Analisis Biaya Operasional Kendaraan, Ability To Pay Dan Willingness To Pay Untuk Penentuan Tarif Bus Trans Koetaradja Koridor Iii

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)

DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan (JARSP)


Journal of Archive in Civil Engineering and Planning
E-ISSN: 2615-1340; P-ISSN: 2620-7567

Journal homepage: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JARSP/index

ANALISIS BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN, ABILITY TO PAY


DAN WILLINGNESS TO PAY UNTUK ISSN: 2088-9860
PENENTUAN TARIF BUS TRANS
KOETARADJA KORIDOR III
Journal homepage: http://jurnal.unsyiah.ac.id/aijst
ISSN: 2088-9860
Journal bhomepage:
Erlinawati Jalila,*, Renni Anggraini , Sugiarto http://jurnal.unsyiah.ac.id/aijst
Sugiartoc
a
Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
b,c
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
*Corresponding author, email address: [email protected]

ARTI CLE INFO AB ST RAC T


Article History: The Government of Aceh through the Department of Transportation
Received 30 Juli 2018 develop the transportation system, especially in the means of
Received in revised form 03 September 2018 transportation one of them improve the urban transport system with the
Accepted 12 September 2018
mass transit system that is Trans Koetaradja of 6 (six) corridors. Trans
Koetaradja transportation is carefully planned so that it has the same
direction and destination point and is bound to a predetermined schedule
Keywords: by using transportation cost concept which regulates fare setting so as to
Trans Koetaradja, Tarif, BOK, ATP, provide services for mutual interest, safe, fast, convenient and cheap.
WTP, Stated Preferenc This research is conducted to determine the fare of Trans Koetaradja
based on vehicle operational cost (VOC), Ability To Pay and
Willingness To Pay from its passenger. Primary data were obtained
from interviews and field surveys using state preference method in
public and student respondents around Corridor III. Sampling was
conducted in stratified random sampling to household (home interview
survey) with total sample amounted to 110 samples. Data analysis was
done by using 3 (three) method of DEPHUB method to calculate VOC,
Household Budget Method to get Ability To Pay (ATP) value and
perception method to get Willingness To Pay (WTP) value. The results
of this study obtained the fare for corridor III based on VOC was Rp.
5,900.00, the general public ATP was Rp. 5,400.00 and student/college
student was Rp. 5,200.00, public WTP was Rp. 3.000.00, and
student/college student was Rp. 2,800.00

©2018 Magister Teknik Sipil Unsyiah. All rights reserved

1. PENDAHULUAN
Peningkatan perekonomian dan kesejahteraan hidup memberi pengaruh besar pada perubahan pola
hidup masyarakat khususnya yang terjadi pada masyarakat perkotaan. Salah satu perubahan yang terjadi
dari sektor transportasi dimana terjadinya pertumbuhan jumlah permintaan (demand) pergerakan
orang/barang baik internal kota maupun dengan wilayah eksternal. Sebagai salah satu komponen yang
penting dalam menunjang kehidupan perekonomian masyarakat khususnya di daerah perkotaan, sangat
diperlukan perencanaan dan pengembangan transportasi yang dibuat dalam sistem transportasi yang
handal, efisien, dan efektif. Pemerintah Aceh melakukan pengembangan sistem transportasi terutama
pada sarana transportasi, salah satunya dengan cara memperbaiki sistem angkutan perkotaan dengan
sistem angkutan massal yaitu Trans Koetaradja. Trans Koetaradja direncanakan pada 6 (enam) koridor
yaitu koridor I (Pusat kota-Darussalam), koridor II (Bandara Sultan Iskandar Muda-Pusat kota-Pelabuhan
1
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

Ulee Lheue), koridor III (Pusat kota-Mata ie), koridor IV (Pusat kota-Ajun-Lhoknga), koridor V (Ulee
Kareng-Terminal Tipe A), dan koridor VI (Terminal Tipe A-Syiah Kuala).
Trans Koetaradja bertujuan untuk memberikan pelayanan yang aman, cepat, nyaman, murah dan
direncanakan dengan cermat sehingga mempunyai arah dan titik tujuan yang sama dan terikat jadwal
yang sudah ditentukan dengan menggunakan konsep biaya transportasi yang mengatur penetapan tarif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari pengguna Trans Koetradja dan nilai
tarif berdasarkan BOK, ATP dan WTP dari responden.

