Naskah Publikasi

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 14

Analisis Strategi Pengembangan Bawang Merah

di Daerah Sentra Produksi; Studi Kasus


di Kabupaten Bantul

Analysis of Shallot (Red Onion) Development Strategy


in Production Region Center; Case Study
in Bantul Regency
Benard Petrus
(Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri UMBY, Yogyakarta)
[email protected]

Didiet Heru Swasono


Bambang Nugroho
( Staf Dosen Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri UMBY, Yogyakarta)

Abstract
Bantul Regency as the biggest red onion producer area in Yogyakarta has a fluctuating
average production but tends to decline. In carrying out its farming, onion farmers face internal
and external problems. The purpose of this study was to determine internal and external factors
that influence the development of production and determine the best alternative form of strategy
that can be recommended for the development of shallot production in the production centers ,
specifically in Bantul Regency. The research method used for site selection is purposive with the
consideration that the area is the center of onion production and the sample is carried out using
the Snow ball method for 30 respondents. Furthermore, data analysis is carried out in three
stages; 1) Input stage (IFE matrix and EFE matrix), 2) Matching stage (IE matrix and SWOT
matrix), 3) Decision stage (QSPM matrix). The results showed that an important factor to succeed
in the development of onion farming based on the matrix analysis of internal factors is capital
(limited capital with a score of 0.465), based on the analysis of external factors is the weather and
uncertain climate with a score of 0.400. Based on the IE matrix, after mapping out the total IFE
weight score of 2.847 with a total EFE weight score of 3.087 the position of the shallot farming is
in quadrant II, meaning that the shallot farming in Bantul is in the growing stage and will
continue to grow. Based on the SWOT matrix and QSPM matrix analysis, a main strategy is
recommended for the development of shallot farming in Bantul regency, namely planning a good
planting to produce quality seeds independently in overcoming the high quality of seedlings (STAS
= 5,389).

Keywords: Shallots, SWOT Analysis, Development Strategy, Production Center, Bantul.

PENDAHULUAN
Letak Indonesia yang berada di garis khatulistiwa sangat menguntungkan bagi pengembangan
pertanian, khususnya hortikultura. Dengan posisi tersebut maka Indonesia adalah negara dengan
iklim tropis yang memungkinkan berlangsungnya berbagai musim buah, sayuran, dan bunga
sepanjang tahun. Disamping itu, keanekaragaman komoditas tanaman hortikultura memungkinkan
untuk tumbuh baik di dataran tinggi atau dataran rendah. Komoditas hortikultura khususnya
sayuran dan buah-buahan memegang bagian terpenting dari keseimbangan pangan yang
dikonsumsi, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman
dikonsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat (Dirjen
Hortikultura, 2011).
Bawang merah yang berasal dari Asia Tengah merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang sering digunakan sebagai penyedap masakan. Selain itu, bawang merah juga mengandung
gizi dan senyawa yang tergolong zat non gizi serta enzim yang bermanfaat untuk terapi, serta
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan tubuh manusia. Produksi bawang merah selama
periode 2000-2012 cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata per tahun
sebesar 2,07%/tahun (Bappenas, 2013).
Penggunaan bawang merah pada berbagai menu masakan sudah tidak asing lagi, baik sebagai
penambah rasa dan keindahan (estetika) pada menu, serta sebagai sumber beberapa vitamin dan
mineral. Hasil analisis bahan menunjukkan bahwa pada 100 g umbi bawang merah mengandung
1,5 g protein, 0,3 g lemak 9,2 g karbohidrat, 36 mg kalsium, 40,0 mg besi, 0,03 mg vitamin B, 2,0
mg vitamin C, dan air 88 g (Samsudin, 1986 cit Moh. Anshar, 2002).
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah sentra penghasil bawang merah
yang cukup besar yang ada di Indonesia. Beberapa kabupaten yang ada di Yogyakarta seperti
Kulon Progo, Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul merupakan penghasil bawang merah di
Yogyakarta. Kabupaten Bantul sebagai daerah sentra penghasil bawang merah terbesar di
Yogyakarta memiliki rata-rata produksi yang bersifat fluktuatif namun cenderung menurun selama
tahun lima tahun terakhir.
Tabel 1. Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Bawang Merah Di
Kabupaten Bantul.
Rata-rata Produksi
Tahun Luas Panen
Produksi (Kw)

