Laporan Lengkap
Laporan Lengkap
Laporan Lengkap
Currently the number of critically ill patients with incurable diseases both in
children and adults is increasing. These patients require treatment either
promotive, preventive, curative, and rehabilitative services. ICU is the most
appropriate place for the care of critically ill patients who require intensive
monitoring and inspection. The number of critically ill patients who are being
treated, dependent on tools, monitoring and treatment are not unusual in the
general ward. This will cause a separate stressor, such as the noise level of the
equipment, the light, the determination of the action diagnostics, therapy
interventions, mechanical ventilation, treatment, and critical illness itself.
The purpose of this study was to determine the influence of spiritual therapy
tauziah on the quality of sleep of patients in the critical care unit ( ICU ) of the
hospital Sleman, Yogyakarta.
The results showed a third of respondents ( 15 % ) with poor sleep quality and 15 % with
very poor sleep quality to 0% after Tauziah given therapy , and there is an increase in the
number of respondents with a very good sleep quality of 20 % to 65 % . Wilcoxon
statistical test results obtained with the 0000 value ( α < 0.05).
Conclusion : Therapy tauziah spiritual effect on the sleep quality of patients in the
Critical Care Unit ( ICU ) of the Hospital Sleman, Yogyakarta.
1
Pengaruh Therapy Spiritual Tauziah terhadap Kualitas Tidur Pasien di Unit
Perawatan Kritis (ICU) RSUD Sleman Yogyakarta.
Maryana1, Umi Istianah2
Saat ini jumlah pasien kritis dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik
pada anak maupun dewasa semakin meningkat. Pasien-pasien tersebut
memerlukan perawatan baik secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
ICU merupakan tempat yang paling tepat untuk perawatan pasien kritis yang
membutuhkan pengawasan dan pemeriksaan intensif. Banyaknya pasien kritis
yang sedang dalam masa perawatan, hidupnya tergantung pada alat, monitoring
serta terapi yang tidak biasa di ruang perawatan umum. Hal ini akan menimbulkan
stressor tersendiri, seperti tingkat kebisingan suara dari peralatan, cahaya,
penetapan tindakan diagnosa, pemberian terapi intervensi, ventilasi mekanik,
pengobatan, dan penyakit kritis itu sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh therapy spiritual tauziah
terhadap kualitas tidur pasien di unit perawatan kritis (ICU) RSUD Sleman,
Yogyakarta.
Kata Kunci : Therapy spiritual tauziah, kualitas tidur, Unit Perawatan Kritis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................... ii-
iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iv
DAFTAR ISI............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................... ........................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN............................................ ................................. 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 5
C. Tujuan Umum ................... ........................................................... 6
D. Tujuan Khusus ............................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
F. Hipotesis ....................................................................................... 7
PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah
Saat ini jumlah pasien kritis dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik
pada anak maupun dewasa semakin meningkat. Pasien-pasien tersebut memerlukan
perawatan baik secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Menurut Kepmenkes
RI (2007) pasien kritis yang dimaksud yaitu pasien dengan penyakit kanker, penyakit
degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, parkinson, gagal
jantung/heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS.
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dalam keadaan kritis dan tingkat
kesadarannya rendah sampai koma. Terdapat juga pasien yang masih dalam keadaan
sadar dan bisa berperan aktif dalam menentukan tindakan keperawatan yang akan
diberikan. Bagi pasien kritis yang menjalani perawatan di ICU akan menimbulkan stressor
tersendiri, seperti tingkat kebisingan suara dari peralatan, cahaya, penetapan tindakan
diagnosa, pemberian terapi intervensi, ventilasi mekanik, pengobatan, dan penyakit kritis
itu sendiri. Semua stressor kemungkinan besar dapat memicu terjadinya gangguan tidur
meskipun faktor-faktor tersebut bukanlah menjadi penyebab gangguan tidur yang paling
utama (Boyko, Ording & Jennum, 2012).
Dalam studi penelitian yang dilakukan oleh Ugras dan Ostekin (2007) dalam Cicek,
Armutcu, Dizer et al., (2014), menyatakan bahwa faktor lingkungan dan pemberian terapi
intervensi yang diberikan oleh perawat terhadap pasien di ICU dapat mempengaruhi
4
kebutuhan tidur pasien, terdapat 78,6% pasien mengalami gangguan tidur. Sedangkan
dalam penelitian di Intensive Care Brasilia didapatkan hasil bahwa 60% pasien yang
sedang dalam menjalani masa perawatan di unit perawatan intensif melaporkan adanya
gangguan tidur. Hal ini disebabkan karena dampak dari hospitalisasi sehingga berakibat
pada kualitas tidur yang buruk (Silveira, Bock, dan Silva, 2012).
Menurut Potter & Perry (2006) kebutuhan untuk tidur sangat penting bagi kualitas
hidup semua orang. Tiap individu memiliki kebutuhan tidur yang berbeda baik dalam
kuantitas maupun kualitas. Kebutuhan tidur sangat erat kaitannya dengan kualitas tidur.
Kualitas tidur adalah keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan
kesegaran dan kebugaran di saat terbangun (Khasanah & Hidayati, 2012). Kualitas tidur
ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari
seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa
bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,
perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki
kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup semua orang (Bare, 2002).
