Arieyanti Dwi Astuti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pati Jl. Raya Pati-Kudus Km. 4 Pati. 59163. Jawa Tengah

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 15

Jurnal Litbang Vol. XV No.

1 Juni 2019 Hal 51-64

ANALISIS POTENSI DAMPAK LINGKUNGAN DARI BUDIDAYA TEBU


MENGGUNAKAN PENDEKATAN LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA)

POTENTIAL ANALYSIS OF ENVIRONMENTAL IMPACT OF SUGARCANE


PLANTATION USING LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA) APPROACH

Arieyanti Dwi Astuti


Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Pati Jl. Raya Pati-Kudus Km. 4 Pati. 59163. Jawa Tengah
Email : [email protected]

Naskah Masuk: 21 Februari 2019 Naskah Revisi: 14 Maret 2019 Naskah Diterima: 22 April 2019

ABSTRACT
Minimizing the adverse impact of sugarcane plantation can be carried out through many ways including
increasing the efficiency of energy and natural resources consumption as well as improving the manage-
ment of waste and emissions. Life Cycle Assessment (LCA) was applied to assess the environmental impact
of sugarcane plantation without considering sugarcane usage as a raw material in the sugar industry (gate
to gate). CML (baseline) was used as Life Cycle Impact Assessment (LCIA) method. This study aimed to: 1)
examine the natural resources and energy consumption; 2) analyze and identify potential environmental
impacts; and 3) recommend alternative improvements to reduce environmental impacts. It used primary
data and secondary data. The results showed that: 1) natural resources were used to produce 16,097 ton of
sugarcane or 1 ton of sugar, were land requirement (0.233 ha), water consumption (2,223.117 m 3), and
energy consumption (19,234.254 MJ); 2) there are five most potential environmental impacts which are
analyzed by using openLCA including climate change (134,275.23 kg CO2 eq), eutrophication (120.24 kg
PO4 eq), acidification (1.54 kg SO2 eq), photochemical oxidation (0.36 kg ethylene eq), and human toxicity
(0.15 kg 1.4-dichlorobenzene eq); 3) alternative recommendation could be conducted by reducing the us-
age of inorganic fertilizer, and utilizing cane trash (dry leaves, green leaves, and tops) as boiler fuel for
production process in sugar factory.
Keywords: environmental impacts, life cycle assessment, sugarcane plantation

ABSTRAK
Budidaya tebu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sehingga diperlukan upaya untuk
meminimalisir dampak negatif tersebut melalui efisiensi konsumsi energi, konsumsi sumber daya alam
(SDA), serta pengelolaan limbah dan emisi. LCA merupakan salah satu metode untuk menganalisis dam-
pak lingkungan dari budidaya tebu tanpa mempertimbangkan penggunaan tebu panen sebagai bahan baku
industri gula (gate to gate). Metode yang digunakan untuk LCIA adalah CML (baseline). Penelitian ini
bertujuan untuk: 1) menghitung penggunaan SDA dan energy, 2) menganalisis dan mengidentifikasi poten-
si dampak lingkungan, dan 3) menyajikan rekomendasi perbaikan untuk menurunkan dampak lingkungan.
Data penelitian berupa data primer dan data sekunder. Unit fungsional pada penelitian ini adalah
produksi 1 ton gula untuk satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) konsumsi SDA berupa la-
han tebu seluas 0,233 ha, air sebanyak 2.223,117 m3 dan energi sebesar 19.234,254 MJ; 2) potensi dam-
pak lingkungan yang dianalisis menggunakan OpenLCA menghasilkan 5 dampak lingkungan tertinggi,
yaitu climate change (134.275,23 kg CO2 eq), eutrophication (120,24 kg PO4 eq), acidification (1,54 kg
SO2 eq), photochemical oxidation (0,36 kg ethylene eq), and human toxicity (0,15 kg 1,4-dichlorobenzene
eq); 3) alternatif perbaikan yang direkomendasikan berupa penggunaan pupuk anorganik dengan dosis
yang tepat dan memanfaatkan limbah pasca pane n (daun kering, serasah) sebagai bahan bakar boiler
untuk proses produksi industri gula.
Kata kunci: budidaya tebu, dampak lingkungan, life cycle assessment

PENDAHULUAN yang menggunakan tebu sebagai bahan baku


Industri gula merupakan salah satu in- produksinya. Industri ini memiliki potensi dan
dustri hilir berbasis pertanian perkebunan prospek menjanjikan untuk terus dikem-
bangkan, karena menghasilkan produk utama
1
Analisis Potensi Dampak Arieyanti Dwi A
Lingkungan

berupa gula. Sebagaimana diketahui, gula


terlibat didalamnya, diantaranya meliputi kon-
merupakan salah satu komoditas strategis bagi
sumsi energi dan sumber daya alam.
perekonomian Indonesia karena selain sebagai
salah satu dari sembilan bahan pokok yang Salah satu metode yang digunakan untuk
dikonsumsi masyarakat Indonesia, gula juga menganalisis dampak lingkungan adalah Life
dibutuhkan sebagai bahan baku industri Cycle Assessment (LCA). Metode ini ber-
lainnya, seperti industri makanan minuman. fungsi untuk menganalisis potensi dampak
Sama halnya dengan industri lainnya, lingkungan yang ditimbulkan dari suatu ak-
industri gula juga menghasilkan limbah yang tivitas, dengan mengetahui input yang
tidak hanya dikeluarkan dari proses produksi digunakan, baik energi maupun sumber daya
saja tetapi juga dari aktvitas rantai pasok alam. Metode ini juga dapat digunakan untuk
(supply chain). Aktivitas supply chain adalah memaksimalkan output dengan input yang
Rodentisida,
aktivitas yang meliputi sama, mengurangi penggunaan bahan baku
Herbisida, proses dari hulu ke dan transportasi, menerapkan pengendalian
hilir yaitu proses dari mendapatkan bahan
Insektisida
mentah sampai pada pendistribusiannya ke pencemaran, mengurangi emisi di lingkungan,
konsumen (Kautzar, dkk., 2014). Aktivitas dan memanfaatkan limbah (Chauhan, et al.,
supply chain pada industri gula meliputi tahap 2011). Penggunaan metode tersebut mampu
persiapan dan proses budidaya tebu, pema- mengevaluasi dampak lingkungan yang
nenan, pengolahan, pengemasan dan penyim- dihasilkan pada proses budidaya tebu.
panan di gudang (Asrol, 2015). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Pada penelitian ini, aktivitas yang diba- 1) menghitung penggunaan Sumber Daya
has dibatasi pada proses budidaya tebu. Pem- Alam (SDA) dan energi dalam proses budi-
batasan proses yang dianalisis berdasarkan daya tebu, 2) menganalisis dan mengidentifi-
pada hasil beberapa penelitian sebelumnya kasi tahapan yang berkontribusi paling besar
yang menyebutkan bahwa proses budidaya terhadap potensi dampak lingkungan yang
tebu merupakan penyumbang emisi terbesar ditimbulkan, dan 3) menyajikan rekomendasi
dibandingkan dengan proses lainnya dalam perbaikan dalam upaya penurunan dampak
rangkaian proses industri gula. Mashoko, et al. lingkungan pada proses budidaya tebu.
(2010) menyatakan dalam penelitiannya bah-
wa proses budidaya tebu merupakan kontribu- TINJAUAN PUSTAKA
tor terbesar terhadap pemanasan global dan Budidaya Tebu
perubahan iklim, dibandingkan dengan proses
lainnya seperti proses pembakaran tebu, Pada umumnya, proses budidaya tebu
proses transportasi pengangkutan tebu ke lo- dimulai dari pengolahan tanah, penanaman
kasi pabrik, dan proses produksi gula. bibit tebu, pemeliharaan, dan pemanenan tebu
Penelitian Seabra (2011) menyatakan hal se- untuk kemudian diangkut ke pabrik. Berbagai
rupa bahwa budidaya tebu menyumbang 42% tahapan dalam proses budidaya tebu ini di-
dari total emisi gas rumah kaca yang pengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
dihasilkan dalam satu proses produksi gula. kualitas bibit tebu, pasokan air, kualitas tanah,
Oleh karenanya diperlukan suatu upaya per- pemupukan dan jika perlu pestisida. Proses
baikan sistem untuk mengurangi dampak ling- budidaya tebu secara garis besar disajikan pa-
kungan yang ditimbulkan dari budidaya tebu, da Gambar 1.
dengan mengelola unsur-unsur utama yang Selain menghasilkan tebu panen sebagai
bahan baku industri gula, output lain yang
dihasilkan dari budidaya tebu adalah emisi
yang memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan. Umumnya, dampak negatif ini
terkait dengan tata cara pemberian pupuk,
pemanenan tebu, dan penggunaan solar pada
proses pengolahan dan transportasi tebu panen
menuju lokasi pabrik.