2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Angkutan Umum
Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang dengan menggunakan kendaraan umum
dan dilaksanakan dengan sistem sewa atau bayar (Warpani, 2002). Angkutan umum diperuntukkan guna
memenuhi kebutuhan dan pelayanan angkutan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama,
terikat dengan peraturan trayek/koridor yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan.
Ditinjau dari segi sosial ekonomi, masyarakat pengguna jasa angkutan umum di bagi dalam 2 (dua)
kelompok yaitu:
1. Kelompok Choice, adalah kelompok orang-orang yang dalam pemenuhan kebutuhan pergerakannya
mempunyai kemudahan (akses) ke kendaraan pribadi dan dapat memilih untuk menggunakan
angkutan umum atau angkutan pribadi.
2. Kelompok Captive, adalah kelompok orang-orang yang dalam pemenuhan kebutuhan pergerakannya
hanya dapat menggunakan kendaraan umum karena ketiadaan angkutan pribadi.

2.2 Biaya Operasional Kendaraan (BOK)


Biaya operasional kendaraan adalah semua biaya yang harus dikeluarkan oleh penyedia jasa
angkutan (operator) sehubungan dengan pengoperasian kendaraan baik itu biaya langsung, biaya tidak
langsung, biaya overhead, biaya tak terduga dan keuntungan penyedia jasa kendaraan. Menurut LPM-ITB
(1997) ada beberapa metode perhitungan biaya operasional kendaraan (BOK) yaitu:
1. BOK yang dihitung dengan menggunakan metode dari Departemen Perhubungan (Dephub),
komponen-komponennya lengkap dan sesuai dengan pengeluaran yang dibutuhkan dalam
pengoperasian kendaraan.
2. BOK yang dihitung dengan menggunakan metode dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(DLLAJ) pada umumnya hampir sama dengan metode Dephub namun ada komponen-komponen
biaya yang dimasukkan hanya 50% dari biaya sebenarnya seperti: biaya KIR kendaraan, biaya
retribusi terminal dan biaya ijin trayek.
3. BOK yang dihitung dengan menggunakan metode dari Forum Studi Transportasi Antar Perguruan
Tinggi (FSTPT) hampir sama dengan metode Dephub namun komponen biayanya tidak lengkap
seperti pada pemeliharaan kendaraan, tidak mencantumkan biaya untuk servis besar dan servis kecil.
Departermen Perhubungan Darat (2002), merumuskan perhitungan besarnya nilai tarif berdasarkan
biaya yang harus dikeluarkan oleh penyedia jasa angkutan (BOK) sebagai berikut:

BOK Total/th
BOK (Tarif Pokok) = (1)
Load Faktor X JT/th

Tarif BPP = Tarif Pokok x Jarak rata-rata (2)

Tarif = Tarif BPP + 10% (3)

2
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

2.3 Daya Beli Penumpang


Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2002), mengelompokkan daya beli penumpang terhadap
pelayanan jasa angkutan yang diterimanya dalam 2 (dua) jenis yaitu:
1. Ability To Pay (ATP), yaitu kemampuan seseorang untuk membayar jasa angkutan yang diterimanya
berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal.
2. Willingness To Pay (WTP), yaitu kesedian masyarakat untuk mengeluarkan imbalan atas jasa
angkutan yang diperolehnya.
Metode pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai ATP adalah metode pendapatan
keluarga (Household Budget Method) dan metode pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai
WTP adalah metode persepsi pengguna (Aviasti, 2014). Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai ATP
dan WTP, yaitu :
1. Faktor yang mempengaruhi ATP antara lain :
• Besar penghasilan
• Persentase biaya untuk transportasi dari penghasilan
• Persentase alokasi biaya untuk angkutan umum dari alokasi biaya untuk transportasi
• Intensitas perjalanan
2. Faktor yang mempengaruhi WTP antara lain :
• Kualitas dan kuantitas produksi jasa Trans Koetaradja
• Utilitas atau nilai manfaat yang diterima pengguna atas suatu jasa angkutan
Besar nilai ATP adalah rasio anggaran untuk transportasi terhadap intensitas perjalanan, dan dapat
dirumuskan sebagai berikut (Suryoputro, 2015):

