2747 6192 1 SM
2747 6192 1 SM
2747 6192 1 SM
Clara Vania
(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara)
(E-mail: [email protected])
Gunawan Djajaputra
(Corresponding Author)
(Dosen Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara. Meraih Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Doktor (Dr.) pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia)
(E-mail: [email protected])
Abstract
Absolute power of attorney is a power of attorney containing an irrevocable element by the
authorizing party. Since the Instructions of the Minister of Home Affairs Number 14 Year 1982
concerning the Prohibition of Absolute Power of Attorney as the Transfer of Land Rights took
effect on 6 March 1982 and Government Regulation Number 24 Year 1997 concerning Land
Registration took effect on 8 July 1997, the use of absolute power of attorney has been banned.
But in the practice, the use of absolute power of attorney in the Binding Sale and Purchase
Agreement of Land is still found. This is what often causes conflict because the use of absolute
power of attorney is considered contrary to the laws and regulations in Indonesia. The
formulation of the problem in this thesis is how the validity of the use of absolute power of
attorney in the Binding Sale and Purchase Agreement of Land made by a public notary and how
the legal consequences of the Binding Sale and Purchase Agreement of Land that use absolute
power of attorney. The results of the study showed that regarding the use of absolute power of
attorney in the Binding Sale and Purchase Agreement of Land is legal and does not violate the
laws and regulations. In addition, the legal consequences arising from the use of this absolute
power of attorney in the Binding Sale and Purchase Agreement of Land are still recognized and
remain valid and binding for the parties who have made them.
Keywords: absolute power of attorney, public notary, the Binding Sale and Purchase
Agreement of Land
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam melangsungkan kehidupannya, manusia sebagai makhluk sosial
pada hakekatnya akan selalu melakukan interaksi atau hubungan antara satu
sama lain untuk memenuhi kebutuhannya. Hal inilah yang kemudian
mendorong manusia untuk membentuk satu kesatuan hidup bersama yang
disebut dengan masyarakat. Masyarakat merupakan suatu kumpulan
manusia yang hidup bersama dan memiliki tujuan yang sama. Hubungan
antara manusia ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu ada yang
termasuk ke dalam perbuatan hukum dan adapula yang bukan termasuk
perbuatan hukum. Hubungan hukum sendiri merupakan suatu hubungan
yang dilakukan antara dua pihak atau lebih yang kemudian nantinya akan
diatur oleh kaidah hukum serta akan memiliki akibat-akibat hukum tertentu.
Akibat hukum tersebut dapat berupa hak dan kewajiban atau kewenangan
untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.
Lahirnya perikatan maupun perjanjian merupakan hasil dari adanya
suatu hubungan hukum yang dilakukan antara dua pihak, yaitu antara pihak
yang satu dengan pihak yang lainnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1233
Kitab Undang-Undang Hukum (KUH Perdata) dapat diketahui bahwa suatu
perikatan lahir karena adanya 2 (dua) sebab, yaitu karena adanya suatu
perjanjian yang dibuat oleh para pihak ataupun karena adanya undang-
undang yang mengaturnya. Perikatan merupakan suatu hubungan hukum
yang dilakukan antara dua pihak, dimana salah satu pihak memiliki hak
untuk menuntut sesuatu dan pihak lainnya memiliki kewajiban untuk
memenuhi tuntutan tersebut. 1 ) Yang dimaksud dengan perjanjian adalah
suatu keadaan dimana satu pihak berjanji kepada pihak lain atau dimana
terdapat dua pihak yang saling berjanji untuk melakukan sesuatu, keadaan
1)
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan ke-29, (Jakarta: Intermasa, 2001), hal.122-
123.
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
2)
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-27, (Jakarta: Intermasa, 2014), hal.1.
3)
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan ke-11, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hal.1.
4)
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Edisi Revisi, Cetakan ke-7, (Jakarta: Djambatan, 1997), hal.27.
5)
Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia: Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum, Cetakan ke-3, (Jakarta: Rajawali, 1991), hal.16-17.
6)
Boedi Harsono. Op.Cit., hal.193.
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
(PPAT) yang berwenang untuk membuat Akta Jual Beli (AJB).7) Sedangkan
yang dimaksud dengan rill adalah menunjukkan secara nyata bahwa akta
PPAT telah ditandatangani oleh kedua belah pihak.
PPAT memiliki kewenangan untuk membuat AJB yang merupakan
bukti bahwa kepemilikan hak atas tanah telah beralih kepemilikannya.