2
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64

Penyiapa limbah pascapanen secara terbuka, akan


n
Lahan
Pengolahan
Tanah

Persiapa Teban
Penanaman Bibit
n Bibit g
Bibit

Pemupukan,
Pupuk
Pengairan

Pemanenan

Tebang - Angkut

Gambar 1.
Budidaya Tebu
Sumber: Indrawanto dkk
(2010)

Pemberian pupuk dalam proses budidaya


tebu berpotensi menimbulkan emisi, baik ter-
hadap udara, badan air (air permukaan), mau-
pun tanah (asidifikasi tanah). Hal ini disebab-
kan akibat penggunaan pupuk anorganik
dengan dosis yang berlebihan, terutama pada
sistem intensifikasi pertanian yang dituntut
untuk memberikan hasil panen secara maksi-
mal. Semakin besar penggunaan pupuk khu-
susnya pupuk anorganik, semakin besar emisi
N2O yang ditimbulkan (Kurnia & Sutrisno,
2008).
Proses pemanenan tebu juga merupakan
salah satu tahapan dalam budidaya tebu yang
berkontribusi terhadap degradasi lingkungan,
terkait dengan kurang tepatnya penanganan
limbah pascapanen (cane trash) yang selama
ini dilakukan oleh para petani tebu. Beberapa
bagian dari tanaman tebu yang memiliki kan-
dungan serat (fiber) tinggi tertinggal di lahan
perkebunan menjadi limbah pascapanen. Jika
dibiarkan terlalu lama di lahan perkebunan,
limbah ini dapat menghambat pertumbuhan
tunas tebu (ratoon cane) dan juga dapat
menganggu pengolahan tanah saat penanaman
tebu (Sugandi, dkk., 2013). Pembakaran
3
Analisis Potensi Dampak Arieyanti Dwi A
Lingkungan

menghasilkan emisi yang berpotensi mem- ini telah memunculkan kepedulian dalam
berikan dampak lingkungan berupa pengembangan teknik atau metode untuk lebih
pemanasan global (Mashoko, et al., 2010). memahami dan mengurangi dampak tersebut.
Padahal limbah pascapanen termasuk dalam Salah satu teknik yang dikembangkan adalah
golongan limbah biomassa yang dapat di- Life Cycle Assessment (LCA).
manfaatkan menjadi sumber energi potensial LCA merupakan salah satu teknik yang
jika diolah secara optimal (Tajalli, 2015). dikembangkan untuk mengurangi dampak
Setelah dipanen, tebu akan diangkut ke lingkungan yang ditimbulkan dari suatu indus-
pabrik gula untuk selanjutnya diproses untuk tri (produksi dan konsumsi), sehingga pada
menghasilkan produk utama berupa gula. akhirnya mampu memberikan perlindungan
Pengangkutan tebu dari lokasi panen sampai terhadap lingkungan (Finkbeiner, 2013). LCA
ke pabrik gula, umumnya dilakukan dengan
Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan siklus
Hama Penyakit
menggunakan truk. Proses pengangkutan ini hidup dan dapat digunakan untuk penghi-
memberikan efek berupa emisi udara sebagai tungan karbon serta untuk mengevaluasi dam-
hasil pembakaran bahan bakar fosil. Kondisi pak lingkungan penting lainnya seperti
ini diperburuk dengan adanya puluhan truk pengasaman, penipisan ozon, eutrofikasi,
yang antri untuk masuk ke lokasi pabrik asap, dan efek kesehatan terhadap manusia
dalam kondisi mesin menyala. (Aziz, dkk., 2016). Berdasarkan ISO 14040
Life Cycle Assessment (LCA) (1997), LCA merupakan suatu prosedur
kuantitatif yang digunakan untuk menilai
Dampak lingkungan yang ditimbulkan aspek lingkungan dan dampak potensial yang
dari suatu proses atau kegiatan industri mem- terkait dengan produk. Tahapan yang harus
berikan pengaruh yang lebih luas, tidak dilakukan dalam penentuan dampak ling-
hanya bagi lingkungan sekitar tetapi juga kungan dengan menggunakan metode LCA,
mempengaruhi lingkungan secara global. Hal dijelaskan pada Gambar 2.
Interpretasi b. Perlu dilakukan pembatasan ruang ling-
kup, yang digolongkan menjadi 4
(Gambar 3), yaitu:
 Cradle to grave: dimulai dari bahan
Analisis Inventori mentah sampai pemakaian produk.
 Cradle to gate: dimulai dari bahan
mentah sampai ke gate sebelum
pemakaian produk.
Analisis  Gate to gate: hanya meninjau
Pendugaan kegiatan/aktivitas terdekat.
Dampak  Cradle to cradle: dimulai dari ba-
han mentah sampai pada daur ulang
Gambar 2. material.
Tahapan LCA
Sumber: ISO 14040 (1997) 2. ISO 14042 (1999)–Life Cycle Invetory
(LCI) atau Analisis Invetori.
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan
Tahapan LCA pada Gambar 2 merupa- dan penghitungan data untuk mengukur
kan tahapan-tahapan yang harus dilakukan
dalam penentuan dampak lingkungan mengenai Principle and Framework LCA. ISO
menggunakan metode LCA berdasarkan kemudian menerbitkan beberapa standar terkait
standar ISO. Standar ISO mengenai LCA dengan penerapan LCA, yaitu:
dikelompokkan dalam standar ISO 14000 se- 1. ISO 14041 (1998) – Goal and Scope atau
ries mengenai sistem manajemen lingkungan Definisi Tujuan dan Ruang Lingkup.
(environmental management). a. Memuat tujuan analisis LCA, yaitu
Standar pertama mengenai LCA adalah membandingkan satu proses dengan
ISO 14040 yang diterbitkan tahun 1997 proses lainnya, sehingga dapat dipilih
4
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64

