Arieyanti Dwi Astuti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pati Jl. Raya Pati-Kudus Km. 4 Pati. 59163. Jawa Tengah
Arieyanti Dwi Astuti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pati Jl. Raya Pati-Kudus Km. 4 Pati. 59163. Jawa Tengah
Arieyanti Dwi Astuti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pati Jl. Raya Pati-Kudus Km. 4 Pati. 59163. Jawa Tengah
Naskah Masuk: 21 Februari 2019 Naskah Revisi: 14 Maret 2019 Naskah Diterima: 22 April 2019
ABSTRACT
Minimizing the adverse impact of sugarcane plantation can be carried out through many ways including
increasing the efficiency of energy and natural resources consumption as well as improving the manage-
ment of waste and emissions. Life Cycle Assessment (LCA) was applied to assess the environmental impact
of sugarcane plantation without considering sugarcane usage as a raw material in the sugar industry (gate
to gate). CML (baseline) was used as Life Cycle Impact Assessment (LCIA) method. This study aimed to: 1)
examine the natural resources and energy consumption; 2) analyze and identify potential environmental
impacts; and 3) recommend alternative improvements to reduce environmental impacts. It used primary
data and secondary data. The results showed that: 1) natural resources were used to produce 16,097 ton of
sugarcane or 1 ton of sugar, were land requirement (0.233 ha), water consumption (2,223.117 m 3), and
energy consumption (19,234.254 MJ); 2) there are five most potential environmental impacts which are
analyzed by using openLCA including climate change (134,275.23 kg CO2 eq), eutrophication (120.24 kg
PO4 eq), acidification (1.54 kg SO2 eq), photochemical oxidation (0.36 kg ethylene eq), and human toxicity
(0.15 kg 1.4-dichlorobenzene eq); 3) alternative recommendation could be conducted by reducing the us-
age of inorganic fertilizer, and utilizing cane trash (dry leaves, green leaves, and tops) as boiler fuel for
production process in sugar factory.
Keywords: environmental impacts, life cycle assessment, sugarcane plantation
ABSTRAK
Budidaya tebu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sehingga diperlukan upaya untuk
meminimalisir dampak negatif tersebut melalui efisiensi konsumsi energi, konsumsi sumber daya alam
(SDA), serta pengelolaan limbah dan emisi. LCA merupakan salah satu metode untuk menganalisis dam-
pak lingkungan dari budidaya tebu tanpa mempertimbangkan penggunaan tebu panen sebagai bahan baku
industri gula (gate to gate). Metode yang digunakan untuk LCIA adalah CML (baseline). Penelitian ini
bertujuan untuk: 1) menghitung penggunaan SDA dan energy, 2) menganalisis dan mengidentifikasi poten-
si dampak lingkungan, dan 3) menyajikan rekomendasi perbaikan untuk menurunkan dampak lingkungan.
Data penelitian berupa data primer dan data sekunder. Unit fungsional pada penelitian ini adalah
produksi 1 ton gula untuk satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) konsumsi SDA berupa la-
han tebu seluas 0,233 ha, air sebanyak 2.223,117 m3 dan energi sebesar 19.234,254 MJ; 2) potensi dam-
pak lingkungan yang dianalisis menggunakan OpenLCA menghasilkan 5 dampak lingkungan tertinggi,
yaitu climate change (134.275,23 kg CO2 eq), eutrophication (120,24 kg PO4 eq), acidification (1,54 kg
SO2 eq), photochemical oxidation (0,36 kg ethylene eq), and human toxicity (0,15 kg 1,4-dichlorobenzene
eq); 3) alternatif perbaikan yang direkomendasikan berupa penggunaan pupuk anorganik dengan dosis
yang tepat dan memanfaatkan limbah pasca pane n (daun kering, serasah) sebagai bahan bakar boiler
untuk proses produksi industri gula.
Kata kunci: budidaya tebu, dampak lingkungan, life cycle assessment
2
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64
Persiapa Teban
Penanaman Bibit
n Bibit g
Bibit
Pemupukan,
Pupuk
Pengairan
Pemanenan
Tebang - Angkut
Gambar 1.
Budidaya Tebu
Sumber: Indrawanto dkk
(2010)
menghasilkan emisi yang berpotensi mem- ini telah memunculkan kepedulian dalam
berikan dampak lingkungan berupa pengembangan teknik atau metode untuk lebih
pemanasan global (Mashoko, et al., 2010). memahami dan mengurangi dampak tersebut.
