Naskah Publikasi
Naskah Publikasi
Naskah Publikasi
Abstract
Bantul Regency as the biggest red onion producer area in Yogyakarta has a fluctuating
average production but tends to decline. In carrying out its farming, onion farmers face internal
and external problems. The purpose of this study was to determine internal and external factors
that influence the development of production and determine the best alternative form of strategy
that can be recommended for the development of shallot production in the production centers ,
specifically in Bantul Regency. The research method used for site selection is purposive with the
consideration that the area is the center of onion production and the sample is carried out using
the Snow ball method for 30 respondents. Furthermore, data analysis is carried out in three
stages; 1) Input stage (IFE matrix and EFE matrix), 2) Matching stage (IE matrix and SWOT
matrix), 3) Decision stage (QSPM matrix). The results showed that an important factor to succeed
in the development of onion farming based on the matrix analysis of internal factors is capital
(limited capital with a score of 0.465), based on the analysis of external factors is the weather and
uncertain climate with a score of 0.400. Based on the IE matrix, after mapping out the total IFE
weight score of 2.847 with a total EFE weight score of 3.087 the position of the shallot farming is
in quadrant II, meaning that the shallot farming in Bantul is in the growing stage and will
continue to grow. Based on the SWOT matrix and QSPM matrix analysis, a main strategy is
recommended for the development of shallot farming in Bantul regency, namely planning a good
planting to produce quality seeds independently in overcoming the high quality of seedlings (STAS
= 5,389).
PENDAHULUAN
Letak Indonesia yang berada di garis khatulistiwa sangat menguntungkan bagi pengembangan
pertanian, khususnya hortikultura. Dengan posisi tersebut maka Indonesia adalah negara dengan
iklim tropis yang memungkinkan berlangsungnya berbagai musim buah, sayuran, dan bunga
sepanjang tahun. Disamping itu, keanekaragaman komoditas tanaman hortikultura memungkinkan
untuk tumbuh baik di dataran tinggi atau dataran rendah. Komoditas hortikultura khususnya
sayuran dan buah-buahan memegang bagian terpenting dari keseimbangan pangan yang
dikonsumsi, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman
dikonsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat (Dirjen
Hortikultura, 2011).
Bawang merah yang berasal dari Asia Tengah merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang sering digunakan sebagai penyedap masakan. Selain itu, bawang merah juga mengandung
gizi dan senyawa yang tergolong zat non gizi serta enzim yang bermanfaat untuk terapi, serta
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan tubuh manusia. Produksi bawang merah selama
periode 2000-2012 cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata per tahun
sebesar 2,07%/tahun (Bappenas, 2013).
Penggunaan bawang merah pada berbagai menu masakan sudah tidak asing lagi, baik sebagai
penambah rasa dan keindahan (estetika) pada menu, serta sebagai sumber beberapa vitamin dan
mineral. Hasil analisis bahan menunjukkan bahwa pada 100 g umbi bawang merah mengandung
1,5 g protein, 0,3 g lemak 9,2 g karbohidrat, 36 mg kalsium, 40,0 mg besi, 0,03 mg vitamin B, 2,0
mg vitamin C, dan air 88 g (Samsudin, 1986 cit Moh. Anshar, 2002).
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah sentra penghasil bawang merah
yang cukup besar yang ada di Indonesia. Beberapa kabupaten yang ada di Yogyakarta seperti
Kulon Progo, Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul merupakan penghasil bawang merah di
Yogyakarta. Kabupaten Bantul sebagai daerah sentra penghasil bawang merah terbesar di
Yogyakarta memiliki rata-rata produksi yang bersifat fluktuatif namun cenderung menurun selama
tahun lima tahun terakhir.
Tabel 1. Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Bawang Merah Di
Kabupaten Bantul.
Rata-rata Produksi
Tahun Luas Panen
Produksi (Kw)
Analisis SWOT
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bantul di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Sanden dan
Kecamatan Kretek, selama 2 bulan yaitu bulan Maret 2018 sampai bulan Mei 2018.