alternatif produk atau proses yang lebih input yang relevan dan output dari sistem
Definisi secara
Tujuan lingkungan dan ekonomi. secara keseluruhan. Data persediaan men-
ramah cakup bahan baku dan konsumsi energi,
dan Ruang
Lingkup emisi padat, cair dan gas. Tujuan dari LCI
adalah untuk menunjukkan pengaruh ling-
kungan per bagian dari life cycle.
3. ISO 14043 (2002)–Life Cycle
Interpretation Assessment (LCIA) atau
Analisis Pendugaan Dampak.
Tahapan ini bertujuan untuk mengevaluasi
seberapa signifikan potensi dampak ling-
kungan yang ditimbulkan terkait dengan
beban lingkungan yang diukur pada tahap
LCI. Data-data hasil LCI akan dikonversi
ke dalam kategori indikator dampak ling-
kungan (seperti global warming, asidifi-
kasi, penipisan lapisan ozon atau
ecotoxolo- gy), sehingga akan lebih mudah
dipahami untuk mendapatkan informasi
lingkungan (Gala, 2015).

Cradle to Grave

Cradle to Gate

Raw Material Extraction Material Processing Material Finishing Product Trans- portation
Operation Demolition Recycling

Gate to Gate Gate to Gate Gate to Gate Gate to Gate

Cradle to Cradle

Gambar 3.
Skema Lingkup LCA
Sumber: Bayer, et al. (2010)

4. ISO 14044 (2006)–Requirements and bangan bahwa OpenLCA merupakan satu-


Guidelines. satunya software LCA yang tidak berbayar.
Tahap ini merupakan tahap akhir dari taha- Selain itu, OpenLCA merupakan software yang
pan LCA, dimana hasil LCI/LCIA dapat diakses dengan mudah dan legal, dengan
dirangkum, kemudian dibahas sebagai dasar cara pengoperasian yang sederhana.
kesimpulan, rekomendasi, dan pengambilan OpenLCA merupakan salah satu software
keputusan sesuai dengan definisi tujuan dan untuk membantu menganalisis tahapan
ruang lingkup (ISO 14043, 2002). Hasil penelitian LCA. OpenLCA adalah perangkat
dari tahap ini akan dikembangkan, kemudi- lunak dengan sumber database terbuka yang
an dilakukan process improvement atau digunakan untuk mengolah Life Cycle Assess-
pemilihan terbaik dari berbagai skenario ment (LCA) dan Sustainability Assessment,
yang ditawarkan.
Software OpenLCA
Pengolahan data pada tahap LCI
menggunakan software OpenLCA. Pertim-
bangan pemilihan OpenLCA sebagai alat un-
tuk menganalisis data didasarkan pada pertim-
5
Analisis Potensi Dampak Arieyanti Dwi A
Lingkungan

flow yang terdapat pada OpenLCA adalah: tampilkan pada Tabel 1.


a. elementary flows, material atau energi
Tabel 1.
dari lingkungan yang masuk dan keluar
Simbol Fitur pada OpenLCA 1.6
dari/ke proses produksi.
b. product flows, material atau energi yang Fitur Simbol Keterangan
bertukar pada saat proses produk.
c. waste flows, material atau energi yang Flow Flow merupakan semua
keluar dari proses produk. produk, material
2. Database, pada penelitian ini database maupun energi baik
yang dipakai adalah “ELCD database input maupun output
3.2” yang tidak berbayar pada Nexus web. dalam suatu sistem
3. Basic modelling, elemen database yang yang sedang dianalisis.
dibutuhkan untuk permodelan pada Process Process adalah kegiatan
OpenLCA, diberi simbol seperti yang di- yang mengubah input
menjadi output.
yang dikembangkan sejak tahun 2006 oleh
GreenDelta 2 (Gmbh, 2016). OpenLCA dapat Produc Product system berisi
t semua proses dalam
diaplikasikan ke berbagai area, yaitu:
system suatu produk yang
1. Environmental Life Cycle Assessment sedang dianalisis.
(LCA); Product system dapat
2. Economic Life Cycle Costing (LCC); terdiri dari satu atau
3. Social Life Cycle Assessment (Social beberapa proses.
LCA);
4. Carbon and Water Footprint; Project Project merupakan satu
5. Design for Environment (DfE); bagian besar yang
6. Environmental Product Declaration terdiri dari beberapa
(EPD). product system. Pada
Menurut Gmbh (2016), proses dan fitur OpenLCA Project
yang tersedia pada software OpenLCA secara dapat digunakan untuk
garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut: membandingkan
1. Flows, merupakan input dan output dari dampak dari berbagai
product system yang
seluruh produk, material maupun energi
ada di dalamnya.
pada proses produksi sebuah produk. Tipe
Sumber: Gmbh (2016).
METODE PENELITIAN Trangkil, Kabupaten Pati.
Penghitungan emisi dihitung berdasar-
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
kan pedoman inventarisasi gas rumah kaca
mengikuti prosedur LCA menurut ISO 14040.
untuk pembakaran stasioner (IPCC, 2016).
Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif
Emisi N2O dari proses penggunaan
kuantitatif untuk mengkaji aspek lingkungan.
pupuk
Data sekunder didapatkan dari Bagian Tana-
man Pabrik Gula (PG) Trangkil. Data yang Emisi direct N2O = ((Fsn + Fon)*EF1) (1)
diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis Emisi indirect N2O = ((Fsn x FracGASF) + Fon x
menggunakan software OpenLCA 1.6 untuk
FracGASM)*EF4........(2)
dilakukan fase assessment. Perhitungan dam-
pak dilakukan berdasarkan metode CML
(baseline). Penelitian dilakukan pada bulan (NPK, ZA dan blotong) dan emisi CH4, N2O,
Mei-November 2017 dengan lokasi di NOx, CO dan SO2 dari hasil pembakaran
perkebunan tebu milik Pabrik Gula (PG) limbah pascapanen dihitung menggunakan
6
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64

