Kasus Kromoblastomikosis Pada Seorang Perempuan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

KASUS KROMOBLASTOMIKOSIS PADA SEORANG PEREMPUAN

Mariani V. Lasut
Rita S. Tanamal
Grace M. Kapantow

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: [email protected]

Abstract: Chromoblatomycosis is a chronic fungal infection in the skin and subcutaneus


tissue caused by pigmented fungi. It occurs most in males in tropical and subtropical countries.
The causal fungi were found isolated in woods, decomposed plants, and soil. Early lesions
manifest as papules that become hypertrophy plaques, and in years they develop to become
hyperkeratotic masses. Chromoblastomycosis is difficult to treat. We reported a female of 37
years with lesions on the right foot for 20 years in the forms of plaques, papulonodules,
multiple verrucous lesions. Lesions had hard consistency and were associated with erosion,
crustae, and minimal pus. Several supporting tests were carried out. KOH 20% test resulted in
sclerotic bodies; fungal culture revealed Fonsecaea pedrosoi; and histopathological
examination showed chronic granulomatous inflamation. The patient was treated with
itraconazole 2 x 200 mg daily, which was planned for 8-12 months. After 2 months of
treatment, the lesions improved. Conclusion: Based on anamnesis, physical examination,
KOH test, tissue culture, and histopathology examination, this case was diagnosed as
chromoblatomycosis. Fonsecaea pedrosoi was found as the causative agent. Oral antimycotic
itrakonazole 2 x 200 mg/day showed lesion improvement after 2 months of treatment. The
patient will be evaluated until full treatment has been achieved.
Keywords: chromoblastomycosis, Fonsecaea pedrosoi, itrakonazole

Abstrak: Kromoblastomikosis merupakan infeksi jamur kronis pada kulit dan jaringan
subkutan, disebabkan jamur berpigmen, umumnya pada laki-laki, banyak ditemukan di daerah
tropis/subtropis, terisolasi di lingkungan dari kayu, sisa tanaman, dan tanah. Lesi awal berupa
papul yang membesar membentuk plak hipertrofi dalam beberapa tahun menjadi massa
hiperkeratotik. Kromoblastomikosis sukar disembuhkan. Kami melaporkan seorang
perempuan 37 tahun dengan lesi pada kaki kanan sejak 20 tahun lalu berupa plak,
papulonodul, verukous multipel, konsistensi keras, disertai erosi, krusta, pus yang minimal.
Pada pemeriksaan KOH 20% didapatkan badan sklerotik, pemeriksaan kultur jamur
ditemukan Fonsecaea pedrosoi, histopatologis menunjukkan radang kronik granulomatik.
Terapi itrakonazole 2x200 mg/hari akan diberikan selama 8–12 bulan. Setelah 2 bulan
pengobatan terdapat perbaikan. Simpulan: Pada kasus ini, diagnosis kromoblastomikosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa
KOH, kultur jaringan, dan histopatologi. Hasil kultur menunjukkan Fonsecaea pedrosoi
sebagai penyebab kromoblastomikosis. Pemberian antimikotik oral itrakonazole 2 x 200
mg/hari menunjukkan perbaikan setelah 2 bulan pengobatan. Evaluasi akan terus dilanjutkan
sampai pengobatan selesai.
Kata kunci: kromoblastomikosis, Fonsecaea pedrosoi, itrakonazole

