2279 17564 3 PB
2279 17564 3 PB
2279 17564 3 PB
Surabaya
Alamat Korespondensi:
Ponco Indah Arista Sari
Email:[email protected]
ABSTRACT
HIV AIDS is considered as global threat due to the adverse impacts it brings to all sectors.
The number of person with HIV-AIDS increases both in men and women. For pregnant women, HIV
is not just a threat to the mother but also for the infant, therefore as to prevent the transmission and
complication during pregnancy, screening should be made through an HIV test. The purpose of this study
was to analyze the relationship between the number of antenatal care and stigmatization on participation
of pregnant women for HIV testing after counseling by Health Workers in the working area of Turi
Public Health Center, Lamongan. This study applied cross sectional study. The population in this study
consisted of 80 pregnant women. Simple random sampling was chosen for Sampling Technique and it
was obtained as many as 42 respondents. Data collection was done using a questionnaire and interviews.
Data were analyzed using frequency distribution tables and chi square test with significance level of 5%
(p = 0.05). The results revealed that from as many as 42 pregnant women who made antenatal visit > 4
times, 100% of these pregnant women did not take HIV test while pregnant women who made only 2–4
times antenatal visit was as many as 16 individuals (64%) took the test, and only one pregnant woman
who took the test on the first visit. Pregnant women who did not have the stigmatization, 100% took the
HIV test. Statistical analysis showed no correlation between the number of antenatal visits (p = 0.000)
and stigmastization (p = 0.000) of pregnant women for HIV testing after counseling by Health Workers.
It is necessary to increase the provision of information and education for the pregnant women through
health promotion concerning the importance of HIV testing and antenatal visits to the Health Care.
ABSTRAK
HIV AIDS merupakan suatu ancaman global di seluruh dunia serta memberikan dampak yang
merugikan di semua sektor. Jumlah penderita HIV AIDS mengalami peningkatan baik pada laki-laki
ataupun perempuan. Pada perempuan yang sedang hamil HIV bukan hanya menjadi ancaman bagi ibu
namun juga bagi bayi, sehingga untuk mencegah adanya penularan dan kompliksi selama kehamilan
harus dilakukan upaya skrining melalui tes HIV. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis hubungan
jumlah kunjungan ANC dan stigmatisasi terhadap keikutsertaan ibu hamil dalam tes HIV setelah
konseling oleh petugas kesehatan di Wilayah kerja puskesmas Turi Lamongan. Metode penelitian
menggunakan rancangan cross sectional study. Populasi pada penelitian ini sebanyak 80 ibu hamil.
Teknik sampling menggunakan simple random sampling, sehingga sampel penelitian diperoleh sejumlah
42 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bantuan wawancara. Data dianalisis
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan uji chi square dengan tingkat kemaknaan 5% (p = 0,05).
Sesuai hasil penelitian dari 42 ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC > 4kali 100% tidak mengikuti
tes HIV, pada kunjungan 2–4 kali sebanyak 16 orang (64%) mengikuti tes HIV, pada kunjungan 1 kali
©2016 IJPH. license doi: 10.20473/ijph.v11i1.2016.89-98. Received 8 August 2016, received in revised form 31 August 2016,
Accepted 22 September 2016, Published online: 31 December 2016
90 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 89–98
sebanyak 1 orang yang mengikuti tes HIV. Dari ibu yang tidak memiliki stigma didapatkan 100%
mengikuti tes HIV. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan signifikan jumlah kunjungan ANC
(p = 0,000) dengan keikutsertaan ibu hamil dalam tes HIV dan ada hubungan signifikan stigmastisasi
(p = 0,000) dengan keikutsertaan ibu hamil dalam tes HIV. Peningkatan pemberian informasi dan
edukasi perlu dilakukan pada ibu melalui promosi kesehatan seputar pentingnya tes HIV dan pentingnya
kunjungan pemeriksaan kehamilan ulang pada tenaga kesehatan.
pada ibu antara lain, pneumonia bakteri, ISK sedini mungkin terjadinya penularan atau
(Infeksi Saluran Kemih) , toksoplasmosis, peningkatan kejadian infeksi HIV.