Biasanya, manusia beradaptasi dengan pola 24 jam atau irama sirkadian, di mana
mereka tidur di malam hari dan terjaga di siang hari. Irama sirkadian ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya lingkungan dan paparan cahaya yang dapat mempengaruhi
5
hormon melatonin di malam hari. Waktu tidur pada individu dewasa berlangsung rata-
rata antara 6-9 jam (Bahammam, 2006).
6
bahwa mendengarkan ayat suci Alquran memiliki pengaruh yang signifikan dalam
menurunkan ketegangan urat saraf reflektif dan hasil ini tercatat dan terukur
secara kuantitatif dan kualitatif oleh alat berbasis komputer (Remolda, 2009).
Terapi murottal Alquran dengan tempo yang lambat serta harmonis dapat
menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami (serotonin).
Mekanisme ini dapat meningkatkan perasaan rileks, mengurangi perasaan takut, cemas,
dan tegang, serta memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan
darah, memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang
otak (Heru, 2008). Dalam studi penelitian yang dilakukan Abdurrochman, Perdana &
Andhika (2008) stimulan Alquran dapat dijadikan sebagai terapi relaksasi bahkan lebih
baik dibandingkan dengan stimulan terapi musik lain karena stimulan Alquran dapat
memunculkan gelombang delta sebesar 63,11%. Stimulan Alquran ini sering
memunculkan gelombang delta di daerah frontal dan central baik sebelah kanan
maupun kiri otak. Gelombang delta merupakan gelombang yang mengindikasikan bahwa
kondisi responden dalam kondisi sangat rileks (Qadhi, 2009).
Spritual juga merupakan bagian yang penting dari pelayanan keperawatan kritis.
Spiritual dan agama merupakan sumber kekuatan pasien dan keluarga dalam
menghadapi krisis (Kloosterhouse & Ames, 2002 dalam Deal, B., 2010). Hasil penelitian
kualitatif Lundberg & Kerdonfag (2010) menunjukan bahwa perawat di ruang intensive
perlu memberikan dukungan mental, memfasilitasi ritual agama dan budaya sesuai
dengan kepercayaannya, berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, mengkaji
kebutuhan spiritual klien dan menunjukan hormat serta memfasilitasi keluarga berperan
serta dalam pelayanan. Hasil studi pendahuluan (observasi langsung dan wawancara)
dengan tiga pasien yang dirawat di unit perawatan kritis (ICU) RSUD Sleman pada tanggal
29 Januari 2015, diperoleh data, ada beberapa faktor yang membuat pasien mengalami
gangguan tidur, dua diantara tiga pasien mengatakan bahwa cemas terhadap kondisi
penyakitnya, menahan rasa sakit, sering terbangun pada malam hari kemudian susah
kembali untuk tidur, lingkungan yang kurang mendukung karena terganggu dengan suara
mesin dan alat yang tertempel pada tubuhnya dan waktu tidur hanya bisa 3-5 jam.
Sedangkan satu pasien mengeluhkan lingkungan yang kurang nyaman dan pencahayaan
7
yang kurang redup. Dari observasi juga ditemukan dari tiga pasien terlihat letih, kurang
bersemangat serta mata terlihat sembab.
B. Rumusan Masalah
Faktor lingkungan dan pemberian terapi intervensi yang diberikan oleh perawat
terhadap pasien di ICU dapat mempengaruhi kebutuhan tidur pasien, terdapat 78,6%
pasien mengalami gangguan tidur. Hal ini disebabkan karena dampak dari hospitalisasi
sehingga berakibat pada kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur sangat penting terhadap
dunia kesehatan khususnya bagi pasien yang sedang dalam masa perawatan khususnya
di ruang ICU. Kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan penurunan kemampuan
untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam melakukan
aktivitas harian, serta menyebabkan terjadinya peningkatan kepekaan (irritabilitas).
Berdasarkan gambaran di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah
“Adakah pengaruh terapi spiritual tauziah terhadap kualitas tidur pasien di unit
perawatan kritis (ICU) RSUD Sleman ?”.
C. Tujuan Umum
Diketahuinya pengaruh terapi spiritual tauziah terhadap kualitas tidur pasien di unit
perawatan kritis (ICU) RSUD Sleman.
D. Tujuan Khusus :
8
a. Diketahuinya kualitas tidur responden sebelum dan setelah diberikan intervensi
terapi spiritual tauziah pada kelompok intervensi di Unit Perawatan Kritis (ICU)
RSUD Sleman
b. Diketahuinya kualitas tidur responden sebelum dan setelah diberikan intervensi
terapi spiritual tauziah pada kelompok kontrol di Unit Perawatan Kritis (ICU) RSUD
Sleman
E. Manfaat Penelitian
1. Teoretis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih dalam literatur keperawatan,
khususnya tentang pemberian terapi spiritual tauziah sebagai salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas tidur pasien di unit perawatan kritis (ICU) RSUD
Sleman.
2. Praktis
a. Bagi Institusi Kesehatan dan RSUD Sleman
Sebagai salah satu pertimbangan dan data untuk memberikan program yang
tepat terkait dengan pemberian terapi spiritual tauziah sehingga dapat
meningkatkan kualitas tidur pasien di unit perawatan kritis (ICU) RSUD
Sleman.