ATPr = Ix.Pp.Pt/Fr (4)

Dimana:
ATPr = ATP responden berdasarkan jenis pekerjaan (Rp/pnp)
Ix = Tingkat penghasilan responden per bulan
Pp = Presentase biaya untuk transportasi per bulan dari total penghasilan
Pt = Presentase alokasi biaya transportasi yang digunakan untuk angkutan umum
Fr = Jumlah perjalanan responden dengan menggunakan angkutan umum
Untuk mendapatkan nilai WTP dapat diperoleh dengan merata-ratakan persepsi tarif yang dipilih
responden untuk setiap jenis pekerjaan dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Suryoputro, 2015):

∑(𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛)


WTPjenis pekerjaan = (5)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛

∑(𝑊𝑇𝑃𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛)
WTPsemua kategori pekerjaan = (6)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛

2.4 Tarif
Menurut Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : SK.687/AJ.206/DRJD/2002, tarif adalah
besarnya pengeluaran yang dikenakan kepada setiap penumpang kendaraan angkutan umum yang
dinyatakan dalam rupiah. Button (1982) membagi kebijakan tarif angkutan umum dalam 3 (tiga) kategori,
yaitu:
1. Cost of service pricing, yaitu tarif yang didasarkan pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh
penyedia jasa angkutan untuk kelangsungan dan pengembangan usaha ditambah dengan keuntungan
yang wajar.
2. Value of service pricing, yaitu tarif yang didasarkan kepada kesanggupan/kesediaan pengguna
angkutan umum untuk membayar pelayanan angkutan yang diberikan oleh operator.
3
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

3. Charging what the traffic willbear, yaitu tarif yang didasarkan kepada volume angkutan tertentu
akan menghasilkan penerimaan bersih yang paling menguntungkan.

Hayati (2000) menyebutkan ada 2 (dua) faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan kebijakan
tarif yaitu struktur tarif dan besaran nilai tarif.
a. Stuktur Tarif
Stuktur tarif adalah tata cara pembayaran suatu tarif. Struktur tarif dikelompokkan dalam 4 (empat)
kategori, yaitu:
1. Tarif seragam (flat fare), yaitu tarif yang dikenakan adalah sama tanpa memperhatikan jarak yang
dilalui. Sistem tarif ini dapat memberikan keuntungan kepada operator berupa kemudahan dalam
penarikan ongkos dalam kendaraan, memudahkan pengadaan dan penarikan karcis. Kelemahan dari
sistem ini adalah kerugian yang akan dialami oleh pengguna angkutan yang melakukan perjalanan
jarak pendek karena harus membayar tarif sama dengan pengguna angkutan yang melakukan
perjalanan jarak jauh.
2. Tarif berdasarkan jarak (distance base fare), yaitu tarif yang dibedakan menurut jarak yang
ditempuh. Kelemahan dari sistem tarif ini yaitu kesulitan pengumpulan biaya angkutan oleh operator
karena sebagian pengguna angkutan melakukan perjalanan yang relatif pendek dalam menggunakan
angkutan lokal.
3. Tarif berdasarkan tahapan, yaitu tarif yang didasarkan kepada jarak yang ditempuh dibagi per satuan
tahapan. Penggunaan sistem tarif ini meberikan kentungan baik kepada pihak operator yaitu
kemudahan dalam mengambil biaya perjalanan dan untuk pengguna angkutan yakni besarnya biaya
perjalanan yang dikeluarkan sesuai dengan jarak perjalanan.
4. Tarif berdasarkan Zona, yaitu tarif yang didasarkan pada pelayanan perangkutan yang dibagi ke
dalam zona-zona.