PMS (Penyakit Menular Seksual), abses Pada kenyataannya upaya tersebut
paska bedah dan endometritis pascapartum, belum bisa berjalan secara optimal. Di
sedangkan pada bayi infeksi HIV dapat negara maju risiko penularan dari ibu ke
menyebabkan rupture membran premature, anak dapat ditekan hingga kurang dari
kematian janin, kelahiran premature dan 2% karena layanan PPIA tersedia dan
berat bayi lahir rendah. Penularan dan dilaksanakan secara optimal. Hal tersebut
komplikasi harus dicegah dan diatasi, salah tidak terjadi di negara berkembang ataupun
satu upaya yang bisa dilakukan yaitu upaya miskin. minimnya akses terhadap pelayanan,
skrining sedini mungkin pada ibu hamil menyebabkan risiko penularan bisa berkisar
melalui tes HIV. antara 24%–45% (Kemenkes, 2013).
Di Indonesia telah dilakukan program Beberapa penyebab kurang optimalnya
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak program tersebut yaitu adanya pemikiran
(PPIA) atau Prevention of Mother to Child masyarakat yang masih menganggap bahwa
HIV Transmission (PMTCT), upaya tersebut HIV AIDS merupakan penyakit yang harus
bertujuan untuk mencegah penularan HIV dijauhi serta sangat tabu untuk dibicarakan.
dari ibu ke bayi serta mengurangi dampak Adanya anggapan bahwa individu yang
epidemi HIV terhadap ibu dan bayi. terinfeksi HIV harus dikucilkan karena
Konseling dan Tes HIV mencegah penularan sangat rentan untuk menularkan HIV.
dari ibu ke akan jika seorang ibu tersebut Berdasarkan data Riskesdas (2013) di
telah terinfeksi HIV, hal tersebut sesuai propinsi Jawa Timur sendiri, tepatnya di
dengan rekomendasi dari WHO bahwa pada wilayah Kabupaten Lamongan menduduki
dasarnya semua ibu hamil harus ditawarkan peringkat ke 10 dengan jumlah kasus
untuk tes HIV. Tes HIV ini dilakukan dengan HIV AIDS sejumlah 407 kasus. Secara
tujuan dapat mengetahui lebih cepat adanya realita, Kabupaten Lamongan merupakan
infeksi HIV pada ibu hamil sehingga dapat kota yang tidak terlalu besar, hal tersebut
segera diberikan terapi, persiapan persalinan jauh dari kondisi kota besar lainnya yang
yang aman dan pemberian profilaksis pada sangat berpotensi terjadi peningkatan kasus
bayi yang dikandung sehingga bayi dapat HIV AIDS. Adanya sejumlah kasus yang
terhindar dari infeksi HIV (WHO, 2013). terjadi memang tidak lepas dari adanya
Data Kemenkes (2013) menunjukkan faktor mobilisasi penduduk, dimana banyak
apabila tanpa upaya khusus, maka didirikan pabrik baru yang tentu saja menarik
diperkirakan pada akhir tahun 2016 akan tenaga kerja baru. Tenaga kerja tersebut tidak
terjadi penularan HIV secara kumulatif hanya berasal dari dalam daerah namun juga
pada lebih dari 26.977 anak yang dilahirkan luar daerah. Kabupaten Lamongan juga
dari ibu yang telah terinfeksi HIV. Tes HIV merupakan jalur di wilayah utara dari pulau
ini bisa didapatkan ibu secara sukarela Jawa. Hal tersebut juga bisa menyebabkan
atau pun atas inisiasi petugas kesehatan mobilisasi sopir-sopir truk luar kota yang