Populasi yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah para petani yang
melakukan kegiatan produksi bawang merah pada daerah terpilih. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan metode Snow ball, yaitu metode penentuan sampel yang pada awalnya sangat
kecil jumlahnya karena keterbatasan informasi, kemudian sampel yang pertama dipilih disuruh
menyebutkan rekan-rekannya yang memiliki karakteristik yang sama dengan mereka. Sampel
dipilih berdasarkan kepemilikkan lahan. Dengan pertimbangan keterbatasan waktu, tenaga, biaya,
dan tingkat kesulitan pencarian responden maka penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 30
responden.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi
Kepustakaan yang merupakan dasar untuk memperkuat landasan teori. Data penunjang lainnya
didapat dari situs internet, penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan pembanding serta
kumpulan informasi dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS).
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder selanjutnya dianalisis secara
kualitatif maupun kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan program Microsoft Excel.
Analisis strategi pengembangan produksi bawang merah dilakukan dengan analisis Strengths,
Weaknesses, Oportunities, dan Threats (SWOT). Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk
tabel, bagan, dan uraian. Tahapan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh
lebih tepat perlu melalui tiga tahap, yaitu:
1. Tahap input (Input Stage)
Matrik IFE digunakan untuk mengidentifikasi factor lingkungan internal dan
menggolongkannya menjadi kekuatan dan kelemahan. Sedangkan matrik EFE digunakan untuk
mengidentifikasi factor lingkungan eksternal dan menggolongkannya menjadi peluang dan
ancaman. Matrik IFE dan EFE dikembangkan dalam lima langkah:
a) Membuat daftar yang mempengaruhi factor internal yang berupa kekuatan dan kelemahan
serta factor eksternal yang berupa peluang dan ancaman. Masukkan masing-masing 10
faktor penentu internal dan 10 faktor penentu eksternal.
b) Memberi bobot dengan kisaran 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (semua penting) pada setiap
factor. Bobot mengindikasikan signifikansi relatif dari suatu faktor terhadap keberhasilan
usaha. Penentuan bobot menggunakan metode Paired Comparison, metode ini digunakan
untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap factor penentu eksternal dan internal
dengan membandingkan variabel pada baris (horizontal) dan variabel pada kolom
(vertical). Penentuan bobot dari setiap faktor digunakan skala 1, 2, dan 3 dimana arti nilai
tersebut adalah sebagai berikut:
1= jika factor horizontal kurang penting dari pada factor vertical
2= jika factor horizontal sama penting dari pada factor vertical
3= jika factor horizontal lebih penting dari pada factor vertical
Bentuk dari nilai pembobotan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 2. Penilaian bobot factor strategi eksternal dan internal
Faktor Penentu A B C … Total Xi Bobot
A
B
C
……
Total
Bobot dari setiap factor dengan menentukan proporsi nilai setiap factor terhadap
jumlah nilai keseluruhan factor dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
ai
Tinggi I II III
3,0 – 4,0
Sedang IV V VI
2,0 – 2,99 3,0
Rendah VII VIII IX
1,0 – 1,99 2,0 Gambar 2. Matriks IE (Internal-External).
2. Analisis matriks SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats Matrix)
1,0
Penajaman alternatif strategi pengembangan bawang merah di daerah sentra produksi di
Kabupaten Bantul dirumuskan dengan analisis matriks SWOT. Berbeda dengan matriks IE,
pada matriks SWOT merumuskan strategi berdasarkan gabungan faktor internal dan eksternal.
Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi
oleh pelaku agribisnis bawang merah dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi, yaitu
strategi SO (kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatan-
ancaman), dan strategi WT (kelemahan-ancaman). Berdasarkan matriks SWOT diperoleh
empat strategi yang dapat dijalankan dalam rangka pengembangan produksi bawang merah.
a) Strategi SO (kekuatan-peluang)
Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk menarik keuntungan dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi yang dapat dirumuskan adalah
“memanfaatkan dukungan pemerintah untuk memperoleh bahan baku produksi sehingga bisa
merencanakan musim tanam dengan baik untuk memenuhi permintaan pasar potensial yang
luas”.
b) Strategi WO (kelemahan-peluang)
Strategi ini diterapkan berdasarkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada. Strategi yang dapat dirumuskan adalah “melakukan koordinasi dengan
Pemda melalui mantri tani mengenai pemasaran hasil produksi bawang merah”.
c) Strategi ST (kekuatan-ancaman)
Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.