b. Besaran Nilai Tarif


Besaran tarif adalah biaya yang dikenakan kepada pengguna angkutan. Di dalam pelaksanaannya
hubungan antara besaran tarif berdasarkan BOK yaitu BPP dengan kempuan untuk membayar (ATP)
dapat terjadi dalam 2 (dua) kondisi yaitu:
1. Nilai ATP lebih besar dari BPP
Pada kondisi ini menjelaskan bahwa kemampuan membayar dari pengguna angkutan lebih besar dari
biaya operasional kendaraan yang harus dikeluarkan oleh penyedia angkutan, sehingga besaran nilai
tarif dapat diberlakukan lebih besar atau sama dengan nilai BPP.
2. Nilai ATP lebih kecil dari BPP
Pada kondisi ini menjelaskan bahwa kemampuan membayar dari pengguna angkutan berada di
bawah biaya operasional kendaraan yang harus dikeluarkan oleh penyedia angkutan, hal ini
menyebabkan penerapan besaran nilai tarif sangatlah sulit karena harus tetap memperhatikan
kepentingan pengguna angkutan. Pada pelaksanaannya diperlukan campur tangan pemerintah untuk
memberikan subsidi langsung atau subsidi silang kepada biaya operasional kendaraan sehingga
besaran tarif yang diberlakukan akan sama besar dengan nilai ATP tetapi tidak merugikan
kepentingan penyedia angkutan karena telah di subsidi.

Yuniarti (2009), menyatakan pelaksanaan dalam menentukan tarif sering terjadi benturan antara
besarnya nilai ATP dan WTP seperti:
1. ATP lebih besar dari WTP
Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari kemauan untuk membayar
jasa angkutan. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas
terhadap jasa angkutan relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.
4
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

2. ATP lebih kecil dari WTP


Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi yang duraikan sebelumnya dimana keinginan
pengguna untuk membayar jasa angkutan lebih besar dari kemampuan membayar. Hal ini terjadi
bagi pengguna yang memiliki penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa angkutan
sangat tinggi sehingga keinginan pengguna untuk membayar sangat dipengaruhi oleh utilitas, pada
kondisi ini pengguna disebut captive riders.
3. ATP sama dengan WTP
Kondisi ini menunjukkan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa angkutan adalah
sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan antara utilitas pengguna dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk membayar jasa angkutan.

Dhuyufur dkk (2018) mengestimasi tarif Trans Koetaradja koridor I berdasarkan ATP untuk pelajar
Rp. 3.200,-, mahasiswa Rp. 3.300,-, masayarakat umum Rp. 3.500,- dan manula/disabilitas Rp. 3.400,-.

Rekomendasi kebijakan penentuan tarif angkutan umum berdasarkan analisis perbandingan ATP dan
WTP dapat dilakukan dengan penerapan prinsip berikut ini:
1. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, bila nilai WTP masih di bawah ATP
maka masih dimungkinkan untuk menaikkan tarif dengan melakukan perbaikan pada tingkat
pelayanan angkutan.
2. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, maka besaran tarif angkutan umum yang
diberlakukan tidak boleh melebihi nilai ATP kelompok sasaran. Intervensi/campur tangan
pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau subsidi silang dibutuhkan pada kondisi dimana
besaran tarif angkutan umum yang berlaku lebih besar dari ATP sehingga didapat besaran tarif
maksimum sama dengan ATP.

3. METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan cara mengumpulkan data-data primer
dan sekunder yang selanjutnya disusun, dijelasakan dan dianalisis. Dalam mencapai tujuan dari penelitian
ini dilakukan beberapa tahapan dalam proses pengumpulan data dan pengolahan data untuk mendapatkan
hasil penelitian. Penelitian ini diawali dengan melakukan studi pendahuluan yang meliputi pengamatan
langsung atau survey lokasi penelitian. Dari survey pendahuluan, dilakukan identifikasi masalah agar
dapat disusun latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, menetapkan tujuan
penelitian serta membuat batasan masalah yang akan dibahas sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data


