menunjukkan kekuatannya terhadap “musuh-musuh” Islam baik
musuh yang ada di Indonesia maupun musuh Islam yang ada di
dunia. Faktanya sudah beberapa kali aksi yang diikuti oleh ribuan
bahkan jutaan umat Islam yang ada diberbagai daerah di Indonesia.
Puncaknya, aksi-aksi besar ini diadakan mulai tanggal 4 November
2016 (411), tanggal 2 Desember 2016 (212), tanggal 4 Desember 2016
(412) dan terakhir pada tanggal 11 Februari 2017. Setiap aksi tersebut
selalu diikuti oleh ribuan bahkan sampai jutaan umat Islam yang
ada di Indonesia. .
Ketika aksi-aksi tersebut ditinjau dari aspek psikologis maka
dapat diasumsikan bahwa aksi-aksi tersebut adalah bagian dari
ekspresi jiwa umat Islam yang selama ini terpendam atau merasa
termarginalkan. Jika dilihat dari aspek sosial maka aksi - aksi
tersebut merupakan salah satu strategi komunikasi sosial yang
ditujukan kepada penguasa agar lebih peduli dalam penegakkan
keadilan sosial. Kedua persfektif ini menurut sebagian umat islam
masih belum begitu tajam perdebatannya. Akan tetapi jika aksi-aksi
ini dikorelasikan dengan embrio bangkitnya Khilafah Islamiyah
maka disinilah yang menimbulkan perdebatan antar umat Islam
yang bisa menyebabkan konflik antar sesama umat Islam. Karena
kenyataannya dalam tubuh umat Islam sendiri memiliki paradigma
dan persepsi yang berbeda-beda tentang sistem Khilafah Islamiyah.
Perbedaan pendapat ini tentunya dikarenakan bedanya
paradigma atau sudut pandang dalam menafsirkan konsep Khilafah
Islamiyah itu sendiri. Hal ini tergantung pada konsep relasi antara
agama dan negara. Apakah agama negara itu memiliki kesatuan
atau terpisah. Fazlur Rahman misalnya dalam pengantar bukunya
mengatakan bahwa antara agama dan negara memiliki hubungan
yang dialektis1. Persoalannya adalah apakah agama yang berperan
sebagai penentu jalannya sebuah negara atau sebaliknya negara
yang menentukan dinamika agama. Ada yang mengatakan bahwa
negaralah yang mememiliki peranan penting dalam mengatur
1 
Fazlur Rahman, Islam (Chicago & London: The University of Chicago Press,
1982).
370 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

dinamika agama karena melalui kekuasaan atau tatanan sosial


politik maka ajaran agama dapat berkembang dengan pesat seperti
yang rasul contohkan pada masa di Madinah.
Sementara ada juga yang berasumsi bahwa perkembangan
agama bukan disebabkan oleh realitas kekuasaan sosial politik
akan tetapi agama bisa berkembang karena oleh para penganutnya
sendiri. Opini inilah yang mengatakan bahwa agamalah yang
paling berperan menentukan jalannya negara, sehingga agama
harus dijadikan panglima untuk mengatur seluruh tatanan
kenegaraan baik yang berkaitan dengan masalah politik, sosial,
ekonomi, pendidikan, kesehatan maupun yang lainnya. Dengan
kata lain penerapan syari’at Islam harus diimplementasikan secara
kaffah (totalitas) bukan setengah-setengah. Kelompok inilah yang
memiliki keyakinan bahwa negara akan sukses dan jaya jika sistem
pemerintahannya menggunakan sistem khilafah2
Bila dikorelasikan dengan kondisi Indonesia maka perbedaan
dan perdebatan yang sering muncul adalah ketika ada sebagian
kelompok yang menginginkan negara Indonesia menjadi negara
yang menerapkan sistem khilafah. Perdebatan ini muncul bukan
hanya pada kalangan politikus muslim atau antara intelektual
muslim akan tetapi juga terjadi perdebatan antara para ulama. Ada
ulama yang masih mempertahankan negara kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan pancasila dan ada juga yang ingin
merubahnya berdasarkan dengan syari’at Islam dibawah sistem
Khilafah Islamiyah. Tentunya semua ulama yang memiliki perbedaan
pendapat tersebut memiliki dasar atau dalil masing-masing.
Untuk mengkaji diskursus di atas tentunya tidak valid jika
hanya mengandalkan asumsi-asumsi saja, untuk itu diperlukan data
konkrit sebagai bukti kebenaran. Salah satu bukti empirik dan valid
adalah dengan cara melakukan penelitian yang mendalam terhadap
persepsi para Ulama terhadap konsep khilafah.
2 
Jamal Al-Banna, Runtuhnya Negara Madinah, Islam Kemasyarakatan versus
Islam Kenegaraan, terj. Jamadi Sunardi, Yogyakarta, Pilar Media, 2005, t.t., ia mengatakan
kekhilafahan yang mengikuti prinsip-prinsip yang ditegakkan oleh Rasulullah saw berakhir
pada masa Umar bin Khathab. Karena itu, kekhilafahan sebagai sesuatu yang mesti dalam
islam. Sehingga Negara Islam Madinah merupakan eksperimen yang tunggal dan tidak
akan terulang lagi karena didirikan langsung oleh Nabi Muhammad saw sebagai nabi. .
Persepsi Ulama Bangka Belitung Tentang Teori Khilafah..... | 371