2012 791 116,55 92.191


2013 602 121,71 73.270
2014 833 100,75 83.921
2015 585 76,56 44.789
2016 768 102,93 79.047
Sumber: BPS Kabupaten Bantul 2017
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul Tahun 2017 menyebutkan bahwa produksi bawang
merah selalu mengalami penurunan. Berdasarkan perkembangan produksi, luas panen, dan
produktivitas (kwintal) dari tahun 2012 – 2016 berturut-turut yaitu 92.191 pada tahun 2012;
73.270 pada tahun 2013; 83.921 pada tahun 2014; 44.789 pada tahun 2015; dan 79.047 pada tahun
2016.
Untuk mencapai produktivitas yang maksimal, sistem budidaya bawang merah harus dilakukan
secara intensif sehingga perlu keterampilan dan keuletan ekstra dari setiap individu petani (Fauzan,
2016). Dalam menjalankan usahataninya, petani bawang merah menghadapi masalah-masalah
yang sifatnya internal maupun eksternal. Masalah internal adalah masalah yang dapat dikontrol
oleh petani, sedangkan masalah eksternal adalah masalah yang berada di luar kontrol petani.
Permasalahan internal petani antara lain adalah masalah sempitnya penguasaan lahan, rendahnya
penguasaan teknologi, serta lemahnya permodalan. Permasalahan eksternal mencakup masalah
perubahan iklim, serangan organisme pengganggu tanaman, serta masalah fluktuasi harga jual.
Permasalahan tersebut dapat menimbulkan risiko dan ketidakpastian bagi petani (Saptana et al.,
2010).
Menurut Sugiyanto (2015), yang menjadi faktor-faktor internal dalam strategi pengembangan
tanaman bawang merah berdasarkan kekuatan, yaitu: (1) kelompok tani yang potensial dan sangat
berperan dalam membantu petai, (2) mudahnya ketersediaan bahan baku, (3) SDM yang sudah
lama berpengalaman, (4) sudah adanya penggunaan benih unggul, (5) adanya lembaga yang
menawarkan terkait permodalan. Berdasarkan kelemahan, yaitu: (1) mahalnya harga bahan baku,
(2) belum tersedia akses pasar modern, (3) kurang adanya inovasi baru, (4) belum adanya pasar
khusus agro, (5) banyak petani yang masih menggunakan alat manual. Sedangkan yang menjadi
faktor-faktor eksternal berdasarkan peluang, yaitu: (1) menjadi sentra andalan komoditi bawang
merah, (2) penyuluh pertanian yang dilakukan secara intensif, (3) mampu memberikan kotribusi
penting terhadap kesejahteraan petani, (4) adanya permintaan pasar yang meningkat, (5) hampir
tidak ada pesaing untuk usaha tani bawang merah didaerah tersebut. Berdasarkan ancaman, yaitu:
(1) adanya serangan hama penyakit, (2) harga bawang merah selalu dikuasai tengkulak, (3) harga
selalu fluktuatif, (4) adanya anomali iklim.
Keberhasilan usaha tani itu sendiri lebih disebabkan oleh berbagai hal antara lain dapat
dikendalikannya hama/penyakit pengganggu tanaman, intensitas bimbingan/penyuluhan terhadap
petani oleh para petugas penyuluh di lapangan, iklim yang menunjang serta hal lain yang berkaitan
langsung maupun tidak langsung dengan produksi bawang merah itu sendiri. Oleh karena itu,
potensi keberhasilan pengembangan produksi bawang merah perlu untuk dikaji lebih lanjut,
sehingga bisa ditentukan strategi yang bisa direkomendasikan bagi pengembangan produksi pada
daerah sentra bawang merah di Provinsi Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Bantul.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
pengembangan produksi dan menentukan bentuk alternatif strategi terbaik yang dapat
direkomendasikan untuk pengembangan produksi bawang merah pada daerah sentra produksi
secara khusus di kabupaten Bantul.
Kerangka pemikiran menjadi dasar bagi pelaksanaan penelitian sehingga penelitian akan
menjadi terarah, kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sentra Produksi Bawang

Identifikasi Faktor Eksternal dan Faktor Internal


Pada Daerah Sentra Produksi
Analisis Faktor Eksternal Analisis Faktor Internal
 Peluang  Kekuatan
 Ancaman  kelemahan

Analisis SWOT

Hasil Analisis dan Strategi Pengembangan


Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bantul di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Sanden dan
Kecamatan Kretek, selama 2 bulan yaitu bulan Maret 2018 sampai bulan Mei 2018.
Populasi yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah para petani yang
melakukan kegiatan produksi bawang merah pada daerah terpilih. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan metode Snow ball, yaitu metode penentuan sampel yang pada awalnya sangat
kecil jumlahnya karena keterbatasan informasi, kemudian sampel yang pertama dipilih disuruh
menyebutkan rekan-rekannya yang memiliki karakteristik yang sama dengan mereka. Sampel
dipilih berdasarkan kepemilikkan lahan. Dengan pertimbangan keterbatasan waktu, tenaga, biaya,
dan tingkat kesulitan pencarian responden maka penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 30
responden.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi
Kepustakaan yang merupakan dasar untuk memperkuat landasan teori. Data penunjang lainnya
didapat dari situs internet, penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan pembanding serta
kumpulan informasi dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS).
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder selanjutnya dianalisis secara
kualitatif maupun kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan program Microsoft Excel.
Analisis strategi pengembangan produksi bawang merah dilakukan dengan analisis Strengths,
Weaknesses, Oportunities, dan Threats (SWOT). Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk
tabel, bagan, dan uraian. Tahapan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh
lebih tepat perlu melalui tiga tahap, yaitu:
1. Tahap input (Input Stage)
Matrik IFE digunakan untuk mengidentifikasi factor lingkungan internal dan
menggolongkannya menjadi kekuatan dan kelemahan. Sedangkan matrik EFE digunakan untuk
mengidentifikasi factor lingkungan eksternal dan menggolongkannya menjadi peluang dan
ancaman. Matrik IFE dan EFE dikembangkan dalam lima langkah:
a) Membuat daftar yang mempengaruhi factor internal yang berupa kekuatan dan kelemahan
serta factor eksternal yang berupa peluang dan ancaman. Masukkan masing-masing 10
faktor penentu internal dan 10 faktor penentu eksternal.
b) Memberi bobot dengan kisaran 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (semua penting) pada setiap
factor. Bobot mengindikasikan signifikansi relatif dari suatu faktor terhadap keberhasilan
usaha. Penentuan bobot menggunakan metode Paired Comparison, metode ini digunakan
untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap factor penentu eksternal dan internal
dengan membandingkan variabel pada baris (horizontal) dan variabel pada kolom
(vertical). Penentuan bobot dari setiap faktor digunakan skala 1, 2, dan 3 dimana arti nilai
tersebut adalah sebagai berikut:
1= jika factor horizontal kurang penting dari pada factor vertical
2= jika factor horizontal sama penting dari pada factor vertical
3= jika factor horizontal lebih penting dari pada factor vertical
Bentuk dari nilai pembobotan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 2. Penilaian bobot factor strategi eksternal dan internal
Faktor Penentu A B C … Total Xi Bobot
A
B
C
……
Total
Bobot dari setiap factor dengan menentukan proporsi nilai setiap factor terhadap
jumlah nilai keseluruhan factor dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ai