62
Lasut, Tanamal, Kapantow; Kasus Kromoblastomikosis pada Seorang Perempuan 63

Kromoblastomikosis merupakan infeksi kan dan tidak sedikit kasus yang


jamur kronis pada kulit dan jaringan rekalsitran.7 Sampai saat ini tidak ada
subkutan yang disebabkan oleh jamur standar khusus untuk penanganan kromo-
berpigmen atau dematiceous fungi yang blastomikosis. Dalam beberapa dekade
menembus kulit. Pada proses inflamasinya terakhir terdapat beberapa jenis terapi yang
di dalam kulit, jamur tersebut membentuk dapat digunakan sebagai regimen terapi
sel tunggal berdinding tebal atau sel kluster seperti obat-obatan antifungal sistemik atau
(badan sklerotik atau muriform) yang intravena, terapi panas, penggunaan cairan
menyerupai gambaran berbentuk hiper- nitrogen, pembedahan, serta laser.2,8
plasia pseudoepiteliomatosa.1,2 Kejadian Berikut ini akan dilaporkan satu kasus
kromoblastomikosis ditemukan tersebar di kromoblastomikosis di kaki kanan yang
seluruh dunia, namun banyak ditemukan disebabkan Fonsecaea pedrosoi pada
pada daerah tropis dan subtropis di seorang perempuan berumur 37 tahun yang
Amerika dan Afrika.2 Umumnya penyakit menunjukkan perbaikan setelah 2 bulan
ini menyerang laki-laki dibandingkan pengobatan.
perempuan, sering pada usia 30-50 tahun
namun beberapa laporan menyebutkan
LAPORAN KASUS
terjadi pada anak-anak dan remaja.3 Hingga
saat ini dilaporkan 2 kasus kromo- Seorang perempuan berumur 32 tahun,
blastomikosis di Bagian Ilmu Kesehatan suku Sangihe, datang ke Poliklinik Kulit
Kulit dan Kelamin RSUP Prof. DR. R. D. dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Kandou, Manado. pada tanggal 7 November 2013 dengan
Infeksi kromoblastomikosis dapat keluhan timbul benjolan di kaki kanan
disebabkan oleh beberapa jenis jamur sejak 20 tahun lalu. Pada awalnya muncul
berpigmen, yang paling sering antara lain: berupa bercak kemerahan di punggung kaki
Phialophora verrucosa, Fonsecaea kanan saat penderita hamil, kemudian
pedrosoi, Fonsecaea Compactum, membengkak dan tidak hilang sampai
Fonsecaea monophora, Wangiella sekitar 5 tahun kemudian, yang diikuti
dermatitidis, Cladophialophora carrionii, dengan timbulnya lepuh-lepuh kecil di
Rhinocladiella aquaspersa, dan spesies punggung kaki yang kemudian menjadi
exophiala. Jamur terisolasi di lingkungan luka. Sebagian luka kemudian tumbuh
dari kayu, sisa-sisa tanaman, atau tanah.1,4,5 menebal dan menjadi benjolan dengan
Gambaran klinis kromoblastomikosis permukaan kasar yang makin lama makin
biasanya muncul di area yang terlihat, banyak dan meluas. Benjolan kadang-
seperti kaki, tungkai bawah, lengan, wajah, kadang dirasakan gatal dan juga nyeri.
dan leher.6 Awalnya muncul berupa papul Benjolan akan berdarah saat dikupas.
mirip kutil yang tumbuh makin membesar Sehari-hari penderita bekerja sebagai
dan membentuk plak hipertrofi. Pada petani, dan saat beraktivitas di kebun
beberapa lesi, plak muncul dengan permu- penderita tidak mengenakan alas kaki.
kaan rata dan bertumbuh perlahan dengan Penderita sering tergores ranting atau
skar pada bagian tengah, dan dalam beberapa rumput tajam saat berkebun dan tidak
tahun lesi telah menjadi massa hiperkera- pernah mengalami luka berat atau dalam
totik dan dapat menebal sampai 3 cm.1,4,6 yang mengenai kaki selama berkebun.
Kromoblastomikosis dapat didiagnosis Riwayat sakit kencing manis atau sakit
banding dengan lesi verukous kronis lain- berat lainnya disangkal, riwayat alergi
nya seperti tuberkulosis kutis verukosa, disangkal, dan hanya penderita yang sakit
sehingga dibutuhkan pemeriksaan penun- seperti ini dalam keluarga.
jang seperti kultur jamur dan pemeriksaan Pada pemeriksaaan fisik ditemukan
histopatologik untuk mengarahkan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah
diagnosis.1 120/70 mmHg, denyut nadi 86 x/mnt,
Kromoblastomikosis sukar disembuh- frekuensi napas 20 x/menit, suhu aksila
64 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 1, Maret 2015, hlm. 62-69

