Evaluasi Manajemen Pengadaan Dan Distribusi Obat Di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung Periode Tahun 2016

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.

1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan


kota Bandar Lampung periode tahun 2016
Nopiyansyah1*, Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3

1Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email: [email protected]


2,3Universitas Pancasila

Abstract

Evaluation of drug management on procurement and distribution at Bandar Lampung Health Authority

Background : Management of public medicine and medical supplies in aimstoen sure continuity, availability and
affordability of efficient drug services, availability and affordability of efficient drug services. Procurementis a
continuous activity starting from selection, determining the amount needed, adjusting between demand and budget,
selecting procurement methods, selecting suppliers, determining contract specifications, monitoring procurement and
payment processes.
Purpose : To determine the mechanism of drug procurement, drug distribution and delivery problems, constraints
faced in the procurement and distribution of drugs.
Method: A qualitative descriptive with technique of collecting data through in-depth interviews and reviews of
documents on drug procurement and distribution.
Results: Procurement of drug scarried out by the Pharmacy Installation of the Bandar Lampung Health Authority
based on usage pattern was not in accordance with the report on the use of the drug request sheets that have been
prepared by the Public health centers. There were 78 drug items (44.3%) held more than those proposed, 77 drug
items (43.7%) drugs were heldless than proposed, and only 21 medicinal items (12%) drugs that were carried out
according to the ones proposed. Based on the results of the interview, problems with the distribution and delivery of
drugs sent by the Pharmacy Installation founded problems which were 30 of Public health centers of drug has been
sent expire date <1 year, 7 health centers have been sent expired date drugs and 26 health centers have been sent
drugs that were not ordered. The most common constraints faced in the procurement and distribution of drugs
carried out are not availabe drugs in pharmaceutical whole sales and drugs sent to the Public health centers not in
accor dance with tho serequested by the Public health centers.
Conclusion : The procurement of drugs carried out and usage pattern is not in accordance with the report on the
use of the drug request sheet that has been prepared successfully, ABC VEN method according to budget, the
comordibity method was not appropriate wheres drugs most of which were held clinically not in accordance with the
10 most common diseases that occurred in the Bandar Lampung Health Authority in 2016.

Keywords: Drugs management; Procurement; Distribution; Pharmacy installation

Pendahuluan: Manajemen obat publik dan perbekalan kesehatan di bertujuan untuk menjamin kelangsungan,
ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif dan rasional serta menjamin kualitas mutu
obat. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan dan pembayaran.
Tujuan: Untuk mengetahui mekanisme pengadaan obat, masalah pendistribusian dan pengiriman obat, kendala
yang dihadapi dalam pengadaan dan pendistribusian obat.
Metode: Penelitian deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan telaah
dokumen pengadaan dan pendistribusian obat.
Hasil: Pengadaan obat yang dilakukan Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung berdasarkan pola
konsumsi tidak sesuai dengan laporan pemakaian lembar permintaan obat yang telah disusun puskesmas. Terdapat

118
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

78 item obat (44,3%) yang diadakan lebih dari yang diusulkan, 77 item obat (43,7%) yang diadakan kurang dari yang
diusulkan, dan hanya 21 item obat (12%) yang diadakan sesuai dengan yang diusulkan. Berdasarkan hasil
wawancara, masalah pendistribusian dan pengiriman obat yang dikirimkan oleh Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan
Kota Bandar Lampung yakni 30 puskesmas pernah dikirimkan obat expiredate < 1 Tahun, 7 Puskesmas pernah
dikirimkan obat yang sudah expiredate dan 26 puskesmas pernah dikirimkan obat yang tidak dipesan. Kendala yang
paling sering dihadapi dalam pengadaan dan pendistribusian obat yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung yaitu obat kosong di pedagang besar farmasi dan obat yang dikirimkan ke
puskesmas tidak sesuai dengan yang diminta oleh puskesmas.
Simpulan: Pengadaan obat yang dilakukan Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung berdasarkan
pola konsumsi tidak sesuai dengan laporan pemakaian lembar permintaan obat yang telah disusun puksesmas,
metode ABC VEN sesuai anggaran, metode komordibitas belum sesuai dimana obat yang terbanyak diadakan
secara klinis tidak sesuai dengan 10 penyakit terbanyak yang terjadi.