Keterangan: ai = bobot factor ke-I Xi = nilai factor ke-i


I = 1, 2,…, n
c) Menentukan peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap factor, dimana untuk matrik IFE skala
nilai peringkat yang digunakan yaitu; 1= sangat lemah, 2= lemah, 3= kuat, 4= sangat kuat.
Sedangkan untuk matrik EFE skala nilai yang digunakan yaitu; 1= sangat kecil, 2= kecil,
3= besar, 4= sangat besar.
d) Mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk mendapatkan skor bobot.
Kemudian jumlahkan secara vertikal guna menentukan skor bobot total untuk usaha
budidaya yang dinilai.
2. Tahap pencocokkan (Macthing Stage)
Gabungan matriks IFE dan Matriks EFE menghasilkan matriks Internal-External (IE) yang
berisikan sembilan sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks IFE dan
EFE. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi sembilan sel strategi suatu usaha, sembilan sel
tersebut dikelompokan menjadi strategi utama yaitu: strategi tumbuh dan membangun (I, II, IV);
strategi pertahankan dan pelihara (III, V, VII); dan strategi panen dan divestasi (VI,VIII,IX)
Matrik SWOT digunakan untuk menyususn strategi pengembangan produksi bawang merah.
Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi oleh
para petani disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matrik ini dapat
menghasilkan empat kemungkinan alternative strtegi S-O, strategi W-O, strategi S-T, dan strategi
W-T. Terdapat lima langkah dalam membuat matrik SWOT:
a) Mendaftar factor-faktor eksternal yang berupa peluang dan ancaman, serta factor-faktor
internal yang berupa kekuatan dan kelemahan.
b) Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil pada strategi S-O
c) Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya pada sel
strategi W-O
d) Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil pada sel strategi
S-T
e) Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil pada sel
strategi W-T
Tabel 3. Matrik SWOT (David, 2009)

Internal Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Menentukan factor Menentukan factor


Eksternal
kekuatan internal kelemahan internal
Peluang (O) Strategi (S-O) Strategi (W-O)
Menciptakan strategi Menciptakan strategi
Menentukan factor menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
peluang eksternal untuk memanfaatkan untuk memanfaatkan
peluang peluang

Strategi (S-T) Strategi (W-T)


Ancaman (T) Menciptakan strategi Menciptakan strategi
menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
Menentukan factor untuk menghindari untuk menghindari
ancaman eksternal ancaman ancaman

