(Extraction and Characterization of Pectin From Candlenut Rind (Alleurites Mollucana Willd)

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

66

Media SainS, Volume 5 Nomor 1, April 2013 ISSN 2085-3548




EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI KULIT KEMIRI
(Alleurites mollucana Willd)

(Extraction and characterization of pectin from candlenut rind
(Alleurites mollucana Willd)


Antoni Pardede
1)
, Devi Ratnawati
2)
, Agus Martono HP
2)

1)
Jurusan Pendidikan Kimia, FKIP Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin
2)
Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Bengkulu
[email protected]


ABSTRACT

The processing of candlenut fruit produces waste of candlenuts rind. This candlenuts rind
contain pectins compound that could be used to make a jelly. This research was to know
temperature and duration of heating effect on pectins weight and its properties that was extracted
from candlenuts rind. The aim of this research was to determine the optimum temperature and
duration of pectin extract of candlenuts rind. A batch extraction with hydrochloride acid was used.
Extraction process were done in various temperatures conditions 60
0
C (S
1
), 80
0
C (S
2
), and 100
0
C
(S
3
), and various duration of heating 75 minutes (L
1
), 90 minutes (L
2
), and 100 minutes (L
3
). The
highest yield 5,620 % was collected from extraction condition at temperature of 100
0
C and 90
minute extraction. Pectin characterization included content of methoxil 8,7%, water 10,5%, and ash
0,33%. The spectrum UV-Vis of pectin from candlenuts rind seemed identic with that of standard
pectin.

Key word: candlenuts rind, temperature, duration of heating, pectin.


PENDAHULUAN
Tanaman kemiri (Alleurites mollucana
Willd) adalah tanaman industri, kebutuhan
pasar akan kemiri semakin meningkat baik di
dalam maupun di luar negeri. Kemiri termasuk
tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan seperti campuran rempah-
rempah, bahan kosmetika, obat-obatan, bumbu
masak, bahan campuran pernis, sabun, tinta
cetak, dan pewarna batik. Batangnya dapat
digunakan untuk membuat batang korek api,
serta kayunya digunakan untuk pulp dan kertas
(Hamid, 1992).
Dengan meningkatnya jumlah produksi
kemiri tentunya juga akan meningkatkan
produksi hasil samping berupa kulit. Saat ini
kulit kemiri belum dimanfaatkan secara
optimal dan hanya dibuang sebagai limbah.
Limbah kulit kemiri ini akan lebih bermanfaat
jika diolah untuk menghasilkan bahan yang
berguna.
Suprihana (2007), dari hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ekstraksi
pektin yang terbaik pada suhu ekstraksi 80
o
C
dan lama waktu ekstraksi 75 menit,
karakteristik dari pektin yang dihasilkan
mempunyai kadar 21,30 %, kadar air 13,00 %,
kadar metoksil 8,837 %, dan kadar abu 3,44
%.
Amanatie (2002), telah menganalisis
komponen senyawa kimia yang terdapat dalam
kulit buah manggis, dimana ekstraksinya
menggunakan air mendidih yang diasamkan
dengan HCl. Hasil ekstraksi dianalisis secara
kualitatif, sehingga diperoleh komponen
senyawa kimia yang disebut pektin. Kadar
67
Media SainS, Volume 5 Nomor 1, April 2013 ISSN 2085-3548