Kata kunci: Manajemen obat; Pengadaan; Distribusi; Instalasi farmasi

PENDAHULUAN pembangunan kesehatan guna meningkatkan


Rencana strategis kementerian Kesehatan tahun derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Obat
2015-2019 meliputi peningkatan ketersediaan, merupakan komponen esensial dari suatu
keterjangkauan, pemerataan dan kualitas farmasi pelayanan kesehatan, selain itu karena obat sudah
dan alat kesehatan. Tujuan pengelolaan obat publik merupakan kebutuhan masyarakat, maka persepsi
yaitu untuk menjamin tersedianya obat bermutu masyarakat tentang hasil dari pelayanan kesehatan
dengan jenis dan jumlah yang tepat, tersebar secara adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana
merata dan teratur. Permasalahan pengelolaan obat kesehatan, yaitu Puskesmas,
publik saat ini yaitu tingkat ketersediaan obat ada Poliklinik, Rumah Sakit, Dokter praktek swasta dan
yang kurang dan ada yang lebih sehingga lain-lain. Oleh karena vitalnya obat dalam pelayanan
ketersediaan tidak merata antar daerah, masih kesehatan, maka pengelolaan yang benar, efisien
banyak item obat yang belum sesuai dengan dan efektif sangat diperlukan oleh petugas di
kebutuhan pelayanan kesehatan dasar, terjadi Pusat/Provinsi/ Kabupaten/Kota. Dengan demikian
kekosongan obat dan terdapat obat yang tanggung jawab pengadaan obat esensial untuk
rusak/kadaluarsa (Quick, Hogerzeil, Rankin, Dukes, pelayanan kesehatan dasar bukan lagi menjadi
Laing, Garnett, & O'Connor, 1997). tanggung jawab pemerintah pusat akan tetapi
Banyak upaya dan program yang telah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
dilaksanakan secara berkesinambungan antara Provinsi/Kabupaten/Kota. Melihat data tersebut,
pemerintah dan masyarakat, baik program yang maka pemerintah khususnya pemerintah daerah
bernuansa promotif, preventif dan kuratif maupun Provinsi/Kabupaten/Kota akan merasakan beban
yang bersifat rehabilitatif. Salah satunya adalah yang sangat besar terhadap APBD/DAU setiap
program pengelolaan obat di Provinsi, Kabupaten tahunnya.
dan Kota. Kebijakan pemerintah terhadap Instalasi Farmasi Kota (IFK) merupakan suatu
peningkatan akses obat diselenggarakan melalui organisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas
beberapa strata kebijakan yaitu Undang-Undang Kesehatan Kota Bandar Lampung yang wilayah
sampai Keputusan Menteri Kesehatan yang meliputi 30 puskesmas. Distribusi obatnya
mengatur berbagai ketentuan berkaitan dengan dilaksanakan setiap triwulan dengan menggunakan
obat. pull distribution system dengan cara puskesmas
Obat dan Perbekalan Kesehatan merupakan melakukan permintaan obat berdasarkan jumlah
salah satu subsistem dari Sistem Kesehatan kebutuhan obat masing-masing Puskesmas yang
Nasional (SKN) tahun 2004 yang bertujuan agar diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala
tersedia obat dan perbekalan kesehatan yang aman, Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dengan
bermutu, bermanfaat serta terjangkau oleh menggunakan format Laporan Pemakaian Lembar
masyarakat untuk menjamin terselenggaranya Permintaan Obat (LPLPO), sedangkan permintaan

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

119
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

dari puskesmas pembantu kepada puskesmas terhadap proses pengadaan obat, ketersediaan
dilakukan secara periodik menggunakan Laporan anggaran terhadap proses pendistribusian obat,
Pemakaian Lembar Permintaan Obat (LPLPO) sub mekanisme alur distribusi obat, kendala dalam
unit (Keputusan Presiden Republik Indonesia, proses perencanaan pengadaan obat dan kendala
2009). Untuk menjamin ketersediaan obat di dalam proses distribusi obat.
pelayanan kesehatan dan juga menjaga citra
pelayanan kesehatan itu sendiri, maka sangatlah METODE PENELITIAN
penting menjamin ketersediaan dana yang cukup Penelitian deskriptif kualitatif, dengan fokus
untuk pengadaan obat esensial, namun lebih penelitian yakni Dinas Kesehatan Kota Bandar
penting lagi dalam mengelola dana penyediaan obat Lampung. Data yang dikumpulkan berupa data
secara efektif dan efisien (Kementerian Kesehatan kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diambil
Republik Indonesia, 2010). dari observasi dokumen-dokumen terkait persediaan
Pada survei pendahuluan, ada beberapa obat yang ada di Instalasi Farmasi Kota (IFK) dan
masalah ditemukan yang terkait dengan manajemen beberapa puskesmas Kota Bandar Lampung
pengadaan dan distribusi obat yaitu : pengadaan meliputi APBD, Askes, Maskin dan dokumen lain
dan distribusi obat di Instalasi Farmasi Kota dan yang dapat mendukung data penelitian.
Puskesmas belum menggunakan suatu analisis, Data kualitatif diperoleh dari wawancara
hanya berdasarkan perkiraan konsumsi. Kurangnya mendalam dengan kepala IFK, Bagian logistik,
perencanaan menyebabkan terjadinya kekosongan Bagian anggaran dan bagian yang terkait dengan
obat atau stock out. Frekuensi pengadaan tidak pengadaan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
terencana sehingga biaya yang harus dikeluarkan Maret 2017 sampai dengan Juli 2018. dengan
untuk pemesanan tidak dapat diprediksi. populasi semua pegawai di IFK dan yang menjadi
Pada penelitian sebelumnya karena banyaknya responden pada penelitian ini adalah : Kepala IFK,
obat yang tidak tersedia, sehingga mendorong bagian logistik dan bagian anggaran. Responden
pasien yang tidak dapat terlayani dan harus yang dipilih sesuai dengan prinsip-prinsip yang
mencari apotek lain (Boku, Satibi, & Yasin, 2019). berlaku seperti berdasarkan pengetahuan yang
Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya dimiliki yang berkaitan dengan topik penelitian dan
menunjukkan bahwa lemahnya sistem pendukung kecukupan informasi yang diperoleh dari responden
yang berperan dalam proses pengelolaan, harus dapat menggambarkan seluruh fenomena
penyimpanan dan distribusi obat di Kabupaten yang berkaitan dengan topik penelitian. Untuk
Lampung Selatan menyebabkan proses penelitian kuantitatif dengan populasi semua obat di
pengelolaan, penyimpanan dan distribusi obat tidak IFK dan sampelnya adalah data obat-obatan yang
efektif dengan dibuktikan tidak tercapainya indikator- termasuk dalah kelompok A, B dan C.
indikator pengadaan, penyimpanan dan distribusi Analisa data dilakukan terhadap masing-masing
obat. Penelitian terkait dengan pengelolaan obat variabel berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
dengan perencanaan, pengadaan dan penyimpanan Analisis dilakukan dengan mendeskripsikan
obat belum sesuai dengan pedoman pengelolaan perekaman data hasil wawancara mendalam, hasil
obat yang ada dan menunjukan bahwa pengelolaan observasi dan perhitungan data kuantitatif,
obat belum baik karena belum sesuai dengan kemudian mengtriangulasikan ketiga instrumen
standar yang ditetapkan Departemen Kesehatan tersebut. Penyajikan data yang diolah tersebut
Republik Indonesia (Nurniati, Lestari, & Lisnawaty, dalam bentuk narasi, kuotasi dan tabulasi untuk
2017; Syukriati, 2016; Danu, 2013). memberi gambaran yang yang jelas tentang topik
Evaluasi ini digunakan untuk mengetahui yang disajikan. Selanjutnya, mengkaitkan
kelemahan dan kesulitan dalam pengadaan dan interpretasi dari peneliti sendiri dan
distribusi obat sebagai masukan untuk melakukan menghubungkannya dengan teori atau hasil
perbaikan pengadaan dan distribusi obat di Dinas penelitian orang lain yang bisa mendukung (Dye,
Kesehatan Kota Bandar Lampung. Rumusan 2001).
masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana Setelah semua data terkumpul, yakni hasil survei
mekanisme pengadaan obat, ketersediaan anggaran dokumen observasi pengadaan dan wawancara