F. Hipotesis
9
“Ada pengaruh terapi Spiritual Tauziah terhadap kualitas tidur pasien di Unit
perawatan Kritis (ICU) di RSUD Sleman”.
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoretis
1. Konsep ICU
a. Pengertian
Intensive Care Unit (ICU) adalah salah satu ruangan di rumah sakit yang di
dalamnya terdapat staf atau perawat dan peralatan khusus yang digunakan untuk
pasien yang sifatnya reversible, gawat darurat dan membutuhkan penanganan
serta pengawasan yang rutin.
11
kedokteran umum, bedah, pengelola trauma, bedah saraf, bedah vaskuler, dll.
ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama
melakukan dukungan atau bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks.
2) Prioritas 2
3) Prioritas 3
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat
terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain
12
pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial
tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru
terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien
golongan ini hanya untuk mengawasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi
mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
2. Tidur
a. Pengertian
b. Fisiologi Tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu
Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR). RAS
merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat
termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian
atas pons. Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri
dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk
rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan
melepaskan katekolamin seperti norephinephrine. Demikian juga pada saat tidur,
disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di
pons dan batang otak tengah, yaitu BSR (Potter & Perry, 2005).
c. Tahap-Tahap Tidur
13
Dalam prosesnya, tidur dibagi menjadi dua jenis. Pertama, jenis tidur yang
disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi reticularis,
disebut dengan tidur gelombang lambat atau NREM (Non Rapid Eye Movement).
Dalam tidur gelombang lambat masih dibagi lagi menjadi empat tahapan,
yaitu:
1). Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri
sebagai berikut:
a). Rileks.
b). Masih sadar dengan lingkungan.
c). Merasa mengantuk.
d). Bola mata bergerak dari samping ke samping.
e). Frekuensi nadi dan napas sedikit menurun, dan
f). Dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5 menit.
2). Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun
dengan ciri sebagai berikut:
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi
napas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi
sistem saraf parasimpatis dan sulit untuk bangun.
4). Tahap IV
14
Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat-
isyarat dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti,
disebut dengan tidur paradoks atau REM (Rapid Eye Movement). Tidur jenis ini
dapat berlangsung pada tidur lama yang terjadi selama 5-20 menit, rata-rata
timbul 90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100 menit, akan tetapi
apabila kondisi orang sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur
ini tidak ada (Hidayat, 2006).
Menurut Guyton (2005), adapun ciri dari tidur paradoks antara lain:
Bangun
REM
NREM I
NREM IV
a. Irama Sirkadian
1). Penyakit
16
kompensasi dengan meningkatkan frekuensi nafas untuk memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh. Nafas yang pendek inilah dapat mengganggu tidur.
4). Obat
Golongan sedasi menyebabkan pasien menjadi tidur, namun tidur akibat
pengaruh sedasi berbeda dengan tidur secara fisiologis (Weinhouse & Watson,
2009). Meskipun keduanya menyebabkan respon yang sama yaitu penurunan
17
respon terhadap stimulus eksternal, penurunan tonus otot dan depresi
respiratori. Perbedaannya jika tidur dipengaruhi oleh irama sirkadian maka
sedasi dipengaruhi oleh dosis obat yang diberikan. Pada tidur normal akan
terlihat perubahan gelombang EEG pada tiap tahap tidur, sedangkan pada
sedasi gelombang yang muncul atipikal dan tidak dapat dikelompokkan ke
tahapan tidur normal.
Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis
golongan obat diuretik menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat
menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan
sulit untuk tidur, golongan beta blocker dapat berefek pada timbulnya
insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah
mengantuk (Hidayat, 2006).
5). Nutrisi
6). Lingkungan
18
suara telepon petugas, televisi, telepon ruangan dan alarm ventilator.
Sedangkan yang termasuk dalam faktor non lingkungan adalah karakteristik
pasien, nyeri, dan obat yang digunakan oleh pasien selama dirawat, terutama
obat-obatan yang mempengaruhi kualitas tidur. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa suara adalah dimensi lingkungan yang paling mengganggu kualitas tidur
pasien di ruang intensif. Penelitian mengenai suara di ruang intensif sudah
banyak dilakukan. Suara tersebut dapat bersifat kontinyu, fluktuatif maupun
intermiten. Level suara yang direkomendasikan oleh WHO tidak lebih dari 30
dB (A) dan pada malam hari harus di bawah 40 dB (A).
7). Motivasi
a. Gangguan Tidur
1). Gangguan Tidur Secara Umum
Menurut Potter & Perry (2009) yang dituliskan dalam bukunya
Fundamental Keperawatan bahwa jenis-jenis gangguan tidur antara lain:
a). Insomnia
Menurut Edinger dan Sarana (2005) dikutip dalam Potter & Perry
(2009), insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka mengalami
kesulitan tidur kronis, sering terbangun dari tidur, dan/atau tidur non-
restotatif.