Strategi yang dapat dirumuskan adalah “merencanakan penanaman dengan baik untuk
memproduksi bibit secara mandiri dalam mengatasi mahalnya bibit bermutu”.
d) Strategi WT (kelemahan-ancaman)
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan
kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Strategi yang dapat dirumuskan adalah
“meningkatkan SDM petani melalui pelatihan dan magang untuk memperdalam pengetahuan
tentang tehnik budidaya”.
D. Tahap Keputusan
Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) merupakan suatu teknik analitis yang
dirancang untuk menentukan daya tarik relatif dari berbagai tindakan alternatif yang dapat
diimplimentasikan dalam rangka pengembangan bawang merah didaerah sentra produksi. Teknik
ini secara objektif menunjukan strategi mana yang terbaik. Alternatif-alternatif strategi QSPM
diperoleh berdasarkan hasil analisis tahap input dan tahap pencocokan yang telah memberikan
bobot terhadap setiap faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi usahatani bawang
merah. QSPM hanya akan baik dan bermanfaat sepanjang informasi prasyarat dan analisis
pencocokan yang menjadi dasarnya.
QSPM menggunakan nilai bobot dan nilai AS (Attractive Score) yang dinilai oleh responden.
Dari kedua nilai tersebut maka diperoleh Skor Daya Tarik Total (TAS – Total Attractiveness Score)
dan kemudian skor daya tarik total tersebut dijumlahkan. Jumlah skor daya tarik total
mengindikasikan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif, semakin tinggi jumlah skor daya
tarik totalnya semakin menarik pula strategi alternatif tersebut. Berdasarkan hasil analisis matrik
QSPM, maka diperoleh urutan strategi mulai dari nilai STAS tertinggi yang merupakan strategi
alternatif pilihan utama sampai dengan nilai STAS terendah yang merupakan strategi alternatif
pilihan terakhir. Urutan strategi alternatif tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategi C, merencanakan penanaman yang baik untuk memproduksi bibit bermutu secara
mandiri dalam mengatasi mahalnya harga bibit bermutu (STAS = 5,389).
2. Strategi A, memanfaatkan dukungan pemerintah untuk memperoleh bahan baku produksi,
sehingga bisa merencanakan musim tanam dengan baik untuk memenuhi permintaan pasar
pontensial yang luas (STAS = 5,081).
3. Strategi D, meningkatkan SDM petani melalui pelatihan dan magang untuk memperdalam
pengetahuan tehnik budidaya (STAS = 4,868).
4. Strategi B, melakukan koordinasi dengan Pemda melalui mantri tani mengenai pemasaran hasil
produksi bawang merah (STAS = 4,663).
Perencanaan dalam mengawali musim tanam merupakan langkah awal yang harus dilakukan
oleh petani. Perencanaan merupakan proses pemikiran yang mengarah kemasa depan menyangkut
rangkaian tindakan berdasarkan pemahaman penuh terhadap semua faktor yang terlibat dan
diarahkan untuk keberhasilan usahatani.