3. Tahap keputusan (Decision Stage)


QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrx) adalah alat yang memungkinkan penyusun
strategi mengevaluasi alternative strategi secara objektif berdasarkan factor keberhasilan kunci
eksternal dan internal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Ada enam langkah yang diperlukan
untuk mengembangkan QSPM, yaitu sebagai berikut:
a) Membuat daftar berbagai peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal
utama dikolom kiri QSPM.
b) Memberi bobot pada setiap factor eksternal dan internal utama. Bobot ini sama dengan
bobot yang ada dalam matrik EFE dan Matrik EFI.
c) Mencermati matriks – matriks pada tahap 2 (pencocokan), dan mengidentifikasi berbagai
alternatif strategi yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan oleh para petani.
d) Menentukan skor daya tarik (Attractiveness Score- AS). Kisaran skor daya tarik adalah 1=
tidak memiliki daya tarik; 2= daya tariknya rendah; 3= daya tariknya sedang; dan 4= daya
tariknya tinggi. Jika 5actor utama yang bersangkutan tidak memiliki pengaruh terhadap
pilihan spesifik, jangan memberikan skor daya tarik pada strategi dalam rangkaian tersebut.
e) Menghitung skor daya tarik total (Total Attractiveness Score – TAS), yang merupakan hasil
kali antara bobot dengan skor daya tarik disetiap baris.
f) Menghitung jumlah keseluruhan daya tarik total. Skor yang lebih tinggi mengindikasikan
strategi yang lebih menarik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Untuk menemukan strategi pengembangan bawang merah di daerah sentra produksi, maka
perlu dilakukan identifikasi terhadap kondisi internal dan eksternal dilingkungan budidaya saat ini.
Identifikasi ini terkait dengan berbagai kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman yang
dihadapi oleh petani. Tujuan dari identifikasi faktor internal dan faktor eksternal adalah untuk
mengembangkan sebuah daftar terbatas dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang
yang dapat menguntungkan dan ancaman yang harus dihindari. Sebagaimana diisyaratkan dengan
istilah daftar terbatas, identifikasi tidak bertujuan mengembangkan daftar lengkap dan menyeluruh
dari setiap faktor yang mempengaruhi, melainkan bertujuan mengidentifikasi variabel-variabel
penting yang menawarkan respon berupa tindakan (David, 2009).
1. Identifikasi faktor internal
Kekuatan dan kelemahan internal merupakan aktivitas terkontrol dalam suatu usaha yang
mampu dijalankan dengan sangat baik atau buruk. Berdasarkan hal tersebut, maka ditentukan
kekuatan dan kelemahan yang menjadi faktor internal usahatani bawang merah dikawasan
sentra produksi di Kabupaten Bantul seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Identifikasi faktor internal
1 Perencanaan tanam yang baik
2 Mutu bawang yang tinggi
Kekuatan 3 Mudah mendapatkan bahan baku
4 Jaringan pemasaran sedehana
5 Adanya koperasi tani yang mewadahi
1 Teknologi yang digunakan sedehana
2 Kualitas SDM masih rendah
Kelemahan 3 Keterbatasan modal
4 Tidak menggunakan bibit bermutu
5 Sulit mengakses informasi pasar
Sumber: Data primer 2018
2. Identifikasi faktor eksternal
Peluang dan ancaman ekstenal menunjuk pada berbagai tren dan kejadian yang secara
signifikan dapat menguntungkan dan merugikan usahatani bawang merah dimasa yang akan
datang. Sebagian besar peluang dan ancaman berada diluar kendali (David, 2009). Berdasarkan
tren dan kejadian tersebut, maka ditentukan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
usahatani bawang merah dikawasan sentra produksi di Kabupaten Bantul sebagai berikut
seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. Identifikasi faktor eksternal
1 Adanya pelatihan dan penyuluhan pada petani
2 Permintaan pasar yang tinggi
Peluang 3 Pangsa pasar potensial yang luas
4 Adanya dukungan pemerintah daerah
5 Tersedianya pupuk bersubsidi
1 Serangan hama penyakit
2 Harga bibit bermutu mahal
Ancaman 3 Fluktuasi harga komoditas
4 Tingginya impor bawang
5 Cuaca dan iklim yang tidak menentu
Sumber: Data primer 2018
B. Tahap Input
1. Analisis matriks IFE (Internal Matrix Evaluation)
Matriks IFE berfungsi untuk mengetahui seberapa besar peranan faktor internal yang
terdapat pada usahatani bawang merah. Berdasarkan hasil penelitian pada responden, yaitu
petani yang sedang melakukan budidaya bawang merah di Kabupaten Bantul khususnya pada
Kecamatan Sanden dan Kecamatan Kretek, kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi
pengembangan produksi bawang merah disajikan pada Tabel.
Tabel 6. Matriks IFE
Bobot Rating Skor
Faktor-Faktor Strategis Internal (A) (B) (AxB)
Kekuatan (Strengths)
Perencanaan tanam yang baik 0,104 3,133 0,325
Mutu bawang yang tinggi 0,097 3,033 0,293
Mudah mendapatkan bahan baku 0,114 3,6 0,412
Jaringan pemasaran sedehana 0,083 2,5 0,207
Adanya koperasi tani yang
mewadahi 0,09 2,267 0,205
Kelemahan (Weaknesses)
Teknologi yang digunakan sedehana 0,098 2,367 0,233
Kualitas SDM masih rendah 0,106 2,5 0,266
Keterbatasan modal 0,121 3,833 0,465
Tidak menggunakan bibit bermutu 0,094 2,667 0,252
Sulit mengakses informasi pasar 0,092 2,067 0,189
Total Kekuatan+Kelemahan 1 2,847
Sumber: Data primer diolah 2018
Berdasarkan matriks IFE dapat dilihat bahwa, faktor internal terpenting untuk berhasil
dalam usahatani bawang merah adalah “permodalan”, yang ditunjukkan dengan skor tertinggi
yaitu keterbatasan modal sebesar 0,465. Tinggi rendahnya produksi dan produktivitas bawang
merah sangat dipengaruhi permodalan.
Menurut Nurul (2015), semakin banyak modal yang digunakan maka semakin tinggi pula
hasil produksi pertanian. Permodalan menjadi faktor penting untuk memanfaatkan peluang
usaha secara optimal, karena usahatani bawang merah tergolong padat modal baik dalam
penggunaan input produksi maupun tenaga kerja yang dibutuhkan. Lemahnya permodalan
merupakan masalah pokok yang dihadapi petani, menyebabkan petani di Kabupaten Bantul
tidak memiliki jaminan terhadap keberlangsungan usahataninya (Rahayu, 2015).
Akses petani terhadap sumber-sumber modal yang resmi masih sangat terbatas. Petani
seringkali merasa kesulitan dalam mengakses modal ke lembaga keuangan. Menurut
Supanggih dan Slamet (2013), kendala-kendala yang ada dalam proses tersebut adalah: a)
Tingkat pendidikan yang rendah, b) Bagi beberapa petani masih melekatnya anggapan bunga
bank itu menjerat, c) Kurangnya informasi mengenai lembaga keuangan terkait, d) Tidak
maksimalnya peran penyuluh pertanian dalam penyaluran informasi, e) Terkendala pada
agunan yang digunakan (tanah yang belum bersertifikat).
Diharapkan dalam merancang skim kredit untuk petani, lembaga-lembaga keuangan
hendaknya mempertimbangkan karakteristik petani sebagai salah satu pengguna. Skim kredit
yang ditetapkan harus dalam batas-batas jangkauan kemampuan petani, sehingga faktor
ketidakpastian dan rentang waktu dalam proses produksi memungkinkan petani untuk
membayar kredit. Dengan demikian lembaga keuangan menjadi berperan dengan baik, seperti
yang dikatakan Jigang (2007) dalam Supanggih dan Slamet (2013) bahwa di China keberadaan
lembaga keuangan dalam penyediaan modal bagi petani sangat membantu dalam peningkatan
pendapatan petani di pedesaan.
Selain itu, petani sebagai pengguna kredit seharusnya dapat menyesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan dan prosedur pembiayaan yang diberlakukan perbankan agar tercapai
sinergitas antara kedua belah pihak. Serta, petani sebaiknya lebih aktif dalam mencari
informasi mengenai pembiayaan pada lembaga keuangan formal atau bank terdekat dan cara
mengakses pembiayaan tersebut.
Kekuatan utama usahatani bawang merah pada daerah sentra produksi di Kabupaten Bantul
berdasarkan skor tertinggi adalah mudah mendapatkan bahan baku yang ditunjukan dengan
skor sebesar 0,412 dan perencanaan tanam yang baik ditunjukkan dengan skor sebesar 0,325.
Sedangkan yang menjadi kelemahan utama usahatani bawang merah ini berdasarkan skor
terendah adalah teknologi yang dugunakan sederhana ditunjukkan dengan skor sebesar 0,233
dan sulit mengakses informasi pasar ditunjukkan dengan skor sebesar 0,189. Akan tetapi
kelemahan tersebut bukanlah penghalang niat petani dalam membudidaya bawang merah,
karena pada dasarnya petani tidak mementingkan produksi dan penerimaan yang tinggi
melainkan telah puas dengan penerimaan yang ada karena sudah mampu mencukupi kebutuhan
pokok dirinya dan keluarga (Lawalata et al, 2017).
Secara keseluruhan, usahatani bawang merah ini memperoleh skor total diatas skor rata-rata
yaitu 2,847 mengindikasikan posisi internal yang kuat dan terdapat ruang yang luas untuk
perbaikkan strategi produksi selanjutnya.
2. Analisis matriks EFE (External Matrix Evaluation)
Matriks EFE berfungsi untuk mengetahui seberapa besar peran faktor eksternal yang
berpengaruh dalam usahatani bawang merah. Berdasarkan hasil penelitian pada responden,
yaitu petani yang sedang melakukan budidaya bawang merah di Kabupaten Bantul khususnya
pada Kecamatan Sanden dan Kecamatan Kretek, peluang dan ancaman yang mempengaruhi
pengembangan produksi bawang merah disajikan pada Tabel.
Tabel 7. Matriks EFE
Rating Skor
Faktor-Faktor Strategis Ekternal Bobot (A) (B) (AxB)
Peluang (Opportunities)