Sebelumnya terdapat beberapa penelitian yang mengkaji


tentang khilafah, Pertama, Pandangan Hizbut Tahrir Terhadap
Radikalisme Gerakan Isis Dalam Menegakkan Daulah Khilafah
Oleh Arif Muzayin Shofwan3 dengan hasil penelitian Hizbut Tahrir
tidak sepakat dan bahkan menolak keras terhadap penegakan
daulah khilafah Islam yang dilakukan ISIS dengan jalan kekerasan.
Hizbut Tahrir memandang bahwa penegakan daulah khilafah Islam
yang dilakukan oleh gerakan ISIS tidak memenuhi empat syarat
yang ditawarkan gerakan Hizbut Tahrir. Dengan demikian, dalam
pandangan Hizbut Tahrir, penegakan daulah khilafah gerakan ISIS
tidak sesuai ajaran Rasulullah saw manakala mendirikan negara
Islam.Banyak interpretasi ideologi al-Qur’an telah dikembangkan
hingga saat ini. Salah satunya adalah interpretasi mistis (sufistik).
Kedua, Perspektif Taqiyuddin Al-Nabhani Tentang Bai’at (Menggagas
pembentukan Khilafah Islamiah oleh Hizb al-Tahrir) Oleh: Haris
Riadi4 dengan hasil penelitian yaitu Salah satu metode Syar’i untuk
mengangkat kepala negara adalah bai’at. tentang pelaksanaan
pengangkatan kepala negara dalam negara Islam adalah kandidat
khalifah dibatasi oleh kaum muslim yang menjadi anggota majelis
syura. karena majelis inilah yang menjadi representasi mayoritas
kaum muslim. Kemudian nama-nama kandidat khalifah diajukan
kepada kaum muslim. Yaitu agar mereka memilih satu orang dari
kandidat itu sebagai khalifah bagi mereka. Selanjutnya dilihat siapa
yang memperoleh suara paling banyak. Kemudian diambil bai’at
untuk kandidat dengan suara terbanyak itu dari kaum muslim yang
memilihnya maupun dari kaum muslim yang tidak memilihnya.
Ketiga, Islam Dan Pencarian Identitas Politik (Ambiguitas Sistem
Khilafah Dalam Institusi Politik Islam) oleh Ma’shum dengan
hasil penelitian yaitu Salah satu catatan penting bahwa perumusan
sistem kepemipinan pasca Nabi telah memberi inspirasi bagi
perumusan panjang dan perdebatan sistem pemerintahan dalam
Islam dengan tetap mengacu pada semangat yang mereka bangun
melalui tiga prinsip yaitu Pertama, menekankan musyawarah dalam
3 
Arif Muzayin Shofwan, “Pandangan Hizbut Tahrir Terhadap Radikalisme Gerakan
ISIS Dalam Menegakkan Daulah Khilafah,” ADDIN 10, no. 1 (1 Februari 2016): 141, https://
doi.org/10.21043/addin.v10i1.1132.
4 
Haris Riadi, “Perspektif Taqiyuddin Al-Nabhani Tentang Bai’at,” 2014, 14.
372 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

menyelesaikan masalah politik dan sosial. Kedua, memberikan


prioritas untuk menjadi pemimpin kepada masyarakat yang
memiliki dan diterima oleh sebagian masyarakat, dan Ketiga,
pernyataan terbuka oleh masyarakat tentang kesetiaan dalam
mengikuti kepemimpinan mereka yang dinyatakan dalam bentuk
bai’at. Perbedaan penelitian sebelumnya membawa penulis untuk
melakukan penelitian tentang Persepsi Ulama Bangka Belitung
Tentang Teori Khilafah Dan Implikasinya.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif dengan jenis penelitian field research. Penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan jenis
penelitian field research Agar penelitian ini tidak terlalu luas maka
peneliti membatasi obyek penelitiannya hanya di Kepulauan Bangka
Belitung. Selain melihat persepsi tentang khilafah penelitian ini juga
akan mencari tahu tentang implikasinya khilafah terhadap ukhwah
islamiyah dan ukhwah Basyariyah.

B. Khilafah Islamiyah dan Ukhuwah Islamiyah


Berdasarkan hasil wawancara dengan para Ulama Bangka
Belitung yaitu Ketua MUI Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka
Selatan dan Ketua MUI Bangka Belitung serta Pimpinan NU Basel
dan Pimpinan Muhammadiyah Belitung Timur dapat disimpulkan
bahwa mereka berbeda paham dalam menyikapi khilafah dengan
salah satu ormas yang telah dibubarkan yaitu HTI.
KH. Hasyim Sya’roni5 secara tegas mengakui khilafah memang
pernah ada pada masa Rasulullah dan Masa Khulafaurrasyidiin.
Itupun yang murni berhasil menegakkan khilafah adalah Rasulullah
saw ketika memimpin di kota Madinah. Setelah kepemimpinan
Rasulullah saw khilafah kurang begitu sempurna dikarenakan sudah
adanya berbagai kepentingan yang bernuansa politis dan ambisi
duniawi. Oleh karena itu beliau mengatakan bahwa khilafah untuk
tegak di Indonesia menjadi sulit bahkan sangat sulit terealisasi.
Hal ini disebabkan di negara Indonesia disamping memiliki suku,

5 
KH.Hasyim Sya’roni, Ketua MUI Bateng, 28 April 2017, Koba.
Persepsi Ulama Bangka Belitung Tentang Teori Khilafah..... | 373

bahasa, dan agama yang beraneka ragam juga sudah memiliki dasar
atau ideologi sendiri yaitu pancasila dan UUD 19456.
Demikian juga yang dikatakan oleh KH. M.Thoha7 bahwa
khilafah tidak bisa dipaksakan untuk tegak di Indonesia karena
Indonesia sudah memiliki pemerintahan sendiri. Bahkan pemerintah
Indonesia ini juga didirikan oleh mayoritas ulama ternama di
Indonesia seperti KH. Hasyim Asy’ari sebagai sesepuh dan Tokoh
Ulama dari Nahdhatul Ulama (NU). Mayoritas ulama pendiri
tersebut sepakat bahwa Indonesia adalah NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Bahkan memiliki semboyan yang sangat bijaksana yaitu Bhineka
Tunggal Ika, yang artinya walaupun kita berbeda suku, bahasa dan
agama akan tetapi tetap satu yaitu Indonesia.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Ustadz
Sujoko bahwa khilafah tidak cocok di Indonesia karena sudah
8