pada tempat pelayanan kesehatan ataupun bisa kapanpun waktunya untuk istirahat
ketika ibu berkunjung untuk melakukan di Kabupaten Lamongan. Di Kabupaten
kunjungan pemeriksaan kehamilan. Hal Lamongan sendiri tidak semua Puskesmas
tersebut sesuai dengan program PPIA atau memiliki fasilitas layanan Antenatal Care
sebagai upaya integrasi dengan pelayanan Terpadu (ANC Terpadu), dalam hal ini
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Kemenkes sangat dimungkinkan bahwa masih banyak
RI, 2013). Sesuai dengan Peraturan Menteri ibu hamil yang belum mendapatkan layanan
Kesehatan no. 21/2013 bahwa pemeriksaan pemeriksaan HIV sehingga kemungkinan
diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah adanaya ibu hamil yanga terinfeksi HIV
juga tidak diketahui. Berdasarkan data dari
92 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 89–98
dalam tes HIV. PR untuk kunjungan 2–4 tentang tes HIV, sedangkan pada ibu hamil
kali yaitu sebesar 9,7 artinya ibu hamil yang melakukan kunjungan pemeriksaan
yang melakukan kunjungan ANC 2–4 kali kehamilan 2–4 kali memiliki risiko untuk
memiliki besar risiko sebanyak 9,7 untuk mengikuti tes HIV lebih besar dibandingkan
ikut tes HIV dibanding dengan ibu hamil dengan ibu hamil yang melakukan kunjungan
yang melakukan kunjungan ANC 1 kali. pemeriksaan kehamilan 1 kali. Hal tersebut
Nilai prevalence ratio untuk variabel dapat disimpulkan bahwa semakin sering
stigmatisasi yaitu sebesar 9,09, yang artinya seorang ibu hamil melakukan kunjungan
ibu hamil yang tidak memiliki stigma untuk memeriksakan kehamilannya maka
memiliki besar risiko 9,09 kali untuk ikut semakin besar peluang untuk mengikuti tes
dalam tes HIV dibanding ibu hamil yang HIV. Hal ini dikarenakan semakin sering
memiliki stigma. ibu kontak dengan tenaga kesehatan semakin
besar kemungkinan mendapat informasi
PEMBAHASAN yang lebih baik terkait kesehatan ibu dan
Jumlah Kunjungan ANC anak (Depkes RI, 2006). Menurut Manuaba
Hasil penelitian diperoleh bahwa pada (2007) dalam pemeriksaan kehamilan upaya
ibu yang melakukan kunjungan > 4 kali tidak yang penting dilakukan selain memberikan
ada yang mengikuti tes HIV. Pada kunjungan pelayanan pemeriksaan dan perawatan yang
kehamilan 2–4 kali lebih dari separuh diperlukan, penting juga untuk dilakukan
mengikuti tes HIV dan pada kunjungan 1 pemberian edukasi kepada ibu hamil. Hal
kali hanya sebagian kecil yang mengikuti tersebut dikarenakan masa kehamilan
tes HIV. Hasil uji statistik menyatakan merupakan masa dimana seorang wanita
bahwa jumlah kunjungan pemeriksaan mempunyai kesempatan untuk mencetak
kehamilan berhubungan secara signifikan generasi yang sehat. Anak yang dilahirkan
dengan keikutsertaan ibu hamil dalam tes sehat, secara fisik dan psikis tentu saja
HIV. Semakin banyak kunjungan untuk berawal dari kesehatan seorang ibu. Ibu yang
pemeriksaan kehamilan yang dilakukan sehat lebih besar peluang untuk melahirkan
oleh ibu hamil semakin banyak pula bayi yang sehat pula (Wiknjosastro, 2008).