rumus dari pedoman penyelenggaraan inven-


FracGASM: Fraksi pupuk organik N (Fon) dan urin
tarisasi gas rumah kaca nasional (Kementerian dan kotoran ternak yang dideposi
Lingkungan Hidup, 2012). Rumus yang ternak (FPRP) yang ter- volatisasi
digunakan untuk menghitung emisi direct N2O sebagai NH3 dan NOx, kg N
dan emisi indirect N2O adalah: tervolatisasi per kg N yang
Keterangan: digunakan.
sn F : Jumlah tahunan pupuk sintetis N EF4 : Faktor emisi N2O dari deposit N
yang diaplikasikan ke tanah, kg N pada tanah dan permukaan air, (kg
per tahun. N-N2O per (kg NH3-N + NOx-N
volatized)). Nilai EF4 yang
Fon : Jumlah tahunan dari pupuk kan-
digunakan 0,01.
dang, kompos, urin, dan kotoran
ternak yang diaplikasikan ke HASIL DAN PEMBAHASAN
tanah, kg N per tahun.
EF1 : Faktor emisi untuk emisi N2O dari Definisi Tujuan dan Ruang Lingkup
input N untuk lahan kering, kg Sebelum menentukan tujuan dan ruang
N2O-N per (kg N input). Nilai EF1 lingkup, perlu ditentukan definisi unit
yang digunakan 0,1. fungsional yang dibahas. Unit fungsional pada
FracGASF : Fraksi pupuk N sintetis yang penelitian ini adalah produksi satu ton gula
bervolatisasi sebagai NH3 dan untuk satu tahun. Tujuan yang akan dicapai
NOx, kg N tervolatisasi per kg N adalah mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
yang digunakan. membandingkan komponen atau tahapan da-
lam budidaya tebu. Adapun ruang lingkup
yang digunakan adalah metode LCA gate to
gate, dengan meninjau kegiatan pada aktivitas
terdekat yaitu aktivitas budidaya tebu.
Analisis Inventori
Budidaya tebu meliputi 5 tahapan yaitu
1) pengolahan tanah, 2) penanaman bibit, 3)
pemeliharaan (pemupukan dan pengairan), 4)
panen–angkut, dan 5) pembakaran limbah
pascapanen. Limbah pascapanen adalah
limbah yang ditinggalkan di lahan tebu sesaat
setelah proses panen selesai. Limbah
pascapanen berupa daun kering, serasah dan
pucuk tebu. Setiap tahapan proses budidaya
tebu membutuhkan masukan (input) berupa
sumber daya alam dan energi, dengan
keluaran (output) berupa produk akhir,
limbah, emisi, dan produk samping (by-
product) sebagaimana ditampilkan pada Gam-
bar 4.
Proses budidaya tebu dimulai dari tahap
pengolahan tanah. Bahan bakar fosil yang
digunakan sebagai input berupa solar, untuk
bahan bakar traktor sebanyak 0,052 m3 dan
menghasilkan output berupa emisi hasil pem-
bakaran solar. Penggunaan solar pada tahap
pengolahan tanah mengacu pada penelitian

7
Sola r
Pengolahan Tanah
Emisi dari penggunaan solar
Pupu k

Penanaman Bibit
Bibit

Pupu k Nutrient leaching


Pemeliharaan
Air
Emisi pupuk anorganik

Tebu panen
Pemanenan
Cane trash Open burning Emisi

Solar Tebang- Angkut Emisi dari transportasi

Gambar 4.
Input dan Output Budidaya Tebu
Witayapairot & Yossapol (2009), yang me-
nyebutkan bahwa kebutuhan solar untuk me- Trangkil yaitu 138,10 m3 air per ton tebu.
ngolah tanah pada budidaya tebu sebesar 3,26 Output yang dihasilkan dari tahap ini berupa
liter per ton tebu. Pupuk yang digunakan di emisi dari penggunaan pupuk anorganik, baik
awal pengolahan lahan biasanya berupa emisi ke tanah, emisi ke udara maupun emisi
blotong (filter cake) yang dihamparkan pada ke badan air terdekat. Aktivitas ini juga
lahan sebelum dilakukan tanam baru.pakan memberikan potensi terjadinya nutrient
salah satu input yang dibutuhkan pada tahap leaching, yaitu terangkutnya hara yang
penanaman. Jumlah total bibit tebu yang tersedia dalam larutan tanah melalui
ditanam di lahan baru PG. Trangkil tahun pergerakan air tanah keluar dari jangkauan
2016 sekitar 10 ton bibit tebu per ha lahan. perakaran tanaman sehingga unsur hara
Luas lahan PG. Trangkil tahun 2016 untuk tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
menghasilkan 1 ton gula adalah 0,233 ha. Beberapa hara yang terdapat dalam pupuk
Setelah tahap penanaman bibit, tahap anorganik, keberadaannya dalam tanah sangat
selanjutnya adalah tahap pemeliharaan tebu mobile sehingga mudah hilang dari tanah
yang meliputi pemupukan dan pengairan. melalui pencucian maupun penguapan
Pupuk yang digunakan yaitu pupuk anorganik (Nainggolan, dkk., 2009).
NPK dan ZA. Konsumsi pupuk diasumsikan Tahap selanjutnya dari budidaya tebu
sebesar 60 ton per ha untuk pupuk ZA dan 40 adalah pemanenan tebu yang dilakukan pada
ton per ha untuk pupuk NPK (Data PG. Trang- musim kering sekitar bulan Mei. Pada musim
kil, 2016). PG. Trangkil tidak menggunaan kering, tanaman tebu berada dalam kondisi
pestisida pada proses budidaya tanaman tebu. optimum dengan tingkat rendemen tinggi.
Sedangkan untuk proses pengairan, mayoritas Proses pemanenan (tebang) langsung
lahan tebu PG. Trangkil menggunakan sistem dilanjutkan dengan proses muat dan angkut
tadah hujan. Pengairan biasanya dilakukan yang dilakukan secara manual. Pada proses
saat proses penanaman dan pemupukan. Sis- pemanenan tebu, selain menghasilkan tebu
tem tadah hujan menyebabkan volume air panen (cane stalk), proses tersebut juga
yang digunakan tidak tercatat. Oleh karena itu, menghasilkan limbah pascapanen (cane trash)
kebutuhan air pada proses ini menggunakan berupa daun kering, serasah dan pelepah tebu,
asumsi berdasarkan hasil penelitian dari Bala- yang jumlahnya mencapai 20-25 ton/ha atau
ji, dkk. (2008) dan Witayapairot & Yossapol sekitar 10-15% dari total biomassa tebu
(2009) yang memiliki kemiripan kondisi dan (Toharisman, 1991; Basit & Nurhidayati,
sistem pengairan dengan lahan tebu PG. 2016). Limbah pascapanen dibiarkan
tertinggal di areal tebu untuk kemudian
Tabel 2.
Data Input Output pada Subsistem Budidaya Tebu
Input Jumlah Satuan Output Jumlah Satuan
Solar 498,23 liter Tebu panen 16.097 kg
Tanah 0,233 ha Emisi CO (udara) 11,051 kg
Bibit tebu 2,331 ton Emisi CO2 (udara) 1.365,995 kg
Air 2.223,117 m3 Emisi SO2 (udara) 1,270 kg
Pupuk ZA 13,986 ton Emisi CH4 (udara) 0,508 kg
Pupuk NPK 9,324 ton Emisi N2O (udara) 445,280 kg
Emisi NO2 (udara) 0,025 kg
3-
Emisi PO4 (udara) 0,00324 kg
Emisi NOx (udara) 0,300 kg
Emisi CO2 biogenik 181,981 kg