memiliki ideologi sendiri yaitu pancasila. Jika khilafah ditegakkan


berarti secara tidak langsung akan menggantikan pancasila. Padahal
menurut beliau pancasila selama ini sudah terbukti bisa menyatukan
bangsa Indonesia dari sabang samapi meroke. Tak terbayangkan
jadinya jika dasar negara ini di rubah, bagi kita umat Islam bisa
saja bergembira dengan adanya khilafah akan tetapi bagaimana
dengan agama lainnya apakah mereka juga setuju? jika tidak setuju
disinilah sumber malapetaka akan bermula. Bisa saja akan terjadi
pertumpahan darah, peperangan dan pastinya akan menimbulkan
perepecahan dinatara bangsa.
Pimpinan Pondok Pesantren Darunnjah Rias, KH. M. Alwi
dan Ustadz Yanto juga sama tidak sepakat dengan adanya khilafah
di Indonesia9. Khilafah memang bagus konsepnya akan tetapi sangat
sulit direalisasikan di sebuah negara yang sudah merdeka dan sudah
memiliki dasar falsafah negara. Jika dipaksakan maka khilafah bukan

6 
KH.Hasyim Sya’roni,.
7 
KH. Muhammad Thoha, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bangka Barat,
Wawancara, di Muntok, 12 Mei 2017.
8 
Ustadz Sujoko, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kabupaten Belitung Timur, 18
April 2017.
9 
KH.Dedy Alwi dan Ustadz Yanto, Pimpinan Ponpes Miftahunnajah, Wawancara,
pada tanggal 14 April dan 15 April 2017, t.t.
374 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

menjadi sumber pemecah masalah justru akan menjadi sumber


masalah. Bahkan dikhawatirkan ada persepsi bahwa Islam menjadi
tidak ramah karena mau merubah negara yang sudah memiliki
falsafah dan tatanegara sendiri. Jika saat ini negara indonesia sedang
banyak masalah dan mungkin belum adil makmur dan sejahtera
itu bukan karena falsafah negara nya yang salah akan tetapi karena
oknumnya yang selalu berbuat masalah.
Menurut pimpinan Pondok tersebut sebenarnya yang paling
penting bagi umat Islam menjalankan ajaran agamanya dengan benar.
Diantaranya siapapun yang menjadi pimpinannya jika dia beragama
Islam maka hiasilah kepemimpinannya dengan nilai-nilai Islam jangan
justru Nilai-nilai Islam ditinggalkan. Jika interanalisasi nilai-nilai Islam
dapat diejawantahkan pada setiap pemimpin Islam maka walaupun tanpa
khilafah sudah terasa hidup dibawah naungan khilafah. Karena pada
dasarnya islam itu ajaran yang universal yang akan selalu bermanfaat dan
sesuai dengan segala zaman (masa) dan makan (tempat).
Atas dasar wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa
para ulama bangka belitung mayoritas tidak sepaham dengan konsep
khilafahnya yang ditawarkan oleh HTI. Jika hal ini dipaksakan maka akan
bisa menjadi salah satu pemicu terpecahnya ukhuwah islamiyah di antara
umat islam umumnya dan diantara para ulama pada khususnya.

1. Disparitas pemahaman Khilafah dalam sebuah alasan Konflik


di antara Ulama
Merebaknya isu tentang khilafah yang digulirkan oleh salah
satu Ormas Islam ternyata tidak semua ulama di Bangka Belitung bisa
menerimanya. Sehingga masalah khilafah menjadi khilafiayah di antara
para ulama Bangka Belitung. Dengan kata lain, ada sebagian Ulama yang
Pro dengan Khilafah dan ada ulama yang Pro dengan Khilafah.
Letak perbedaan yang paling tajam yang dalam konsep khilafah
dikalangan Ulama Bangka Belitung ini terletak pada perbedaan
pemahaman pada kholafah yang harus di terapkan di Indonesia. Namun
jika khilafah yang ditreapkan pada masa Rasulullah seluruh Ulama
Bangka Belitung sepakat, karena memang pernah ada Khilafah pada masa
Rasulullah saw dan dijalankan sempurna karena memang yang menjadi
khalifahnya langsung Baginda Rasulullah saw. Akan tetapi, ketika khilafah
Persepsi Ulama Bangka Belitung Tentang Teori Khilafah..... | 375

ini dipaksakan untuk ditegakkan di Indonesia maka disisnilah mulai terjadi


pro dan kontra.
Dengan adanya kontradiksi maslah khilafah ini maka jika terus
dipaksakan akan menjadi sumber konflik antara para ulama yang ada
di Bangka Belitung khususnya dan antara ulama yang ada di Indonesia
pada umumnya. Konflik internal umat Islam ini sebenarnya jangan sampai
terjadi, sebab jika terjadi konflik dalam umat Islam akan menjadi sasaran
empuk bagi golongan lain yang menginginkan adanya perpecahan dalam
umat islam.
Hal ini sesuai dengan hasil Wawancara dengan KH. Muhammad
Thoha dan salah satu Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Jannah Rias,
10

Toboali bapak KH.Dedy Alwi yang mengatakan bahwa desakan salah


satu ormas untuk menjadikan khilafah di Indonesia merupakan salah
satu sumber konflik bagi umat islam11. Hal ini disebabkan tidak semua
ulama di Bangka Belitung sepakat dengan masalah tersebut. Demikian
pula menurut Ustadz Yanto yang termasuk salah satu pimpinan Pondok
Pesantren Miftahul Jannah mengatakan bahwa Indonesia merupakan
negara yang sudah memiliki sistem dan ideologi negara yang final.
Dengan adanya Pancasila dan UUD 1945 berarti Indonesia sudah memiliki
falsafah sendiri. Bahkan Pancasila sangat sejalan dengan Islam dari setiap
sila silanya. Untuk itu, normal saja jika khilafah dijadikan sebagai wacana,
atau khazanah ilmu. Akan tetapi ketika dipaksakan menjadi sebuah
sistem di sebuah negara yang sudah jelas dasar dan ideologinya seperti di
Indonesia maka inilah yang menjadi masalah. Masalah tersebut bukan saja
akan terjadi antara ulama dengan pemerintah dan masyarakat akan tetapi
juga akan terjadi terhadap sesama ulama sendiri.
Namun demikian menurut Fajri salah satu mantan aktivis
organisasi HTI Bangka Belitung, ia mengatakan bahwa khilafah tersebut
tidak bertentangan dengan pancasila. Karena pada dasarnya penegakkan
khilafah ini tujuannya untuk membumikan syari’ah Islam agar umat islam
menjadi umat yang menjalankan syari’at islam secara Kaffah (menyeluruh)
bukan setengah setengah. Salah satu cara agar syari’ah ini dapat diterapkan