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

120
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

mendalam. Selanjutnya dilakukan analisis dengan; ULP/Pejabat Pengadaan untuk diadakan dengan
mendeskripsikan semua hasil survei dokumen metode lainnya. Pembelian obat secara elektronik
observasi dan wawancara mendalam, menyusun (E-Purchasing) berdasarkan sistem Katalog
transkrip hasil pengumpulan data, coding, yaitu Elektronik (E-Catalogue) obat dilaksanakan oleh
proses memecahkan data menjadi unit-unit berupa PPK dan Pokja ULP atau pejabat Pengadaan
kata, kalimat, paragraf pendek, maupun bagian data melalui aplikasi E-Purchasing pada website layanan
yang memiliki makna tersendiri, axial coding, yaitu pengadaan secara elektronik (LPSE), sesuai
proses memahami unit-unit tersebut, merangkum peraturan kepala lembaga kebijakan pengadaan
kembali unit-unit dalam bentuk kategori dan barang/jasa pemerintah nomor 17 tahun 2012
hubungan antar kategori, dan menginterpretasikan tentang E-Purchasing.
semua hasil tersebut untuk diambil kesimpulan. Untuk dapat menggunakan aplikasi E-
Purchasing, PPK dan pokja ULP atau pejabat
HASIL pengadaan harus memiliki kode akses (user ID dan
Pengadaan Obat password) dengan cara melakukan pendaftaran
Manajemen Pengadaan barang/jasa yang baik sebagai pengguna kepada LPSE setempat.
harus dilakukan secara elektronik atau e- Tahapan yang dilakukan dalam pengadaan obat
procurement dapat dilakukan dengan E-Tendering melalui E Purchasing adalah sebagai berikut (27);
atau E-Purchasing. Pengadaan obat dilaksanakan Pokja ULP/Pejabat pengadaan membuat paket
oleh kelompok kerja unit layanan pengadaan atau pembelian obat dalam aplikasi E-Purchasing
pejabat pengadaansatuan kerja berdasarkan berdasarkan daftar pengadaan obat yang diberikan
perintah dari pejabat pembuat komitmen (PPK) oleh PPK. Paket pembelian obat dikelompokkan
satuan kerja dibidang kesehatan (Nurniati, Lestari,& berdasarkan penyedia, Pokja ULP/pejabat
Lisnawaty, 2017). pengadaan selanjutnya mengirimkan permintaan
Pengadaan obat dengan prosedur E- pembelian obat kepada penyedia obat/industri
Purchasing; Satuan kerja dibidang kesehatan farmasi yang termasuk dalam kelompok paket
menyampaikan rencana kebutuhan obat kepada pengadaan, Penyedia obat/Industri farmasi yang
PPK, PPK melihat katalok obat dalam portal telah menerima permintaan pembelian obat melalui
pengadaan yang memuat nama obat, nama E-Purchasing dari Pokja ULP/ pejabat pengadaan
penyedia, kemasan, harga, satuan terkecil, memberikan persetujuan atas permintaan pembelian
distributor dan kontrak payung penyedia obat, PPK obat dan menunjuk distributor/PBF. Apabila
menetapkan daftar pengadaan obat sesuai menyetujui, penyedia obat/industri farmasi
kebutuhan dan ketersediaan anggaran yang terdiri menyampaikan permintaan pembelian kepada
atas: Daftar pengadaan obat berdasarkan katalog distributor /PBF untuk ditindak lanjuti. Apabila
elektronik (E-katalog) obat, yaitu daftar kebutuhan menolak, penyedia obat /industri farmasi harus
obat yang tercantum dalam sistem Katalog menyampaikan alasan penolakan, persetujuan
Elektronik (E-katalog) obat yang ditayangkan di penyedia obat/industri farmasi kemudian diteruskan
portal pengadilan nasional. Daftar Pengadaan obat oleh Poka ULP/Pejabat pengadaan kepada PPK
diluar katalog elektronik (E-katalog) obat untuk ditidak lanjuti. Dalam hal permintaan
sebagaimana dalam formulir daftar kebutuhan obat pembelian obat mengalami penolakan dari penyedia
yang tidak terdapat dalam katalog elektronik (E- obat/industri farmasi, maka ULP melakukan metode
katalog) obat. Kedua daftar pengadaan obat pengadaan lainnya. PPK selanjutnya melakukan
tersebut harus ditandatangani oleh PPK. Daftar perjanjian/kontrak jual beli terhadap obat yang telah
pengadaan Obat berdasarkan katalog elektronik (E- disetujui dengan distributor/PBF yang ditunjuk oleh
katalog) obat sebagaimana contoh dalam formulir penyedia obat/Industri Farmasi. Distributor/PBF
yang sudah ditandatangani selanjutnya diteruskan kemudian melaksanakan penyediaan obat sesuai
oleh PPK kepada Pokja ULP/Pejabat Pengadaan dengan isi perjanjian / kontrak jual beli. PPK
untuk diadakan dengan metode E- Purchasing. selanjutnya mengirm perjanjian pembelian obat
Daftar Pengadaan Obat diluar Katalog Elektronik serta melengkapi riwayat pembayaran dengan cara
obat selanjutnya diteruskan oleh PPK kepada Pokja mengunggah (upload) pada aplikasi E-Purchasing.