pektin tertinggi diperoleh pada pH 3 dan lama
ekstraksi 60 menit yaitu sebesar 3,4075 %.
Hermanto (2009), telah melakukan
penelitian tentang pengaruh pH, lama
pemanasan, dan suhu terhadap kadar pektin
yang diekstraksi dari kulit buah kakao. Hasil
penelitan menunjukkan bahwa ekstraksi pektin
yang terbaik diperoleh pada pH 3, lama
pemanasan 80 menit, dan suhu 80
0
C
Astawan dan Astawan (1991),
menyatakan bahwa sumber pektin dalam
jumlah yang cukup banyak terdapat di kulit
buah-buahan seperti nenas, markisa, apel, dan
jeruk. Fengel dan Wegener (1995),
menyatakan bahwa pektin banyak terdapat
pada bagian kulit buah terutama kulit buah
yang memiliki banyak getah dan albedo (spons
putih), sehingga diperkirakan bahwa pada kulit
kemiri mengandung pektin. Hermanto (2009),
telah melakukan penelitian tentang pengaruh
pH, lama pemanasan, dan suhu terhadap kadar
pektin yang diekstraksi dari kulit buah kakao.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi
pektin yang terbaik diperoleh pada pH 3, lama
pemanasan 80 menit, dan suhu 80
0
C.
Berdasarkan kandungan pektin yang
dimilikinya maka dapat diasumsikan bahwa
pektin dapat diekstraksi dari kulit kemiri.
Penelitian tentang ekstraksi pektin dari kulit
kemiri ini belum pernah dilakukan, oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian tentang
ekstraksi pektin dari kulit kemiri.

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada
penelitian ini meliputi: indikator pH universal,
oven, muffle furnace, hot plate, blender,
desikator, kertas saring, neraca analitik,
spektrofotometer UV-Vis, buret, dan peralatan
gelas.
Bahan yang digunakan pada penelitian
ini meliputi: kulit kemiri, HCl 1 N, HCl 0,25
N, NaOH 0,1 N, NaOH 0,25 N, indikator
fenolftalein, alkohol 96 %, akuades, dan
pektin standar.


Ekstraksi pektin
Sebanyak 200 gr sampel diekstraksi
dengan akuades 1 liter yang diasamkan dengan
HCl 1 N sampai dengan pH 3, kemudian
dipanaskan pada suhu 60
o
C (S
1
) selama 75
menit (L
1
), selanjutnya dilakukan penyaringan,
dan filtratnya diambil. Filtrat dituangkan ke
dalam beker gelas dan diuapkan dengan
penangas air sampai volume menjadi setengah
volume semula, filtrat didinginkan lalu
ditambahkan alkohol 96% dengan
perbandingan 1 : 1 dan diendapkan selama
satu malam, endapan dipisahkan dengan
penyaringan mengunakan kertas saring.

Pemurnian pektin
Endapan yang dihasilkan dilarutkan
dalam akuades panas kemudian diendapkan
kembali dengan penambahan alkohol 96 %,
disentrifuse untuk mendapatkan gel pektin
basah. Gel pektin basah yang didapatkan
dikeringkan dengan oven pada suhu 100
o
C
selama 4 jam. Berat endapan yang didapat
ditentukan dengan penimbangan. % kadar
pektin= % 100
baku bahan berat
ekstraksi hasil pektin berat

Proses yang sama diulangi dengan waktu yang
berbeda yaitu 90 menit, dan 100 menit, serta
pada suhu 80
o
C dan 100
o
C.

Karakterisasi Pektin
a.Kadar abu
Ditimbang 1 gram pektin dalam cawan
porselen, lalu diabukan dalam muffle furnace
pada suhu 600
o
C selama 3 4 jam. Abu
didinginkan dalam desikator dan ditentukan
beratnya. Untuk menentukan kadar abu
digunakan rumus :
% Kadar abu = % 100
sampel gram
abu gram

b.Kadar air
Ditimbang 1 gram pektin dalam cawan
porselen, dimasukan dalam oven pada suhu
100
o
C sampai 105
o
C selama 3 sampai 5 jam.
Kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven
selama 30 menit, didinginkan dalam desikator
lalu ditentukan lagi beratnya, proses ini
68
Media SainS, Volume 5 Nomor 1, April 2013 ISSN 2085-3548


dilakukan sampai berat konstan. Untuk
menentukan kadar air digunakan rumus
sebagai berikut :
% Kadar air =
% 100
awal sampel gram
akhir sampel gram awal sampel gram