36,50C, dan berat badan 47 kg. Kepala Hasil pemeriksaan histopatologik


normosefali, konjungtiva tidak tampak memperlihatkan epidermis yang hiper-
anemis, sklera tidak ikterik, refleks pupil keratosis, papilomatosis dan sedikit
positif dan isokor. Pada telinga, hidung, degenerasi vaskuler. Pada dermis tampak
tenggorokan tidak ditemukan kelainan. fokus-fokus infiltrat sel-sel radang limfosit,
Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas PMN, dan histiosit yang sebagian mem-
normal. Hepar dan lien tidak teraba, bising bentuk granuloma, sehingga disimpulkan
usus dalam batas normal, tidak terdapat adanya radang kronik granulomatik.
distensi abdomen. Pembesaran kelenjar Gambaran histopatologik demikian dapat
getah bening tidak ditemukan. Ekstremitas ditemukan pada infeksi kromoblasto-
teraba hangat, tidak ditemukan edema. mikosis namun tidak patognomonik
Pada pemeriksaan dermatologik regio (Gambar 3 A-C).
kruris dekstra tampak plak hipertrofi Pemeriksaan kultur pus dengan kuman
dengan pemukaaan papulonodul verukous, Pseudomonas aeruginosa dan didapatkan
multipel, ukuran bervariasi dari lentikuler beberapa antibiotik yang resisten yaitu
sampai plakat dengan konsistensi keras. amoxicillin clavulanic acid, ampicillin
Terdapat juga erosi, pus minimal, serta sulbactam, cefazolin, chloramphenicol,
krusta (Gambar 1A-C). erythromycin, nalidix acid, doxycycline,
Pada pemeriksaan laboratorium cefpirome, fosfomycin, serta nitrofurantoin.
sederhana dengan KOH 20% didapatkan Berdasarkan anamnesis, gambaran
badan sklerotik. Hasil pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang yang
laboratorium darah didapatkan kadar dilakukan maka kasus ini didiagnosis
leukosit yang meningkat menjadi sebagai kromoblastomikosis yang disebab-
11.000/uL sedangkan nilai hematologi lain kan Fonsecaea pedrosoi. Pengobatan yang
dan elektrolit dalam batas normal. Hasil diberikan berupa antimikotik oral
pemeriksaan kadar Serum Glutamic itrakonazole 2x200 mg per hari, perawatan
Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan luka dengan kompres cairan Nacl 0,9%,
Serum Glutamic Pyruvate Transaminase dan pemberian topikal asam fusidat pada
(SGPT) dalam batas normal. luka, juga diberikan terapi simptomatis
Pemeriksaan radiologis toraks untuk mengurangi nyeri. Setelah 2 bulan
memperlihatkan jantung dan paru dalam (hari ke-77) pengobatan tampak perbaikan
batas normal. Pemeriksaan radiologis pedis lesi secara klinis (Gambar 4 A-C).
dekstra tidak ditemukan kelainan dan
tulang intak. Hasil kultur jaringan BAHASAN
menggunakan media Sabouraud dextrose Kromoblastomikosis, atau kromo-
agar (SDA) pada pemeriksaan mikosis, merupakan infeksi jamur kronis
makroskopik ditemukan koloni filamen pada jaringan kutis dan subkutis. Seperti
warna coklat tua, merah kehitaman, dengan halnya mikosis subkutan lainnya terjadinya
latar belakang merah tua/hijau tua, infeksi jamur ini disebabkan oleh adanya
sedangkan pada pemeriksaan mikroskopik elemen jamur yang masuk ke dalam kulit
ditemukan hifa bersepta positif, spora melalui luka. Lesi berawal pada area
coklat tua serta konidia dan hifa tampak inokulasi dan berkem-bang dalam beberapa
warna coklat. Pada slide kultur dengan bulan sampai beberapa tahun kemudian.1,6
pemeriksaan mikroskopis ditemukan Berdasarkan anamnesis pada pasien ini
konidia bercabang bentuk oval menonjol didapatkan adanya riwayat berulang
pada ujung hifa, hiperpigmentasi warna tergores ranting atau rumput tajam saat
coklat dan spora warna coklat (Gambar 2) berkebun dan sekitar 20 tahun lalu muncul
sehingga disimpulkan Foncesaea Pedrosoi bercak kemerahan di punggung kaki kanan
sebagai penyebab kromoblastomikosis, dan yang kemudian berkembang menjadi
terapi antimikotik dapat dipertimbangkan. benjolan di kaki kanan.
Lasut, Tanamal, Kapantow; Kasus Kromoblastomikosis pada Seorang Perempuan 65