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

121
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

PPK melaporkan ítem dan jumlah obat yang ditolak menggunakan e-katalog maka dilakukan secara
atau tidak dipenuhi oleh penyedia obat/industri konvensional dengan 1 kali sebulan. Frekuensi
farmasi kepada kepala lembaga kebijakan pengadaan obat dilakukan dalam satu tahun (2016)
pengadaan barang/jasa pemerintah (LKPP) c.q Anggaran adalah 1 kali setahun, obat yang diadakan
Direktur pengembangan sistem katalog, tembusan seluruhnya ada di FORNAS karena Puskesmas
kepada direktur jenderal bina kefarmasian dan alat sudah punya formularium sendiri yang merujuk ke
kesehatan c.q direktur bina obat publik dan Formularium Nasional (FORNAS). Untuk obat-obat
perbekalan kesehatan paling lambat 5 (lima) hari yang tidak ada dalam FORNAS maka pengadaan
kerja. obatnya dilakukan dengan cara pembelian langsung.
Jawaban dari Kasie Kefarmasian bahwa
Distribusi Obat mekanisme pengadaan obat di Instalasi Farmasi
Kegiatan distribusi obat di IFK diamati dengan yaitu pengadaan sudah dilakukan dengan e-katalog.
menggunakan instrumen daftar tilik stratifikasi Sedangkan kalau tidak menggunakan e-katalog
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan maka dilakukan pengadaan pembelian secara
Kota (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, langsung sesuai dengan kebutuhan puskesmas.
Frekuensi pengadaan dalam satu tahun (2016)
2007). Proses pengadaan obat dilakukan dengan Anggaran adalah E-Purchasing sebanyak 1 kali
sistem E-Catalogue secara elektronik. Sistem ini setahun. Obat yang diadakan seluruhnya ada di
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang FORNAS untuk Dinkes Kota Bandar Lampung
Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Obat Dengan sudah mempunyai formularium sendiri yang diadopsi
Prosedur E-Purchasing Berdasarkan E-Catalogue dari FORNAS, sedangkan cara pengadaan obat
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). yang tidak temasuk di FORNAS yaitu pembelian
langsung.
Penerapan sistem ini bertujuan untuk
Mekanisme penyusunan Laporan Pemakaian
meningkatkan transparansi dalam proses pengadaan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) di Puskesmas
obat, meningkatkan persaingan yang sehat dalam stok awal obat ditambah stok awal masuk stok obat
penyediaan layanan publik dan penyelenggaraan dibulan tersebut, pengeluaran obat tersebut,
pemerintahan yang baik, serta meningkatkan pengeluaran obat pasti, pengeluaran obat di induk
efektifitas dan efisiensi dalam managemen proses puskesmas dan hasil akhir jumlah obat tersebut
pengadaan obat (Departemen Kesehatan Republik menjadi stok akhir obat pada bulan tersebut. Selain
itu dilakukan dengan laporan rekap harian laporan
Indonesia, 2008).
dihitung dari awal penerimaan lalu dikurangi
Dari hasil wawancara di lapangan maka pengeluaran yang diambil 1 bulan. LPLPO disusun
diperoleh beberapa jawaban mulai dari Kepala Unit berdasarkan jumlah penerimaan distribusi dari
Pelayanan Terpadu (UPT) Instalasi Farmasi, Instalasi Farmasi Kota (IFK) dan jumlah pemakaiaan
menyebutkan bahwa tidak mengadakan obat, IFK di puskesmas. Laporan pemakaiaan puskesmas
hanya menyimpan dan distribusi, adapun pembantu, poskeskel, puskesmas induk direkap 1
pengadaan obat dilakukan oleh Dinas Kesehatan bulan lalu dilakukan penghitungan stok awal
Kota Bandar Lampung dan pengadaannya melalui ditambah penerimaan lalu dikurangi pengeluaran
e-katalog, penyelenggaraan diselenggarakan hanya yang direkap 1 bulan. Pemakaiaan harian dari pustu,
1 kali dalam setahun dan sesuai formularium poskeskel, poli-poli, UGD, rawat inap, VK,
nasional (FORNAS). posyandu, direkap setiap bulan pemakaiannya,
Berdasarkan jawaban dari Kabid Sumber Daya dihitung sisa stok akhirnya. LPLPO disusun bersama
Kesehatan (SDK) bahwa mekanisme pengadaan pada saat rapat penyusunan rencana kebutuhan
obat di Instalasi Farmasi berdasarkan rencana obat stok akhir-stok awal, bulan berikutnya menjadi
kebutuhan obat (RKO) seluruh puskesmas di Kota stok awal persediaan awal penempatan stok akhir
Bandar Lampung, mekanisme pengadaannya atau berdasarkan sisa stok gudang Puskesmas dan
dengan cara e-purchasing, pengadaan sudah poskel.
dilakukan dengan e-katalog. Sedangkan kalau tidak