informasi yang didapat oleh ibu hamil di Edukasi yang diberikan pada perempuan
tiap-tiap kunjungannya termasuk informasi yang hamil mengikuti perkembangan
tentang HIV/AIDS. Menurut Varney (2010) tahapan kehamilan (Afiyanti, 2004). Ibu
perempuan usia reproduktif yang rajin untuk hamil harus paham pada setiap perubahan
melakukan ante natal care lebih mudah yang terjadi selama kehamilannya hal
untuk mendapatkan informasi seputar tersebut dilakukan agar ibu mengetahui
kesehatan reproduksi, kehamilan, persalinan secara bertahap persiapan yang dilakukan
dan nifas serta perawatan bayi batu lahir. termasuk ibu hamil akan belajar untuk bisa
Informasi tersebut mencakup upaya-upaya mendeteksi adanya kelainan yang bisa terjadi
deteksi dini terhadap komplikasi yang bisa saat hamil (Fernandez, 2000). Ibu hamil
terjadi di setiap fasenya. harus melakukan kontak dengan tenaga
Prevalensi Ratio untuk kunjungan > kesehatan untuk mendapatkan pelayanan
4 kali bukan faktor risiko dari keikutsertaan terpadu dan komprehensif sesuai standar
ibu dalam tes HIV. Berdasarkan hasil yang (Kemenkes Ri, 2010)
diperoleh meskipun jumlah kunjungan ibu Menurut penelitian Worku (2005)
hamil > 4 kali namun 2 ibu hamil tersebut Ibu yang melakukan setidaknya dua kali
(100%) memilih untuk tidak ikut dalam tes kunjungan antenatal care lebih mungkin
HIV, hal tersebut teridentifikasi dikarenakan untuk menerima tes HIV dibandingkan
kedua ibu hamil memiliki pengetahuan dengan ibu yang hadir kurang dari dua
yang kurang tentang HIV AIDS termasuk kunjungan antenatal. Demikian halnya
Ponco Indah Arista Sari, dkk., Hubungan Jumlah Kunjungan Anc dan Stigmatisasi… 95
menurut penelitian oleh Malaju dan Alene diri dari kondisi tersebut. Begitupun yang
(2012) bahwa ibu yang menerima dua atau terjadi pada ibu hamil yang memiliki stigma
lebih antenatal care lebih mungkin untuk terhadap HIV AIDS termasuk pada tes HIV,
menerima tes HIV daripada mereka yang ibu hamil yang sudah memiliki stigma akan
menghadiri pelayanan antenatal hanya sekali, cenderung untuk merasakan kuatir terhadap
namun dari hasil penelitian didapatkan masih segala sesuatu yang berhubungan dengan
adanya ibu hamil yang tidak mengikuti tes HIV dikarenakan ada anggapan bahwa HIV
HIV meskipun sudah melakukan kunjungan AIDS merupakan suatu penyakit yang luar
> 4 kali. Ibu hamil yang tidak mengikuti biasa dan belum ditemukan obat sampai saat
tes HIV tersebut memiliki pengetahuan ini. Menurut Widoyono (2011) penyakit HIV
kurang, sehingga bisa disimpulkan bahwa perlu diwaspadai, namun penyakit tersebut
keikutsertaan ibu hamil dalam tes HIV tidak memiliki cara penularan yang tidak mudah
hanya dipengaruhi oleh jumlah kunjungan dan membutuhkan tahapan yang panjang.
pemeriksaan kehamilan tetapi juga bisa Menurut Kemenkes RI (2012) cara penularan
dipengaruhi oleh faktor yang lain. HIV melalui hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan, adanya pajanan
Stigmatisasi oleh darah dan adanya penularan dari ibu
Dari hasil penelitian menunjukkan ke anak, sedangkan kelompok risiko tinggi
bahwa ibu hamil yang tidak memiliki stigma untuk bisa tertular HIV yaitu individu yang
terhadap HIV/AIDS semua ikut dalam tes berganti-ganti pasangan, penjaja seksual
HIV. Namun dari ibu hamil yang memiliki dan pelanggannya, pengguna jarum suntik
stigma terhadap HIV/AIDS tidak semua secara bersama-sama (bergantian), bayi yang
memilih untuk tidak mengikuti tes HIV, ada dikandung ibu yang terinfeksi HIV dan orang
beberapa ibu hamil yang tetap memilih untuk yang memerlukan transfusi darah teratur bila
tes HIV. Hasil uji statistik menunjukkan darah yang didonorkan tidak diskrining. Hal-
bahwa stigmastisasi mempunyai hubungan hal semacam itu seharusnya dapat diketahui
signifikan dengan keikutsertaan bu hamil oleh masyarakat luas, sehingga stigma yang
dalam tes HIV. selama ini cenderung mengucilkan penderita
Menurut UNAIDS (2007), stigma HIV berangsur-angsur bisa dihilangkan.