10 
KH. Muhammad Thoha, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bangka Barat,
Wawancara, di Muntok.
11 
KH.Dedy Alwi dan Ustadz Yanto, Pimpinan Ponpes Miftahunnajah, Wawancara,
pada tanggal 14 April dan 15 April 2017.
376 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

di Indonesia dengan Kaffah maka harus dengan dengan sistem khilafah.


Saat ini sistem pemerintahannya demokrasi maka jika digantikan dengan
sistem khilafah maka akan lebih baik, karena sesuai dengan tuntunan
Rasulullah saw.

2. Penegakan Syariah tanpa Khilafah


Para Ulama Bangka Belitung sepakat dalam penegakan nilai-nilai
syari’ah Islam di Indonesia, karena tidak merubah falsafah Indonesia
sendiri. Seperti ungkapan KH. Hasyim Sya’roni bahwa penerapan syari’ah
bagi umat islam wajib karena itu merupakan ajaran yang harus dijalankan.
Misalnya jika ia menjadi pimpinan seperti menjadi presiden, Gubernur atau
Bupati sementara ia adalah umat islam maka harus patuh dan tunduk pada
syari’at Islam. Contohnya, dalam Islam diajarkan bahwa seorang pemimpin
harus amanah, maka jika ia orang islam maka harus menjadi pemimpin
yang amanah. Dalam syari’at islam seorang pemimpin harus jujur maka
jika pemimpinnya umat islam maka wajib menegakkan  kejujjuran.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Ustadz Sujoko dan
Ketua MUI Bangka Belitung Zayadi Hamzah yang menginginkan bahwa
pimpinan umat islam seharusnya menjadi warna dalam pemerintahan
bukan malah diwarnai oleh paham lainnya. Sebab dalam ajaran islam
sangat komprehensif, semua tatanan dan aturan baik yang berupa atura
duniawi maupun ukhrowi telah ada dalam ajaran islam. Untuk itu, yang
harus diterapkan dan ditunjukkan pada negara adalah implemetasi
nilai nilai ajaran islamnya yang dijadikan acuan dalam bertindak dan
berprilaku. Jika dalam ajaran islam ada larangan untuk berbuat dzalim
maka jika ia sebagai pemimpin muslim maka jangan berbuat dzalim
terhadap rakyatnya.
Demikian juga menurut Hatamar dalam suatu diskusi tertutup di
Pascasarjana IAIN SAS Bangka Belitung tentang Khilafah ia mengatakan
bahwa sangat berat jika khilafah ditegakkan di Indonesia, karena sejarah
telah membuktikan sudah beberapa kali ada kelompok atau golongan
tertentu yang akan menggantikan pancasila maka yang menentangnya
bukan hanya dari kalangan non muslim akan tetapi dikalangan muslim
sendiri mayoritas menolaknya. Adannya penolakannya ini membuktikan
bahwa pancasila menjadi pilihan terbaik dan terbukti secara signifikan
Persepsi Ulama Bangka Belitung Tentang Teori Khilafah..... | 377

mampu menyatukan bangsa Indonesia yang memiliki keragaman suku,


bahasa dan agama.
Namun demikian menurut beliau jika ajaran Islam
diinternalisasikan atau di kolaborasikan dalam setiap aspek kehidupan
baik itu pada aspek politik, aspek ekonomi, aspek pendidikan, aspek
pembangunan, aspek hukum dan aspek sosial sangat setuju. Artinya
ajaran Islam atau syari’ah Islam menjadi pijakan utama bagi umat islam
khususnya dalam berinteraksi baik secara personal maupun sosial, baik
secara horizontal maupun vertikal. Sehingga ajaran islam menjadi warna
dala setiap aspek kehidupan bukan diwarnai oleh aliran atau ajaran-ajaran
yang menyesatkan12.

3. Implikasi Khilafah terhadap Ukhwah Islamiyah


Para ulama Bangka Belitung berpendapat bahwa khilafah memang
bagus, akan tetapi tidak cocok jika harus dipaksakan tegak di Indonesia.
Hal ini disebabkan karena Bangsa Indonesia telah memiliki ideologi sendiri
yaitu Pancasila dan UUD 1945. Jika ada kelompok yang memaksakan maka
akan berimplikasi negatif terhadap ukhuwah islamiyah di Bangka Belitung
dan umumnya di Indonesia. Hal ini disebabkan tidak semua ulama sepakat
dengan ide khilafah ini.
Akan tetapi, jika ide Syari’ah yang harus dijalankan oleh setiap
orang Islam baik sebagai pimpinan maupun masyarakat biasa maka para
ulama Bangka Belitung sepakat. Harus dibedakan antara menjalankan
sayari’ah dan menyasyari’ahkan bangsa. Jika menjalankan syari’ah maka
yang dibidik atau orientasi utamanya adalah personal akan tetapi jika
mensyari’ahkan bangsa maka orientasinya universal. Untuk itu, agar
tidak terjadi perpecahan diantara umat islam maka harus ada kesepakatan
bersama tentang penegakkan nilai nilai syari’ah pada umat islam bukan
menegakkan Khilafah. Dengan kata lain umat Islam harus sepakat