dibakar secara terbuka (open burning). Hal dilepaskan selama proses pembakaran diasum-
tersebut bertujuan mempercepat proses sikan akan diserap kembali oleh tanaman pada
pembersihan areal untuk proses tanam musim berikutnya atau biasa disebut CO2 bi-
selanjutnya. Pembakaran limbah pascapanen ogenik. Setelah dilakukan perhitungan data,
secara terbuka akan menghasilkan emisi tebu maka diperoleh data hasil analisis inventori
terbakar (input dan output) pada subsistem budidaya
Limbah pascapanen yang dibakar tebu yang disajikan pada Tabel 2.
sebesar 2,414 ton atau sebesar 15% dari total Setelah data inventori diperoleh maka
tebu panen sebagaimana studi yang dilakukan selanjutnya data dianalisis secara kuantitatif
oleh Basit & Nurhidayati (2016). Luas panen untuk mengetahui adanya dampak lingkungan
tebu sebesar 0,233 ha dengan fraksi biomassa yang dihasilkan pada setiap tahapan proses.
yang dibakar 0,1 menurut pedoman Dampak lingkungan dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan inventarisasi GRK nasional budidaya tebu dari berbagai literatur meliputi
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). energy depletion, nitrification, acidification,
Setelah tebu dipanen, selanjutnya tebu global warming, photo oxidant, aquatic
akan diangkut dari areal tebu menuju ke lokasi toxici- ty, human toxicity, eutrophication, Gas
pabrik menggunakan sarana transportasi Rumah Kaca (GRK), dan penggunaan lahan
berupa truk. Pada proses pengangkutan (Ramjeawon, 2004; Renouf & Wegener,
dibutuhkan bahan bakar (solar) sebanyak 2007; Purwaningsih, 2016).
0,446 m3 untuk menghasilkan output berupa
emisi transportasi. Kebutuhan solar untuk Life Cycle Impact Assessment (LCIA)
pengangkutan tebu mengacu pada penelitian Proses budidaya tebu terdiri dari lima
Witayapairot & Yossapol (2009) yang tahapan, yaitu pengolahan tanah, penanaman
menggunakan 27,69 liter solar per ton tebu. bibit, pemeliharaan tebu, panen-angkut, dan
Tebu yang telah diangkut kemudian masuk ke pembakaran limbah pascapanen secara ter-
tahap selanjutnya yaitu tahap produksi gula. buka (open burning). Diantara kelima tahapan
Tebu tersebut akan mengalami pengolahan di tersebut, tahapan-tahapan yang menghasilkan
PG sesegera mungkin untuk mencegah emisi yaitu pengolahan tanah akibat
berkurangnya rendemen pada tebu. penggunaan solar, pemeliharaan tebu dengan
Emisi yang dihasilkan dari budidaya outputnya emisi dari penggunaan pupuk anor-
tebu berupa CO, CO2, SO2, CH4, N2O, NO2, ganik, dan panen-angkut dari proses
PO43-, dan NOx. Emisi yang dihasilkan dari penggunaan solar untuk mengangkut tebu
proses pembakaran limbah pascapanen (cane menuju lokasi pabrik, serta pada pembakaran
trash) termasuk emisi non-CO2 dari biomassa terbuka dari proses pembakaran limbah
yang dibakar. Emisi CO2 dari biomassa yang pascapanen (cane trash). Hasil analisis LCIA
dibakar tidak dihitung karena karbon yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.
Hasil Analisis LCIA
Dampak Lingkungan Satuan Nilai
Climate change kg CO2 eq. 134.275,23
Eutrophication kg PO4 eq. 120,24
Acidification kg SO2 eq. 1,54
Photochemical oxidation kg ethylene eq. 0,36
Human toxicity kg dichlorobenzene eq. 0,15

Tabel 3 menunjukkan bahwa lima kate- Eutrofikasi (Eutrophication)