Data primer diperoleh dari survey lapangan dengan cara penyebaran kuesioner yang dilakukan secara
acak berstrata (stratified random sampling) ke rumah tangga (home interview survey) terhadap responden
masyarakat umum dan mahasiswa/pelajar yang berada di sekitar koridor III untuk mendapatkan data
karakteristik responden, ATP dan WTP yang pelaksanaannya dilakukan selama 2 (dua) hari dengan
jumlah total responden adalah 110 responden. Penyebaran kuesioner dengan menggunakan teknik stated
preference dan dilaksanakan oleh 4 (empat) orang surveyor yang disebar pada 4 (empat) kecamatan yaitu
kecamatan Kuta Raja, kecamatan Baiturrahman, kecamatan Jaya Baru, dan kecamatan Banda Raya.
Penyebaran kuesioner pada koridor III dilakukan dengan menggunakan 5 (lima) skenario tarif yang
berbeda yaitu Rp. 2.000, Rp.3.000, Rp. 4.000, Rp. 5.000 dan Rp. 6.000.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah data teknis tentang Trans Koetaradja,
Peta lokasi wilayah untuk pengenalan wilayah dan lokasi pengambilan sampel, data jumlah penduduk,
biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian bus Trans Koetaradja Koridor I (biaya tidak langsung,
5
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

seperti: Gaji Karyawan, biaya langsung, seperti: harga oli, harga BBM, harga ban dan harga suku
cadang) yang semua data tersebut diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu, literatur terkait dan dari dinas-
dinas terkait.
Dalam penelitian ini, ada 3 (tiga) metode yang digunakan untuk mengolah data yang diperoleh yaitu:
1. Metode DEPHUB untuk mendapatkan nilai BOK.
Perhitungan nilai tarif berdasarkan BOK untuk koridor III diperoleh dengan menggunakan
persamaan 2.1 sampai dengan 2.3 terhadap data sekunder data teknis Trans Koetaradja dan hasil
perhitungan BOK Trans Koetaradja trayek koridor I (Darussalam-Pusat Kota) Perhitungan BOK
Trans Koetaradja trayek koridor I (Darussalam-Pusat Kota) dengan menggunakan nilai load factor
44,5%.
2. Metode pendapatan keluarga (Household Budget Method) untuk mendapatkan nilai ATP.
Perhitungan nilai tarif berdasarkan ATP untuk koridor III diperoleh dengan menggunakan
persamaan 2.4 terhadap data hasil kuesioner responden meliputi data besarnya pendapatan keluarga,
persentase biaya untuk transportasi, persentase biaya untuk transportasi Trans Koetardja, dan
intensitas perjalanan dengan menggunakan Trans Koetardja.
3. Metode persepsi untuk mendapatkan nilai WTP.
Perhitungan nilai tarif berdasarkan WTP untuk koridor III diperoleh dengan menggunakan
persamaan 2.5 dan 2.6 terhadap data hasil kuesioner responden meliputi data besaran tarif yang
diinginkan oleh responden Trans Koetardja.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Analisis Data
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dominan pada koridor III adalah laki-laki sebesar 51,9% dengan
usia responden berkisar 20-49 tahun sebesar 69,2% berasal dari kelompok masyarakat umum sebesar
74,5% dan pendidikan terakhir SMA sebesar 41,8% dan pendapatan keluarga berkisar 3-7,5 juta sebesar
63,7% serta penggunaan kendaraan pribadi sebesar 59,9%.

b. Biaya Operasional Kendaraan (BOK)


Berdasarkan data sekunder hasil perhitungan nilai BOK Trans Koetaradja trayek koridor I
(Darussalam-Pusat Kota)diperoleh total BOK per tahun per bus sebesar Rp. 185.674.324,22, besar nilai
load factor adalah 44,5% dan produksi pelayanan per bus sebesar Rp. 272.039,63 maka didapat besarnya
tarif pokok dan tarif BPP untuk masing-masing koridor adalah sebagai berikut:

185.674.324,22 185.674.324,22
Tarif Pokok =44,5% 𝑥 81.510 = 272.039,63
= Rp. 682,53/pnp.km

Tarif BPP Koridor III = Rp. 682,53/pnp.km x 8,59 km = Rp. 5.862,9/pnp

Tarif Koridor III = Rp. 5.862,9/pnp + 10% = 5.863 ≈ Rp. 5.900/pnp

c. Ability To Pay (ATP)


