778-Article Text-3405-1-10-20190221
778-Article Text-3405-1-10-20190221
778-Article Text-3405-1-10-20190221
Budidaya Pertanian
DOI: 10.30598/jbdp.2017.13.2.68 Vol. 13(2): 68-73 Th. 2017 ISSN: 1858-4322
Jomima M. Tatipikalawan1,2,*
1
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka Ambon 97233
2
Mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia, Jl.
Fauna No. 3 Bulaksumur Yogyakarta 55281
*Penulis Korespondensi: E-mail: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to identify the socioeconomic characteristics of goat breeders and the constraints that affect the
production and marketing of Lakor goat livestock as well as policy interventions desired by ranchers on the island of
Lakor. The results showed that the characteristics of Lakor goat breeders were low-educated, as the main business,
using family labor, most breeders are productive aged, the business scale can reach> 50 tails, the breeding goals are
for income, saving and only a small part to obtain organic fertilizer. The production system of Agropastoral
management (65.00%) and pastoral (35.00%). Economic analysis shows that the average income per year per breeder
Rp. 6.153.750,00 and B/C ratio of 2.14. Production constraint is the decreasing of pasture quality during the dry
season, thus it is necessary for technology introduction, extensive maintenance system needs to be changed to semi
intensive system, and intensively and no seed selection. This condition needs to be improved to increase production and
productivity. Existing sales problem is the weakness of market access and access to financial institutions due to
unavailability of marketing support infrastructure and farmers have no guarantee to obtain loans from the Bank. In
addition, all respondents wanted government intervention in providing supervisors, availability of production facilities
such as medicines and vitamins with low prices, provision of road infrastructure, land transportation facilities and
special vessels of livestock. Certification of Lakor goat livestock are important to prevent the extinction of livestock
clumps native to Indonesia, maintaining the quality of Lakor goat breeder and Lakor island can be used as a producer
area of goat seeds in Indonesia. The role of research institutions including universities is extremely needed in
producing technology.
Keywords: characteristics of farmers, constraints, goat Lakor, government intervention
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi karakteristik sosial ekonomi peternak kambing dan kendala-kendala
yang mempengaruhi produksi dan pemasaran ternak kambing Lakor serta intervensi kebijakan yang diinginkan oleh
peternak di pulau Lakor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak kambing Lakor adalah
berpendidikan rendah, sebagai usaha pokok, menggunakan tenaga kerja keluarga, sebagian besar peternak berusia
produktif, skala usaha dapat mencapai >50 ekor, tujuan pemeliharaan untuk pendapatan, tabungan dan hanya sebagian
kecil untuk memperoleh pupuk organik, Sitem produksi usaha pengelolaan Agropastoral (65,00%) dan pastoral
(35,00%). Analisis ekonomi menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan per tahun per peternak Rp. 6.153.750,00 dan B/C
ratio sebesar 2,14. Kendala produksi yaitu menurunnya kualitas padang pengembalaan saat musim kemarau sehingga
perlu introduksi teknologi, sistem pemeliharaan ekstensif perlu dirubah ke sistem semi intensif, dan intensif dan tidak
dilakukannya seleksi bibit. Kondisi ini perlu di lakukan perbaikan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas.
Kedala pemasaran adalah lemahnya akses pasar dan akses lembaga keuangan karena tidak tersedianya infrastruktur
penunjang pemasaran serta peternak tidak memiliki jaminan untuk memperoleh pinjaman dari Bank. Selain itu seluruh
responden menginginkan intervensi pemerintah dalam menyediakan tenaga penyuluh, ketersediaan sarana produksi
seperti obat-obatan dan vitamin dengan harga yang murah, penyediaan infrastruktur jalan, sarana transportasi darat dan
kapal khusus ternak. Sertifikasi bibit kambing Lakor perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kepunahan rumpun
ternak asli Indonesia, menjaga kualitas bibit kambing Lakor dan pulau Lakor dapat dijadikan wilayah penghasil bibit
kambing di Indonesia. Peran lembaga penelitian termasuk perguruan tinggi sangat dibutuhkan dalam menghasilkan
teknologi.