Namun dalam prakteknya, seringkali belum dapat dilangsungkan pembuatan
AJB yang dikarenakan para pihak belum dapat memenuhi syarat-syarat
untuk dapat melaksanakan suatu jual beli tanah. Maka dari itu biasanya para
pihak akan memilih untuk mengadakan perjanjian pendahuluan yang
bertujuan untuk mengikat para pihak, dimana perjanjian pendahuluan itu
akan berisikan bahwa pihak penjual dan pihak pembeli berjanji bahwa pada
saat segala persyaratan yang menyangkut pelaksanaan jual beli tersebut
telah terpenuhi secara sepenuhnya, para pihak akan melakukan jual beli di
hadapan PPAT yang berwenang. Perjanjian pendahuluan yang dibuat oleh
para pihak ini biasanya disebut sebagai Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB).
PPJB merupakan suatu perjanjian yang dibuat atas dasar kesepakatan,
dalam rangka mengatur kepentingan para pihak. PPJB sendiri merupakan
akta yang dibuat oleh notaris. Adanya PPJB akan memberikan kepastian
hukum bagi para pihak serta dapat meminimalisir timbulnya sengketa.
Dibuatnya PPJB oleh seorang notaris juga merupakan bentuk pelaksanaan
dari Pasal 15 Ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris (UU No. 2 Tahun 2014) dimana dikatakan bahwa notaris
memiliki kewenangan untuk membuat akta yang berkaitan dengan
pertanahan.
Dalam pembuatan PPJB di hadapan notaris, biasanya terdapat suatu
klausul dan syarat yang umumnya akan dicantumkan di dalam perjanjian
yang dibuat oleh notaris sebagai akta partij, hal ini disebut dengan
7)
Ibid., hal.27.
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana keabsahan penggunaan kuasa mutlak dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah yang dibuat oleh notaris?
2. Bagaimana akibat hukum dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
tanah yang menggunakan kuasa mutlak?
II. PEMBAHASAN
A. Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
Pemberian kuasa merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan
manusia sehari-hari yang kadang secara tidak sadar telah dilakukan dengan
cara yang sangat sederhana dan bahkan dilakukan tanpa adanya perjanjian
tertulis. Menurut ketentuan Pasal 1792 KUH Perdata, dikatakan bahwa:
“Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya, untuk atas
namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Berdasarkan pengertian
tersebut, dapat diketahui bahwa pemberian kuasa yang sering dilakukan di
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
8)
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Cetakan ke-6,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hal.94.
9)
Salim H.S., Teknik Pembuatan Akta Perjanjian (TPA Dua), (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2017, hal.31.
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
disebut dengan istilah kuasa mutlak. Pengertian dari kuasa mutlak ini tidak
diatur dalam KUH Perdata. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1982
dikeluarkan Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan
Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. Dalam
Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 diberikan pengertian mengenai
kuasa mutlak yang dijelaskan dalam diktum kedua, yaitu kuasa yang
didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi
kuasa dan kuasa yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa
untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala
perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang
haknya.
Sejak Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 berlaku, pembuatan kuasa
mutlak yang berhubungan dengan tanah sudah tidak diperbolehkan lagi
untuk dibuat. Alasan larangan penggunaan kuasa mutlak ini adalah karena
pembuatan kuasa mutlak sering disalahgunakan untuk melakukan jual beli
tanah secara terselubung. Larangan mengenai penggunaan kuasa mutlak
juga dapat ditemui dalam Pasal 39 Ayat (1) huruf d PP No. 24 Tahun 1997
yang menyatakan: “PPAT menolak untuk membuat akta jika, salah satu
pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang
pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak”. Dalam
bagian penjelasan Pasal 39 Ayat (1) huruf d tersebut dijabarkan bahwa yang
dimaksud dengan surat kuasa mutlak adalah pemberian kuasa yang tidak
dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberi kuasa, sehingga pada
hakikatnya merupakan perbuatan hukum pemindahan hak.