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

122
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

Hal yang mendasari penyusunan LPLPO pemakaian obat dan sisa stok. Adapun yang
tahunan adalah pengeluaran dan penerimaan obat menyebutkan bahwa hal yang mendasari
skema 1 tahun, LPLPO bulanan, stok awal, penyusunan LPLPO tahunan adalah metode
pemakaian harian, usulan permintaan obat dari konsumtif berdasarkan kata-kata pemakaian obat.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden

Responden Frekwensi (f) Jabatan

Dinas Kesehatan 3 Orang Kabid, Kasie dan Ka.UPT IF


Kota Bandar Lampung

Puskesmas 30 Orang Pengelola Obat Puskesmas


Total 33 Responden

Mekanisme penyusunan Laporan Pemakaian Lembar Permintaan Obat (LPLPO) di Puskesmas stok awal obat
ditambah stok awal masuk stok obat dibulan tersebut, pengeluaran obat tersebut, pengeluaran obat pasti,
pengeluaran obat di induk puskesmas dan hasil akhir jumlah obat tersebut menjadi stok akhir obat pada bulan
tersebut. Hal yang mendasari penyusunan LPLPO tahunan adalah pengeluaran dan penerimaan obat skema 1
tahun, LPLPO bulanan, stok awal, pemakaian harian, usulan permintaan obat dari pemakaian obat dan sisa stok.

Tabel 2.Profil Item Obat Yang Diadakan Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

Katagori Jumlah Persentase

Jumlah Obat yang diadakan 175 82%


Generik Sesuai Fornas 166 96%
Branded Sesuai Fornas 6 3%
Tidak Sesuai Fornas 3 1%
Jumlah Alkes yang diadakan 28 18%
Total Obat dan Alkes yang diadakan 203 100%

Keterangan:
N obat = 175 obat dan alkes = 203
Dari data diatas diketahui jumlah obat yang diadakan ke PPK sebanyak 175 item obat dimana 166 obat merupakan
obat generik dan 6 obat branded.166 item obat yang diadakan terdapat 3 obat yang tidak sesuai dengan
Formularium Nasional, yakni siobion, coparsetin, ambroxol.

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

123
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

Tabel 3. Daftar Obat Yang Melebihi Dari Jumlah Yang Diusulkan Dengan Obat Yang Diadakan.

No Daftar Obat Jumlah Selisih pengadaan dengan usulan

1 Klorfeniramin maleat (CTM) tablet 4 mg 1,807,930


2 Prednison tablet 5 mg 1,243,175
3 Piridoksin hcl tablet 1,022,927
4 Tiamin tab (vit B1) 394,540
5 Zinc tab 174,600
6 Natrium Bikarbonat tablet 500 mg 170,652
7 Ciprofloxacin Tab 500 mg 158,450
8 Klorokuin fosfat tablet 250 mg 134,200
9 Masker 86,249
10 Amlodipin 5 mg 66,180
11 Deksametason tablet 0,5 mg 66,000
12 Allopurinol tablet 100 mg 59,900
13 Mineral Mix 58,414
14 Asam askorbat (vit c) tablet 50 mg 55,800
15 Nifedifine Tab /Farmalat 53,545
16 Obat Flu + batuk ( Coparsetin ) 53,050
17 Simvastatin tab 49,825
18 INH 100 mg 49,200
19 Asam mefenamat 500 mg 47,800
20 Omeprazol 20 mg kaps 30,020
21 ACT ( Artesunete & Amodiaquin ) 21,114
22 Alat Suntik sekali pakai 1 ml 20,898
23 Metoklorpropamide tab 20,800
24 I.V.Cateter (abbocath) 22 14,506
25 Albendazol 400 mg 13,575
26 I.V.Cateter (abbocath) 24 12,680
27 Metronidazol tablet 250 mg 10,800

Tabel 3.gambaran 27 jumlah obat terbanyak yang selisihnya melebihi 10.000 dari total jumlah pengusulan LPLPO
dibandingkan dengan jumlah obat yang diadakan.

Gambar 1. Kesesuain Obat Yang Diusulkan Dengan Obat Yang Diadakan Dengan Rincian Sebagai Berikut