A B C

Gambar 1. Sebelum pemberian itraconazole 2 x 200 mg/hari

A B C

Gambar 2. A, Hasil kultur jaringan menggunakan media Sabouraud dextrose agar pada
pemeriksaan makroskopik ditemukan koloni filamen warna coklat tua, merah kehitaman, dengan
latar belakang merah tua/hijau tua. B, Mikroskopik tampak hifa bersepta positif, spora coklat tua,
serta konidia dan hifa berwarna coklat. C, Mikroskopik slide kultur ditemukan konidia bercabang
bentuk oval menonjol pada ujung hifa, hiperpigmentasi warna coklat dan spora warna coklat.

A B C

Gambar 3. A dan B, Epidermis yang hiperkeratosis, papilomatosis, dan sedikit degenerasi vaskuler.
C, Pada dermis tampak fokus-fokus infiltrat sel-sel radang limfosit, PMN, dan histiosit yang
sebagian membentuk granuloma

A B C

Gambar 4. Setelah pemberian itraconazole 2 x 200 mg/hari selama 77 hari


66 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 1, Maret 2015, hlm. 62-69

Umumnya kromoblastomikosis lebih menonjol yang ditutupi dengan gambaran


sering terjadi pada laki-laki dibandingkan kembang kol; 2) lesi tumor yang luas; 3)
perempuan dan pada usia 30-50 tahun lesi hiperkeratotik verukous yang luas dan
namun terdapat beberapa laporan kasus ireguler; 4) kemerahan, datar, dan papul
yang terjadi pada usia anak.3 Pada bersisik; serta 5) lesi jaringan parut atrofi
penelitian yang dilakukan oleh Minotto et dengan bagian tengah tidak aktif.15
al di Brazil (2001)9 dari 100 kasus Penyebaran lesi dapat disebabkan karena
kromoblastomikosis didapatkan 72% hasil autoinokulasi dari menggaruk.2 Pada
sebagai pekerja di bidang pertanian dan kasus ini bentuk klinis yang tampak yaitu
78% pada laki-laki. Walaupun kasus yang gambaran kembang kol dan lesi hiper-
dilaporkan ini seorang perempuan berusia keratotik verukous yang luas dan ireguler.
37 tahun tetapi pekerjaan sehari-harinya Dari hasil anamnesis didapatkan
sebagai petani yang bekerja di kebun. penderita jarang mengenakan alas kaki saat
Lesi kromoblastomikosis yang tumbuh berkebun sehingga sering terkena trauma
di permukaan kulit biasanya ditemukan di ringan seperti lecet atau tetusuk ranting
ekstremitas bagian bawah, namun dapat pohon dan rumput liar, namun pasien
juga pada bagian tubuh lainnya seperti menyangkal pernah mengalami trauma atau
lengan, badan, dan wajah walaupun menderita luka yang dalam atau berat.
jarang.10-12 Di India, Chandran et al (2012) Keluhan sudah muncul sejak sekitar 20
melaporkan 35 kasus kromoblastomikosis tahun lalu, diawali dengan muncul bercak