Sarana produksi berupa bibit sangat menentukan produksi bawang merah. Peran bibit sebagai
sarana produksi tidak dapat digantikan oleh sarana lain, sehingga upaya pengembangan sangat
ditentukan oleh mutu bibitnya. Bibit yang unggul cenderung dapat menghasilkan produksi kualitas
yang baik, sedagkan bibit yang rentan terhadap penyakit dapat merugikan petani dikarenakan hasil
produksi yang kurang memuaskan. Boediono (2008) dalam Teang (2015), mengatakan bahwa
benih yang berkualitas, benih unggul dan bermutu memiliki daya adaptasi lebih baik, bahkan pada
lahan yang kurang produktif sekalipun. Benih unggul bermutu membawa pengaruh besar terhadap
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Namun demikian, dalam proses produksi bawang merah untuk bibit teradapat kendala yang
bersifat teknis maupun ekonomis. Dalam hal ini petani tidak membedakan antara teknologi
produksi benih dan teknologi produksi konsumsi (Suwandi et al 2012., cit Wiguna et al., 2013),
sehingga berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkan (Wiguna et al., 2013). Maka
perencanaan penting dalam memproduksi bawang merah untuk keperluan bibit, seperti yang
dikatakan oleh Purbianti (2012), perlu perencanaan sebelum penanaman untuk memperoleh hasil
yang optimal. Suatu varietas yang ditanam pada musim kemarau dan musim hujan akan
memberikan hasil yang berbeda. Perencanaan tanam juga perlu dilakukan dengan tepat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi pengembangan bawang merah di Kabupaten
Bantul, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Faktor penting untuk berhasil dalam pengembangan usahatani bawang merah berdasarkan
analisis matriks faktor internal adalah permodalan, berdasarkan analisis faktor eksternal adalah
cuaca dan iklim yang tidak menentu. Sedangkan yang menjadi kekuatan utama adalah mudah
mendapatkan bahan baku, dan kelemahan utama adalah kesulitan mengakses informasi pasar.
Serta, yang menjadi peluang utama adalah adanya dukungan pemerintah daerah; dan yang
menjadi kelemahan utama adalah harga bibit bermutu mahal.
2) Berdasarkan matriks IE, setelah dilakukan pemetaan dari skor bobot IFE total yaitu 2,847
dengan skor bobot EFE total yaitu 3,087 posisi usahatani bawang merah berada pada kuadran
II, artinya usahatani bawang merah di Kabupaten Bantul dalam tahap tumbuh dan akan terus
berkembang.
3) Berdasarkan matriks SWOT dan analisis matriks QSPM, diperoleh satu strategi utama yang
direkomendasikan untuk pengembangan usahatani bawang merah di Kabupaten Bantul yaitu
merencanakan penanaman yang baik untuk memproduksi bibit bermutu secara mandiri dalam
mengatasi mahalnya harga bibit bermutu (STAS = 5,389).
DAFTAR PUSTAKA
Anshar, M. 2002. Aplikasi Effective Microorganism dan Pupuk Organik Hayati Untuk
Meningkatkan Hasil Bawang Merah. Jurnal Agrisains 3(1).
BAPPENAS. 2013. Studi Pendahuluan RPJMN Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019.
Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas.
BPS Kabupaten Bantul. 2017. Bantul Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul.
Budi, Agung Santoso. 2016. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman Pangan Di
Provinsi Maluku. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 35(1).
David, Fred R. 2009. Mananjemen Strategis Konsep. Edisi 12, Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.
Dirjen Hortikultura. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Hortikultura Tahun 2012. Direktorat
Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian.
Fauzan, Muhammad. 2016. Pendapatan, Risiko, dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Bawang Merah
di Kabupaten Bantul. Jurnal Agraris 2(2).
Lawalata, Marfin., Dwijhono Hadi Daryanto, Slamet Hartono. 2017. Risiko Usahatani Bawang
merah di Kabupaten Bantul. Jurnal Agrica 10(1).
Nurul, Ida Hidayat dan Suryanto. 2015. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Pertanian
dan Strategi Adaptasi Pada Lahan Rawan Kekeringan. Jurnal Ekonomi dan Studi
Pembangunan 16(1).
Purbianti, Titiek. 2012. Potensi Pengembangan Bawang Merah Di Lahan Gambut. J. Litbang Pert.
31(3).
Rahayu, Lestari. 2015. Aksesbilitas Petani Bawang Merah Terhadap Lembaga Keuangan Mikro
Sebagai Sumber Pembiayaan. Jurnal Agraris 1(1).
Saptana., Daryanto A., Daryanto, H. K. Dan Kuntjoro. 2010. Strategi Manajemen Resiko Petani
Cabai Merah Pada Lahan Sawah Dataran Rendan di Jawa Tengah. Jurnal Manajemen dan
Agribisnis 7(2).