gori dampak lingkungan terbesar menurut
Sumber polutan utama pada eutrofikasi
hasil analisis menggunakan OpenLCA adalah
berasal dari aktivitas penggunaan pupuk kimia
climate change, eutrophication, acidification, serta pengolahan limbah cair jika limbah
photochemical oxidation, dan human toxicity. dibuang ke lingkungan. Emisi yang
Selanjutnya, masing-masing kategori dampak ditimbulkan berupa phosphat yang terkandung
dipersentase berdasarkan kontribusi dari tiap- dalam suatu perairan. Pada penelitian ini,
tiap tahapan dalam budidaya tebu (Tabel 4). tahapan pada budidaya tebu yang
Perubahan Iklim (Climate Change) berkontribusi paling besar terhadap dampak
eutrofikasi adalah tahapan pemeliharaan tebu.
Perubahan iklim merupakan dampak Sebagaimana diketahui bahwa proses
lingkungan yang sumber terbesarnya berupa pemberian pupuk kimia pada lahan tebu
emisi N2O dari penggunaan pupuk N dan memberikan dampak negatif bagi lingkungan
pembakaran limbah pascapanen secara ter- karena menimbulkan emisi terhadap tanah
buka. Emisi yang dihasilkan merupakan Gas maupun terhadap perairan yang berada di
Rumah Kaca (GRK) yaitu berupa N2O, CH4, sekitar lahan tebu.
dan CO2. (Silalertruksa, et al., 2016). Pada Kondisi ini diperkuat dengan teori yang
penelitian ini, tahapan pada budidaya tebu disampaikan Syafruddin (2015) bahwa pupuk
yang berkontribusi paling tinggi terhadap N-anorganik yang diaplikasikan ke dalam
dampak lingkungan perubahan iklim adalah tanah akan terurai menjadi NH4+ atau NO3-.
pemeliharaan tebu sebesar 98,82%. Pemeli- Selain diserap tanaman, hara N dalam bentuk
haraan tebu pada penelitian ini meliputi proses NH4+ dan NO3-. NH4+ berubah menjadi NH3
pemupukan dan pengairan. Tingginya kontri- dan akan menguap, sedangkan NO3- sebagian
busi pada tahapan ini dimungkinkan terjadi mengalami pencucian dan denitrifikasi
karena emisi N2O dari proses pemupukan menjadi gas N2O dan NO. Setelah teroksidasi,
pupuk N. Gas tersebut terlepas ke udara se- NH3 akan meningkatkan kemasaman tanah.
bagai hasil dari proses denitrifikasi yang mem- NO3- yang tercuci akan mencemari air tanah
berikan dampak negatif bagi lingkungan kare- sehingga menurunkan kualitas air dan
na setiap kg N2O berpengaruh 300 kali lebih mengurangi keanekaragaman hayati pada
besar terhadap perubahan iklim dibandingkan perairan karena eutrofikasi. Hal yang sama
dengan emisi dari 1 kg CO 2 (Syafruddin, dinyatakan oleh Mungcharoen (2016) dalam
2015). penelitiannya yang menyatakan bahwa
Tabel 4.
Persentase Kontribusi pada Budidaya Tebu
Climate Human
Tahap Eutrophication Acidification Photochemical
Change Toxicity Oxidation
Pengolahan tanah 0,11% 0,001% 8,40% 2,76% 1,57%
Penanaman bibit 0 0 0 0 0
Pemeliharaan tebu 98,82% 99,95% 0 0 0
Panen dan angkut 0,92% 0,01% 72,05% 23,70% 13,49%
Pembakaran terbuka 0,16 0,03% 19,55% 73,54% 84,93%
penggunaan pupuk anorganik (pupuk N dan
P) menghasilkan emisi dengan polutan utama panen tebu yaitu berupa serasah, daun kering
NOx, NH3, dan PO43- yang berkontribusi dan pucuk tebu (Hassuani, 2005). Pada
terhadap dampak lingkungan eutrofikasi. penelitian ini, pembakaran limbah pascapanen
Eutrofikasi juga bisa ditentukan dari menyumbang 19,55% dari total dampak asidi-
nilai Total Dissolved Solid (TDS) suatu fikasi yang ditimbulkan. Kondisi tersebut se-
perairan. TDS mencerminkan jumlah rupa dengan penelitian Nguyen & Gheewala
kepekatan padatan dalam suatu perairan. Pada (2008) yang menyatakan bahwa pembakaran
umumnya, akan terjadi eutrofikasi suatu limbah pascapanen secara terbuka (cane trash
perairan jika nilai TDS pada perairan tersebut open burning) pada budidaya tebu menjadi
> 100 bpj (bagian per juta). Penyebab utama kontributor dampak asidifikasi, pengayaan
TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion nutrisi, dan photochemical oxidation.
yang umum dijumpai pada suatu perairan,
Human Toxicity
salah satunya berasal dari penggunaan
pestisida dan pupuk anorganik dari sektor Toksisitas manusia berkaitan dengan
pertanian (Astuti, 2014). efek zat beracun terhadap manusia berupa
gangguan pernafasan yang disebabkan oleh
Asidifikasi (Acidification) zat anorganik yang terlepas ke udara dan
Parameter utama yang berkontribusi terhadap dinyatakan sebagai 1,4 dcb (dichlorobenzene)
asidifikasi adalah SO2 dan NOx (Silalertruksa, (Chandra, et al., 2018). Human toxicity pada
et al., 2016). Pada penelitian ini, tahapan yang penelitian ini berasal dari tahap pembakaran
memberikan sumbangan tahap panen-angkut. limbah pascapanen sebesar 73,54%. Hasil
Emisi SO2 yang dihasilkan pada panen-angkut penelitian ini serupa dengan penelitian Ram-
merupakan hasil dari penggunaan solar jeawon (2004) yang menyebutkan bahwa
sebagai bahan bakar pada truk pengangkut pembakaran limbah pascapanen menyumbang
tebu. Hal ini sesuai dengan penelitian Chan- ± 500 kg/ha particulate matter yang mem-
dra, et al. (2018) yang menyebutkan bahwa berikan dampak bagi kesehatan manusia, teru-
penggunaan bahan bakar fosil menjadi tama pernafasan.
penyebab utama asidifikasi dalam budidaya Tahapan selanjutnya yang memberikan
tebu. kontribusi pada dampak Human toxicity ada-
Sebagaimana tersaji pada Tabel 4, per- lah tahap panen-angkut (23,70%) dan tahap
sentase asidifikasi tertinggi dihasilkan dari pengolahan tanah (2,76%). Proses yang terjadi
tahap panen-angkut (72,05%), yang kemudian pada kedua tahap tersebut berkaitan dengan
diikuti tahap pembakaran limbah pascapanen konsumsi energi berupa bahan bakar fosil
secara terbuka (19,55%), dan pengolahan (solar). Hal ini sesuai dengan pernyataan
tanah (8,40%). Hal ini dikarenakan, Bloemhof-Ruwaard (1996) yang menyatakan
penggunaan bahan bakar fosil (solar) pada bahwa semakin tinggi penggunaan energi,
tahap panen-angkut lebih tinggi yaitu sebesar maka semakin tinggi pula dampak Human
0,446 m3 dibandingkan dengan penggunaan toxicity dan acidification yang ditimbulkan.
solar pada tahap pengolahan tanah sebesar Photochemical Oxidation
0,052 m3. Semakin besar jumlah bahan bakar Sumber utama yang berkontribusi pada
fosil yang dikonsumsi, semakin besar pula dampak photochemical oxidation adalah pem-
jumlah emisi SO2 yang dikeluarkan. Oleh ka- bakaran limbah pascapanen secara terbuka
renanya, persentase asidifikasi yang (cane trash open burning), dengan emisi yang
dihasilkan dari tahap pengolahan tanah lebih dihasilkan berupa NOx dan CO (Silalertruksa,
kecil daripada tahap panen-angkut. et al., 2016). Pada penelitian ini, dampak pho-