19
Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur kondisi tidur
dan terjaga. Hal ini merupakan suatu gangguan neurologis.
d). Kurang Tidur
Kurang tidur adalah masalah yang paling banyak dialami klien sebagai
hasil dari disomnia. Penyebabnya meliputi penyakit (misalnya: demam,
obat, sesak napas, atau sakit), stres emosional, pengobatan, gangguan
lingkungan (misalnya: tindakan perawatan yang sering), dan variabilitas
dalam waktu tidur karena shift kerja.
e). Parasomnia
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih umum terjadi pada anak-
anak daripada orang dewasa. Parasomnia juga merupakan kumpulan
beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola tidur, misalnya
somnambulisme (berjalan-jalan dalam tidur) yang dapat menyebabkan
cedera.
1). Gangguan Tidur Pasien ICU
Gangguan tidur pada pasien penyakit kritis adalah tahap tidur yang
mengakibatkan ketidaknyamanan dan mengganggu kualitas hidup (Urden,
2010). Menurut Carpenito (1995) dalam Hidayat (2006) menyebutkan bahwa
gangguan pola tidur merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami
atau mempunyai risiko perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat
yang menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup yang
diinginkan.
20
Intensive Care Unit (ICU) merupakan bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut,
cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih
reversible (Kepmenkes, 2010).
Pengalaman pasien selama perawatan di ruang intensif meliputi
pengalaman positif dan negatif. Pengalaman positif yang dirasakan oleh
pasien adalah rasa aman dan dilindungi. Pengalaman negatif yang dirasakan
oleh pasien timbul dari masalah yang sering dialami oleh pasien yang
dirawat di ruang intensif yaitu rasa takut, kecemasan, gangguan kognitif,
dan perasaan tidak nyaman seperti nyeri, cemas dan gangguan tidur (Stein
& McKinley, 2000).
Kualitas tidur adalah kemampuan seseorang untuk tetap tertidur dan
untuk mendapatkan jumlah tidur REM dan NREM yang tepat. Kualitas tidur
yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik,
dan tidak mengeluh gangguan tidur (Bare, 2002). Pada pasien hospitalisasi,
terutama di Intensive Care Unit (ICU), rangsangan lingkungan yang konstan
seperti suara peralatan, pemantauan dan perawatan yang selalu diberikan
oleh perawat, serta lampu yang menyala, dapat membingungkan klien.
Stimulasi lingkungan yang berulang-ulang dan status fisik klien yang tidak
baik mengantarkan klien pada risiko kurang tidur (Potter & Perry, 2005).
Hilton (2006) dalam Pusparini (2014) meneliti mengenai kuantitas dan
kualitas tidur pasien di unit perawatan kritis respirasi (n=9) dengan
menggunakan EEG. Durasi tidur pasien tersebut berada dalam rentang 6
menit hingga 13,3 jam sehari. Tidur malam hanya dialami oleh 50%
responden. Tidur lebih didominasi oleh tidur NREM tahap I, sementara
tahap lain mengalami gangguan. Gangguan yang nyata terjadi pada tahap III
dan IV yang hanya berlangsung selama 4,7% dan 10,5%, secara normal
seharusnya tahap tersebut terjadi sebanyak 30% hingga 35% dari setiap
siklusnya.
21
Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-
tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-
tanda kekurangan tidur dapat dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis.
Tanda-tanda fisik akibat kekurangan tidur antara lain: ekspresi wajah (area gelap di
sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat
cekung), kantuk yang berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi, terlihat tanda-
tanda keletihan. Sedangkan tanda-tanda psikologis antara lain: menarik diri,
apatis, merasa tidak enak badan, malas, daya ingat menurun, bingung, halusinasi,
ilusi penglihatan dan kemampuan mengambil keputusan menurun (Hidayat,
2006).
Untuk melakukan penelitian tentang pengukuran kualitas tidur dapat
menggunakan The Richards-Campbell Sleep Questionnaire (RCSQ). The Richards-
Campbell Sleep Questionnaire (RCSQ) adalah suatu metode penilaian yang
berbentuk kuesioner yang digunakan untuk mengukur karakteristik kualitas tidur
dan kuantitas tidur seseorang. Dalam kuesiner RCSQ menjelaskan lima item
pertanyaan yang terdiri dari kedalaman tidur, latensi tidur, bangun tidur, kembali
tertidur, dan kualitas tidur. Interpretasi kuesioner RCSQ mempunyai skor rata-rata
dari 0 sampai 100 (dari kualitas tidur buruk sampai dengan kualitas tidur baik)
(Richards, O’Sullivan, Phillips, 2000).
b. Kebutuhan spiritual
22
Seperti setiap orang memeliki dimensi spiritual, semua klien juga
mempunyai kebutuan yang merefleksikan spiritualitasnya. Kebutuhan ini
sering muncul ketika sakit atau kondisi krisis lainnya. Kepercayaan spiritual
klien dapat dirubah oleh kondisi kesehatan mereka. Perawat perlu sensistif
terhadap indikator kebutuhan spiritual klien dan memberikan respon yang
sesuai. Menemukan kebutuhan spiritual klien dapat meningkatkan perilaku
koping dan meluaskan sumber yang memberi nilai yang tersedia pada klien.