Padahal limbah pascapanen termasuk dalam Salah satu teknik yang dikembangkan adalah
golongan limbah biomassa yang dapat di- Life Cycle Assessment (LCA).
manfaatkan menjadi sumber energi potensial LCA merupakan salah satu teknik yang
jika diolah secara optimal (Tajalli, 2015). dikembangkan untuk mengurangi dampak
Setelah dipanen, tebu akan diangkut ke lingkungan yang ditimbulkan dari suatu indus-
pabrik gula untuk selanjutnya diproses untuk tri (produksi dan konsumsi), sehingga pada
menghasilkan produk utama berupa gula. akhirnya mampu memberikan perlindungan
Pengangkutan tebu dari lokasi panen sampai terhadap lingkungan (Finkbeiner, 2013). LCA
ke pabrik gula, umumnya dilakukan dengan
Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan siklus
Hama Penyakit
menggunakan truk. Proses pengangkutan ini hidup dan dapat digunakan untuk penghi-
memberikan efek berupa emisi udara sebagai tungan karbon serta untuk mengevaluasi dam-
hasil pembakaran bahan bakar fosil. Kondisi pak lingkungan penting lainnya seperti
ini diperburuk dengan adanya puluhan truk pengasaman, penipisan ozon, eutrofikasi,
yang antri untuk masuk ke lokasi pabrik asap, dan efek kesehatan terhadap manusia
dalam kondisi mesin menyala. (Aziz, dkk., 2016). Berdasarkan ISO 14040
Life Cycle Assessment (LCA) (1997), LCA merupakan suatu prosedur
kuantitatif yang digunakan untuk menilai
Dampak lingkungan yang ditimbulkan aspek lingkungan dan dampak potensial yang
dari suatu proses atau kegiatan industri mem- terkait dengan produk. Tahapan yang harus
berikan pengaruh yang lebih luas, tidak dilakukan dalam penentuan dampak ling-
hanya bagi lingkungan sekitar tetapi juga kungan dengan menggunakan metode LCA,
mempengaruhi lingkungan secara global. Hal dijelaskan pada Gambar 2.
Interpretasi b. Perlu dilakukan pembatasan ruang ling-
kup, yang digolongkan menjadi 4
(Gambar 3), yaitu:
Cradle to grave: dimulai dari bahan
Analisis Inventori mentah sampai pemakaian produk.
Cradle to gate: dimulai dari bahan
mentah sampai ke gate sebelum
pemakaian produk.
Analisis Gate to gate: hanya meninjau
Pendugaan kegiatan/aktivitas terdekat.
Dampak Cradle to cradle: dimulai dari ba-
han mentah sampai pada daur ulang
Gambar 2. material.
Tahapan LCA
Sumber: ISO 14040 (1997) 2. ISO 14042 (1999)–Life Cycle Invetory
(LCI) atau Analisis Invetori.
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan
Tahapan LCA pada Gambar 2 merupa- dan penghitungan data untuk mengukur
kan tahapan-tahapan yang harus dilakukan
dalam penentuan dampak lingkungan mengenai Principle and Framework LCA. ISO
menggunakan metode LCA berdasarkan kemudian menerbitkan beberapa standar terkait
standar ISO. Standar ISO mengenai LCA dengan penerapan LCA, yaitu:
dikelompokkan dalam standar ISO 14000 se- 1. ISO 14041 (1998) – Goal and Scope atau
ries mengenai sistem manajemen lingkungan Definisi Tujuan dan Ruang Lingkup.
(environmental management). a. Memuat tujuan analisis LCA, yaitu
Standar pertama mengenai LCA adalah membandingkan satu proses dengan
ISO 14040 yang diterbitkan tahun 1997 proses lainnya, sehingga dapat dipilih
4
Jurnal Litbang Vol. XV No.1 Juni 2019 Hal 51-64
alternatif produk atau proses yang lebih input yang relevan dan output dari sistem
Definisi secara
Tujuan lingkungan dan ekonomi. secara keseluruhan. Data persediaan men-
ramah cakup bahan baku dan konsumsi energi,
dan Ruang
Lingkup emisi padat, cair dan gas. Tujuan dari LCI
adalah untuk menunjukkan pengaruh ling-
kungan per bagian dari life cycle.
3. ISO 14043 (2002)–Life Cycle
Interpretation Assessment (LCIA) atau
Analisis Pendugaan Dampak.
Tahapan ini bertujuan untuk mengevaluasi
seberapa signifikan potensi dampak ling-
kungan yang ditimbulkan terkait dengan
beban lingkungan yang diukur pada tahap
LCI. Data-data hasil LCI akan dikonversi
ke dalam kategori indikator dampak ling-
kungan (seperti global warming, asidifi-
kasi, penipisan lapisan ozon atau
ecotoxolo- gy), sehingga akan lebih mudah
dipahami untuk mendapatkan informasi
lingkungan (Gala, 2015).