12 
Hatamar, diskusi tertutup Pascasarjana IAIN SAS Babel, 23 Maret 2018 Diantara
aliran atau ajaran yang bisa membahayakan di Indonesia adalah ajaran Kom unisme karena
ajaran ini sangat bertentangan dengan Pancasila. Dalam ajaran komunis membolehkan
sesorang tidak memeiliki agama atau tidak beragama, sementara hidup di indonesia jika
berdasarkan pancasila sila pertama maka wajib setiap individu yang hidup di Indonesia
memiliki agama yang diakui di Indonesia. Selain komunis ajaran yang bisa berbahaya
juga adalah ajaran liberalisme yaitu sebuah ajaran yang membebaskan pemeluknya untuk
memilih kehidupan sesuai dengan yang disukainya. Keduanya tentunya bertentangan
dengan pancasila. .
378 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

menghidupkan nilai –nilai keislaman dalam setiap diri umat islam agar
ajaran Islam menjadi ruh dalam kehidupan berbangsa dan beragama di
Indonesia.

C. Implikasi Khilafah Islamiyah terhadap Ukhuwah Basyariyah


1. Islam Rahmatalil ‘Alamiin
Sebagian besar ulama bependapat bahwa komponan utama bagi
agama Islam, sekaligus sebagai nilai tertinggi dari ajaran agama Islam
adalah: akidah, syariah dan akhlak. Penggolongan ini didasarkan pada
penjelasan Nabi Muhammad kepada malaikat Jibril mengenai arti Iman,
Islam dan Ikhsan yang esensinya sama dengan akidah, syariah dan akhlak.
Akidah menurut pengertian etimologi adalah ikatan atau sangkutan.
Dikatakan demikian karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau
gantungan segala sesuatu.dalam pengertian teknis diartikan dengan iman
atau keyakinan, sehingga pembahasan akidah selalu berhubungan dengan
rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam atau merupakan
akidah Islam, yaitu: keyakinan kepada Allah, keyakinan kepada malaikat-
malaikat, keyakinan kepada kitab-kitab suci, keyakinan kepada rasul-rasul,
keyakinan kepada adanya hari kiamat dan keyakinan kepada qada’ dan
qadar Allah SWT.
Yang dimaksud dengan Syariah menurut etimologi adalah jalan
(ke sumber atau mata air) yang harus ditempuh (oleh setiap umat Islam).
Menurut istilah, syariah adalah sistem norma (kaidah) Ilahi yang mengatur
hubungan manusia tehadap dirinya sendiri dan hbungan manusia dengan
sesama makhluk. Kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah disebut kaidah ibadah atau kaidah Ubudiyah, sedang kaidah yang
mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia, manusia dengan
dirinya sendiri dan manusia dengan sesama makhluk disebut kaidah
mu’amalah.
Sedang yang disebut dengan akhlak secara etimologis, berasal
dari kata akhlak, bentuk jamak dari khuluk yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat.13 Menurut istilah, akhlak adalah
keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang dari padanya melahirkan

13 
Rachmat Djatmika, Sistem Etika Islam, Surabaya: Pustaka Islam, 1987, t.t.
Persepsi Ulama Bangka Belitung Tentang Teori Khilafah..... | 379

perbuatan-perbuatan tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau


penelitian.14
Ketiga asas tersebut, membentuk sistem nilai yang dapat dijadikan
sebagai pegangan hidup (akidah), jalan hidup (syari’ah) dan sikap hidup
(akhlak), yang saling berinteraksi dalam mengatur kehidupan dan
penghidupan manusia dalam semua aspek dan dimensi, baik individu
maupu kelompok.
Oleh sebab itu, sebagai parameter keimanan seseorang dapat dilihat
dari kebagusan ibadah dan akhlaknya, demikian halnya untuk menilai
kadar peribadatan seseorang dapat dilihat dari kaidah yang melandasi
dan katualisasi nilai-nilai ibadah dalam praktek amal shalehnya. Penilaian
tersebut juga berlaku bagi akhlak seseorang, selain akhlak tidak dapat
dipisahkan dengan akidah, akhlak juga tidak dapat dipisahkan dengan
syari’ah, syari’ah memiliki lima kategori penilaian tentang perbuatan
dan tingkah laku manusia, yang biasa disebut Al-Ahkam Al-Khamsah yang
terdiri dari: wajib, sunnah, haram, makruh, mubah atau jaiz.15
Thoha mengelompokkan nilai-nilai ke dalam tiga wilayah, yaitu:
wilayah pusat, wilayah nilai-nilai ilahiyah muamalah dan nilai-nilai
insaniyah.16 Wilayah pusat merupakan pusat nilai yang berisikan inti
dari nilai-nilai ilahiyah ubudiyah, yakni nilai-nilai hal. keimanan kepada
Tuhan. Nilai-nilai keimanan inilah yang berikutnya akan mewarnai nilai-
nilai lainnya, seperti nilai-nilai ilahiyah muamalah dan nilai-nilai etik
insaniyah. Wilayah nilai-nilai ilahiyah muamalah adalah merupakan nilai-
nilai terapan yang bersumber dari wahyu, sudah mulai jelas pembidangan
aspek-aspek hidup yang meliputi: rasional, sosial, individual, biofisik,
ekonomi, politik dan nilai estetika. Sedangkan wilayah nilai-nilai insaniyah
adalah bentuk operasional dari nilai rasional, nilai soaial, nilai individual,
nilai biofisik, nilai ekonomi, nilai politik, dan nilai estetika.
Itulah sebabnya dari awal sudah Allah tegaskan bahwa Islam
sebagai agama yang Rahmatalil Alamiin, karena Allah mengutus Nabi
Muhammad saw bukan hanya rahmat untuk orang arab saja akan tetapi
14 
Salim bin Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut al-Quran dan as-Sunnah,
terj. Abu Ihsan al-Atsari (Bogor: Pustaka Imam Syafii, 2005).
15 
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Pesada, 2000, t.t.
16 
KH. Muhammad Thoha, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bangka Barat,
Wawancara, di Muntok.
380 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya; 107 yang artinya “Dan tiadalah kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Atas dasar ayat inilah akhirnya para ulama di Bangka Belitung
sepakat bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang sangat menghargai
keberagaman. Dengan kata lain agama islam sudah memiliki sikap toleransi
yang sangat baik sejak 14 abad yang lalu. Hal ini telah dicontohkan langsung
oleh baginda Rasulullah saw, bagaimana rasul menghargai, menghorati
dan berinteraksi tanpa syarat baik pada orang yang islam maupun non
muslim, baik pada orang yang beriman maupun tidak beriman. Karena
memang sudah menjadi sunnatullah bahwa Allah menciptakan manusia
yang snagat beragam yakni bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar
saling kenal mengenal. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat
Al-Hujrat: 13