Kebutuhan spiritual klien meliputi (Kozier et al, 2004): kebutuhan dicintai,
kebutuhan mempunyai harapan, kebutuhan saling percaya, kebutuhan
diampuni, kebutuhan dihargai, kebutuhan dimuliakan, kebutuhan untuk berarti
dalam kehidupan, kebutuhan akan nilai, kebutuhan kreativitas, kebutuhan
terhubung dengan Tuhan, kebutuhan bagian dari komunitas.
c. Spiritual well-being
Spiritual yang sehat atau spiritual well-being dimanifestasikan oleh
perasaan hidup, penuh tujuan dan terpenuhi (Ellison, 1983). Pilch (1998)
menambahkan bahwa spiritual yang sehat adalah sebuah jalan kehidupan,
sebuah gaya hidup yang ditunjukan, hidup sebagai tujuan dan menyenangkan
serta menemukan penyokong hidup dari luar, mempunyai banyak pilihan untuk
dipilih secara bebas pada kesempatan yang baik, dan menanamkan kedalam
hati nilai spiritual atau keyakinan agama yang spesifik. Karakteristik yang
mengindikasikan spiritual well-being (Kozier et al, 2004) antara lain: perasaan
damai dalam hati, mengasihi sesama, menghormati hidup, bersyukur, apresiasi
antara kesatuan dan keanekaragaman, humor, kebijaksanaan, kemurahan hati,
kemampuan untuk lebih penting dari diri, kemampuan untuk mencintai tanpa
syarat.
d. Distres spiritual
Distress spiritual merujuk pada perubahan dari spiritual well-being atau
sistem kepercayaan yang menyediakan kekuatan, harapan, dan hidup yang
berarti. Faktor yang berhubungan dengan spiritual distress meliputi masalah
psikologis, faktor terkait treatmen, faktor situasional (Kozier et all, 2004).
Masalah psikologis antara lain: penyakit terminal, nyeri, kehilangan fungsi
bagian tubuh, keguguran atau lahir mati. Faktor yang terkait treatmen
mencakup rekomendasi transfusi darah, aborsi, pembedahan, pembatasan
23
diet, amputasi, isolasi. Faktor situasional mencakup kematian atau sakit orang
yang penting, ketidakmampuan mempraktekan praktek spiritual atau perasaan
malu mempraktekannya (Capernito, 2002 dalam Kozier, 2004).
e. Bimbingan spiritual
Bimbingan spiritual merupakan salah satu upaya untuk memenuhi
kebutuhan spiritual yaitu terhubung dengan kekuatan Tuhan (Kozier 2004).
Adapun fokus bimbingan kepada pasien selama dalam perawatan adalah
tuntunan pelaksanaan sholat, thoharoh bagi orang sakit, dzikir dan doa sehari
hari, tuntunan bagi keluarga dalam menghadapi cobaan, hakikat sakit dan
bagaimana cara beriktiar menurut Islam, konseling keagamaan, ta’aruf dengan
pasien dan keluarga, mencegah berputus asa dan menjaga kemurnian tauhid,
bimbingan sakaratul maut (Bimroh RS Islam Jakarta, 2010).
B. Kerangka Teori
Nyeri Mempengaruhi
Ketidaknyamanan Cemas Baik Ventilasi SSP.
Fisik Depresi Buruk buruk Efek samping
Tingkat penggunaan
cahaya obat.
Suhu
Suara
24
Gangguan Tidur
REM
Tidur
Skema 2. Kerangka Teori Pengaruh Terapi Spiritual Tauziah Terhadap Kualitas Tidur Pasien
di Unit Perawatan Kritis (ICU) RSUD Sleman.
Sumber: Hidayat (2006), Djohan (2006), Potter & Perry (2006;2009), yang telah
dimodifikasii
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan
variabel yang lain dari masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2012).
25
Variabel Bebas Variabel Terikat
Variabel Pengganggu
Penyakit
Obat
Lingkungan
Stress
Motivasi
Keterangan: : diteliti
: tidak diteliti
D. Hipotesis
“Ada pengaruh Terapi Spiritual Tauziah terhadap kualitas tidur pasien di Unit
perawatan Kritis (ICU) di RSUD Sleman”.
26
Pasien ICU RSUD Sleman
BAB
III
Therapy Spiritual tauziah
METODE PENELITIAN
27
B. Tahapan Penelitian
Tahap Persiapan
Pengurusan ijin etik, ijin penelitian ke dinas perijinan dan rumah sakit,
rekrutmen responden, pelatihan enumerator dan pengukuran awal (pre
test)
C. Luaran Penelitian
Penyusunan laporan hasil pemenilitian, presentasi hasil dan publikasi hasil
penelitian melalui jurnal.
Pengukuran kualitas tidur Pengukuran kualitas tidur
28
untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) karena merupakan ide baru dan
orisinil.
D. Indikator Capaian Tahapan
No Tahapan Penelitian Indikator Capaian
E. Rancangan Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah Quasi eksperiment with pre test-post test design with
control group. Pada rancangan ini kelompok eksperimen dilakukan seleksi awal
berupa pre test yaitu pengukuran kualitas tidur pasien (observasi 1) sebelum
dilakukan intervensi yaitu pemberian terapi spiritual tauziah (X1, X2, X3) kemudian
dilakukan post – test yang serupa (observasi 2). Kelompok kontrol dilakukan seleksi
29
awal berupa pre test yaitu pengukuran kualitas tidur pasien (observasi 1) tanpa
diberi terapi spiritual tauziah, tetapi diberikan leaflet manfaat tidur, setelah tiga hari
dilakukan post test dengan pemeriksaan serupa (observasi 2), kelompok berbeda
setelah dilakukan randomisasi sederhana.