c.Kandungan metoksil
Ditimbang 0,05 gram pektin,
dilarutkan dengan akuades kemudian
dinetralkan dengan NaOH 0,1 N sampai pH 7
setelah itu ditambahkan kembali NaOH 0,25 N
sebanyak 25 mL dikocok dan didiamkan
selama 30 menit. Selanjutnya ke dalam larutan
ditambah HCl 0,25 N sebanyak 25 mL, dan
ditambahkan indikator fenolftalein,
selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,1 N.
Untuk menentukan kandungan metoksil
digunakan rumus sebagai berikut : %
Kandungan metoksil =
% 100
Sampel mg
3 x NaOH N x NaOH mL



Analisis Kualitatif
Analisis pektin secara kualitatif
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Spektrum UV-Vis pektin dari kulit kemiri
dibandingkan dengan spektrum UV-Vis
pektin standar.
Data yang diperoleh dalam penelitian
ini yaitu hubungan antara lama pemanasan dan
suhu ekstraksi terhadap kadar pektin. Data
yang diperoleh diolah menggunakan metode
non statistik dengan cara memasukkan ke
dalam tabel kemudian dibuat grafiknya dan
diinterpretasikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi pektin dari kulit kemiri
Ekstraksi pektin dari kulit kemiri
pada penelitian ini dilakukan dengan akuades
yang diasamkan dengan asam klorida (HCl),
Asam klorida (HCl) ini digunakan untuk
menghidrolisis protopektin menjadi pektin
(Walter, 1991). Asam klorida (HCl) 1 N
ditambahkan pada 200 gr sampel dengan 1 lt
akuades untuk dapat mencapai pH 3. Menurut
Walter (1991), pektin stabil pada kondisi pH 3
karena pada kondisi tersebut kandungan ion
hidrogen semakin banyak akibatnya laju
hidrolisis protopektin semakin cepat. Ekstrak
air panasnya mengandung pektin yang dapat
dipisahkan dari larutan ekstrak tersebut
dengan penambahan alkohol dengan
konsentrasi alkohol 96%. Menurut Fessenden
dan Fessenden (1992), Alkohol 96% yang
ditambahkan dalam larutan pektin akan
bersifat sebagai penghidrasi yang
mengakibatkan keseimbangan pektin dengan
air akan terganggu dan pektin mengendap.

Kadar Pektin
Kadar pektin yang dihasilkan dari
masing-masing faktor perlakuan menunjukkan
hasil yang berbeda-beda yaitu antara 1,260 %
sampai 5,620 %. Kadar tertinggi dihasilkan
pada perlakuan suhu 100
0
C dengan lama
pemanasan 90 menit, sedangkan kadar
terendah dihasilkan pada perlakuan suhu 60
0
C
dengan lama pemanasan 75 menit.

Analisis Kualitatif
Hasil analisis kualitatif dengan alat
spektrofotometer UV-Vis menunjukkan
spektrum serapan ultraviolet pektin standar
mempunyai satu puncak dengan panjang
gelombang maksimum pada 195,0 nm.
Sama halnya dengan serapan pektin
standar, pektin kulit kemiri hanya terdiri dari
satu puncak, hal ini menunjukkan bahwa
pektin dari kulit kemiri ini tidak dikotori oleh
senyawa lain. Panjang gelombang maksimum
yang dicapai oleh pektin kulit kemiri adalah
197,0 nm. Menurut Silverstein (1986),
panjang rantai dapat menyebabkan spektrum
bergesar ke panjang gelombang yang lebih
panjang. Perbedaan ini disebabkan jenis rantai
samping yang berbeda yang mempunyai gugus
dengan pasangan elektron sunyi seperti OH
dan OR. Menurut Wilcox (1995) absorbansi
tergantung pada struktur elektron senyawa,
pada konsentrasi sampel dan panjang sel
sampel. Karena struktur elektronik senyawa
yang dianalisa adalah sama yaitu pektin,
panjang sel sama, maka perbedaan absorbansi
69
Media SainS, Volume 5 Nomor 1, April 2013 ISSN 2085-3548


yang terjadi antara pektin kulit kemiri dengan
pektin standar disebabkan perbedaan
konsentrasi sampel dalam sel yang
ditempatkan dalam jalan sinar.
Rendemen yang dihasilkan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu
ekstraksi, pada suhu 60
0
C hingga