2. Islam Wasathiyah lebih cocok untuk Indonesia


Menurut KH.Muhammad Thoha ketua MUI Bangka Barat, ia
mengatakan bahwa selama ini di majelis Ulama Indonesia telah disepakati
model Islam yang cocok di Indonesia adalah model islam wasathiyah yakni
model Islam pertengahan. Maksudnya adalah posisi Islam yang baik adalah
Islam yang mengedepankan kemaslahatan umat daripada kemudharatan
bagi umat17. Melalui model islam wasathan inilah akhirnya umat Islam
bisa diterima dimana-mana dan bisa berada dimana-mana dengan catatan
jangan sampai sampai mengenyampingkan akidahnya. Model ini khusus
yang berkorelasi dengan masalah muamalah bukan masalah akidah.
Ukhuwah basyariyah yang sudah berjalan di Indonesia sudah
sangat baik dengan prinsip Islam wasathannya. Jika berusaha keluar dari
prinsip ini maka dikhawatirkan akan terjadi konflik yang berkepanjangan.
Konflik tersebut bukan hanya terjadi antar umat beragama akan tetapi
inter umat beragama juga bisa terjadi konflik. Dengan kata lain, model
atau aliran keislaman yang dari luar tidak bisa dipaksakan untuk menjadi

17 
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Prof.Dr. H. Nur Syam Menurutnya,
Islam wasathiyah merupakan Islam yang memberikan keselamatan bagi umat manusia.
bahwa Islam harus ditunjukkan sebagai agama yang memang memberikan rahmat bagi
semua umat manusia. Karena itu, umat Islam harus kuat di dalam yang tentunya dapat
dicapai dengan memperkuat rasa persaudaraan ukhuwah Islamiyah.( http://liputanislam.
com/indonesiana/sekjen-kemenag-ajak-umat-perkuat-wawasan-islam-wasathiyah/)
Persepsi Ulama Bangka Belitung Tentang Teori Khilafah..... | 381

model Islam di Indonesia, karena Indonesia sudah memiliki model Islam


sendiri yang cocok dengan karakter Indonesia yang memiliki falsafah
Pancasila dan UUD 1945 yang akhirnya memunculkan sikap Nasionalisme
Ke-Indonesiaan18.

3. Islam Nusantara Penyatu Umat di Indonesia


Kalau Majelis Ulama Indonesia mengedepankan prinsip Islam
Wasathiyah maka Nahdhatul Ulama lebih mengedepankan dengan
istilah Islam Nusantara. Adapun yang dimaksud dengan Islam nusantara
menurut KH. Dedi Alwi adalah Islam di Indonesia yang telah diajarkan
oleh para Wali Songo sangat kental dengan berbasis budaya lokal19. Artinya
Islam hadir di Indonesia khususnya di Pulau Jawa diiringi dengan budaya
yang ada di daerah masing-masing. Seperti Sunan Kalijaga misalnya, ia
berdakwah melalui pewayangan yang digubah materi wayangnya dengan
materi Dakwah. Begitu juga dengan kebiasaan tahlilan dan halal bi halal,
kebiasaan tersebut murni hanya ada di Indonesia. Tentunya masih banyak
lagi di daerah –daerah tertentu yang memiliki model keislaman yang
khas sesuai dengan budaya daerahnya. Hal inilah yang dikatakan dalam
istilah NU Islam Nusantara, berislam dengan tidak meninggalkan budaya
daerahnya masing-masing dengan catatan tidak keluar dari ajaran syari’ah
dan aqidah.

18 
KH.Hasyim Sya’roni, Harus diingat terus bahwa nasionalisme keindonesiaan
bukanlah hal yang asing bagi generasi muda Indonesia yang lahir dan hidup di bagian
manapun dari negara kepulauan Indonesia yang luas, mengingat kaum muda Indonesia
telah pernah mengikrarkan nasionalisme keindonesiaan ini dalam suatu sumpah pemuda
pada 28 Oktober 1928 ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Mengingat peran
historis kaum muda Indonesia dalam membangun nasionalisme keindonesiaan ini, sudah
seharusnya kaum muda Indonesia pada masa kini dapat membantu pemerintah pusat
untuk menjalankan pemerintahan di seluruh Indonesia dengan berlandaskan hanya UUD
45 dan Pancasila. Mereka harus ikut mempertahankan Indonesia sebagai negara Pancasila,
bukan negara agama apapun. Bentuk NKRI sebagai negara berideologi Pancasila dan ber-
UUD 45 adalah satu-satunya bentuk yang paling masuk akal dan paling setia pada sejarah
bagi setiap usaha membangun kerukunan antar umat-umat beragama. .
19 
KH.Hasyim Sya’roni, Islam nusantara adalah sebagai hasil ijma dan ijtihad
para ulama nusantara dalam melakukan istinbath terhadap al-muktasab min adillatiha-
tafshiliyah. Islam nusantara adalah idrakul hukmi min dalilihi ala sabili-rujhan. Islam
nusantara memberi karakter bermazhab dalam teks-teks para ulama nusantara untuk
menyambungkan kita dengan tradisi leluhur kita, untuk dihormati, dan untuk kita teladani
(http://kelompok8studis.blogspot.co.id/2016/04/makalah-studi-islam-tentang-islam.
html).
382 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

Dengan demikian, model Islam Nusantara ini sangat cocok untuk


menjalin Ukhuwah Basyariyah, yakni hubungan atau jalinan persaudaran
sesama manusia tanpa memandang manusia tersebut memiliki agama,
suku dan ras yang berbeda. Hal ini berarti sesuai dengan semboyan negara
Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika. Hubungan yang baik antar sesama
manusia di Indonesia ini akan terus baik dan bertahan jika antara sesama
umat beragama tidak bergesekan. Diantara pemicu gesekan adalah jika
ada ajaran atau paham yang tidak sesuai dengan kebhinekaan.