F. Desain Penelitian
E 01 X1, X2, X3 02
C 01 ----------------- 02
Keterangan :
E = Kelompok Eksperimen
C = Kelompok Kontrol
X = Intervensi
O = Observasi
G. Model yang Digunakan
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan subyek
manusia yang telah dilakukan skreening melalui data sekunder catatan medis pasien
di ruangan. Subyek penelitian adalah pasien yang dirawat di unit perawatan kritis
(ICU) RSUD Sleman. Model intervensi berupa terapi spiritual tauziah.
H. Perubahan yang Diukur/diamati
Perubahan yang diukur dalam penelitian adalah peningkatan kualitas tidur pasien.
I. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Sleman selama tiga(3) bulan yaitu mulai bulan
Juni sampai dengan Agustus 2016.
Kriteria sample :
1. Beragama Islam
2. Tidak ada gangguan pendengaran
3. Kesadaran Compos Mentis
Penentuan besar sample menggunakan rumus Uji proporsi dua sample
30
n
z 1 2
2 1 z1 1 1 1 2 1 2
2
1 2 2
n1 n2
1,96 2 * 0,671 0,67 0,842 0,51 0,5 0,841 0,84 2
20
0,5 0,84 2
K. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini meliputi variabel terikat dan variabel bebas.Variabel bebas
yaitu terapi spiritual tauziah. Variabel terikatnya adalah kualitas tidur.
L. Definisi Operasional
1. Terapi spiritual tauziah
Bimbingan spiritual dengan tauziyah adalah bimbingan dengan memberikan
nasehat- nasehat tentang kesabaran dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
dalam menghadapi ujian sakit dengan media Mpeg Audio Layer 3 (.mp3) dengan
frekuensi rata – rata 11 Hz menggunakan headphones dengan kekuatan bunyi 60
dB dalam waktu 3 hari berturut-turut (siang dan malam) selama 15 menit per
terapi
2. Kualitas Tidur
Persepsi tidur seseorang yang dinilai berdasarkan bagaimana kondisi diri sebelum
tidur hingga bangun tidur. Skala data ordinal. Kuesioner RCSQ, dengan hasil ukur :
Baik : 51-75
Buruk : 26-50
M. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
31
1. Sound level meter, mp3, headphones
Tabel 1. Karakteristik Auditori
Sensitivity 108 dB
Impendance 32Ω
Pembagian tingkat kualitas tidur dalam kuesioner RCSQ adalah sebagai berikut:
Baik : 51-75
Buruk : 26-50
32
N. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
33
perawatan kritis setelah penelitian ini berakhir. Selain itu keterlibatan perawat
sebagai enumerator dalam penelitian ini memberikan kemudahan pada tahap
pelaksanaan penelitian, karena perawat sudah memiliki kedekatan dan
dipercaya oleh pasien yang menjadi calon responden.
Enumerator dalam penelitian ini adalah perawat di unit perawatan kritis RSUD
Sleman. Penyamaan persepsi ini dilakukan untuk memperoleh kesamaan
antara peneliti dengan enumerator dalam pemahaman mengenai tujuan,
manfaat, dan prosedur penelitian yang dilakukan, sehingga enumerator dapat
menggunakan instrumen penelitian dengan baik dan benar.
34
Sampel pada kelompok kontrol diambil dengan jumlah yang sama dengan
kelompok perlakuan yaitu 20 orang dengan cara simple random sampling.
e. Meminta persetujuan calon responden pada kelompok perlakuan untuk
bersedia dilakukan terapi spiritual tauziah. Sebelum memberikan informed
consent, calon responden dijelaskan mengenai tujuan, manfaat dan cara
terapi spiritual tauziah.
f. Memberikan terapi spiritual tauziah sebanyak tiga kali pada responden di
kelompok perlakuan.
g. Melakukan penilaian akhir skala kualitas tidur (post test).
Penilaian akhir (post test) skala kualitas tidur pada kelompok perlakuan
dilakukan setelah tiga kali dilakukan. Sementara penilaian akhir skala
kualitas tidur pada kelompok kontrol dilakukan setelah tiga hari dirawat.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau instrumen yang
sudah disiapkan.
8. Tahap akhir
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Unit PPM Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta.
O. Analisis Data.
1. Analisis univariat
35
Peneliti melakukan analisis univariat yaitu dengan analisis diskriptif variabel.
Analisis diskriptif dilakukan dengan tujuan menggambarkan setiap variabel
yang diteliti secara terpisah dengan cara membuat tabel frekuensi masing-
masing variabel.
2. Analisis bivariat
Analisis perbandingan (uji komparasi) untuk menguji hipotesis penelitian.