Suciantini. 2015. Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi Tanaman Pangan di
Kabupaten Pacitan. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1(2).
Sugiyanto. 2015. Strategi Pengembangan Tanaman Bawang Merah Berbasis Agribisnis di Desa
Duwel Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro. E-Jurnal Universitas Bojonegoro.
Supanggih, Dhianon dan Slamet Widodo. 2013. Aksesibilitas Petani Terhadap Lembaga
Keuangan (Studi Kasus Pada Petani di Desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu Kabupaten
Bojonegoro). Agriekonomika 2(2).
Surmaini, E., R. Boer, dan H. Siregar. Pemanfaatan Informasi Iklim Untuk Menunjang Usahatani
Tanaman Pangan. Jurnal Tanaman dan Iklim (24).
Suwandi. 2014. Budi Daya Bawang Merah di Luar Musim (Teknologi Unggulan Mengantisipasi
Dampak Perubahan Iklim). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian
Pertanian.
Teang, Miriam dan Sulaeman. 2015. Analisis Produksi Dan Pendapatan Usahatani Bawang
Merah Lokal Palu Di Desa Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea Kabupaten
Donggala. e-Jurnal Agrotekbis 3(5).
Wiguna, G., Hidayat, IM., dan Azmi, C. 2013. Perbaikan Teknologi Produksi Benih Bawang
Merah Melalui Pengaturan Pemupukan, Densitas, dan Varietas. J. Hort. 23(2).
LAMPIRAN
A. Tabel hasil analisis matriks SWOT
Alternatif strategi
Faktor-Faktor Strategis Internal
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4
Bobot
Kekuatan (Strengths) AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Perencanaan tanam yang baik 0,104 4 0,416 1 0,104 3 0,312 2 0,208
Mutu bawang yang tinggi 0,097 2 0,193 3 0,290 4 0,387 1 0,097
Mudah mendapatkan bahan baku 0,114 4 0,458 1 0,114 3 0,343 2 0,229
Jaringan pemasaran sedehana 0,083 3 0,248 4 0,331 2 0,166 1 0,083
Adanya koperasi tani yang mewadahi 0,090 2 0,180 3 0,271 1 0,090 4 0,361
Kelemahan (Weaknesses)
Teknologi yang digunakan sedehana 0,098 2 0,197 1 0,098 4 0,393 3 0,295
Kualitas SDM masih rendah 0,106 1 0,106 2 0,213 3 0,319 4 0,425
Keterbatasan modal 0,121 3 0,364 1 0,121 4 0,485 2 0,243
Tidak menggunakan bibit bermutu 0,094 1 0,094 2 0,189 4 0,378 3 0,283
Sulit mengakses informasi pasar 0,092 3 0,275 4 0,367 1 0,092 2 0,183
Total 1,000
Peluang (Opportunities)
Adanya pelatihan dan penyuluhan pada 0,081 1 0,081 2 0,162 3 0,243 4 0,324
petani
Permintaan pasar yang tinggi 0,106 4 0,422 3 0,317 2 0,211 1 0,106
Pangsa pasar potensial yang luas 0,114 4 0,455 3 0,342 1 0,114 2 0,228
Adanya dukungan pemerintah daerah 0,113 4 0,452 3 0,339 1 0,113 2 0,226
Tersedianya pupuk bersubsidi 0,082 3 0,247 1 0,082 4 0,330 2 0,165
Ancaman (Threats)
Serangan hama penyakit 0,109 1 0,109 2 0,219 4 0,438 3 0,328
Harga bibit bermutu mahal 0,082 2 0,164 1 0,082 4 0,327 3 0,246
Fluktuasi harga komoditas 0,091 2 0,183 4 0,366 1 0,091 3 0,274
Tingginya impor bawang 0,107 3 0,321 4 0,428 2 0,214 1 0,107
Cuaca dan iklim yang tidak menentu 0,114 1 0,114 2 0,229 3 0,343 4 0,458
Jumlah TAS 1,000 5,081 4,663 5,389 4,868
Sumber: Data primer diolah 2018