Kata kunci: intervensi pemerintah, kambing Lakor, karakteristik peternak, kendala
68
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017
69
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017
yang merupakan selisih antara penerimaan dengan Usia merupakan salah satu faktor yang
pengeluaran. Pendapatan yang diukur dalam penelitian mempengaruhi kerja dan pola pikir responden dalam
ini adalah pendapatan riil yang diperoleh dari usaha menentukan pengelolaan yang diterapkan pada
ternak kambing Lakor selama kurun waktu satu tahun. peternakan. Sebagian besar responden (36,67%) berusia
Analisis B/C ratio diperoleh dari perbandingan antara antara 36-50 tahun, 31,67% berusia antara 50-65 tahun,
penerimaan dengan biaya produksi, dengan kriteria 23,33% berusia antara 20-35 tahun, dan 8,33% berusia
apabila nilai B/C ratio > 1: usaha ternak kambing Lakor diatas 65 tahun (Gambar 1). Hasil ini menunjukkan
untung, B/C ratio = 1: usaha kambing Lakor tidak untuk bahwa sebagian besar responden (91,67%) berada pada
atau tidak rugi (impas) dan nilai B/C ratio < 1 : usaha usia produktif. Usia produktif adalah usia ketika peternak
kambing Lakor rugi. mampu melakukan kegiatan produktif secara efisien
sehingga bisa menghasilkan pendapatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi karakteristik sosial ekonomi
Karakteristik Sosial Ekonomi responden
70
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017
Walaupun sebagai usaha pokok namun pengelolaan dari ternak kambing Lakor sebesar Rp.6.153.750 per
ternak kambing Lakor masih secara tradisonal dengan tahun dengan nilai B/C ratio sebesar 2,41%.
penerapan teknologi yang sederhana dan turun-temurun.
Peternakan ruminansia kecil umumnya berkembang pada Sistem Produksi dan Tujuan Pemeliharaan Ternak
daerah pedesaan, berskala rumah tangga dengan sistem Kambing Lakor
pemeliharaan trasdisional dan hanya memanfaatkan
hijauan yang tersedia di padang pengembalaan dengan Cara pemeliharaan kambing Lakor memiliki
kualitas yang rendah sehingga produktivitas ternak keunikan dibandingkan dengan wilayah lainnya di
rendah. Indonesia karena kandang yang digunakan adalah
Ukuran keluarga menunjukkan kemampuan kandang yang terbuat dari susunan batu karang yang
peternak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dikenal dengan nama “Lutur”. Penggunaan lutur sebagai
semakin besar ukuran keluarga, semakin besar kandang ternak biasanya hanya berlansung pada musim
kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Dengan hujan saja sedangkan pada musim kering ternak-ternak
demikian, akan mendorong petani untuk mendapatkan yang dipelihara tersebut dibiarkan secara bebas untuk
penghasilan tambahan melalui lainnya. Ukuran peternak merumput pada padang penggembalaan alami yang ada
kambing Lakor 48,33% sebesar 5-7 orang dan hanya dan hal tersebut merupakan suatu kearifan lokal yang
sebagian kecil yang memiliki ukuran keluarga >10 telah dilakukan dan dipertahankan sejak jaman nenek
orang. Ukuran keluarga menggambarkan ketersediaan moyang mereka.
tenaga kerja bagi pengelolaan ternak kambing selian itu Sistem produksi yang dijalankan sebagian besar
jumlah anggota rumah tangga juga merupakan sumber adalah agropastoral yaitu suatu sistem pemeliharaan
pendapatan ekonomi rumah tangga (Hartono 2014). ternak dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai
pakan ternak. Peternak tidak hanya memberikan hijauan
Tabel 2. Ukuran keluarga, skala usaha dan pendapatan yang tersdia pada lahan pengembalaan tetapi juga telah
memanfaatkan limbah pertanian seperti limbah tanaman
pangan (limbah: jagung, kacang-kacangan) yang
Uraian n % Responden
diberikan dalam bentuk segar, namun sampai saat belum
Ukuran Keluarga
ada sentuhan teknologi pengolahan yang lebih baik guna
2-4 orang 21 35,00
meningkatkan kualitas dari limbah tersebut sebelum
5-7 orang 29 48,33
diberikan kepada ternak.