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

124
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

Berdasarkan grafik di atas, tampak bahwa obat- berasal dari APBN, ketersediaan anggaran tidak
obat yang memiliki jumlah sama antara ketersediaan mempengaruhi waktu pengadaan obat karena setiap
dengan usulan adalah Alprazolam 0,5 mg, Amlodipin tahun anggaran perencanaan obat sudah
10 mg, Antasida doen tablet kombinasi, Asam diperhitungkan untuk waktu rentang obat (18 bulan).
Asetilsalisilat tab 80 mg (Aspilet), Asam Ketersediaan obat tidak mempengaruhi waktu
Traneksamat inj, Desinfectan C / Lisol, Diazepam 5 pendistribusian obat karena persediaan obat untuk
mg tab, Digoksin tablet 0,25 mg, Diltiazem, Eugenol 18 bulan, 1 tahun berjalan dan 6 bulan tahun
cairan, Glikazide 80 mg tab, Halloperidol 1,5 mg, berikutnya.
Kalium aspartat (Aspar-K), Karbamazepin 200 mg,
Loperamid, Metformin 500 mg, Natrium Diklofenak PEMBAHASAN
50 mg tab, Omeprazol Inj, Ordasentron inj, Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam
Primakuin tablet 15 mg dan Yodium povidon 10% - rangka pengeluaran dan pengiriman obat, terjamin
300 ml. keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata
Obat-obat yang memiliki selisih tertinggi antara dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit
jumlah ketersediaan dibandingkan dengan usulan pelayanan kesehatan (Asli, 2007). Instalasi Farmasi
(ketersediaan lebih rendah dibandingkan dengan Kota Bandar Lampung melayani permintaan
usulan) tiga terbesar secara berturut-turut yakni distribusi obat untuk 30 puskesmas yang tersebar
adalah Parasetamol tablet 500 mg dengan selisih diseluruh wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
kekurangan 1.136.300, kemudian Amoksisilin 500 Bandar Lampung. Alokasi biaya distribusi dapat
mg dengan selisih kekurangan 949.870 dan Gliseril dipergunakan secara efektif dan efisien, maka IFK
guayakolat tablet 100 mgdengan selisih kekurangan perlu membuat peta lokasi dari unit-unit pelayanan
664.400. Hal ini mengindikasikan bahwa obat-obat kesehatan di wilayah kerjanya. Jarak (km) dan
tersebut masih kekurangan di fasilitas kesehatan. waktu tempuh (jam) antara IFK dengan setiap unit
Gambaran jumlah obat yang diadakan melebihi pelayanan kesehatan dicantumkan pada peta lokasi
jumlah obat yang diusulkankan pada LPLPO dari serta sarana distribusi yang digunakan (Departemen
puskesmas, terdapat 30 item obat yang Kesehatan Republik Indonesia, 2007).
pengadaanya terdapat selisih diatas 10.000 jumlah Sistem distribusi yang digunakan adalah pull
obat yang diadakan dengan yang di pesan. distibution system, dimana puskesmas melakukan
Data yang diperoleh menunjukan bahwa obat permintaan obat ke IFK sesuai dengan kebutuhan
paling terbanyak semuanya merupakan obat obat puskesmas. Apabila puskesmas mengalami
generik, hal ini telah sesuai dengan arahan kekosongan obat atau kejadian KLB maka sewaktu-
pemerintah melalui Kementerian kesehatan untuk waktu dapat melakukan permintaan obat. Distribusi
mengutamakan penggunaan obat generik, dari 9 obat rutin dilaksanakan per-triwulan berdasarkan
item obat terbanyak total jumlah obat yakni jadwal distribusi obat yang telah di tetapkan oleh
14,498,500 dengan menghabiskan anggaran IFK. Hasil penelitian Herman dan Handayani,
sebanyak Rp.1.954.226.200,00. menyatakan bahwa proses distribusi obat ke
Pengumpulan data sekunder di dapatkan jumlah puskesmas dilakukan tiap bulan berdasarkan
penyakit terbanyak tahun 2016 dihubungkan dengan permintaan puskesmas. Hanya ada satu kota yang
9 obat terbanyak yang diadakan tahun 2016, secara permintaannya dilakukan tiap triwulan (Herman,
klinis 9 obat terbanyak yang diadakan oleh Dinas 2009).
Kesehatan Kota Bandar Lampung seperti belum Tata cara distribusi obat ke Unit Pelayanan
sesuai dengan pola penyakit sehingga untuk obat Kesehatan dapat dilakukan cara penyerahan oleh
yang digunakan dalam pengobatan 10 penyakit IFK ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK),
terbanyak masih belum tersedia secara baik. pengambilan sendiri oleh UPK di IFK, atau cara lain
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
UPT Instalasi Farmasi bahwa anggaran pengadaan Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan Republik
dan pendistribusian selalu tersedia, sumber Indonesia, 2010). Hal ini sesuai dengan yang terjadi
anggaran yang dimiliki untuk pengadaan obat di IFK Kota Bandar Lampung, dimana tata cara