Selain emisi SO2, parameter lain yang tochemical oxidation, disumbang dari tahap
memberikan kontribusi terhadap asidifikasi pembakaran limbah pascapanen secara ter-
adalah emisi NOx. Emisi ini dihasilkan dari buka sebesar 84,93% yang merupakan
tahap pembakaran limbah pascapanen secara kontributor dengan persentase tertinggi dari
terbuka. Limbah pascapanen merupakan total dampak photochemical oxidation yang
limbah yang terbentuk setelah dilakukannya dihasilkan pada budidaya tebu. Kondisi ini
sesuai dengan penelitian Nguyen & Gheewala (2008) yang menyebutkan bahwa pembakaran
limbah pascapanen secara terbuka
menghasilkan beberapa polutan udara seperti Prioritas pertama adalah proses pemeli-
CO dan VOC (Volatile Organics Carbons) haraan tebu. Emisi yang dihasilkan dalam
yang berkontribusi terhadap dampak photo- proses ini berasal dari proses penggunaan
chemical oxidation. pupuk anorganik. Analisis perbaikan yang
Selain tahap pembakaran pascapanen, dilakukan adalah dengan mengganti pupuk
tahapan pada budidaya tebu yang memberikan anorganik dengan pupuk organik, pada dosis
kontribusi terhadap photochemical oxidation yang tepat dan teknik yang sesuai.
adalah tahap panen-angkut (13,49%) dan Prioritas kedua adalah proses pemba-
tahap pengolahan tanah (1,57%). Kedua tahap karan terbuka limbah pascapanen, proses ini
ini merupakan tahapan dalam budidaya tebu menjadi kontributor terbesar terhadap dampak
yang input terbesarnya adalah bahan bakar human toxicity dan photochemical oxidation.
fosil (solar). Konsumsi bahan bakar fosil Analisis perbaikan yang dapat dilakukan
merupakan salah satu sumber yang berkontri- adalah dengan memanfaatkan limbah
busi terhadap dampak photochemical oxida- pascapanen (daun kering, serasah tebu, pucuk
tion, sebagaimana hasil penelitian Aparecido, tebu) menjadi bahan bakar boiler. Hal tersebut
et. al. (2014) yang menyatakan bahwa selain didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa
pembakaran limbah pascapanen, dampak pho- limbah pascapanen (cane trash) merupakan
tochemical oxidation disumbang juga dari salah satu jenis limbah biomassa yang
konsumsi bahan bakar fosil. memiliki potensi tinggi sebagai penghasil
energi (bahan bakar). Potensi biomassa pada
Interpretasi limbah pascapanen dapat dilihat dari besarnya
Interpretasi merupakan langkah terakhir nilai kalor yang dihasilkan, yaitu 3000 kkal/kg
dalam tahapan LCA. Rencana tindakan yang dengan moisture sekitar 30% (Tajalli, 2015).
akan dibuat didasarkan pada hasil interpretasi. Menurut Nguyen & Gheewala (2008), cane
Metode analisis yang dilakukan untuk menen- trash memiliki nilai Higher Heating Value
tukan isu-isu lingkungan adalah dengan (HHV) sebesar 15,5 MJ/kg. Teori ini
metode pendekatan analisis kontribusi yang diperkuat dengan Hassuani (2005) yang
dilanjutkan dengan analisis perbaikan. mengelompokkan cane trash ke dalam 3
kelompok yaitu dry leaves, green leaves dan
Analisis Kontribusi tops. Dry leaves dan green leaves mempunyai
Tujuan dari analisis kontribusi adalah nilai kalor (Higher Heating Value/HHV)
untuk mengetahui tahapan dalam budidaya sebesar 17,4 MJ/kg, sedangkan tops memiliki
tebu yang memiliki kontribusi paling dominan HHV sebesar 18,1 MJ/kg.
sehingga pengambilan keputusan dalam Pemanfaatan limbah pascapanen (cane
menentukan langkah perbaikan menjadi tepat trash) sebagai bahan bakar boiler mampu
dan efektif. Tabel 4 menjadi dasar pertim- menghemat pemakaian bagasse dalam hal
bangan untuk menentukan alternatif perbaikan sebagai penyedia energi untuk proses produksi
lingkungan. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bah- pabrik gula, sebesar 42,97%. Oleh karenanya,
wa terdapat 2 proses dalam budidaya tebu pemanfaatan limbah pascapanen ini akan
yang memberikan kontribusi tertinggi, yaitu mereduksi emisi hasil pembakaran terbuka,
proses pemeliharaan tebu, dan proses pemba- yang pada akhirnya akan mampu mengurangi
karan terbuka limbah pascapanen. kontribusi negatifnya terhadap lingkungan.
Analisis Perbaikan
KESIMPULAN
Analisis perbaikan dilakukan berdasar-
kan hasil analisis kontribusi. Permasalahan Sumber daya alam yang digunakan pada
utama yang direkomendasikan untuk satu siklus hidup di PT. PG. Trangkil Pati
dilakukan prioritas perbaikan lingkungan dengan unit fungsional 1 ton gula per tahun
adalah 2 (dua) kontributor tertinggi hasil dari dengan ruang lingkup proses budidaya tebu
adalah tanah (0,233 ha) dan air (2.223,117 m3)
analisis kontributor.
yang menghasilkan tebu sebesar 16,097 ton.
Energi yang dikonsumsi berasal dari solar
dengan total energi sebesar 19.234,254 MJ.
Hasil analisis dampak (Life Cycle Impact Assessment) menggunakan software
OpenLCA
Aziz, R., Chevakidagarn, P., Danteravanich,
1.6 menunjukkan bahwa: a) lima kategori
dampak lingkungan terbesar adalah climate S. (2016). Environmental Impact Evalu-
change, eutrophication, acidification, human ation of Community Composting by Us-
toxicity, dan photochemical oxidation; b) taha- ing Life Cycle Assessment : A Case
pan dalam budidaya tebu yang memberikan Study Based on Types of Compost Prod-
kontribusi tertinggi adalah pemeliharaan tebu uct Operations. Walailak Journal, 13 (3),
untuk dampak lingkungan climate change 221–233.
(98,82%), eutrophication (99,95%), panen- Balaji, A., Karthikeyan, B., Sundar Raj, C.
angkut untuk dampak lingkungan acidification (2008). Life Cycle Assessment of Elec-
(72,05%), pembakaran terbuka limbah tricity Generation from Baggase in Mau-
pascapanen untuk dampak lingkungan human ritius. Journal of Cleaner Production, 16
toxicity (73,54%), dan photochemical oxida- (1), 1727–1734.
tion (84,93%); c) terdapat 2 proses dalam
Basit, A., Nurhidayati. (2016). Manajemen
budidaya tebu yang memberikan kontribusi
tertinggi, yaitu proses pemeliharaan tebu, dan Residu Untuk Meningkatkan Serapan
proses pembakaran terbuka limbah Hara N dan S, Hasil Tebu dan Gula da-
pascapanen. lam Budidaya Tebu (Scaaharum offici-
Alternatif perbaikan yang direkomen- narum L.) Lahan Kering. Prosiding Se
dasikan, diantaranya: a) pada proses pemeli- minar Nasional Hasil Penelitian dan
haraan tebu yaitu dengan mengganti atau men- Pengabdian Kepada Masyarakat LPPM.
gurangi pemakaian pupuk anorganik dengan Malang: Universitas Islam Malang, 121–
menggunakan pupuk kompos (pupuk organik), 126.
dengan dosis pemberian yang tepat dan teknik Bayer C., Gamble, M., Gentry, R., & Joshi, S.