Dengan menggunakan data hasil kuesioner responden diperoleh nilai tarif berdasarkan ATP untuk
koridor III seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 dan tabel 2:

6
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

Tabel 1.
Perhitungan ATP untuk setiap jenis pekerjaan pada koridor III
Jumlah Jumlah Pendapatan % Biaya % Biaya Frekuensi ATP
Pekerjaan
Responden /Bln Utk Transport. Utk TK Naik TK (Rp/pnp)
PNS/POLRI/TNI 19 6.078.947,37 22,11 33,95 2,68 5.664,90
Pegawai Swasta 46 4.206.521,74 21,48 56,96 2,74 6.262,27
IRT 10 3.850.000,00 26,90 44,75 2,90 5.327,05
Lain-lain 7 3.857.142,86 19,43 46,43 2,71 4.272,82
Mahasiswa/Pelajar 28 3.875.000,00 18,67 64,58 3,00 5.192,24

Tabel 2.
Nilai ATP untuk Tiap Kelompok pada koridor III
ATP Tiap Profesi ATP Tiap Kelp. Dibulatkan
Kelompok Pekerjaan
(Rp/pnp) (Rp/pnp) (Rp/pnp)
PNS/POLRI/TNI 5.664,90
Pegawai Swasta 6.262,27
Masyarakat Umum 5.381,76 5.400,00
IRT 5.327,05
Lain-lain 4.272,82
Mahasiswa/Pelajar Mahasiswa/Pelajar 5.192,24 5.192,24 5.200,00

d. Willingness To Pay (WTP)


Dengan mengunakan persepsi tarif yang dipilih responden terhadap skenario tarif yang digunakan
pada lembar kuesioner maka dapat dilakukan analisis terhadap tarif Trans Koetaradja berdasarkan nilai
WTP pengguna jasa untuk koridor III seperti yang ditunjukkan pada tabel 3 sampai tabel 5:

Tabel 3.
Tabulasi jumlah responden berdasarkan skenario WTP dan jenis pekerjaan pada koridor III
Skenario Tarif WTP (Rp.)
Jenis Pekerjaan Total
2.000 3.000 4.000 5.000 6.000
Jml 8 6 2 3 0 19
PNS/POLRI/TNI
% 7,27 5,45 1,82 2,73 0,00 17,27
Jml 13 10 11 10 2 46
Pegawai Swasta
% 11,82 9,09 10,00 9,09 1,82 41,82
Jml 6 0 3 1 0 10
IRT
% 5,45 0,00 2,73 0,91 0,00 9,09
Jml 4 2 1 0 0 7
Lain-lain
% 3,64 1,82 0,91 0,00 0,00 6,36
Jml 14 9 3 1 1 28
Mahasiswa/Pelajar
% 12,73 8,18 2,73 0,91 0,91 25,45
Jml 45 27 20 15 3 110
Total
% 40,91 24,55 18,18 13,64 2,73 100,00

Tabel 4.
Perhitungan WTP menurut jenis pekerjaan pada koridor III
Pekerjaan Kemauan Untuk Membayar Jumlah Responden WTP (Rp/pnp)
1 2 3 4 = (2/3)
PNS/POLRI/TNI 57.000,00 19 3.000,00
Pegawai Swasta 162.000,00 46 3.521,74
IRT 29.000,00 10 2.900,00
Lain-lain 18.000,00 7 2.571,43
Mahasiswa/Pelajar 78.000,00 28 2.785,71

7
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

Tabel 5.
Nilai WTP untuk Tiap Kelompok pada koridor III
WTP Tiap Profesi WTP Tiap Kelp. Dibulatkan
Kelompok Pekerjaan
(Rp/pnp) (Rp/pnp) (Rp/pnp)
PNS/POLRI/TNI 3.000,00
Pegawai Swasta 3.521,74
Masyarakat Umum 2.998,29 3.000,00
IRT 2.900,00
Lain-lain 2.571,43
Mahasiswa/Pelajar Mahasiswa/Pelajar 2.785,71 2.785,71 2.800,00