Adanya pelatihan dan penyuluhan pada


petani 0,081 2,533 0,205
Permintaan pasar yang tinggi 0,106 3,167 0,334
Pangsa pasar potensial yang luas 0,114 3,367 0,383
Adanya dukungan pemerintah daerah 0,113 3,533 0,399
Tersedianya pupuk bersubsidi 0,082 2,333 0,192
Ancaman (Threats)
Serangan hama penyakit 0,109 3,300 0,361
Harga bibit bermutu mahal 0,082 2,233 0,183
Fluktuasi harga komoditas 0,091 2,700 0,247
Tingginya impor bawang 0,107 3,567 0,382
Cuaca dan iklim yang tidak menentu 0,114 3,500 0,400
Total Peluang+Ancaman 1,000 3,087
Sumber: Data primer diolah 2018
Berdasarkan hasil penelitian pada responden usahatani bawang merah di daerah sentra
produksi di Kabupaten Bantul, faktor eksternal terpenting untuk berhasil dalam usahatani
bawang merah berdasarkan skor terbesar yaitu “anomali cuaca dan iklim” ditunjukkan dengan
skor 0,400 untuk cuaca dan iklim yang tidak menentu.
Perubahan iklim merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan fenomena-fenomena cuacu
yang tidak menentu. Keadaan cuaca dan iklim yang tidak menentu mempunyai pengaruh
negatif terhadap produksi bawang merah. Interaksi antara cuaca dan iklim sebagai faktor
lingkungan dengan faktor genetik tanaman akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
kualitas tanaman. Iklim perlu mendapat perhatian yang lebih serius mengingat pengaruhnya
terhadap hampir semua aspek pertanian, sehingga sangat berperan terhadap perencanaan
jangka pendek maupun jangka panjang, terlebih pada kondisi terjadinya perubahan iklim
ekstrim (Suciantini, 2015).
Penurunan produksi bawang merah bisa terjadi karena berkurangnya luas panen dari
dampak anomali cuaca dan iklim. Kondisi ini berimplikasi terhadap penurunan produksi dan
kesejahteraan petani (Hadi et al, 2000 cit Budi, 2016). Perubahan iklim termanifestasikan
dalam bentuk curah hujan musiman yang bervariasi. Usahatani yang dilakukan di dataran
rendah terkendala oleh lahan yang jenuh air, drainase buruk, dan bahkan banjir (Suwandi,
2014).
Akses petani terhadap informasi iklim menjadi penting dalam mempetimbangkan
kesesuaian musim tanam dengan kondisi iklim yang sedang terjadi. Namun penggunaan
informasi iklim oleh petani untuk menentukan musim tanam masih sangat rendah. Sebagian
besar petani memutuskan sendiri waktu tanam tanpa mempertimbangkan rekomendasi dari
Dinas pertanian setempat (Surmaini, 2006).
Untuk mengatasi permasalahan iklim yang tidak menentu, petani harus meningkatkan
strategi adaptasi yang dilakukan untuk mengurangi dampak kerugian akibat perubahan iklim.
Petani dapat mengubah pola tanam maupun menggeser waktu tanam disesuaikan dengan
kondisi iklim yang sedang terjadi (Nurul dan Suryanto, 2015).
Kapasitas adaptasi adalah kemampuan dari suatu sistem untuk melakukan penyesuaian atau
pengaturan terhadap perubahan iklim, seperti variabilitas iklim dan iklim ekstrem, agar dapat
mengurangi kerusakan usahatani dan tetap mendapatkan keuntungan dari kondisi perubahan
iklim. Dengan demikian, kapasitas adaptasi dari suatu sistem atau komunitas pada dasarnya
mencerminkan kemampuan untuk memodifikasi karakteristik atau perilaku untuk merespon
perubahan kondisi eksternal (Suwandi, 2014).
Peluang untuk meningkatkan produksi bawang merah di daerah sentra produksi di
Kabupaten Bantul sangat besar, berdasarkan skor tertinggi ditandai dengan adanya dukungan
pemerintah daerah dengan skor sebesar 0.399 dan pangsa pasar potensial yang luas dengan
skor sebesar 0,383.
Namun terdapat ancaman yang sangat mempengaruhi petani pembudidaya, berdasarkan
skor terendah ditandai dengan fluktuasi harga komoditas dengan skor sebesar 0,247 dan
dipersulit oleh harga bibit bermutu mahal pada saat musim tanam dengan skor sebesar 0,183.
Kedua hal tersebut menjadi ancaman yang harus diwaspadai, karena apabila tidak
menggunakan bibit bermutu memiliki risiko gagal panen yang cukup tinggi dan fluktuasi harga
jual bawang merah yang dapat menyebabkan tingginya risiko pendapatan (Lawalata et al.,
2017).
Secara keseluruhan usahatani bawang merah di daerah sentra produksi ini lumanyan
berhasil, dengan skor total 3,087 berada diatas skor rata-rata yaitu 2,5. Mengindikasikan
bahwa pelaku usahatani bawang merah mampu menarik keuntungan dari peluang eksternal
dan menghindari ancaman yang menghadang.
C. Tahap Pencocokan
1. Analisis matriks IE (Internal-External)
Matriks IE disusun untuk mengetahui posisi usahatani bawang merah di daerah sentra
produksi saat ini. Tujuan penggunaan matriks IE adalah untuk memperoleh strategi alternatif
yang layak. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci: skor bobot IFE total pada sumbu x
dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Untuk menentukan strategi dilakukan pemetaan
terhadap skor bobot IFE total (2,847) dan skor bobot EFE total (3,087).
Pemetaan posisi usahatani bawang merah sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi
dalam menghadapi tantangan yang menghadang usahatani dimusim tanam yang akan datang.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, skor bobot IFE total yaitu 2,847
yang artinya usahatani di daerah sentra produksi di Kabupaten Bantul memiliki faktor internal
diatas rata-rata untuk melakukan kegiatan agribisnis bawang merah, sedangkan skor bobot
EFE total yaitu 3,087 yang artinya respon usahatani terhadap faktor-faktor eksternal cukup
baik.
Apabila masing-masing skor total dari faktor internal maupun faktor eksternal dipetakan
dalam matriks, maka posisi usahatani bawang merah yang berada di daerah sentra produksi ini
berada pada kotak dikuadran II yaitu tumbuh dan membangun. Pada sel ini, strategi
pertumbuhan yang dimaksud adalah konsentrasi melalui integrasi horizontal. Strategi
pertumbuhan melalui integrasi horizontal adalah suatu kegiatan untuk mengembangkan
usahatani bawang merah dengan cara meningkatkan produktivitas melalui penggunaan bibit
bermutu dan memaksimalkan saprotan (sarana produksi pertanian) yang dimiliki maupun yang
diperbantukan oleh pemerintah daerah, serta pengembangan pasar di tempat yang baru dan
diperlukan pembinaan untuk dapat terus berkembang.
SKOR BOBOT TOTAL IFE
Kuat Sedang Lemah
3,0 – 4,0 3,0 2,0 – 2,99 2,0 1,0 – 1,99 1,0
4,0
SKOR BOBOT TOTAL EFE