8-10 orang 8 13,33
>10 orang 2 3,34
Tabel 3. Sistem produksi usaha pengelolaan ternak
Skala Usaha
kambing Lakor
<10 ekor 7 11,67
11-30 ekor 20 33,33
Sistem produksi n % Responden
31-50 ekor 21 35,00
>50 ekor 12 20,00 Pastoral 21 35,00
Rata-rata Pendapatan 60 Rp. 6.153.750,00 Agropastoral 39 65,00
Keterangan: n = jumlah sampel
per tahun
B/C Ratio 2,41
Keterangan; n= jumlah sampel Selain itu sampai saat ini masih ditemuka
peternak yang menggunakan sistem pastoral yaitu ternak
Kepemilikan ternak kambing Lakor relatif lebih kambing hanya digembalakan pada padang
banyak dibandingkan dengan tingkat kepemilikan skala pengembalaan tanpa diberikan hijauan tambahan seperti
rumah tangga, dimana 35,00% memiliki jumlah ternak limbah pertanian. Kondisi ini menyebabkan saat musim
kisaran 31-50 ekor, diikuti kisaran 11-30 ekor sebesar kemarau peternak selalu kesulitan dalam memperoleh
33,22%, > dari 50 ekor sebesar 20,00% dan <10 ekor hijauan bagi ternaknya. Kurangnya hijauan
sebesar 11,67%. Kepemilikan ternak juga tergantung dari menyebabkan penurunan produksi dan reproduksi ternak
ketersediaan tenaga kerja yang mengelola usaha tersebut. bahkan kondisi yang paling ekstrim kematian ternak
Peternak akan meningkatkan skala usaha apabila tenaga terjadi. Peternak mengembalakan ternak tetap pada
kerja keluarga tersedia dalam jumlah yang cukup kondisi padang yang kering tanpa ada solusi atau
sebaliknya peternak dengan ketersediaan tenaga kerja perencanaan untuk mengatasi krisis pakan dan air untuk
keluarga yang terbatas umumnya memiliki jumlah ternak kebutuhan hidup ternak.
kambing yang lebih sedikit. Manajemen padang pengembalan yang buruk
Beberapa kajian menunjukan bahwa semakin merupakan masalah yang serius karena ditemukan
besar skala usaha maka semakin besar produksi atau banyak gulma dan hijauan yang beracun sehingga ada
output yang dihasilkan, sehingga semakin besar pula ternak kambing yang mati karena mengkonsumsi hijauan
kontribusi usaha ternak kambing Lakor bagi pendapatan tersebut. Hal ini disebabkan karena lemahnya peran
keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga yang diperoleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan minimnya
informasi yang terkait dengan teknologi pakan dan
manajemen padang pengembalaan bagi peternak.
71
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017
Skala Prioritas
Tujuan
1 2 3 4
pemeliharaan
n % n % n % n %
Pendapatan 35 58,33 25 41,67 0 0,00 0 0,00
Tabungan 20 33,33 35 58,33 0 0,00 5 8,33
Adat 0 0,00 0 0,00 21 35,00 39 65,00
Pupuk 5 8,34 0 0,00 39 65,00 16 26,67
Keterangan: n = jumlah sampel
Lebih dari sebagian motivasi peternak pulau dan keluar kabupaten maka biaya pemasaran juga
memelihara ternak kambing adalah sebagai sumber merupakan faktor yang selalu dipertimbangkan oleh
pendapatan. Hal ini disebabkan oleh usaha ternak peternak sebelum memasarkan ternak kambingnya.
kambing Lakor umumnya merupakan usaha pokok dan Seluruh responden menyatakan bahwa mereka
sumber pendapatan utama bagi keluarga. Selain sumber tidak memiliki akses ke sumber atau lembaga keuangan.
pendapatan keluarga ternak kambing juga merupakan Usaha yang dijalankan selama ini menggunakan modal
tabungan hidup yang dapat digunakan kapan saja saat pribadi. Lemahnya akses peternak ke lembaga keuangan
desakan kebutuhan ekonomi keluarga. Kambing Lakor disebabkan keamanan jaminan yang diberikan oleh bank
juga dipeliharan selain sebagai sumber pupuk bagi dimana peternak umumnya hanya memiliki lahan tempat
tanaman pangan juga merupakan ternak adat yang tinggal dan kebun sebagai jaminanya sehingga mereka
biasanya digunakan sebagai alat pembayaran sangsi adat sulit untuk meminta kredit pinjaman dari bank.
dan dagingnya digunakan sebagai salah satu menu dalam
acara-acara adat, keagamaan dan keluarga. Intervensi Kebijakan
72
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017
73