dimana 21 kasus pada badan bagian bawah, kemerahan serta bengkak pada kaki kanan
11 kasus pada badan bagian atas, 3 kasus dan kemudian muncul lepuh-lepuh yang
pada dada/punggung. Pada 24 kasus pecah, menjadi luka, dan menebal dengan
ditemukan keluhan asimtomatis, dan tonjolan-tonjolan yang permukaannya kasar
sisanya sekitar 11 kasus mengalami gatal, dan makin luas dalam beberapa tahun
nyeri, atau keduanya.13 Lesi awal dapat terakhir. Penderita juga mengeluhkan
muncul setelah adanya trauma pada kulit adanya nyeri dan gatal yang kadang-kadang
dari material vegetatif berupa papul muncul. Pada pemeriksaan dermatologis
kemerahan yang melebar secara perlahan regio pedis dekstra didapatkan plak
dalam hitungan bulan sampai tahunan dan verukous, ukuran lentikuler sampai plakat,
kemudian menjadi bentuk nodular atau konsistensi keras, permukaan verukous
plak.1 Lesi menyebar pada bagian lateral ke dengan erosi, pus dan krusta.
daerah kulit yang sehat dan biasanya akan Kromoblastomikosis harus dibedakan
tampak gambaran seperti kembang kol dari tuberkulosis kutis verukosa dan
(cauliflower like) yang menyebar secara keganasan kulit lainnya sehingga
perlahan dan terlokalisir. Tipe plak yang dibutuhkan pemeriksaan penunjang lainnya
lebih rata menyebar pada bagian tepi, yang untuk mendukung diagnosis pasti.4,6 Kasus
ditunjukkan dengan tepi aktif meninggi dan ini diberikan diagnosis banding dengan
meninggalkan area sentral yang tidak tuberkulosis kutis verukosa karena
aktif.4,14 Pada kasus ini lesi kromo- gambaran klinis yang muncul berupa lesi
blastomikosis tumbuh di ekstremitas bawah hiperkeratotik dengan permukaan verukous
dan kadang disertai dengan rasa gatal dan yang luas dan ireguler.
nyeri. Awalnya lesi hanya muncul di Pemeriksaan penunjang untuk kromo-
punggung kaki kanan dan kemudian makin blastomikosis antara lain: pemeriksaan
meluas menyerang kulit yang masih sehat laboratorium darah, pemeriksaan labora-
disekitarnya. Bagian tepi terlihat lebih torium sederhana dengan mikroskopik
meninggi dibandingkan bagian tengah lesi. langsung, histopatologik, dan pemeriksaan
Aspek klinis dari kromoblastomikosis kultur jamur.2 Hasil pemeriksaan labora-
beragam. Pada pasien yang sama dapat torium darah pada kasus ini dalam batas
ditemukan 2 atau lebih bentuk klinis, yaitu: normal termasuk pemeriksaan fungsi hati
1) lesi nodular dengan permukaan dimana pada pemberian antimikosis oral
Lasut, Tanamal, Kapantow; Kasus Kromoblastomikosis pada Seorang Perempuan 67