D. Implikasi Khilafah Islamiyah terhadap Ukhuwah Basyariyah


Meurut Sujoko salah satu Pimpinan Daerah Muhammadiyah
mengatakan bahwa Khilafah bisa berimplikasi positif dan juga bisa
negatif20. Berimplikasi positif bila khilafah ini sudah menjadi kesepakatan
ulama se-Indonesia, tidak ada perbedaan pendapat lagi dan didukung
oleh pemerintah. Jika demikian maka khilafah bisa serasi dengan ykhuwah
basyariyah. Akan tetapi akan berdampak negatif terhadap ukhuwah
basyariyah jika khilafah ini ditegakkan ditengah-tengah perselisihan
pendapat baik di antara umat Islam maupun dalam pemerintahan. Terlebih
lagi akan ditentang oleh umat beragama yang lainnya. Jika hal ini terjadi
maka khilafah bukan menjadi sumber yang berkah akan tetapi justru akan
menjadi sumber masalah dan sumber konflik.
Demikian juga yang dikatakan oleh KH.Hasyim Sya’roni, ukhuwah
basyariyah yang ada saat ini di Indonesia sudah baik. Bila dipaksakan
ditegakkan khilafah sementara belum menjadi kesepakatan atau ijma’
para ulama di Indoesia maka khilafah yang diajarkan Rasulullah itu baik
menjadi tidak baik. Jangan sampai ada asumsi nantinya Islam itu tidak
menghargai manusia lain yang memiliki agama dan budaya yang berbeda.
Agar Islam selalu baik dimata umat yang lainnya maka yang harus
ditegakkan pertama kali adalah internalisasi nilai-nilai keislaman dalam
kehidupan sehari-hari. Terutama nilai–nilai yang berhubungan dengan
syar’ah muamalah dan akhlak.
Dari beberapa hasil wawancara dengan para ulama di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa Khilafah akan berimplikasi baik dan berkah
bila sistem khilafah ini sudah menjadi Ijma’ Ulama dan diizinkan oleh

20 
Ustadz Sujoko, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kabupaten Belitung Timur.
Persepsi Ulama Bangka Belitung Tentang Teori Khilafah..... | 383

Negara. Tetapi akan berimplikasi negatif bagi keberlangsungan ukhuwah


basyariyah bila khilafah ini masih menjadi perbedaan pendapat antara
ulama dalam umat islam dan Negara belum mengizinkan.
Dengan demikian implikasi khilafah akan menjadi negatif jika
memang berusaha akan mengganti sistem yang sudah ada dan sudah
dilaksanakan di Indonesia. Implikasi negatifnya yaitu adanya konflik
antara penegak khilafah dengan pemerintah. Konflik ini bisa terjadi
bukan hanya bersifat horizontal (antara internal umat Islam maupun
ekternal umat islam) akan tetapi juga akan dapat terjadi konflik secara
vertikal (yaitu antara penegak khilafah dengan pemerintah). Untuk itu,
mayoritas umat Islam masih sepakat bahwa sistem yang sudah dijalankan
saat ini sudah baik dengan catatan harus sesuai dengan nilai-nilai dasar
pancasila dan UUD 1945. Walaupun menggunakan sistem demokrasi
akan tetapi demokrasi yang baik untuk Indonesia adalah demokrasi yang
berasaskan pancasila bukan demokrasi yang berasaskan kapitalis, leberalis
maupun  komunis.

E. NKRI Harga Mati


Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh ulama
Bangka Belitung seperti KH.Hasyim Sya’roni, KH.Muhammad Thoha,
Ustadz Sujoko, KH. Dedi Alwimereka sepakat bahwa NKRI adalah harga
mati. Maksudnya adalah sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
sudah berjalan saat ini dianggap sudah final. Hal ini dikarenakan sejak
kemerdekaan Indonesia pada Tahun 1945 negara Indonesia sudah berhasil
menerapkan sistem yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sistem ini
bukan hanya menjadi kebanggaan negara saja akan tetapi juga menjadi
kebanggaan umat Islam, karena pancasila di susun sudah memiliki korelasi
yang signifikan dengan umat Islam dari sila ke sila.
Jika dipaksakan diganti sistem apalagi sistem tersebut belum ada
kesepakan dengan pemerintah dan para ulama seluruhnya maka akan bisa
berimplikasi negatif dengan ukhuwah wathaniyah yang selama ini sudah
berjalan dengan baik. Sebab, dalam umat Islam sudah menjadi rahasia
umum digelorakan slogan Arab “Hubbul Wathan Minal Iman”. Maka
akibat slogan inilah yang menyebabkan nasionalisme umat Islam tumbuh
dan berkembang dengan baik bahkan ada yang sampai rela mati demi
mempertahankan negaramya.
384 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

Buktinya banyak dari ulama dan umat islam yang rela berkorban
tenaga, harta dan nyawa demi negara ini terjadi pada saat melawan
penjajah baik pada masa penjajahan belanda maupun jepang. Pada saat itu
andil ulama dan umat islam sangatlah besar, terutama ulama-ulama yang
memiliki pondok pesantren dan memiliki ribuan santri. Mereka semuanya
berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