dan diskriminasi terhadap penderita HIV Menurut Komisi Penanggulangan AIDS
AIDS akan berdampak terhadap upaya Nasional (2010) penderita HIV sama dengan
pencegahan HIV seperti orang akan enggan masyarakat pada umumnya, mereka memilki
untuk melakukan tes HIV karena takut akan hak yang sama, hak untuk merdeka dan tidak
mendapatkan stigma dan diskriminasi apabila ditindas sehingga adanya stigma dan persepsi
hasil tesnya positif. Hal tersebut juga akan yang selama ini terjadi di masyarakat sudah
terjadi pada ibu hamil yang memiliki stigma selayaknya untuk dihilangkan.
akan cenderung untuk tidak mengikuti tes Menurut Reni (2015) stigma tentang
HIV. HIV mempengaruhi seorang perempuan
Berdasarkan hasil penelitian ibu yang untuk menerima upaya yang terkait dengan
memiliki stigma cenderung tidak mengikuti pemberantasan infeksi HIV. Hal tersebut
tes HIV dikarenakan pandangan yang terjadi karena dalam diri mereka sudah
sudah negatif terhadap HIV/AIDS maupun berkembang sejumlah informasi yang
terhadap penderitanya. Menurut Sarwono mengatakan bahwa HIV AIDS merupakan
(2007) cara pandang seseorang terhadap penyakit yang sangat memalukan dan tidak
sesuatu akan mempengaruhi setiap tindakan layak untuk dibicarakan di masyarakat luas.
yang dilakukan. Seseorang yang memiliki Ibu hamil yang mempunyai anggapan dan
penilaian kurang baik terhadap suatu hal, stigma bahwa HIV merupakan penyakit
maka akan ada kecenderungan untuk menarik yang tidak layak diperbincangkan lebih
96 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 89–98
besar kemungkinan untuk merasa takut untuk mengikuti tes HIV dipengaruhi oleh
dalam menjalani tes HIV, kekuatiran tersebut banyak faktor yang lain.
antara lain takut dibicarakan tetangga dan
takut hasilnya positif (Legiati, 2012). SIMPULAN
Penelitian menyatakan bahwa pada Puskesmas Turi Kabupaten Lamongan
ibu yang tidak memiliki stigma, mempunyai merupakan salah satu Puskesmas yang
risiko lebih besar untuk mengikuti tes HIV mempunyai fasilitas ANC yang di dalamnya
dibandingkan dengan ibu yang memiliki ada fasilitas tes HIV. Dari hasil penelitian
stigma terhadap HIV/AIDS dan hal yang didapatkan bahwa jumlah kunjungan
terkait HIV termasuk juga tes HIV. Hasil pemeriksaan kehamilan dan stigmatisasi
penelitian diperoleh rincian data, bahwa memiliki hubungan dengan keikutsertaan
pada ibu yang memiliki stigma terhadap ibu hamil dalam tes HIV, dimana semakin
HIV termasuk tes HIV didapatkan bahwa banyak jumlah kunjungan pemeriksaan
seluruh ibu hamil mempunyai anggapan kehamilan maka ibu hamil cenderung
harus menjaga jarak dengan penderita HIV, untuk mengikuti tes HIV, namun bisa juga
ibu hamil yang memiliki stigma terhadap jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan
HIV mempunyai pemikiran bahwa ibu hamil tidak hanya dipengaruhi oleh faktor jumlah
dengan HIV positif tidak boleh mengikuti kunjungan pemeriksaan kehamilan namun
posyandu di tempat yang sama termasuk juga faktor-faktor yang lain. Begitupun
kegiatan perawatan kehamilan secara teratur dengan stigmatisasi, ibu yang tidak memiliki
dan adanya anggapan bahwa berbicara stigma terhadap penyakit HIV dan tes HIV
dengan penderita HIV akan dapat tertular maka akan cenderung untuk mengikuti tes
oleh penyakitnya. Adanya stigma seperti ini HIV.