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

125
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

distribusi obat dari IFK ke puskesmas dengan cara antara jumlah obat yang dibutuhkan oleh unit
petugas puskesmas mengambil sendiri obat tersebut pelayanan dengan jumlah obat yang tersedia di
sesuai jadwal distribusi rutin. Apabila terjadi gudang farmasi (Ukai, 2009).
kekurangan obat di suatu puskesmas, IFK dapat Persentase rata-rata waktu kekosongan obat
memenuhi permintaan kekosongan obat tersebut adalah persentase jumlah hari kekosongan obat
kepada puskesmas yang bersangkutan melalui surat dalam waktu satu tahun. Berdasarkan hasil
permintaan pendistribusian obat yang penelitian, pada tahun 2011 persentase rata-rata
ditandatangani oleh kepala pukesmas. waktu kekosongan obat indikator di IFK (33,1%) dan
Pencapaian keberhasilan ketepatan waktu puskesmas (14,4% -35,7%) (Murwati, 2011).
distribusi obat masih rendah yaitu di bawah 60%, Kekosongan obat terutama obat yang bersifat
hanya satu puskesamas dengan ketepatan distribusi live saving dapat mengakibatkan kematian dan
80%.Hal ini karena distribusi obat banyak diluar kekosongan obat ini akan sangat mempengaruhi
jadwal distribusi rutin.Distribusi obat diluar jadwal pola pengobatan yang dilakukan di unit pelayanan
rutin ini disebabkan karena adanya permintaan obat kesehatan. Kekosongan obat di puskesmasakan
dari puskesmas akibat kekosongan obat, KLB dan menganggu kualitas pelayanan kefarmasian sebagai
distribusi khusus dari IFK. salah satu faktor yang menopang pelayanan
Salah satu upaya untuk menjamin kecukupan kesehatan paripurna. Hal ini akan berdampak pada
obat di kabupaten/Kota adalah dengan memperbaiki tujuan akan pemenuhan kebutuhan obat yang
mutu manajemen obat di IFK dan memperbaiki bermutu, lengkap, dalam jumlah yang cukup,
penggunaan obat di puskesmas. Mutu manajemen terjamin khasiatnya, aman, efektif, efisien dan
obat dapat ditingkatkan melalui intervensi berkesinambungan tidak akan tercapai (Kristin,
komprehensif mulai perencanaan, pengadaan, 2007). Pendistribusian obat dalam satu bulan
inventory, pendistribusian dan pencatatan dan dilakukan dengan 2 sistem pengiriman yaitu
pelaporan penggunaan obat oleh Kabupaten/Kota distribusi triwulan (tiap 3 bulan)/3 kali dalam satu
serta pemantauan kecukupan obat dari waktu ke tahun (triwulan) dan distribusi obat program/antar
waktu (Dwiprahasto, 2004). waktu (tiap bulan). Pengiriman obat rutin dilakukan
Persentase penyimpangan jumlah obat yang setelah formulir LPLPO dikirimkan ke Dinas
didistribusikan adalah persentase dari selisih antara Kesehatan. Frekuensi pengiriman obat rutin
jumlah obat yang seharusnya didistribusikan dengan dilakukan 4 kali dalam setahun yaitu setiap 3 bulan
kenyataan pemberian obat. Penyimpangan sekali sedangkan LPLPO setiap 1 bulan sekali
pendistribusian obat terjadi apabila jumlah dikirim ke IFK dengan demikian, pengiriman obat
permintaan obat dari puskesmas tidak sesuai rutin tetap dilakukan setiap 3 bulan sekali walaupun
dengan jumlah pemberian obat dari IFK. LPLPO dikirim setiap bulan. Hasil wawancara
Penyimpangan ini terjadi disebabkan oleh beberapa dengan responden menyebutkan bahwa lama waktu
faktor. Apabila ada jenis obat tertentu yang diminta tunggu obat setelah dipesan yaitu selama satu bulan
dari puskesmas tetapi tidak diberi oleh IFK karena atau dalam setahun. Responden dari puskesmas
memang untuk jenis obat tersebut tidak ada stoknya yang menyebutkan bahwa obat rutin setiap 3 bulan,
(kosong). Untuk jumlah kuantum obat dengan obat triwulan waktu tunggu 1 bulan, adapun jadwal
jumlah pemberian lebih banyak daripada pergantian antar waktu (PAW) senin dan rabu,
permintaan, dikarenakan adanya penumpukan stok LPLPO sebulan sebelum pendistribusian, PAW
obat jenis tertentu sperti obat program di IFK. sehari sebelum permintaan atau 3 minggu. Masalah
Penumpukan obat-obatan tertentu (obat program) pendistribusian obat dari Dinas Kesehatan yang
terjadi karena adanya dropping obat dari Pusat atau terjadi di puskesmas karena item obat yang telah
Provinsi diluar permintaan obat dari Dinas dipesan merupakan item obat program datang dari
Kesehatan Kota Bandar Lampung (Departemen pusat dan ada moment-moment nasional. Alasan
Kesehatan Republik Indonesia, 2010). lain karena masalah yang terjadi terkait pengiriman
Kemungkinan permintaan obat dari puskesmas obat dari Dinas Kesehatan ke puskesmas karena
tidak sesuai dengan jumlah pemberian obat dari IFK, berdasarkan FIFO/FEFO, karena salah mengirim
pendistribusian obat perlu adanya kesesuaian barang yang seharusnya punya puskesmas lain,