100
0
C belum
mendapatkan rendemen pektin optimum,
karena pada suhu tersebut rendemen yang
dihasilkan terus meningkat. Naiknya suhu
ekstraksi berbanding lurus dengan besarnya
kadar pektin yang diperoleh. Hal ini terjadi
oleh karena semakin tingginya suhu ekstraksi
yang dijalankan akan menyebabkan gerakan
molekul yang semakin cepat. Dengan
demikian kontak dengan pelarut semakin
sering dan diperoleh produk yang lebih
banyak. Kenaikan suhu akan mempengaruhi
mobilitas zat pelarut menjadi lebih besar
sehingga proses pelarutan akan berlangsung
menjadi lebih cepat.
Menurut Ranggana (1977) rendemen
pektin yang didapat akan maksimum pada
suhu tertentu dan mengalami kejenuhan atau
rendemen pektin yang didapat akan tetap.
Pada rentang suhu 60
0
C hingga 100
0
C
rendemen pektin yang tertinggi dihasilkan
pada suhu 100
0
C, hal ini disebabkan suhu
yang semakin tinggi akan menyebabkan ion
hidrogen yang dihasilkan akan mensubstitusi
kalsium dan magnesium dari protopektin
semakin banyak, sehingga protopektin yang
terhidrolisis menghasilkan pektin juga
semakin banyak, jadi dengan suhu ekstraksi
yang tinggi, rendemen pektin akan terus
meningkat sampai dicapai keadaan maksimum
dimana protopektin telah habis terhidrolisis.
Menurut Syukri (1999) semakin
tingginya suhu, semakin banyak molekul yang
mencapai energi pengaktifan, reaksi
berlangsung dua kali lipat jika suhu dinaikkan
20
0
C. Hal ini menunjukkan bahwa molekul
pereaksi yang mencapai energi pengaktifan
menjadi dua kali lebih besar pada kenaikan
suhu 20
0
C.
pada lama pemanasan 90 menit pada suhu
100
0
C merupakan titik maksimum dan terjadi
kejenuhan, karena pada lama pemanasan
tersebut ion hidrogen berhasil mensubtitusi
kalsium dan magnesium dari protopektin
semakin banyak sehingga protopektin yang
terhidrolisis menghasilkan pektin semakin
banyak juga, sedangkan lama pemanasan pada
suhu 60
0
C dan 80
0
C belum mengalami
kejenuhan sehingga pada perlakuan lama
pemanasan 75 menit, 90 menit, dan 100 menit
belum mendapatkan titik optimum. Menurut
Ranggana (1977), kadar pektin yang didapat
akan maksimum setelah pemanasan pada lama
waktu tertentu dan setelah itu mengalami
kejenuhan atau kadar pektin yang didapat akan
tetap.