Adapun harus diketahui pula bahwa Instruksi Mendagri No. 14 Tahun
1982 saat ini sudah dicabut dan sudah tidak berlaku lagi semenjak
dikeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Perundang-Undangan
Mengenai Pertanahan yang diundangkan pada tanggal 28 Agustus 2014 dan
mulai berlaku pada 23 September 2014. Ketentuan mengenai pencabutan
Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 tertuang di dalam lampiran angka
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
80. Namun meskipun sudah tidak berlaku lagi, Instruksi Mendagri No. 14
Tahun 1982 masih dijadikan sebagai acuan dikarenakan larangan
penggunaan kuasa mutlak yang ditemui dalam Pasal 39 Ayat (1) huruf d PP
No. 24 Tahun 1997 yang masih berlaku saat ini adalah sama dengan
larangan penggunaan kuasa mutlak yang diatur dalam Instruksi Mendagri
No. 14 Tahun 1982 tersebut, yaitu surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya
berisikan perbuatan hukum pemindahan hak.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sampai saat ini dalam
praktek notaris masih sering dipergunakan kuasa mutlak dalam pembuatan
PPJB Tanah. Namun, penggunaan kuasa mutlak dalam PPJB Tanah ini
sering menimbulkan konflik karena dianggap telah melanggar syarat
keempat dari syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Ayat
(4) KUH Perdata, yaitu mengenai suatu sebab yang halal. Hal ini
dikarenakan penggunaan kuasa mutlak dalam PPJB Tanah ini dianggap
bertentangan dengan Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 serta PP No.
24 Tahun 1997.
Selain ketentuan mengenai kuasa mutlak yang diatur dalam Instruksi
Mendagri No. 14 Tahun 1982 dan PP No. 24 Tahun 1997, terdapat pula
beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung yang sering dihubungkan
dengan penggunaan kuasa mutlak. Namun terdapat satu Yurisprudensi
Mahkamah Agung yang memiliki kaidah hukum yang berkaitan dengan
dasar dibentuknya Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982, yaitu Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 3176 K/Pdt/1988 tanggal 19
April 1990. Putusan ini memiliki kaidah hukum yang berisi bahwa:
“Pemerintah dengan alasan untuk menghindari akibat negatif, telah
menerbitkan peraturan yang berisi larangan pembuatan atau pengesahan
akta kuasa mutlak yang dituangkan dalam Instruksi Mendagri No. 14 Tahun
1982 tanggal 6 Maret 1982 dan Surat Direktur Jenderal Agraria atas nama
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 594/493/AGR tanggal 31
Maret 1982, yang intinya melarang pengesahan akta kuasa mutlak yang
menyangkut tanah.”
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
2015 serta Akta Kuasa Untuk Menjual Nomor 33 tanggal 23 Januari 2015.
Dalam kasus ini Notaris Indrasari Kresnadjaja, S.H., M.Kn. telah
menggunakan kuasa mutlak dalam bentuk tambahan surat kuasa yang
berdiri sendiri secara terpisah dengan PPJB. Penggunaan kuasa mutlak ini
dapat dilihat dari ketentuan Pasal 10 Akta PPJB Nomor 32, yang berisi
bahwa Penjual memberikan kuasa kepada Pembeli dengan Akta Kuasa
Untuk Menjual Nomor 33 dan dijelaskan bahwa Akta Kuasa Untuk Menjual
Nomor 33 merupakan kuasa yang tidak akan dicabut atau tidak dapat
dibatalkan. Dalam ketentuan Pasal 10 ini dapat dimengerti bahwa yang
dibuat terlebih dahulu adalah Akta PPJB Nomor 32, baru kemudian diikuti
dengan pembuatan Akta Kuasa Untuk Menjual Nomor 33. Maka menurut
Penulis, Akta PPJB Nomor 32 dan Akta Kuasa Untuk Menjual Nomor 33
tidak menggunakan kuasa mutlak yang dilarang penggunaannya oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini karena pembuatan
Akta Kuasa Untuk Menjual Nomor 33 merupakan perjanjian yang
mengikuti perjanjian pokoknya, yaitu Akta PPJB Nomor 32.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa pemberian kuasa dapat dibuat
menjadi 2 (dua) macam, yaitu dicantumkan sebagai salah satu pasal di
dalam PPJB itu sendiri ataupun dapat dibuat dalam bentuk tambahan surat
kuasa yang berdiri sendiri terpisah dengan PPJB. Dalam hal ini Penulis
sependapat dengan pendapat narasumber Bapak Sakti Lo, dimana apabila
akan dipergunakan klausul kuasa mutlak sebaiknya pemberian kuasa
tersebut tercantum dalam PPJB itu sendiri dan tidak dibuat secara
terpisah.10) Hal ini bertujuan untuk menghindari timbulnya penyelundupan
hukum dalam jual beli tanah dikarenakan adanya penggunaan kuasa mutlak.