Tinggi I II III
3,0 – 4,0
Sedang IV V VI
2,0 – 2,99 3,0
Rendah VII VIII IX
1,0 – 1,99 2,0 Gambar 2. Matriks IE (Internal-External).
2. Analisis matriks SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats Matrix)
1,0
Penajaman alternatif strategi pengembangan bawang merah di daerah sentra produksi di
Kabupaten Bantul dirumuskan dengan analisis matriks SWOT. Berbeda dengan matriks IE,
pada matriks SWOT merumuskan strategi berdasarkan gabungan faktor internal dan eksternal.
Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi
oleh pelaku agribisnis bawang merah dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi, yaitu
strategi SO (kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatan-
ancaman), dan strategi WT (kelemahan-ancaman). Berdasarkan matriks SWOT diperoleh
empat strategi yang dapat dijalankan dalam rangka pengembangan produksi bawang merah.
a) Strategi SO (kekuatan-peluang)
Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk menarik keuntungan dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi yang dapat dirumuskan adalah
“memanfaatkan dukungan pemerintah untuk memperoleh bahan baku produksi sehingga bisa
merencanakan musim tanam dengan baik untuk memenuhi permintaan pasar potensial yang
luas”.
b) Strategi WO (kelemahan-peluang)
Strategi ini diterapkan berdasarkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada. Strategi yang dapat dirumuskan adalah “melakukan koordinasi dengan
Pemda melalui mantri tani mengenai pemasaran hasil produksi bawang merah”.
c) Strategi ST (kekuatan-ancaman)
Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.
Strategi yang dapat dirumuskan adalah “merencanakan penanaman dengan baik untuk
memproduksi bibit secara mandiri dalam mengatasi mahalnya bibit bermutu”.
d) Strategi WT (kelemahan-ancaman)
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan
kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Strategi yang dapat dirumuskan adalah
“meningkatkan SDM petani melalui pelatihan dan magang untuk memperdalam pengetahuan
tentang tehnik budidaya”.
D. Tahap Keputusan
Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) merupakan suatu teknik analitis yang
dirancang untuk menentukan daya tarik relatif dari berbagai tindakan alternatif yang dapat
diimplimentasikan dalam rangka pengembangan bawang merah didaerah sentra produksi. Teknik
ini secara objektif menunjukan strategi mana yang terbaik. Alternatif-alternatif strategi QSPM
diperoleh berdasarkan hasil analisis tahap input dan tahap pencocokan yang telah memberikan
bobot terhadap setiap faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi usahatani bawang
merah. QSPM hanya akan baik dan bermanfaat sepanjang informasi prasyarat dan analisis
pencocokan yang menjadi dasarnya.
QSPM menggunakan nilai bobot dan nilai AS (Attractive Score) yang dinilai oleh responden.
Dari kedua nilai tersebut maka diperoleh Skor Daya Tarik Total (TAS – Total Attractiveness Score)
dan kemudian skor daya tarik total tersebut dijumlahkan. Jumlah skor daya tarik total
mengindikasikan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif, semakin tinggi jumlah skor daya
tarik totalnya semakin menarik pula strategi alternatif tersebut. Berdasarkan hasil analisis matrik
QSPM, maka diperoleh urutan strategi mulai dari nilai STAS tertinggi yang merupakan strategi
alternatif pilihan utama sampai dengan nilai STAS terendah yang merupakan strategi alternatif
pilihan terakhir. Urutan strategi alternatif tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategi C, merencanakan penanaman yang baik untuk memproduksi bibit bermutu secara
mandiri dalam mengatasi mahalnya harga bibit bermutu (STAS = 5,389).
2. Strategi A, memanfaatkan dukungan pemerintah untuk memperoleh bahan baku produksi,
sehingga bisa merencanakan musim tanam dengan baik untuk memenuhi permintaan pasar
pontensial yang luas (STAS = 5,081).
3. Strategi D, meningkatkan SDM petani melalui pelatihan dan magang untuk memperdalam
pengetahuan tehnik budidaya (STAS = 4,868).
4. Strategi B, melakukan koordinasi dengan Pemda melalui mantri tani mengenai pemasaran hasil
produksi bawang merah (STAS = 4,663).
Perencanaan dalam mengawali musim tanam merupakan langkah awal yang harus dilakukan
oleh petani. Perencanaan merupakan proses pemikiran yang mengarah kemasa depan menyangkut
rangkaian tindakan berdasarkan pemahaman penuh terhadap semua faktor yang terlibat dan
diarahkan untuk keberhasilan usahatani.
Sarana produksi berupa bibit sangat menentukan produksi bawang merah. Peran bibit sebagai
sarana produksi tidak dapat digantikan oleh sarana lain, sehingga upaya pengembangan sangat
ditentukan oleh mutu bibitnya. Bibit yang unggul cenderung dapat menghasilkan produksi kualitas
yang baik, sedagkan bibit yang rentan terhadap penyakit dapat merugikan petani dikarenakan hasil
produksi yang kurang memuaskan. Boediono (2008) dalam Teang (2015), mengatakan bahwa
benih yang berkualitas, benih unggul dan bermutu memiliki daya adaptasi lebih baik, bahkan pada
lahan yang kurang produktif sekalipun. Benih unggul bermutu membawa pengaruh besar terhadap