tentu saja semakin membuat ibu hamil yang Petugas kesehatan agar memberikan
memiliki risiko terinfeksi HIV akan menarik informasi yang selengkap-lengkapnya
diri dari pergaulan di masyarakat. Hal tentang prosedur tes, informasi tentang
tersebut menyebabkan tidak terdeteksinya penularan HIV dari ibu ke bayi dan upaya
secara dini adanya komplikasi dan kelainan untuk menurunkan risiko penularan tersebut
selama masa kehamilan. Adanya stigma ini di wilayah kerja Puskesmas Turi Kabupaten
akan mendukung bertambahnya kasus HIV Lamongan. Hal ini dilakukan dalam rangka
AIDS yang tidak terdeteksi, dikarenakan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil,
masyarakat menutup diri (Kemenkes RI, memperbaiki persepsi yang kurang tepat
2010). Stigma berasal dari pengetahuan yang terhadap HIV dan tes HIV sehingga stigma
kemudian membentuk suatu persepsi. yang ada di masyarakat selama ini bisa
Menurut Karen (2008) dalam teori berangsur dihilangkan.
Health Belief Model dinyatakan bahwa Meningkatkan pemberian edukasi
pengetahuan membentuk beberapa persepsi melalui promosi kesehatan tentang pada
dalam proses pencegahan terhadap suatu ibu hamil di setiap kunjungan kehamilan
penyakit. Persepsi membentuk stigma (misalnya di posyandu, di kelas ibu hamil,
terhadap sesuatu. Penelitian oleh Worku pemeriksaan kehamilan di semua tempat
(2005) keikutsertaan dalam tes HIV juga pelayanan kesehatan ataupun pada setiap
dipengaruhi oleh faktor yang lain misalnya wanita usia reproduktif di wilayah kerja
pendidikan dan pengetahuan tentang berbagai Puskesmas Turi Kabupaten Lamongan
aspek HIV/AIDS merupakan faktor yang tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan
ditemukan oleh peneliti bisa memainkan ulang dan informasi terkait hubungan HIV
peran dalam keputusan untuk tes HIV. Hal AIDS dengan kehamilan.
tersebut sesuai dengan penelitian Fanta Peningkatan peran Bidan maupun
(2010) yang menyatakan bahwa keputusan Dokter Praktek Swasta untuk melaksanakan
Ponco Indah Arista Sari, dkk., Hubungan Jumlah Kunjungan Anc dan Stigmatisasi… 97
program PPIA sampai bisa menjangkau Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman
semua wilayah khususnya wilayah yang jauh Nasional Pencegahan Penularan HIV Dari
dari pusat pelayanan kesehatan. Hal tersebut Ibu ke Anak (PPIA), Jakarta: Kementerian
dilakukan dalam rangka meningkatkan Kesehatan RI
pengetahuan dan pemahaman masyarakat, Kementerian KesehatanRI. 2013. Pedoman
khususnya ibu hamil termasuk di dalamnya Nasional Tes dan Konseling HIV dan
yaitu pada keluarga terkait informasi tentang AIDS, Jakarta: Kementerian Kesehatan
HIV AIDS dan pentingnya tes HIV RI
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Permenkes
DAFTAR PUSTAKA RI Nomor 5 Tahun 2013 (Pedoman
Afiyanti, Y. 2004. Studi fenomenologi tentang PPIA)
pengalaman wanita di daerah pedesaan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Permenkes
dalam menjalani masa kehamilan pertama. RI Nomor 21 Tahun 2013 (Penanggulangan
Jurnal Keperawatan Indonesia HIV AIDS)
Badan Penelitian dan Pengembangan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional,
Kementerian Kesehatan RI. (2013). 2010. Strategi dan Rencana Aksi Nasional
Riset Kesehatan dasar 2013. Jakarta: Penanggulangan HIV/AIDS 2010-2014.