Analisis statistik ini menggunakan uji wilcoxon dengan ketentuan bahwa jenis
data adalah kategorikal (ordinal), dan jenis data berpasangan yaitu sebelum
dan sesudah perlakuan pada sekelompok yang sama. Taraf Signifikasi :α =
0,05 ; Convidence level = 95%
P. Etika Penelitian
Penelitian keperawatan ini berhubungan langsung dengan pasien sebagai responden
penelitian. Sehingga peneliti harus menerapkan prinsip-prinsip etik dalam melakukan
penelitian, beberapa prinsip etik tersebut antara lain :
36
BAB IV
A. HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
37
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin dan
umur.. Jenis kelamin responden dapat dilihat pada Tabel 1.
38
Tabel 4. Distribusi frekuensi kualitas tidur responden kelompok
intervensi sebelum dan sesudah dilakukan therapy tauziah
No Kategori Sebelum Sesudah
Kualitas Tidur F % F %
3. Buruk 3 15% 0 0%
39
2. Baik 13 65% 11 55%
B. PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin laki-laki (55%) pada kelompok intervensi sedangkan pada
kelompok kontrol sebagian besar berjenis kelamin perempuan (70%). Pada
kelompok kontrol jenis kelamin perempuan sebanyak 14 responden (70%)
lebih banyak jika dibanding kelompok intervensi yaitu sebanyak 9
responden (45%). Jika dikaitkan dengan kualitas tidur pada pengukuran
post, dimana terdapat 30% responden dengan kualitas tidur buruk dan 5%
responden dengan kualitas tidur sangat buruk. Hal ini sejalan dengan
40
penelitian sebelumnya bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap kualitas
tidur. Menurut Widya (2010), bahwa perbedaan jenis kelamin akan
mempengaruhi kualitas tidur. Perempuan menggunakan perasaan untuk
mengekspresikan sesuatu sehingga perempuan lebih sering merasa takut,
cemas, gelisah dan tertekan yang mengakibatkan stres. Cemas dan depresi
dapat mengganggu tidur. Cemas akan meningkatkan sekresi
norephinephrine yang akan menstimulasi sistem saraf sehingga
mengakibatkan tidur NREM tahap IV dan tidur REM menjadi lebih sedikit,
dan lebih sering terbangun (Kozier, 2004).
Khasanah & Hidayati (2012), dalam penelitiannya juga diperoleh
bahwa jumlah perempuan yang memiliki kualitas tidur buruk lebih banyak
dari laki-laki. Menurut Kimura (2005), perempuan lebih banyak mengalami
gangguan tidur karena dipengaruhi oleh hormon seks siklik (menstruasi)
sehingga mengganggu sistem irama tidur-terjaga.
b. Umur
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umur responden tertua
pada kelompok intervensi berusia 87 tahun dengan umur rata-rata 54 tahun.
Usia ini menurut Depkes (2009), tergolong usia lanjut usia (lansia) awal.
Usia memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur seseorang. Setiap orang
memiliki kebutuhan tidur yang berbeda tetapi kebanyakan orang dewasa
dari segala usia membutuhkan sekitar delapan jam tidur malam untuk
merasa istirahat, dan penuaan menyebabkan perubahan yang dapat
mempengaruhi pola tidur.
Pada usia lanjut, proporsi waktu yang dihabiskan dalam tidur stadium
tiga dan stadium empat menurun, sementara yang dihabiskan di tidur ringan
stadium satu meningkat dan tidur menjadi kurang efisien. Selain itu, proses
patologis terkait usia dapat menyebabkan perubahan pola tidur. Kualitas
tidur yang buruk menyerang 50% orang yang berusia 65 tahun atau lebih
(Stanley & Beare, 2006). Hal ini didukung penelitian Khasanah dan
Hidayati (2012) yang meyatakan bahwa usia 70-74 tahun cenderung
41
memiliki kualitas tidur yang buruk berkaitan dengan penurunan fungsi-
fungsi fisiologis.
Pengaruh yang dapat terjadi akibat buruknya kualitas tidur antara lain
dapat menimbulkan penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat
keputusan, berpartisipasi dalam melakukan aktifitas harian, menyebabkan
terjadinya peningkatan kepekaan (irritabilitas), delusi, halusinasi, berbicara
tidak jelas dan pandangan kabur (Potter & Perry, 2006; Mistraletti, 2008).
Dampak gangguan tidur di Intensive Care Unit (ICU) kemungkinan
mengarah pada diagnosa delirium meskipun hubungan antar keduanya
masih menjadi perdebatan, memperpanjang length of stay di ICU dan
meningkatkan angka kematian (Boyko, Ording & Jennum, 2012).
42
keberadaan Tuhan atau sumber energi yang tak terbatas. Demikian juga
dengan therapy tauziah.
43
BAB V
A. Kesimpulan
44
1. Kualitas tidur responden kelompok intervensi sebagian besar dalam
kategori baik sebelum pemberian therapy tauziah dan berada pada kategori
B. Saran
Perawatan Kritis (ICU) diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu acuan
dirawat.
tauziah sebagai salah satu terapi non farmakologik untuk mengatasi masalah
bisa menggunakan therapy tauziah sebagai salah satu cara untuk mengatasi
45
DAFTAR PUSTAKA
46
Abdurrochman, A., Perdana, S. & Andhika, S. (2008). Muratal Al Qur’an:
Alternatif Terapi Suara Baru. Universitas Lampung: diseminarkan dalam
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. Diunduh pada tanggal 26
Oktober 2014 jam 15.00 WIB.