Cradle to Grave
Cradle to Gate
Raw Material Extraction Material Processing Material Finishing Product Trans- portation
Operation Demolition Recycling
Cradle to Cradle
Gambar 3.
Skema Lingkup LCA
Sumber: Bayer, et al. (2010)
7
Sola r
Pengolahan Tanah
Emisi dari penggunaan solar
Pupu k
Penanaman Bibit
Bibit
Tebu panen
Pemanenan
Cane trash Open burning Emisi
Gambar 4.
Input dan Output Budidaya Tebu
Witayapairot & Yossapol (2009), yang me-
nyebutkan bahwa kebutuhan solar untuk me- Trangkil yaitu 138,10 m3 air per ton tebu.
ngolah tanah pada budidaya tebu sebesar 3,26 Output yang dihasilkan dari tahap ini berupa
liter per ton tebu. Pupuk yang digunakan di emisi dari penggunaan pupuk anorganik, baik
awal pengolahan lahan biasanya berupa emisi ke tanah, emisi ke udara maupun emisi
blotong (filter cake) yang dihamparkan pada ke badan air terdekat. Aktivitas ini juga
lahan sebelum dilakukan tanam baru.pakan memberikan potensi terjadinya nutrient
salah satu input yang dibutuhkan pada tahap leaching, yaitu terangkutnya hara yang
penanaman. Jumlah total bibit tebu yang tersedia dalam larutan tanah melalui
ditanam di lahan baru PG. Trangkil tahun pergerakan air tanah keluar dari jangkauan
2016 sekitar 10 ton bibit tebu per ha lahan. perakaran tanaman sehingga unsur hara
Luas lahan PG. Trangkil tahun 2016 untuk tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
menghasilkan 1 ton gula adalah 0,233 ha. Beberapa hara yang terdapat dalam pupuk
Setelah tahap penanaman bibit, tahap anorganik, keberadaannya dalam tanah sangat
selanjutnya adalah tahap pemeliharaan tebu mobile sehingga mudah hilang dari tanah
yang meliputi pemupukan dan pengairan. melalui pencucian maupun penguapan
Pupuk yang digunakan yaitu pupuk anorganik (Nainggolan, dkk., 2009).
NPK dan ZA. Konsumsi pupuk diasumsikan Tahap selanjutnya dari budidaya tebu
sebesar 60 ton per ha untuk pupuk ZA dan 40 adalah pemanenan tebu yang dilakukan pada
ton per ha untuk pupuk NPK (Data PG. Trang- musim kering sekitar bulan Mei. Pada musim
kil, 2016). PG. Trangkil tidak menggunaan kering, tanaman tebu berada dalam kondisi
pestisida pada proses budidaya tanaman tebu. optimum dengan tingkat rendemen tinggi.
Sedangkan untuk proses pengairan, mayoritas Proses pemanenan (tebang) langsung
lahan tebu PG. Trangkil menggunakan sistem dilanjutkan dengan proses muat dan angkut
tadah hujan. Pengairan biasanya dilakukan yang dilakukan secara manual. Pada proses
saat proses penanaman dan pemupukan. Sis- pemanenan tebu, selain menghasilkan tebu
tem tadah hujan menyebabkan volume air panen (cane stalk), proses tersebut juga
yang digunakan tidak tercatat. Oleh karena itu, menghasilkan limbah pascapanen (cane trash)
kebutuhan air pada proses ini menggunakan berupa daun kering, serasah dan pelepah tebu,
asumsi berdasarkan hasil penelitian dari Bala- yang jumlahnya mencapai 20-25 ton/ha atau
ji, dkk. (2008) dan Witayapairot & Yossapol sekitar 10-15% dari total biomassa tebu
(2009) yang memiliki kemiripan kondisi dan (Toharisman, 1991; Basit & Nurhidayati,
sistem pengairan dengan lahan tebu PG. 2016). Limbah pascapanen dibiarkan
tertinggal di areal tebu untuk kemudian
Tabel 2.