Kemenkes RI Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Kesejahteraan Rakyat RI
pelayanan Konseling dan Testing HIV/ Malaju, M.T. danAlene, G.D. 2012.Assessment
AIDS Secara Sukarela (Vouluntary of utilization of providerinitiated HIV
Counselling and Testin) Jakarta :Depkes testing and counseling as an intervention for
RI prevention of mother to child transmission
Dinkes Jatim, 2012, Profil Kesehatan Provinsi of HIV and associated factors among
Jawa Timur Tahun 2012, Surabaya: pregnant women in Gondartown, North
Dinkes Jatim West Ethiopia, (BMC Public Health.
Fanta, W. dan Worku, A. 2012. Determinants 2012;12:226)Availablefrom:http://
for refusal of HIV testing among women w w w. n c b i . n l m . n i h . g o v / p m c /
attending for antenatal care in Gambella articles/PMC3350437/?tool=pmcent
Region, Ethiopia, (Reproductive Health, ez&report=abstract (Diakses: 03 Januari
9:8) Available from : healthjournal.com/ 2016)
content/9/1/8 (Accessed 2016, January Manuaba, (2007). Pengantar Kuliah Obstretri.
03). Jakarta: EGC
Fernandez, M.I., Wilson, T.E., Ethier, Reni. 2015. Hubungan Stigma HIV/AIDS
K.A., Walter, E.B., Gay, C.L., Moore, pada Ibu Rumah Tangga dengan Minat
J. (2000). Acceptance of HIV Testing Melakukan VCT di Kelurahan Kricak
During Prenatal Care”, (Public Health Tegalrejo. Jurnal Ilmiah (Diakses 03
Reports September-October 2000, 460 Januari 2016)
Volume 115), Available From : http:// Paoli, De M.M., Manongi, R., Klepp, K.I.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ 2004. Factors influencing acceptability
PMC1308602/pdf/pubhealthrep00020- of Voluntary Counselling and HIV-testing
0066.pdf (Diakses: 03 Januari 2016) Among Pregnant Women in Northern
Karen Glanz at al, 2008, Health Behavior and Tanzania (AIDS CARE (May 2004), Vol.
Health Education (Theory, Research and 16, No. 4, pp. 411_/425) Available from :
Practice), San Francisco: Jossey-Bass http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1
Kementerian Kesehatan RI, 2010, Pedoman 080/09540120410001683358#.Uuxp_T1
Pelayanan Antenatal Terpadu, Jakarta: _t1g (Diakses: 03 januri 2016)
Direktur Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat
98 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 89–98
PS, T.Legiati., Shaluhiyah, Z., Suryoputro, UNAIDS, 2007. Reducing HIV Stigma and
A. 2012. Prilaku Ibu Hamil untuk Tes Discrimination: a critical part of national
HIV di Kelurahan bandarharjo dan AIDS programmes A resource for national
Tanjung Mas Kota Semarang, Jurnal stakeholders in the HIV response. Diakses
PromosiKesehatan Indonesia Vol, 7/No.2/ pada tanggal 03 Januari 2016; http://data.
Agustus 2012 Available from:ejournal. unaids.org/pub/Report/2008/JC1521
undip.ac.id/index.php/jpki/article/ _stigmatisation_en.pdf
download/5560/4942 (Diakses: 03 Januari UNAIDS, 2013, Global Report (UNAIDS
2016). report on the global AIDS Epidemic)
Sari, Ponco Indah Arista. 2016. Faktor yang Varney. (2010). Buku Saku Kebidanan.
Mempengaruhi Keikutsertaan Ibu Hamil Jakarta: EGC
Dalam Tes HIV (Human Immunodeficiency Widoyono, Penyakit Tropis (Epidemiologi,
Virus) Setelah Mendapat Konseling Penularan, Pencegahan dan
Oleh Petugas Kesehatan. Tesis.Fakultas Pemberantasannya), 2011, Semarang:
Kesehatan Masyarakat Universitas Erlangga
Airlangga Surabaya. Worku, G. 2005. “Factors Determining
Sarwono, S., (2007) Sosiologi Kesehatan. Acceptance of Vouluntary HIV Testing
Gajah Mada University Press. Among Pregnant Women Attending
Yogyakarta Antenatal Clinic at Armed Force Hospitals
in Addis Ababa (tesis). Addis Ab