American Music Therapy Association. (2008). Definition and Quotes about Music
Therapy. Diunduh pada tanggal 26 Oktober 2014 jam 15.00 WIB dari
<http://www.musictherapy.org/quotes.html>.
Asti. (2009). Pengaruh Alquran Terhadap Fisiologi dan Psikologi. Diunduh pada
tanggal 15 Oktober 2014 jam: 16.00 WIB dari
<http:www.//cybermg.com>
BaHammam, A. (2006). Sleep in acute care unit. Sleep Breath. 10: 6-15. Diunduh
pada tanggal 26 Oktober 2014 dari
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16435158>
Bare, S. S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Bihari, S., McEvoy, R. D., Matheson, E., Kim, S., Woodman, R. J., & Bersten, A.
D. (2012). Factors affecting sleep quality of patients in intensive care
unit. Journal of Clinical Sleep Medicine: JCSM: official publication of
the American Academy of Sleep Medicine, 8(3), 301.
Boyko, Y., Ording, H., Jennum, P. (2012). Sleep disturbances in critically ill
patients in ICU: how much do we know?. Acta Anaesthesiologica
Scandinavica Foundation. 56: 950-958. Diunduh pada tanggal 26
Oktober 2014 jam 17.00 WIB dari
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22404330>
Cicek, H. S., Armutcu, B., Dizer, B., Yava, A., Tosun, N., Celik, T. (2014). Sleep
Quality of Patients Hospitalized in the Coronary Intensive Care Unit and
the Affecting Factors. International Journal of Caring Sciences. January-
April, Vol 7. Diunduh pada tanggal 20 April 2015 jam 20.15 WIB dari
<www.internationaljournalofcaringsciences.org>
47
Departemen Agama RI. (2005). Alquran dan Terjemahan. Jakarta; PT. Syamsil
Cipta Medika
Heru. (2008). Ruqyah Syar’i Berlandaskan Kearifan Lokal. Diunduh pada tanggal
15 Oktober 2014 jam: 16.00 WIB, dari
<http://trainermuslim.com/feed/rss>
Javasugar. (2009). Terapi Musik 1. Diakses pada tanggal 15 Juli 2015 jam 14.00
WIB dari <http://www.dechacare.com/terapi-musik>
48
______________. (2011). Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Nomor: HK.02.04/I/1966/11 Tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Di Rumah Sakit. Jakarta.
Kozier, Erb, Berman & Snyder. (2004). Fundamental of Nursing. United states of
America: Pearson Education Inc.
Mistraletti, G., Carloni, E., Gigada, M., Zambrelli, E., Taverna, M. (2008). Sleep
and Delirium in the Intensive Care Unit. Minerva Anastesiologica,
74:329-33.
Morton, P. G., Fontaine, D. K., Hudak, C. M., Gallo, B. M. Alih bahasa oleh
Subekti, N. K., Nurwahyu, Mardela, E. A., Karyuni, P. E. (2012).
Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Vol. 1. Jakarta: EGC.
Morton, P. G., Fontaine, D. K., Hudak, C. M., Gallo, B. M. (2013). Critical Care
Nursing 10th Edition A Holistic Approach. Wolters Kluwer Health.
49
Oktaviani, A. (2012). Effect of Music Therapy on the Quality of Life Group
Elderly in Tresna Elderly Social Institution Unit Budhi Luhur Yogyakarta
Kasongan Bantul. [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Remolda. (2009). Pengaruh Alquran pada Manusia dalam Perspektif Fisiologi dan
Psikologi. Diunduh pada tanggal 26 Oktober 2014 jam 20.00 WIB, dari
<http://www.theedc.com >
50
Schou K. 2008. Music Therapy For Post Operative Cardiac Patients, A
Randomized Controlled Trial Evaluating Guided Relaxation With Music
And Music Listening On Anxiety, Pain, And Mood. Dissertation thesis.
Department of communication:aalborg University. Diunduh pada 29 Mei
2015 jam 02.00 WIB, dari: <http://www.mt-
phd.aau.dk/digitalAssets/6/6848_karin_schou_thesis.pdf>
Silveira, D., Bock, L. F., Silva, E. F. (2012). Quality of Sleep In Intensive Care
Units; Literature Review. Journal of Nursing, 6(4):898-905.
Urden, L. D., Stacy, K. M. (2010). Priorities in: Critical care nursing. Edisi ke-5.
St. Louis: Mosby.
51
musik-murottal-alquran-dengan-musik-klasik-mozzart-sebagai-acuan-
untuk-meningkatan-kemampuan-spasial-temporal-seseorang/.>
Weinhouse, Gerald L., Schwab, Richard J., Watson, PL., Patil,N., Vaccaro, B.,
Pandharipande, P. (2009). Bench-to-bedside review: Delirium in ICU
patients-importance of Sleep deprivation. Critical Care, 13:234
Wenham, T., & Pittard, A. (2009). Intensive Care Unit Environment. Continuing
Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain, 9(6), 178-183
52