Data Input Output pada Subsistem Budidaya Tebu
Input Jumlah Satuan Output Jumlah Satuan
Solar 498,23 liter Tebu panen 16.097 kg
Tanah 0,233 ha Emisi CO (udara) 11,051 kg
Bibit tebu 2,331 ton Emisi CO2 (udara) 1.365,995 kg
Air 2.223,117 m3 Emisi SO2 (udara) 1,270 kg
Pupuk ZA 13,986 ton Emisi CH4 (udara) 0,508 kg
Pupuk NPK 9,324 ton Emisi N2O (udara) 445,280 kg
Emisi NO2 (udara) 0,025 kg
3-
Emisi PO4 (udara) 0,00324 kg
Emisi NOx (udara) 0,300 kg
Emisi CO2 biogenik 181,981 kg
dibakar secara terbuka (open burning). Hal dilepaskan selama proses pembakaran diasum-
tersebut bertujuan mempercepat proses sikan akan diserap kembali oleh tanaman pada
pembersihan areal untuk proses tanam musim berikutnya atau biasa disebut CO2 bi-
selanjutnya. Pembakaran limbah pascapanen ogenik. Setelah dilakukan perhitungan data,
secara terbuka akan menghasilkan emisi tebu maka diperoleh data hasil analisis inventori
terbakar (input dan output) pada subsistem budidaya
Limbah pascapanen yang dibakar tebu yang disajikan pada Tabel 2.
sebesar 2,414 ton atau sebesar 15% dari total Setelah data inventori diperoleh maka
tebu panen sebagaimana studi yang dilakukan selanjutnya data dianalisis secara kuantitatif
oleh Basit & Nurhidayati (2016). Luas panen untuk mengetahui adanya dampak lingkungan
tebu sebesar 0,233 ha dengan fraksi biomassa yang dihasilkan pada setiap tahapan proses.
yang dibakar 0,1 menurut pedoman Dampak lingkungan dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan inventarisasi GRK nasional budidaya tebu dari berbagai literatur meliputi
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). energy depletion, nitrification, acidification,
Setelah tebu dipanen, selanjutnya tebu global warming, photo oxidant, aquatic
akan diangkut dari areal tebu menuju ke lokasi toxici- ty, human toxicity, eutrophication, Gas
pabrik menggunakan sarana transportasi Rumah Kaca (GRK), dan penggunaan lahan
berupa truk. Pada proses pengangkutan (Ramjeawon, 2004; Renouf & Wegener,
dibutuhkan bahan bakar (solar) sebanyak 2007; Purwaningsih, 2016).
0,446 m3 untuk menghasilkan output berupa
emisi transportasi. Kebutuhan solar untuk Life Cycle Impact Assessment (LCIA)
pengangkutan tebu mengacu pada penelitian Proses budidaya tebu terdiri dari lima
Witayapairot & Yossapol (2009) yang tahapan, yaitu pengolahan tanah, penanaman
menggunakan 27,69 liter solar per ton tebu. bibit, pemeliharaan tebu, panen-angkut, dan
Tebu yang telah diangkut kemudian masuk ke pembakaran limbah pascapanen secara ter-
tahap selanjutnya yaitu tahap produksi gula. buka (open burning). Diantara kelima tahapan
Tebu tersebut akan mengalami pengolahan di tersebut, tahapan-tahapan yang menghasilkan
PG sesegera mungkin untuk mencegah emisi yaitu pengolahan tanah akibat
berkurangnya rendemen pada tebu. penggunaan solar, pemeliharaan tebu dengan
Emisi yang dihasilkan dari budidaya outputnya emisi dari penggunaan pupuk anor-
tebu berupa CO, CO2, SO2, CH4, N2O, NO2, ganik, dan panen-angkut dari proses
PO43-, dan NOx. Emisi yang dihasilkan dari penggunaan solar untuk mengangkut tebu
proses pembakaran limbah pascapanen (cane menuju lokasi pabrik, serta pada pembakaran
trash) termasuk emisi non-CO2 dari biomassa terbuka dari proses pembakaran limbah
yang dibakar. Emisi CO2 dari biomassa yang pascapanen (cane trash). Hasil analisis LCIA
dibakar tidak dihitung karena karbon yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.
Hasil Analisis LCIA
Dampak Lingkungan Satuan Nilai
Climate change kg CO2 eq. 134.275,23
Eutrophication kg PO4 eq. 120,24
Acidification kg SO2 eq. 1,54
Photochemical oxidation kg ethylene eq. 0,36
Human toxicity kg dichlorobenzene eq. 0,15
Sugandi, W., Setiawan, R. P, Hermawan, W. Arieyanti Dwi Astuti, lahir 24 Agustus 1984
di Pati Jawa Tengah. Pendidikan Magister
(2013). Uji Kinerja Unit Pemotong
Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro
Serasah Tebu Tipe Reel. Jurnal Biona- tahun 2018. Saat ini bekerja sebagai peneliti di
tura Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik, 15 (3), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
149–155. Kabupaten Pati.
Syafruddin. (2015). Manajemen Pemupukan
Nitrogen pada Tanaman Jagung. Jurnal
Litbang Pertanian, 34 (3), 105–116.