butuh pengawasan fungsi hati. Pemeriksaan biopsi harus dilakukan pada SDA.
radiologis toraks menunjukkan jantung dan Umumnya jamur tumbuh dalam 10-14 hari
paru dalam batas normal. Pemeriksaan dan tampak seperti koloni beludru dengan
radiologis pedis dekstra didapatkan hasil warna hijau tua dan kemudian akan
normal dan tulang dalam keadaan intak. menjadi hitam. Pada gambaran
Pemeriksaan mikroskopik langsung mikroskopik akan tampak hifa dematiseus
dengan KOH 10% atau 20% pada kerokan dengan septa, bercabang dan konidia.15,17,18
kulit akan memperlihatkan badan medlar Pada kasus ini dilakukan kultur jaringan
yang biasa dikenal sebagai badan dengan SDA yang ditambahkan
sklerotik/sel muriform atau copper pennies, chloramphenicol, dievaluasi setelah 14
yang kecil, bulat, dan warna kecoklatan.5 hari, dan didapatkan hasil secara
Pada kasus ini pemeriksaan dilakukan makroskopik koloni filamen warna coklat
dengan menggunakan KOH 20% dan tua, merah kehitaman dengan latar
didapatkan hasil adanya badan sklerotik/sel belakang merah tua/hijau tua. Pada
muriform. gambaran mikroskopik tampak hifa
Pemeriksaan histopatologik dengan pe- bersepta positif, spora coklat tua, serta
warnaan hematoxylin eosin (HE) pada konidia dan hifa berwarna coklat. Pada
kromoblastomikosis akan tampak gambaran kultur slide secara mikroskopik tampak
granuloma inflamasi berupa hiperplasia konidia bercabang bentuk oval menonjol
epidermal pseudoepiteliomatous dengan pada ujung hifa, hiperpigmentasi berwarna
parakeratosis, spongiosis, dan infiltrat coklat dengan spora berwarna coklat yang
dermal ekstensif yang terdiri dari histiosit merupakan gambaran Fonsecaea pedrosoi
epitelioid yang banyak. Komponen lain (penyebab kromoblastomikosis) sehingga
dari infiltrat yaitu adanya multinucleated kasus ini didiagnosis pasti sebagai
giant cells dimana di dalamnya terdapat kromoblastomikosis yang disebabkan
badan sklerotik, netrofil, limfosit, sel Fonsecaea pedrosoi.
plasma, dan eosinofil.16 Pada kasus ini Terdapat beberapa pilihan terapi yang
didapatkan hasil pemeriksaan histopato- dapat digunakan untuk kromoblastomikosis
logik berupa jaringan kulit dengan yaitu itrakonazole 100-400 mg/hari yang
epidermis yang hiperkeratosis, papiloma- digunakan dalam periode lama, biasanya
tosis dan sedikit degenerasi vaskuler. Pada selama 8-12 bulan bahkan lebih lama.
dermis tampak fokus–fokus infiltrat sel Selain itu, juga ada pilihan terapi terbinafin
radang limfosit, PMN dan histiosit yang 250 mg setiap hari, fluconazole 200-600
sebagian membentuk granuloma dengan mg/hari, thiabendazole 25 mg/hari yang
simpulan radang kronik granulomatik. dibagi dalam 3 dosis, ketokonazole 200-
Gambaran histopatologik demikian dapat 400 mg/hari, saperconazole, dan pada lesi
ditemukan pada infeksi kromo- yang luas dapat digunakan intravena
blastomikosis namun tidak patognomonik. amphotericin B (sampai 1 mg/kg setiap
Spesies jamur penyebab kromoblasto- hari).1,4,15,19 Seluruh agen terapi ini
mikosis tidak dapat dibedakan dari dihubungkan dengan efek yang dapat
pemeriksaan histopatologik sehingga merugikan pasien sehingga dibutuhkan
diperlukan identifikasi kultur jaringan. monitoring fungsi hati dan ginjal. Di daerah
Secara makroskopik, hasil kultur jaringan endemik, pada kasus dengan terapi intra-
dari jamur umumnya memberikan vena amphotericin B dapat diminimalisasi
gambaran yang hampir sama yaitu koloni dengan penggunaan formulasi liposomal
kehitaman. Identifikasi kultur secara walaupun harganya cukup mahal.15
mikroskopik bergantung pada adanya Kumpulan senyawa dari golongan azole
perbedaan tipe sporulasi. Diferensiasi yang bekerja secara in vitro dan in vivo pada
akurat dari berbagai jamur cukup sulit beberapa infeksi jamur, termasuk agen
untuk dilakukan.1 Pemeriksaan kultur kromoblastomikosis.8 Aktivitas anti jamur
jamur dari kerokan kulit atau jaringan itrakonazole lebih lebar dan efek samping
68 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 1, Maret 2015, hlm. 62-69