Seperti misalnya diketahui bahwa penerima kuasa menjual kembali tanah
tersebut tanpa mengalihkan kepemilikan tanah kepadanya tetapi dia hanya
bertindak sebagai penerima kuasa, hal ini ia lakukan agar ia dapat terhindar
10)
Peneliti, Wawancara, dengan Bapak Sakti Lo, (Jakarta: Kantor Notaris dan PPAT Sakti Lo, 5
November 2018).
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
11 )
Peneliti, Wawancara, dengan Ibu Tjempaka, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas
Tarumanagara, 16 Oktober 2018).
12)
Frans Satriyo Wicaksono, Panduan Membuat Surat-Surat Kuasa, (Jakarta: Visimedia, 2009),
hal.15.
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
“Tuan A, umur …..., pekerjaan …..., alamat …..., dalam hal ini
bertindak selaku kuasa dari Tuan B, berdasarkan Akta Kuasa nomor
…..., tanggal …..., dibuat di hadapan …..., S.H., Notaris di …...,
selanjutnya disebut Pihak Penjual.”
“Tuan A, umur …..., pekerjaan …..., alamat …..., dalam hal ini
bertindak selaku diri sendiri, selanjutnya disebut Pihak Pembeli.”
13)
Salim H.S., Op.Cit., hal.274-275.
14)
Ibid., hal.270.
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
mencerminkan keadaan yang sesuai fakta pada saat akta tersebut dibuat. Hal
ini berhubungan erat dengan pentingnya peranan notaris dalam menciptakan
kepastian serta perlindungan hukum bagi para pihak, dimana akta notaris
yang dibuat oleh notaris merupakan alat bukti yang paling sempurna bagi
para pihak maupun pihak ketiga.
Suatu akta notaris dapat mengalami pembatalan dan kebatalan.
Pembatalan ini terjadi berdasarkan kehendak dari para pihak yang membuat
perjanjian itu sendiri, yaitu agar perjanjian yang telah dibuat tidak lagi
mengikat dirinya dengan alasan tertentu, hal ini dilakukan baik atas dasar
kesepakatan bersama atau dengan mengajukan gugatan pembatalan ke
pengadilan umum. Sedangkan yang dimaksud dengan kebatalan adalah
bahwa tanpa adanya upaya apapun dari para pihak, perjanjian itu dapat
menjadi batal ataupun batal demi hukum karena terdapat syarat-syarat yang
tidak terpenuhi.
Kebatalan suatu akta notaris berhubungan dengan syarat-syarat sahnya
perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dimana keempat
syarat-syarat ini harus dipenuhi secara keseluruhan. Tidak dipenuhinya
salah satu syarat akan mengakibatkan perjanjian menjadi cacat hukum, yang
menyebabkan sifat keabsahannya patut untuk dipertanyakan. 15 ) Syarat
sahnya perjanjian ini terbagi atas syarat subjektif yang membahas mengenai
subjek yang mengadakan perjanjian dan syarat objektif yang membahas
mengenai isi perjanjian. Syarat subjektif diatur dalam Pasal 1320 Ayat (1)
dan (2) KUH Perdata yang berisi mengenai adanya kesepakatan para pihak
dan kecakapan para pihak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, apabila
syarat ini tidak terpenuhi maka akta notaris tersebut memiliki akibat hukum
yaitu dapat dibatalkan (voidable). Sedangkan syarat objektif diatur dalam
Pasal 1320 Ayat (3) dan (4) KUH Perdata, yaitu mengenai suatu hal tertentu
dan suatu sebab yang halal, apabila ada akta notaris yang tidak memenuhi
15)
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, (Bandung:
Mandar Maju, 2011), hal.131.
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
syarat objektif maka akan berakibat akta notaris tersebut dianggap telah
batal demi hukum (null and void).