Karakterisasi Pektin
Kadar abu menyatakan banyaknya abu
setelah pembakaran sampel pada suhu 600
0
C
selama 3-4 jam. Kadar abu pektin dari kulit
kemiri sebesar 0,33 %. Pektin dengan mutu
terbaik mengandung kadar abu 0 %. Sehingga
pektin dari kulit kemiri belum memiliki kadar
abu yang terbaik, hal ini dikarenakan
kandungan abu pektin dari kulit kemiri terdiri
dari komponen anorganik kalsium dan
magnesium, yang disebabkan pektin kulit
kemiri didapat dari hidrolisis protopektin yang
berada sebagai garam kalsium dan magnesium
(Meyer, 1982).
Kadar air merupakan salah satu
parameter penting yang menentukan daya
tahan produk pangan dan terkait dengan
aktifitas mikroorganisme selama
penyimpanan. Produk yang mempunyai kadar
air yang tinggi lebih mudah rusak karena
produk tersebut dapat menjadi media yang
kondusif bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Produk dengan kadar air rendah relatif lebih
stabil dalam penyimpanan jangka panjang
daripada produk yang berkadar air tinggi.
Kadar air pektin dari kulit kemiri yang
didapatkan adalah sebesar 10,5 %, kadar air
pektin dari kulit kemiri masih melebihi kadar
air pektin komersial yang hanya mengandung
kadar air 8 % (Hui, 1992). Sehingga pektin
dari kulit kemiri ini belum memiliki kadar air
yang baik seperti pektin komersial. Molekul
air tunggal atau kelompok air dapat terikat
70
Media SainS, Volume 5 Nomor 1, April 2013 ISSN 2085-3548


pada permukaan pektin melalui ikatan
hidrogen antar gugus OH molekul pektin
dengan atom H dari molekul air. Karena itu
penyerapan air oleh pektin selama proses
ekstraksi tergantung pada jumlah gugus OH
bebas dari molekul pektin. Proses adsorpsi air
selama ekstraksi adalah proses penghilangan
air atau pengeringan. Proses pengeringan air
dari pektin dapat dibagi menjadi beberapa
tahap. Tahap pertama adalah pemecahan
ikatan hidrogen antara molekul air, yang
merupakan ikatan dengan energi paling
rendah. Sebagian air lepas dan permukaan
pektin mendekat satu sama lain. Kemudian
ikatan hidrogen antara air dan pektin terbelah
dan terbentuk ikatan hidrogen antara
permukaan-permukaan pektin.
Kandungan metoksil pektin dari kulit
kemiri sebesar 8,7 %. Pektin dengan
kandungan metoksil lebih kecil dari 7 %
termasuk jenis pektin low ester metil (Ranken,
1988). Dari nilai kadar kandungan gugus
metoksil pektin dari kulit kemiri termasuk
jenis high ester metil karena kandungan ester
metil lebih besar dari 7 %. Pektin jenis ini
dapat membentuk gel dengan penambahan
gula dan asam.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Variasi suhu berpengaruh terhadap kadar
pektin yang dihasilkan, yaitu semakin
tinggi suhu maka kadar pektin yang
dihasilkan semakin banyak, pada rentang
suhu 60
0
C, 80
0
C, dan 100
0
C, kadar pektin
tertinggi dihasilkan pada suhu 100
0
C yaitu
sebesar 5,620 %.
2. Variasi lama pemanasan berpengaruh
terhadap kadar pektin yang dihasilkan,
pada rentang lama pemanasan 75 menit, 90
menit, dan 100 menit, kadar pektin
tertinggi dihasilkan pada lama pemanasan
90 menit yaitu sebesar 5,620 %.
3. Kadar air, kadar abu, dan kandungan
metoksil pektin dari kulit kemiri masing-
masing adalah 10,5 %, 0,33 %, dan 8,7 %.


Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan perlakuan suhu dan lama pemanasan
diatas 100
0
C dan 100 menit untuk mengetahui
suhu dan lama pemanasan optimum ekstraksi
pektin dari kulit kemiri. Selain itu masih perlu
dilakukan penentuan sifat fisika dan kimia
yang lebih rinci dari tiap perlakuan ekstraksi
pektin dari kulit kemiri, serta sifat kimia
lainnya misalnya derajat esterifikasi, dan
kandungan galakturonat.

DAFTAR PUSTAKA
Amanatie. 2002. Analisa Komponen Senyawa
Kimia Kulit Buah Manggis Agrosains.
ISSN 1411-1617 Vol 14(2).

Astawan dan Astawan. 1991. Teknologi
Pengolahan Pangan Tepat Guna.
Jakarta : Akademika Pressindo.