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Namun demikian, dalam proses produksi bawang merah untuk bibit teradapat kendala yang
bersifat teknis maupun ekonomis. Dalam hal ini petani tidak membedakan antara teknologi
produksi benih dan teknologi produksi konsumsi (Suwandi et al 2012., cit Wiguna et al., 2013),
sehingga berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkan (Wiguna et al., 2013). Maka
perencanaan penting dalam memproduksi bawang merah untuk keperluan bibit, seperti yang
dikatakan oleh Purbianti (2012), perlu perencanaan sebelum penanaman untuk memperoleh hasil
yang optimal. Suatu varietas yang ditanam pada musim kemarau dan musim hujan akan
memberikan hasil yang berbeda. Perencanaan tanam juga perlu dilakukan dengan tepat.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi pengembangan bawang merah di Kabupaten
Bantul, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Faktor penting untuk berhasil dalam pengembangan usahatani bawang merah berdasarkan
analisis matriks faktor internal adalah permodalan, berdasarkan analisis faktor eksternal adalah
cuaca dan iklim yang tidak menentu. Sedangkan yang menjadi kekuatan utama adalah mudah
mendapatkan bahan baku, dan kelemahan utama adalah kesulitan mengakses informasi pasar.
Serta, yang menjadi peluang utama adalah adanya dukungan pemerintah daerah; dan yang
menjadi kelemahan utama adalah harga bibit bermutu mahal.
2) Berdasarkan matriks IE, setelah dilakukan pemetaan dari skor bobot IFE total yaitu 2,847
dengan skor bobot EFE total yaitu 3,087 posisi usahatani bawang merah berada pada kuadran
II, artinya usahatani bawang merah di Kabupaten Bantul dalam tahap tumbuh dan akan terus
berkembang.
3) Berdasarkan matriks SWOT dan analisis matriks QSPM, diperoleh satu strategi utama yang
direkomendasikan untuk pengembangan usahatani bawang merah di Kabupaten Bantul yaitu
merencanakan penanaman yang baik untuk memproduksi bibit bermutu secara mandiri dalam
mengatasi mahalnya harga bibit bermutu (STAS = 5,389).
DAFTAR PUSTAKA
Anshar, M. 2002. Aplikasi Effective Microorganism dan Pupuk Organik Hayati Untuk
Meningkatkan Hasil Bawang Merah. Jurnal Agrisains 3(1).
BAPPENAS. 2013. Studi Pendahuluan RPJMN Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019.
Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas.
BPS Kabupaten Bantul. 2017. Bantul Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul.
Budi, Agung Santoso. 2016. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman Pangan Di
Provinsi Maluku. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 35(1).
David, Fred R. 2009. Mananjemen Strategis Konsep. Edisi 12, Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.
Dirjen Hortikultura. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Hortikultura Tahun 2012. Direktorat
Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian.
Fauzan, Muhammad. 2016. Pendapatan, Risiko, dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Bawang Merah
di Kabupaten Bantul. Jurnal Agraris 2(2).
Lawalata, Marfin., Dwijhono Hadi Daryanto, Slamet Hartono. 2017. Risiko Usahatani Bawang
merah di Kabupaten Bantul. Jurnal Agrica 10(1).
Nurul, Ida Hidayat dan Suryanto. 2015. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Pertanian
dan Strategi Adaptasi Pada Lahan Rawan Kekeringan. Jurnal Ekonomi dan Studi
Pembangunan 16(1).
Purbianti, Titiek. 2012. Potensi Pengembangan Bawang Merah Di Lahan Gambut. J. Litbang Pert.
31(3).
Rahayu, Lestari. 2015. Aksesbilitas Petani Bawang Merah Terhadap Lembaga Keuangan Mikro
Sebagai Sumber Pembiayaan. Jurnal Agraris 1(1).
Saptana., Daryanto A., Daryanto, H. K. Dan Kuntjoro. 2010. Strategi Manajemen Resiko Petani
Cabai Merah Pada Lahan Sawah Dataran Rendan di Jawa Tengah. Jurnal Manajemen dan
Agribisnis 7(2).
Suciantini. 2015. Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi Tanaman Pangan di
Kabupaten Pacitan. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1(2).
Sugiyanto. 2015. Strategi Pengembangan Tanaman Bawang Merah Berbasis Agribisnis di Desa
Duwel Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro. E-Jurnal Universitas Bojonegoro.
Supanggih, Dhianon dan Slamet Widodo. 2013. Aksesibilitas Petani Terhadap Lembaga
Keuangan (Studi Kasus Pada Petani di Desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu Kabupaten
Bojonegoro). Agriekonomika 2(2).
Surmaini, E., R. Boer, dan H. Siregar. Pemanfaatan Informasi Iklim Untuk Menunjang Usahatani
Tanaman Pangan. Jurnal Tanaman dan Iklim (24).
Suwandi. 2014. Budi Daya Bawang Merah di Luar Musim (Teknologi Unggulan Mengantisipasi
Dampak Perubahan Iklim). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian
Pertanian.
Teang, Miriam dan Sulaeman. 2015. Analisis Produksi Dan Pendapatan Usahatani Bawang
Merah Lokal Palu Di Desa Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea Kabupaten
Donggala. e-Jurnal Agrotekbis 3(5).
Wiguna, G., Hidayat, IM., dan Azmi, C. 2013. Perbaikan Teknologi Produksi Benih Bawang
Merah Melalui Pengaturan Pemupukan, Densitas, dan Varietas. J. Hort. 23(2).