1. Hegemoni konsep Khilafah sebagai pemicu Friksi Kebangsaan


Mayoritas ulama yang diwawancari di berbagai daerah yang
ada di Bangka Belitung mengatakan bahwa sistem Khilafah belum cocok
dilaksanakan di Indonesia. Ketidak cocokan ini bukan berarti mereka
menganggap bahwa sistem khilafah itu jelek, akan tetapi disebabkan oleh
sistem yang ada di Indonesia dari sejak kemerdekaan sudah memiliki
model dan sistem sendiri. Oleh sebab itu, diperlukan usaha yang masif
dan pendekatan persuatif yang aktif dengan berbagai pihak jika memang
sistem khilafah ini mau ditegakkan.
Atas dasar beberapa argumentasi di atas inilah akhirnya jika sistem
khilafah ini dipaksakan tegak di Indonesia maka akan menimbulkan
konflik kebangsaan. Jika terjadi konflik maka kenyamanan, kedamaian
dan kemakmuran kehidupan yang selama ini sudah terjalin dengan baik
akan rusak. Bila tatanan kehidupan yang sudah damai, rukun dan makmur
dirusak maka akan butuh ratusan bahkan mungkin ribuan tahun lagi
untuk mengembalikannya.

2. Implikasi Khilafah Islamiyah terhadap Ukhuwah Wathaniyah


Atas dasar beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa para ulama Di Bangka Belitung pada dasarnya mengakui adanya
khilafah akan tetapi ketika harus ditegakkan di Indoneisa maka disinilah
letak perbedaan paham dengan konsep khilafah yang ditawarkan oleh
HTI. Hal ini disebabkan para ulama Bangka Belitung masih berasumsi
bahwa Khilafah belum cocok ditegakkan di Indonesia karena Negara
Indonesia sudah Final yakni sebagai NKRI yang berdasarkan Pancasila
dan UUD  1945.
Atas dasar argumentasi tersebut maka jelaslah bahwa jika
memang harus ditegakkan khilafah di Indonesia maka akan berimplikasi
negatif terhadap ukhuwah wathaniyah di Indonesia. Implikasi negatif ini
Persepsi Ulama Bangka Belitung Tentang Teori Khilafah..... | 385

bukanlah berarti konsep khilafah itu tudak baik akan tetapi lebih kepada
perbedaan konesp dan perbedaan perspsi tentang khilafah itu sendiri.
Ketika dikalangan ulama saja berbeda persepsi tentang khilafah apalagi
dikalangan orang awam dan non muslim pasti perebedaan persepsinya
lebih tinggi lagi. Jika perbedaan persepsi lebih tinggi maka implikasi
negatif terhadap ukhuwah wathaniyah akan makin tinggi pula.

F. Penutup
Mayoritas persepsi Ulama Bangka Belitung terhadap penegakkan
Khilafah Islamiyah sama yaitu mereka berpersepsi bahwa Khilafah di
Indonesia masih belum bisa ditegakkan. Adapun beberapa argumentasi
yang dapat disimpulkan dari hasil wawancara dengan beberapa ulama
Bangka Belitung yaitu : Pertama, Khilafah tidak cocok ditegakkan di
Indonesia bukan berarti Konsep Khilafah tersebut tidak baik akan tetapi
disebabkan belum ada Kesepakatan atau Ijma’ ulama dan juga kesepakatan
dengan pemerintah. Kedua, Demi kemaslahatan bangsa dan negara maka
untuk saat ini Indonesia tidak baik jika dipaksakan sistem negaranya
diganti dengan sistem Khilafah karena sudah ada falsafah sendiri yaitu
Pancasila dan UUD 1945. Ketiga, Falsafah negara yang saat ini dipakai
juga tidak menyalahi aturan dalam Islam karena falsafah pancasila juga
disusun oleh para Ulama Indonesia dan Tokoh Nasional Bangsa Indonesia.
Keempat, sudah teruji dan terbukti bahwa Pancasila dan UUD 1945 dapat
menyatukan berbagai macam suku, ras dan agama yang ada di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan semboyannya “Bhineka Tunggal Ika”[.]

REFERENSI

Fazlur Rahman. Islam. Chicago & London: The University of Chicago Press,
1982.
Jamal Al-Banna, Runtuhnya Negara Madinah, Islam Kemasyarakatan versus
Islam Kenegaraan, terj. Jamadi Sunardi, Yogyakarta, Pilar Media,
2005,  n.d.
Muhammad Thoha. Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bangka
Barat, Wawancara, di Muntok, 12 Mei 2017.
386 | AKADEMIKA, Vol. 23, No. 02 Juli-Desember 2018

Dedy Alwi dan Ustadz Yanto, S.Pd.I, Pimpinan Ponpes Miftahunnajah,


Wawancara, pada tanggal 14 April dan 15 April 2017, n.d.
Hasyim Sya’roni,. Ketua MUI Bateng, 28 April 2017. Koba.
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Pesada, 2000, n.d.
Hatamar. diskusi tertutup Pascasarjana IAIN SAS Babel, 23 Maret 2018.
Rachmat Djatmika, Sistem Etika Islam, Surabaya: Pustaka Islam, 1987, n.d.
Riadi, Haris. “Perspektif Taqiyuddin Al-Nabhani Tentang Bai’at,”
2014,  14.
Salim bin Ied al-Hilali. Ensiklopedi Larangan Menurut al-Quran dan as-Sunnah,
terj. Abu Ihsan al-Atsari. Bogor: Pustaka Imam Syafii, 2005.
Shofwan, Arif Muzayin. “Pandangan Hizbut Tahrir Terhadap Radikalisme
Gerakan Isis Dalam Menegakkan Daulah Khilafah.” Addin 10, No. 1
(1 Februari 2016): 141. https://doi.org/10.21043/addin.v10i1.1132.
Ustadz Sujoko. Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kabupaten Belitung
Timur, 18 April 2017.

You might also like