Coultate, T. P. 1993. Food Chemistry of Its
Components. USA : Royal Society of
Chemistry Cambridge.

Efendy. 2006. Pengaruh Konsentrasi Kalium
Nitrat dan Lama Perendaman
Terhadap Pematahan Dormasi Benih
Kemiri (Alleurites mollucana Willd).
[Skripsi]. Bengkulu : Universitas
Bengkulu

Fengel dan Wegener. 1991. Kayu dan Kmia
Ultrastruktur Reaksi-Reaksi.
Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.

Fessenden dan Fessenden. 1992. Kimia
Organik II. Jakarta : Erlangga.

Fitter dan Hay. 1990. Plant Physiologi
diterjemahkan oleh S. Andini dan E. D
Purbayanti. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.

Gintings dan Semadi. 1980. Percobaan
Penanaman Kemiri (Alleurites
mollucana Willd) di Areal Bekas
71
Media SainS, Volume 5 Nomor 1, April 2013 ISSN 2085-3548


Perladangan Tanjung Bintan Lampung
Selatan. Bogor : Lembaga Penelitian
Hutan Bogor.

Guritno dan Sitompul. 1990. Analisis
Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.

Hamid, A. 1992. Budidaya Kemiri (Alleurites
mollucana Willd). Bogor : Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Hermanto. 2009. Isolasi dan Karakterisasi
Pektin dari Kulit Kakao (Theobroma
cacao, L). [Skripsi]. Bengkulu:
Universitas Bengkulu.

Hui, Y. H. 1992. Encyclopedy of Foof Science
and Technology. USA : John Willey
and Sons.

Kause dan Manan. 1984. Food, Nutrition, and
Diet Theraphy. Philadelphia : Harcourt
Brase Javanovich Inc.

Kesuma, B. P. 1997. Kemungkinan
Penanaman Kemiri (Alleurites
mollucana Willd) sebagai Tanaman
Kehutanan di Lampung. [Skripsi].
Bengkulu : Universitas Bengkulu.

Lea dan Leegod. 1994. Plant Biochemistry
and Molecular Biology. Singapore:
John Willey and Sons.

Meyer, L. H. 1982. Food Chemistry. USA :
The AVI Publishing Co., Inc.

Paimin, P. R. 1994. Kemiri Budidaya dan
Prospek Bisnis. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Ranggana. 1977. Manual of Analysis Fruit
and Vegetables Product. New Delhi:
Tata McGraw-Hill Co.

Ranken, M. D. 1988. Food Industries Manual.
New Delhi : Blackie and Sons Ltd.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tingkat Tinggi
diterjemahkan Kosasih padmawinata.
Bandung : ITB.

Situmorang, J. F. 2007. Pengaruh pH dan
Lama Pemanasan Terhadap Kadar
dan Sifat-Sifat Pektin yang Diisolasi
dari Kulit Nenas (Ananas comocus (L)
Merr). [Skripsi]. Bengkulu :
Universitas Bengkulu.

Strum dan Scholz. 1996. Modified Citrus
Pectin in the treatment of prostat
cancer apilot study. Econogenic:
Inc.carte madera.

Sudewo, A. 1998. Ekstraksi Pektin dari
Ampas Sari Buah Nenas dengan
Konsentrasi HCl dan Suhu sebagai
Variasi. [Skripsi]. J Agri 5 (1-6)

Suprihana. 2007. Kualitas Pektin yang
Dihasilkan dari Kulit Jeruk Manis
(Citrus cinensis). Bandung : ITB.

Walter, H. 1991. The Chemistry and
technology of Pectin. New York:
Academik Press Inc.

Whistler. 1973. Industrial Gum polysccarides
and their derivates. New York:
Academic press.

Wilkins, D. 1989. Physiology of Plant Growth
and Development diterjemahkan oleh
A. G Kartasapoetra dan M. M Sutedjo.
Jakarta : Bina Aksara.

Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta : Gramedia Pustaka.

You might also like