Secara deskripsi statistik nilai tarif untuk kelompok masyarakat umum dan mahasiswa/pelajar pada
Koridor III dapat dilihat pada Gambar 1

Rekomendasi Tarif Koridor III Masyarakat Umum = Rp. 4.575,-≈Rp. 5.000,-


Mahasiswa/Pelajar = Rp. 4.475,-≈ Rp. 4.000,-
7.000,00
6.000,00
5.000,00
4.000,00
3.000,00
2.000,00
1.000,00
-
Rcn Tarif
(Dinas ATP Masy. ATP WTP Masy. WTP
BOK
Perhub Umum Mhs/pelajar Umum Mhs/pelajar
Aceh)
NILAI TARIF 4.000,00 5.900,00 5.400,00 5.200,00 3.000,00 2.800,00

Gambar 1. Skema Tarif berdasarkan Rencana Tarif, BOK, ATP, WTP dan Rekomendasi Nilai Tarif di
Koridor III

4.2 Evaluasi Hasil


Dari data karakteristik responden dan hasil skema tarif berdasarkan rencana tarif, BOK, ATP dan
WTP yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijelaskan beberapa hal terkait rencana pengoperasian Trans
Koetardja koridor III sebagai berikut:
1. Dari gambaran karakteristik responden pada koridor III dapat disimpulkan bahwa calon pengguna
Trans Koetardja pada Koridor III merupakan masyarakat umum dengan tingkat pendapatan keluarga
menengah ke atas yang penggunaan kendaraan pribadi masih sangat dominan.
2. Nilai tarif BOK > nilai tarif ATP
Hal ini dapat dijelaskan bahwa kemampuan membayar dari pengguna Trans Koetardja berada di
bawah biaya operasional kendaraan yang harus dikeluarkan oleh penyedia angkutan, ini
menyebabkan penerapan besaran nilai tarif sangatlah sulit karena harus tetap memperhatikan
kepentingan pengguna angkutan dan kemanpuan membayar dari pengguna Trans Koetardja.
3. Nilai tarif WTP < nilai tarif ATP

8
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

Kondisi ini menggambarkan bahwa pengguna Trans Koetaradja merupakan kelompok choiced riders
yang mempunyai penghasilan relatif tinggi sehingga pemilihan untuk penggunaan kendaraan pribadi
masih lebih dominan dengan tingkat utilitas terhadap jasa Trans Koetaradjamasih relatif rendah.
4. Dengan kebijakan rencana tarif (RT) pemerintah sebesar Rp. 4.000,- untuk koridor III dapat
dijelaskan kondisi pelaksanaan pengoperasian Trans Koetaradja koridor III mengharuskan
pemerintah untuk melakukan beberapa kebijakan sebagai berikut:
a. memberikan subsidi langsung atau subsidi silang kepada penyedia/operator Trans Koetaradja
sebesar kekurangan antara RT dengan BOK
b. memperhatikan/menaikkan nilai utilitas dari pelaksanaan Trans Koetaradja dengan melakukan
perbaikan pada tingkat pelayanan angkutan sehingga nilai tarif WTP menjadi sama atau
mendekati nilai tarif ATP dan nilai RT dapat dipakai harga yang sesuai dengan nilai tarif ATP
yang mengakibatkan subsidi dari pemerintah menjadi lebih kecil yaitu hanya sebesar
kekurangan antara ATP dengan BOK

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Besaran nilai tarif Trans Koetaradja Koridor III dengan kelompok masyarakat umum dan
mahasiswa/pelajar menunjukkan kencenderungan yang sama yaitu nilai tarif BOK berada di atas tarif
ATP dan WTP, hal ini menggambarkan bahwa pengguna Trans Koetaradja merupakan kelompok choiced
riders yang mempunyai penghasilan relatif tinggi tetapi memiliki kemampuan membayar berada di
bawah biaya operasional kendaraan yang harus dikeluarkan oleh penyedia angkutan dengan tingkat
utilitas Trans Koetaradja yang masih rendah.