yang sesuai; b) pada proses pembakaran ter- (2010). AIA Guide to Building Life Cycle
buka limbah pascapanen yaitu dengan me- Assessment in Practice. Georgia Institute
manfaatkan limbah pascapanen menjadi bahan of Technology. Retrieved from http://
bakar boiler untuk proses produksi pabrik gu- www.aia.org/aiaucmp/groups/aia/
la. documents/pdf/aiab082942.pdf. Diakses
tanggal 11 Januari 2019.
DAFTAR PUSTAKA
Bloemhof-Ruwaard, J. (1996). Integration of
Aparecido, D., Silva, L., Delai, I., Laura, M., Operational Research and Environmen-
Montes, D., Roberto, A. (2014). Life Cy- tal Management. Wageninge: Land-
cle Assessment of The Sugarcane Ba-
gasse Electricity Generation in Brazil. bouwuniversiteit.
Renewable and Sustainable Energy Re- Chandra, V. V., Hemstock, S. L., Mwabonje,
views, 32, 532–547. O. N., N'Yeurt, A. D. R., Woods, J.
Asrol, M. (2015). Pengukuran dan Pening- (2018). Life Cycle Assessment of Sugar-
katan Kinerja Rantai Pasok cane Growing Process in Fiji. Sugar
Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di Tech, 20 (6), 692–699.
PT. A). Skripsi. Bogor: Fakultas
Teknologi Per- tanian Institut Pertanian Chauhan, M. K., Varun, Chaudhary, S., Ku-
Bogor mar, S., Samar. (2011). Life Cycle As-
sessment of Sugar Industry: A review.
Astuti, A. D. (2014). Kualitas Air Irigasi
Renewable and Sustainable Energy Re-
Ditinjau Dari Parameter DHL, TDS, pH
pada Lahan Sawah Desa Bulumanis Ki - views, 15 (7), 3445–3453.
dul Kecamatan Margoyoso. Jurnal Lit- Finkbeiner, M. (2013). From the 40s to the
bang: Media Informasi Penelitian, 70s - The future of LCA in the ISO
Pengembangan dan IPTEK, X (1), 35– 14000 Family. International Journal of
42. Life Cycle Assessment, 18 (1), 1–4.
Gala, A. B. (2015). Methodological Advance- ments in LCA of Waste Management
Systems. Dissertation. Barcelona: Insti-
tute of Environmental Science and Tech- Kurnia, U., Sutrisno, N. (2008). Strategi
nology Universitat Autonoma De Barce- Pengelolaan Lingkungan Pertanian.
lona. Jurnal Sumber Daya Lahan, 2 (1), 59–
74.
Gmbh, G. (2016). Basic Modelling Software
OpenLCA Version 1.5. Berlin: Mashoko, L., Mbohwa, C., Thomas, V. M.
GreenDelta. (2010). LCA of the South African Sugar
Hassuani, S. J. (2005). Biomass Power Gener- Industry. Journal of Environmental Plan-
ation - Sugar Cane Bagasse and Trash. ning and Management, 53 (6), 793–807.
Brazil: Programa das Nacoes Unidas pa- Mungcharoen, T. (2016). Sustainability As-
ra o Desenvolvimento. sessment of Bio-Product/Biofuel in Thai-
Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, Syakir, land. Proceeding In Thai-German Bioe-
M., Rumini, W. (2010). Budidaya dan conomy Conference. Thailand: National
Pascapanen Tebu. Pusat Penelitian dan Science and Technology Development
Pengembangan Perkebunan. Jakarta: Agency (NSTDA) 28 Januari 2016.
ESKA Media.
Nainggolan, G. D., Suwardi, Darmawan.
IPCC. (2016). IPCC Guidelines for National (2009). Pola Pelepasan Nitrogen Dari
Greenhouse Gas Inventories Vol.2: Ener- Pupuk Tersedia Lambat (Slow Release
gy: Chapter 2: Stationary Combustion. Fertilizer) Urea - Zeolit - Asam Humat.
USA (US): Washington DC. Journal Zeolit Indonesia, 8 (2), 89–96.
ISO 14040 (1997) International Standard ISO
14040 - Environmental Management - Nguyen, T. L. T., Gheewala, S. H. (2008).
Life Cycle Assessment - Principles and Life Cycle Assessment of Fuel Ethanol
Framework. from Cane Molasses in Thailand. Inter-
national Journal of Life Cycle Assess-
ISO 14041 (1998) International Standard ISO ment, 13 (4), 301–311.
14041 - Environmental Management -
Life Cycle Assessment - Goal and Scope Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas
Definition and Inventory Analysis. Rumah Kaca Nasional (Buku II) Vol 3
ISO 14042 (1999) International Standard ISO (2012): Metodologi Penghitungan Ting-
14042 - Environmental management - kat Emisi dan Penyerapan Gas Rumah
Life Cycle Assessment - Life Cycle Im- Kaca Pertanian, Kehutanan, dan
pact Assessment. Penggunaan Lahan Lainnya. Kementeri-
an Lingkungan Hidup. Jakarta.
ISO 14043 (2002) International Standard ISO
14043 - Environmental Management - Purwaningsih, I. W. (2016). Penilaian Daur
Life Cycle Assessment - Life Cycle In- Hidup (Life Cycle Assessment) Gula Te-
terpretation. bu di PG. Subang, Jawa Barat. Tesis.
Semarang: Universitas Diponegoro.
ISO 14044 (2006) International Standard ISO
14044 - Environmental Management - Ramjeawon, T. (2004). Life Cycle Assess-
Life Cycle Assessment- Requirements ment of Cane-Sugar on The Island of
and Guidelines. Mauritius. The International Journal of
Kautzar, G. Z., Sumantri, Y.,Yuniarti, R. Life Cycle Assessment, 9 (4), 254–260.
(2014). Analisis Dampak Lingkungan Renouf, M. A., Wegener, M. (2007). Environ-
Pada Aktivitas Supply Chain Produk Ku- mental Life Cycle Assessment (LCA) of
lit Menggunakan Metode LCA dan ANP. Sugarcane Production and Processing in
Rekayasa: Jurnal Manajemen dan Sistem Australia. 29th Conference of the Aus-
Industri, 3 (1), 200-211.
tralian Society of Sugar Cane Technolo-
gists, 29, 385–400. Montreal: The Uni-
versity of Queensland.
Seabra, J. E. A., Macedo, I. C., Chum, H. L.,
Tajalli, A. (2015). Panduan Penilaian Potensi
Faroni, C. E., Sartono, C. A. (2011). Life
Biomassa Sebagai Sumber Energi Alter-
Cycle Assessment of Brazilian Sugar- natif di Indonesia. Sleman: Penabulu
cane Products: GHG Emissions and En-
ergy Use. Biofuels, Bioproducts & Bio- Witayapairot, W., Yossapol, C. (2009). Life
refining, 5, 519–532. Cycle Assessment of Sugar Production
in Northeastern Thailand. International
Silalertruksa, T., Pongpat, P., Gheewala, S. H. Conference on Green and Sustainable
(2016). Life Cycle Assessment for En- Innovation., Thailand: Chiang Rai 2-4
hancing Environmental Sustainability of December 2009.
Sugarcane Biore Fi Nery in Thailand.
Journal of Cleaner Production, 30, 1-8. BIODATA PENULIS

Sugandi, W., Setiawan, R. P, Hermawan, W. Arieyanti Dwi Astuti, lahir 24 Agustus 1984
di Pati Jawa Tengah. Pendidikan Magister
(2013). Uji Kinerja Unit Pemotong
Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro
Serasah Tebu Tipe Reel. Jurnal Biona- tahun 2018. Saat ini bekerja sebagai peneliti di
tura Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik, 15 (3), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
149–155. Kabupaten Pati.
Syafruddin. (2015). Manajemen Pemupukan
Nitrogen pada Tanaman Jagung. Jurnal
Litbang Pertanian, 34 (3), 105–116.

You might also like