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

126
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

karena obat yang ED masih lama belum ada tidak di pesan. Kendala yang paling sering dihadapi
sehingga obat yang ED harus segera dihabiskan, dalam pengadaan obat dan pendistribusian obat
obat yang diterima dari gudang dinas kesehatan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi Dinas
dengan kondisi ED seperti itu, obat-obatan yang di Kesehatan Kota Bandar Lampung yaitu obat kosong
drop dari pusat, biasanya obat-obatan yang di PBF dan obat yang dikirimkan ke puskesmas
penyimpanan di IFK tidak mengetahui kalau stok ED tidak sesuai dengan yang diminta oleh puskesmas.
yang dekat, penyimpanan di IFK tidak FEFO dan
dikarenakan banyaknya item obat permintaan SARAN
terbatas tenaga gudang. Perlunya dilakukan penelitian yang sejenis di
Kendala-kendala yang dihadapi dalam proses wilayah lain terutama di daerah dengan akses
pengadaan obat adalah obat yang tersedia di pabrik transportasi yang terbatas dan cakupan wilayah
tersebut kadang kosong atau tidak tersedianya item yang cukup luas. Dilakukan penelitian aspek
obat yang dibutuhkan pada distributor/ pabrik. managemen lainnya dalam standar pelayanan
Kendala ini merupakan kendala yang paling umum kefarmasian. Dilakukan analisa hubungan antara
teradi hampir di semua wilayah di Indonesia. pengadaan dan distribusi obat dengan kualitas
Kendala–kendala yang dialami dalam pengiriman pelayanan di puskesmas
obat setelah formulir LPLPO dikirimkan ke Dinas
Kesehatan adalah kebutuhan obat tidak semua DAFTAR PUSTAKA
terpenuhi atau tidak tersedia obat yang diminta dan
kekosongan obat. Kendala ini dapat terlihat dengan Boku, Y., Satibi, N. M. Y., & Yasin, N. M. (2019).
ketidak sesuaiannya data permintaan obat-obat oleh Evaluasi Perencanaan dan Distribusi Obat
puskesmas melalui LPLPO dengan jumlah obat Program di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
yang diadakan dan yang didistribusikan ke Tenggara. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan
puskesmas-puskesmas di Kota Bandar Lampung
Farmasi (Journal of Management and Pharmacy
SIMPULAN Practice), 9(2), 88-100.
Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan,
didapatkan beberapa kesimpulan penelitian sebagai Danu, S. S. (2013). Evaluasi penyimpanan dan
berikut : Pengadaan obat yang dilakukan Instalasi distribusi obat di kabupaten lampung
Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung selatan (Doctoral dissertation, Universitas
berdasarkan pola konsumsi tidak sesuai dengan
Gadjah Mada).
LPLPO yang telah disusun puksesmas, terdapat 78
item obat (44,3%) yang diadakan lebih dari yang
diusulkan, 77 item obat (43,7%) obat diadakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007).
kurang dari yang disusulkan dan hanya 21 item obat Pedoman Pengelolaan obat publik dan
(12%) obat yang diadakan sesuai dengan yang perbekalan kesehatan. Ditjen Pelayanan
diusulkan. Pengadaan obat yang dilakukan Instalasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 7. Diakses
Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dari: https://docplayer.info/30426285-Pedoman-
berdasarkan metode komordibitas belum sesuai
pengelolaan-obat-publik-dan-perbekalan-
dimana obat yang terbanyak diadakan secara klinis
terhadap 10 penyakit terbanyak yang terjadi di Kota kesehatan-di-daerah-kepulauan.html
Bandar lampung tahun 2016.
Pendistribusian dan pengriman obat yang Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008).
dikirimkan oleh Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Pedoman Teknis pengadaan obat publik dan
Kota Bandar Lampung berdasarkan hasil perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan
wawancara ditemukan malasah yakni 30 puskesmas dasar. Jakarta (9). Diakses dari:
pernah dikirimkan obat expire date (ED) < 1 Tahun, https://adoc.tips/pedoman-teknis-pengadaan-obat-
7 Puskesmas pernah dikirimkan obat yang sudah publik-dan-perbekalan-kesehata.html
ED dan 26 puskesmas pernah dikirmkan obat yang

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

127
Holistik Jurnal Kesehatan, Volume 14, No.1, Maret 2020: 118-128

Evaluasi manajemen pengadaan dan distribusi obat di dinas kesehatan kota Bandar Lampung periode tahun 2016

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Keputusan Presiden Republik Indonesia, 2009).
Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan (2009). Undang-undang Republik Indonesia nomor
Perbekalan Kesehatan. Direktorat Jenderal 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik Indones. Diakses dari:
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Diakses dari: https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2009/36TAHUN
http://perpustakaan.farmalkes.kemkes.go.id/upload 2009UU.htm
ed_files/temporary/DigitalCollection/MTIzZjU4YWU
1MWVhNTFhZTBhMGRjZTI3N2U0YTEwN2NkZTM Kristin, E. (2007). Proses pengadaan obat di Dinas
2MGJjZQ==.pdf Kesehatan Kabupaten Berau (Doctoral dissertation,
[Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada)
Dwiprahasto, I. (2004). Ketersediaan obat di kabupaten
dan mutu peresepan di pusat pelayanan kesehatan Murwati, N. (2011). Analisis Manajemen Obat di Dinas
primer. Berkala Ilmu Kedokteran, 36(2004). Kesehatan Kabupaten Banyumas (Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Dye, T. R. (2001). Top down policymaking. Chatham
House Pub. Nurniati, L., Lestari, H., & Lisnawaty, L. (2017). Studi
Tentang Pengelolaan Obat di Puskesmas Buranga
Herman, M. J. (2009). Eksistensi Unit Pengelola Obat Kabupaten Wakatobi Tahun 2016. (Jurnal Ilmiah
Di Beberapa Kabupaten/Kota Suatu Analisis Paska Mahasiswa Kesehatan Masyarakat), 1(3).
Desentralisasi. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, 12(04). Quick, J. D., Hogerzeil, H. V., Rankin, J. R., Dukes, M.
N. G., Laing, R., Garnett, A., & O'Connor, R. W.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2010). (1997). Managing drug supply: the selection,
Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di procurement, distribution, and use of
Instalasi Farmasi Kabupaten Kota. Kementerian pharmaceuticals.
Kesehatan RI. and Japan International
Coorperation Agency (JICA), 28-32. Diakses dari: Syukriati, C. (2016). Evaluasi pengelolaan obat pada
http://perpustakaan.farmalkes.kemkes.go.id/upload puskesmas di kota pariaman tahun 2013-
ed_files/temporary/DigitalCollection/MTIzZjU4YWU 2014 (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
1MWVhNTFhZTBhMGRjZTI3N2U0YTEwN2NkZTM
2MGJjZQ==.pdf Ukai, M. (2009). Evaluasi Manajemen Obat di Gudang
Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2013). Irian Jaya Barat (Doctoral dissertation, Universitas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 48 Tahun Gadjah Mada).
2013. Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Obat
Dengan Prosedur E-Purchasing Berdasarkan E-
Catalogue. Diakses dari:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/129758/p
ermenkes-no-48-tahun-2013

Nopiyansyah1* Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Lampung. *Email :[email protected]


Anny Victor Purba2, Wahyudi Uun Hidayat3 Universitas Pancasila

128

You might also like