5.2 Saran
1. Pemerintah dapat memberikan subsidi langsung atau subsidi silang kepada biaya operasional
kendaraansehingga besaran tarif yang diberlakukan akan sama besar dengan nilai ATP tetapi tidak
merugikan kepentingan penyedia angkutan karena telah di subsidi;
2. Penyedia jasa Trans Koetardja juga harus mengoptimalkan kinerja pelayanan sehingga dapat
menaikkan nilai tarif WTP pengguna jasa sehingga dapat mendekati atau sama dengan nilai ATP.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, S., 1993, Manajemen Transportasi, PT. Raja Grafindo Pesrsada, Jakarta.
Aviasti, Asep Nana Rukmana, Djamaluddin, 2014, Model Penentuan Tarif Angkutan Kota Berdasarkan
Keterjangkauan Daya Beli Masyarakat Pengguna Di Kota Bandung,ISSN 2089-3582, EISSN
2303-2480/ Vol.4, No.1.
Button, KJ., 1982, Transport Economics, Heinemann, London, England.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, 2002, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat nomor
SK.687/AJ.206/DRDJ/2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang
Umum Di Wilayah Perkotaaan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur. Jakarta: Direktur Jenderal
Perhubungan Darat.
Dhuyufur Rahmani, Renni Anggraini, Irin Caisarina, 2018, Analisis Kelayakan Finansial Tarif Bus Trans
Koetardja berdasarkan Ability To Pay (ATP), www.jurnal.unsyiah.ac.id/JARSP, E-ISSN:2615-
1340.
Fanesha, M,N, 2017, Analisis Kinerja Pelayanan Angkutan Bus Trans Koetaradja Kota Banda Aceh
(Studi Kasus Trayek Keudah-Darussalam), Tugas Akhir, Fakultas Teknik Sipil Unsyiah, B. Aceh.
Hanifah, 2017, Analisis Tarif Bus Trans Koetaradja Berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan, Ability
To Pay dan Willingness To Pay (Studi Kasus Koridor I, Keudah-Darussalam), Tugas Akhir,
Fakultas Teknik Sipil Unsyiah, B. Aceh.

9
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(4),1-10 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.vlil.12449

Hayati, A., 2000, Analisis Penentuan Tarif Berdasarkan BOK, ATP dan WTP (Studi Kasus Perum Damri
Bandung, Thesis, Program Transportasi ITB, Bandung.
LPM-ITB, 1997,Studi Sistem Pengelolaan Angkutan Umum.
Munawar, A., 2004, Manajemen Lalu Lintas Perkotaan, Beta Offset, Yogyakarta Program Pasca Sarjana
Universitas Gajah Mada.
Permata, M, R, 2012, Analisa Ability To Pay dan Willingness To Pay Pengguna Jasa Kereta Api Bandara
Soekarno Hatta-Manggarai, Thesis, Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Sipil, Depok.
Suhartono, Sumarsono, Mudjiastuti Handajani, 2003, Analisis Keterjangkauan Daya Beli Pengguna
Angkutan Umum dalam Membayar Tarif, PILAR Volume 12, Nomor 2, September 2003 : halaman
73 – 88.
Suryoputro, J., 2015, Analisis Tarif Angkutan Umum Berdasarkan Ability To Pay (ATP), Willingness To
Pay (WTP) dan Biaya Opersaional Kendaraan (BOK) e-Jurnal Matriks Teknik Sipil/Juni
2015/585.
Tamin O. Z., 2000,Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, edisi kedua, ITB, Bandung.
Tamin O. Z, dkk, 1999, Evaluasi Tarif Angkutan Umum dan Analisis Ability To Pay (ATP) Dan
Willingness To Pay (WTP) di DKI Jakarta, Jurnal Transportasi FSTPT, Volume 1, No. 2, hal 121-
139, ISSN : 1411-2442.
Warpani, S., 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,Bandung, Penerbit ITB.
Yuniarti, T., 2009, Analisa Tarif Angkutan Umum Berdasarkan Biaya Oprasional Kendaraan, Ability To
Pay Dan Willingness To Pay,diterbitkan : Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret,
Surakarta

10

You might also like