yang ditimbulkannya lebih kecil beberapa kasus dilaporkan terapi yang


dibandingkan dengan ketoconazole. gagal mungkin diakibatkan kepatuhan
Itrakonazole diserap lebih sempurna pasien untuk minum obat yang kurang
melalui saluran cerna bila diberikan karena durasi pengobatan yang lama, atau
bersama makanan. Seperti golongan azole karena sebagian besar kasus dengan
lainnya, itrakonazole juga berinteraksi pekerjaan petani dan tinggal cukup jauh
dengan enzim mikrosom hati tetapi tidak dari pusat layanan kesehatan.8,15,20
sebanyak ketoconazole.2,8 Pada kasus ini Prognosis kasus ini quo ad vitam ad
penderita diberikan terapi itrakonazole bonam, quo ad functionam, dan quo ad
2x200 mg per hari, perawatan luka dengan sanationam ialah dubia ad bonam.
kompres cairan Nacl 0,9%, dan pemberian
topikal asam fusidat pada luka, serta terapi
simptomatis untuk mengurangi nyeri. SIMPULAN
Sebelumnya pada penderita ini sudah Telah dilaporkan seorang perempuan
dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan berusia 37 tahun dengan lesi pada kaki
ginjal dengan hasil dalam batas normal kanan sejak 20 tahun lalu berupa plak,
sehingga efek samping pemberian anti- papulonodul verukous multipel, konsistensi
fungal sistemik dapat diminimalisasi. keras disertai erosi, krusta, pus minimal.
Pengobatan dengan itrakonazole direncana- Pada pemeriksaan KOH 20% didapatkan
kan selama 8-12 bulan. Setelah pengobatan badan sklerotik, pada pemeriksaan kultur
bulan ke-2 mulai tampak perbaikan secara jamur ditemukan Fonsecaea pedrosoi,
klinis. Evaluasi akan terus dilakukan pemeriksaan histopatologik menunjukkan
sampai pengobatan selesai. radang kronik granulomatik. Berdasarkan
Pembedahan dapat menjadi pilihan jika hasil pemeriksaan di atas maka diagnosis
lesi kecil, karena dapat berisiko diseminasi yang ditegakkan ialah kromoblastomikosis.
lokal yang tinggi dan harus disertai dengan Pengobatan yang diberikan ialah
pengobatan anti jamur. Beberapa acuan itrakonazole 2x200 mg/hari yang
pustaka juga menyebutkan pilihan terapi direncanakan selama 8-12 bulan. Evaluasi
lain yaitu pembedahan laser dengan karbon setelah 2 bulan pengobatan sudah
dioksida, bedah Mohs, kuretase meng- memperlihatkan perbaikan.
gunakan elektrokauter, terapi panas, serta
cryotherapy dengan nitrogen cair.
DAFTAR PUSTAKA
Kombinasi antara pembedahan dengan
antifungal sistemik dikatakan dapat 1. Hay RJ. Deep fungal infections. In:
memberikan hasil yang memuaskan; begitu Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest,
pula dengan kombinasi dari beberapa agen Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General
antifungal sistemik.2,8,15,19,20 Pada kasus ini Medicine (8th ed). New York: McGraw
hanya diberikan antifungal sistemik Hill, 2012; p. 1833-35.
itrakonazole; jika hasil masih belum 2. Baddley JW, Dismukes WE.
memuaskan maka akan dipertimbangkan Chromoblastomycosis. In: Kauffman
untuk pemberian kombinasi antifungal CA, Pappas PG, Sobel JD, Dismukes
sistemik. Terapi harus dilanjutkan sampai WE, editors. Essential of Clinical
ada resolusi klinis, yang biasanya Mycology (2nd ed). New York:
membutuhkan beberapa bulan terapi. Springer Science-Business Media,
Relaps mungkin terjadi terutama pada lesi 2011; p. 427-31.
3. Angadi KM, Misra RN, Gandham NR,
yang luas. Untuk keberhasilan terapi pada Moumita S, Vyawahare, Singhania
kasus kromoblastomikosis perlu diper- SS, et al. Chromoblastomycosis: a rare
hatikan mengenai kesehatan secara umum case of infection by Fonsecaea
dari penderita, kondisi sosio-ekonomi, compacta from western Maharashtra,
kepatuhan terhadap terapi, serta pengobatan India. International Journal of Micro-
penyakit penyerta dan komplikasi. Pada biology Research. 2012;4(9): 330-1.
Lasut, Tanamal, Kapantow; Kasus Kromoblastomikosis pada Seorang Perempuan 69