PPJB Tanah yang menggunakan kuasa mutlak sering menimbulkan
konflik karena dianggap telah memuat suatu sebab yang terlarang, sehingga
melanggar ketentuan Pasal 1320 Ayat (4) KUH Perdata mengenai suatu
sebab yang halal. Dalam Pasal 1337 KUH Perdata dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan suatu sebab yang terlarang adalah jika hal tersebut
bertentangan dengan peraturan perunadang-undangan, kesusilaan dan
ketertiban umum. Hal ini menimbulkan konflik dikarenakan penggunaan
kuasa mutlak dalam PPJB Tanah sering dikaitkan dengan Instruksi
Mendagri No. 14 Tahun 1982 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997, sehingga dianggap bahwa substansi yang terdapat dalam perjanjian
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia. Hal ini sama seperti pada contoh kasus yang Penulis bahas,
yaitu mengenai Akta PPJB Nomor 32 pada tanggal 23 Januari 2015 serta
Akta Kuasa Untuk Menjual Nomor 33 tanggal 23 Januari 2015 yang
menurut Achmad Zunaidi selaku pihak penjual harus dinyatakan batal demi
hukum karena memuat klausul kuasa mutlak yang dilarang penggunaanya
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun seperti yang telah Penulis jelaskan pada bagian sebelumnya,
bahwa tidak semua penggunaan kuasa mutlak mengenai jual beli tanah itu
dilarang, serta kuasa mutlak yang digunakan dalam PPJB Tanah itu sendiri
bukan tidak identik dengan kuasa mutlak yang dilarang penggunaannya oleh
Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 maupun PP No. 24 Tahun 1997.
Dengan cacatan bahwa dalam penggunaan kuasa mutlak itu telah terpenuhi
beberapa syarat tertentu, yaitu kuasa itu mengikuti perjanjian pokoknya,
PPJB itu harus sudah lunas pembayarannya, serta pemberian kuasa tidak
boleh diberikan atau disubstitusikan kepada pihak lain. Hal ini karena dasar
dari digunakannya kuasa mutlak ini adalah untuk melindungi kepentingan
para pihak, terutama pihak pembeli yang sudah membayar secara lunas
objek perjanjian, agar nantinya jual beli dapat terlaksana sebagaimana yang
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
telah diperjanjikan oleh para pihak. Notaris yang membuat PPJB Tanah
yang menggunakan kuasa mutlak juga telah memenuhi kewajibannya untuk
memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi para pihak.
Maka dari itu terhadap PPJB Tanah yang menggunakan kuasa mutlak
akan tetap diakui keberadaannya dan tetap sah berlaku serta mengikat bagi
para pihak yang telah membuat perjanjian tersebut. Kemudian meskipun
kuasa mutlak merupakan kuasa yang memiliki unsur tidak dapat ditarik atau
dicabut kembali serta menyimpangi ketentuan Pasal 1813 KUH Perdata
tentang berakhirnya pemberian kuasa, namun apabila ditemukan bahwa
PPJB yang merupakan perjanjian pokoknya mengalami kebatalan maupun
pembatalan, maka keberlakuan dari kuasa mutlak itu akan menjadi tidak sah
pula.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mengenai Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah yang Dibuat Oleh Notaris
Berdasarkan hasil penelitian, tidak semua penggunaan kuasa
mutlak yang berkaitan dengan jual beli tanah itu dilarang, selama
penggunaan kuasa tersebut bukan dimaksudkan untuk memindahkan
hak atas tanah. Dikarenakan penggunaan kuasa mutlak dalam PPJB
Tanah yang dibuat oleh notaris bertujuan hanya untuk memberi
perlindungan dan menjamin kepastian hukum kepada para pihak,
terutama kepada pihak pembeli bahwa nantinya jual beli dapat
terlaksana sebagaimana yang diperjanjikan ketika syarat-syarat untuk
dapat dilakukan jual beli telah terpenuhi. Maka dapat disimpulkan
bahwa penggunaan kuasa mutlak dalam PPJB Tanah adalah sah dan
tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan karena
bukan merupakan kuasa mutlak yang dilarang penggunaannya oleh
peraturan perundang-undangan.
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
B. Saran
1. Bagi Pemerintah hendaknya memperbaharui ketentuan mengenai kuasa
mutlak dalam bidang pertanahan dengan membuat suatu undang-
undang tersendiri yang lebih membahas secara terperinci. Hal ini
bertujuan untuk memberikan kepastian hukum sehingga dapat
menghindari adanya kesalahpahaman karena adanya perbedaan
penafsiran mengenai penggunaan kuasa mutlak terutama pada
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
B. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
________. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
________. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2043).
________. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3696).
________. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang
Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas
Tanah.
C. Putusan
Clara Vania & Gunawan Djajaputra
Keabsahan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris
D. Wawancara
Peneliti. Wawancara. dengan Ibu Tjempaka. (Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Tarumanagara, 16 Oktober 2018).
Peneliti. Wawancara, dengan Bapak Sakti Lo. (Jakarta: Kantor Notaris
dan PPAT Sakti Lo, 5 November 2018).