LAMPIRAN
A. Tabel hasil analisis matriks SWOT

Kekuatan (S): Kelemahan (W):


Faktor Internal 1. Perencanaan tanam 1. Teknologi yang
yang baik (0,325) digunakan sederhana
2. Mutu bawang yang (0,233)
tinggi (0,293) 2. Kualitas SDM masih
Faktor Eksternal 3. Mudah mendapatkan rendah (0,266)
bahan baku (0,412) 3. Keterbatasan modal
4. Jaringan pemasaran (0,465)
sederhana (0,207) 4. Tidak menggunakan
5. Adanya koperasi tani bibit bermutu (0,252)
yang mewadahi (0,205) 5. Sulit mengakses
informasi pasar (0,189)
Peluang (O):
1. Adanya pelatihan dan
penyuluhan pada petani Memanfaatkan dukungan
(0,205) pemerintah untuk Melakukan koordinasi
2. Permintaan pasar yang memperoleh bahan baku dengan Pemda melalui
tinggi (0,334) produksi, sehingga bisa mantri tani mengenai
3. Pangsa pasar potensial merencanakan musim tanam pemasaran hasil produksi
yang luas (0,383) dengan baik untuk bawang merah (W5,O1,O4)
4. Adanya dukungan memenuhi permintaan pasar
pemerintah daerah potensial yang luas
(0,399) (S1,S3,O3,O4)
5. Tersedianya pupuk
bersubsidi (0,192)
Ancaman (T):
1. Serangan hama Meningkatkan SDM petani
penyakit (0,361) Merencanakan penanaman melalui pelatihan dan
2. Harga bibit bermutu dengan baik untuk magang untuk
mahal (0,183) memproduksi bibit secara memperdalam pengetahuan
3. Fluktuasi harga mandiri dalam mengatasi tehnik budidaya (W2,T1,T2)
komoditas (0,247) mahalnya bibit bermutu
4. Tingginya impor (S1,S2,T2)
bawang (0,382)
5. Cuaca dan iklim tidak
menentu (0,400)
Sumber: Data primer diolah 2018

B. Tabel hasil analisis matriks QSPM

Alternatif strategi
Faktor-Faktor Strategis Internal
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4
Bobot
Kekuatan (Strengths) AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Perencanaan tanam yang baik 0,104 4 0,416 1 0,104 3 0,312 2 0,208
Mutu bawang yang tinggi 0,097 2 0,193 3 0,290 4 0,387 1 0,097
Mudah mendapatkan bahan baku 0,114 4 0,458 1 0,114 3 0,343 2 0,229
Jaringan pemasaran sedehana 0,083 3 0,248 4 0,331 2 0,166 1 0,083
Adanya koperasi tani yang mewadahi 0,090 2 0,180 3 0,271 1 0,090 4 0,361
Kelemahan (Weaknesses)
Teknologi yang digunakan sedehana 0,098 2 0,197 1 0,098 4 0,393 3 0,295
Kualitas SDM masih rendah 0,106 1 0,106 2 0,213 3 0,319 4 0,425
Keterbatasan modal 0,121 3 0,364 1 0,121 4 0,485 2 0,243
Tidak menggunakan bibit bermutu 0,094 1 0,094 2 0,189 4 0,378 3 0,283
Sulit mengakses informasi pasar 0,092 3 0,275 4 0,367 1 0,092 2 0,183
Total 1,000

Faktor-Faktor Strategis Ekternal

Peluang (Opportunities)
Adanya pelatihan dan penyuluhan pada 0,081 1 0,081 2 0,162 3 0,243 4 0,324
petani
Permintaan pasar yang tinggi 0,106 4 0,422 3 0,317 2 0,211 1 0,106
Pangsa pasar potensial yang luas 0,114 4 0,455 3 0,342 1 0,114 2 0,228
Adanya dukungan pemerintah daerah 0,113 4 0,452 3 0,339 1 0,113 2 0,226
Tersedianya pupuk bersubsidi 0,082 3 0,247 1 0,082 4 0,330 2 0,165
Ancaman (Threats)
Serangan hama penyakit 0,109 1 0,109 2 0,219 4 0,438 3 0,328
Harga bibit bermutu mahal 0,082 2 0,164 1 0,082 4 0,327 3 0,246
Fluktuasi harga komoditas 0,091 2 0,183 4 0,366 1 0,091 3 0,274
Tingginya impor bawang 0,107 3 0,321 4 0,428 2 0,214 1 0,107
Cuaca dan iklim yang tidak menentu 0,114 1 0,114 2 0,229 3 0,343 4 0,458
Jumlah TAS 1,000 5,081 4,663 5,389 4,868
Sumber: Data primer diolah 2018

You might also like