4. Sober JO, Elewski BE. Fungal diseases. In: 13. Chandran V, Sadanandan SM,
Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, Sobhanakumari. Chromoblasto-
editors. Dermatology (2nd ed). mycosis in Kerala, India. Indian Journal
Spanyol: Mosby, 2008; p. 1150. of Dermatology, Venerology, and
5. Roy AD, Das D, Deka M. Leprology. 2012;78:728-33.
Chromoblastomycosis a clinical mimic 14. Ramraje SN, Gakhale J. Cutaneous
of squamous carcinoma. Australian chromoblastomycosis. Journal of Case
Medical Journal. 2013;6(9):458-60. Reports. 2013; 3(2):286-90.
6. Hay RJ, Ashbee HR. Mycology. In: Burns 15. Martínez RL, Tovar LJM.
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, Chromoblastomycosis. Clinics in
editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 2007;25:188-94.
Dermatology (8th ed). Oxford: 16. Hinshaw M, Longley JB. Fungal diseases.
Blackwell Publishing; 2010. p. 36.75-6. In: Elder DE, Elenitsas R, Johnson BL,
7. Buot G, Bachmeyer C, Benazeraf C, Murphy GF, editors. Lever’s
Bourat E, Garrely EB, Binnet O. Histopathology of the Skin (9th ed).
Chromoblastomycosis: an unusual Philadelphia: Williams & Wilkins,
diagnosis in Europe. Acta Derm 2005; p. 619-20.
Venereal. 2004;85:259-60. 17. Santos ALS, Palmeira VF, Rozental S,
8. Esterre P, Queiroz-Telles F. Management Kneipp LF, Nimritcher L, Alviano
of chromoblastomycosis: novel DS, et al. Biology and pathogenesis of
perspectives. Curr Opin Infect Dis. Fonsecaea pedrosoi, the major etiologic
2006;9:148-152. agent of chromoblastomycosis. FEMS
9. Minotto R, Bernardi CDV, Mallmann Microbiol Rev. 2007;31(5):570-591.
LF, Edelweiss MIA, Scroferneker
18. Zhang J, Xi L, Lu C, Li X, Xie T, Zhang
ML. Chromoblastomycosis: A review
H, et al. Successful treatment for
of 100 cases in the state of Rio Grande
chromoblastomycosis caused by
do Sul, Brazil. J Am Acad Dermatol.
Fonsecaea monophora: a report of three
2001;44:585-92.
cases in Guangdong, China. Journal
10. Pradeepkumar NS, Joseph NM.
Chromoblastomycosis caused by compilation. Mycoses. 2008;52:176-81.
Cladophialophora carrionii in a child 19. Ranawaka RR, Amarasinghe N, Hewage
from India. J Infect Dev Ctries. D. Chromoblastomycosis: combined
2011;5(7):556-60. treatment with pulsed itraconazole
11. Bhagwat PV, Tophakhane RS, Kudligi S, therapy and liquid nitrogen
Noronha T. Multiple asymptomatic cryotherapy. International Journal of
verrucous plaques over the legs. Indian Dermatology. 2009;48:397-400.
Journal of Dermatology, Venereology 20. Huang CF, Chen JF, Wu BY, Chiang CP,
and Leprosy. 2010;76(1):86-8. Wang WM. Sporotrichoid
12. Khan I, Khan RA, Khan SM. chromoblastomycosis successfully
Clinicopathological study of cutaneous treated by combinative therapy with
chromoblastomycosis in Pakistan. systemic oral antifungal agent and
Journal of Pakistan Association of topical cryotherapy. J Med Sci.
Dermatologists. 2012;22:122-5. 2011;31(1):51-5.

You might also like