Jurnal TPLP Pirolisis

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

CATALYTIC PYROLYSIS CANGKANG SAWIT MENJADI BIO-OIL

MENGGUNAKAN KATALIS LEMPUNG DESA CENGAR


Axl Maya Manopo, Syaiful Bahri, Sunarno
Laboratorium Teknik Reaksi Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Riau 28293
Email : [email protected]
HP : 083167067918

ABSTRACT
The demand of fossil fuel is increasing each year. On the other hand, the availability of conventional
petroleum fuels diminishing due to its non-renewable. Therefore, it is necessary to develop a new
alternative fuel that can be renewed, one of the solution is the processing of biomass into bio-oil. Biooil is a result of the pyrolysis of biomass. Availability of abundant palm shell waste is converted into
bio-oil by pyrolysis method using clay catalysts Cengar. The purpose of this study was to determine
the performance of the catalyst to produce bio-oil, characterize the density, viscosity, acid number,
and flash point of bio-oil that produced, as well as analyze the chemical components of bio-oil by GCMS. Pyrolysis of palm shells with clay catalyst from Cengar in the reactor slurry do by feeding 50
grams of palm shell with the size -40 +60 mesh, silinap 500 ml, variation in levels of catalyst 0%,
1%, 2%, 3%, 4%, and 5% w/w of the feedstock, stirring speed is set to 300 rpm, 320oC temperature,
and the process runs for 120 minutes. The results showed that the optimum yield obtained on 2% clay
catalyst, amounting to 72,20%. The test results obtained by the physical properties of density 0,981
g/ml, 98,002 cSt viscosity, acid number of 51.55 gr NaOH/gr sample. The result of chemical analysis
by GC-MS, obtained the dominant chemical components in bio-oil was 10,38% 2,4,4-trimethyl-1pentene, 9,67% Cyclohexane, 10,33% 5,5-dimethyl-2-hexene, and 15,30% Phenol.
Keywords: Bio-oil, pyrolysis, palm shell oil, clay, alternative fuels
1.

PENDAHULUAN
Minyak bumi sudah menjadi sumber
energi yang fenomenal di belahan bumi sejak
ditemukan
ladang-ladang
minyak
dan
kemajuan
teknologi
pengolahannya.
Peranannya besar dalam kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di dunia. Bahkan,
goncangan kecil terhadap harga minyak bumi
dapat mempengaruhi ekonomi dan politik
dunia. Namun, ketersediaan minyak bumi
tidak dapat mencukupi kebutuhan akan
minyak bumi di masa yang akan datang
dikarenakan minyak bumi merupakan energi
tak terbarukan.
Di Indonesia, konsumsi minyak bumi
selalu meningkat tiap tahunnya. Namun dilain
pihak, peran minyak bumi dalam mencukupi
kebutuhan energi nasional diprediksi terus
turun. Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) menargetkan kontribusi
minyak bumi terhadap kebutuhan energi
tinggal 20 persen pada 2025. Angka ini
menurun drastis dibanding saat ini yang
mencapai 50,66 persen. Oleh karena itu, untuk
memenuhi kebutuhan minyak bumi dalam

negeri, minyak bumi diimpor dari luar negeri


hampir 20%-30%. Kebutuhan impor minyak
bumi diperkirakan terus meningkat seiring
dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang
terus meningkat dan pertumbuhan ekonomi di
dalam negeri yang diharapkan semakin
membaik ditahun-tahun mendatang. Hal ini
melatarbelakangi perlunya sumber energi
alternatif sebagai penyeimbang sumber energi
dari bahan bakar fosil.
Sejumlah
pakar
berpendapat,
penggunaan biomassa sebagai sumber energi
terbarukan merupakan jalan keluar manusia
dari ketergantungan manusia pada bahan bakar
fosil. Berdasarkan studi yang dilakukan sebuah
lembaga riset di Jerman (Zentrum for
Rationalle Energianwendung und Umwelt,
ZREU) pada tahun 2000, estimasi potensi
biomassa Indonesia sebesar 146,7 juta ton per
tahun. Sumber utama dari energi biomassa
berasal dari residu padi (potensi energi sebesar
150 GJ/tahun), kayu rambung/kayu karet (120
GJ/tahun), residu gula (78 GJ/tahun), residu
kelapa sawit (67 GJ/tahun), dan residu kayu
lapis dan irisan kayu/veneer, residu

penebangan, residu kayu ulin, residu kelapa


dan sampah pertanian lain (kurang dari 20
GJ/tahun) [Maulidia, 2010]. Apabila potensi
ini dimanfaatkan secara maksimal maka akan
memecahkan permasalahan kelangkaan energi
saat ini.
Salah satu metode konversi biomassa
menjadi bahan bakar yaitu pirolisis. Pirolisis
adalah dekomposisi senyawa organik secara
thermal tanpa kehadiran oksigen. Produk
utama pirolisis adalah bio-oil. Dengan melalui
beberapa proses, bio-oil dapat dijadikan biofuel. Menurut Stcker (2008), cara untuk
meningkatkan kualitas bio-oil salah satunya
dengan metode catalytic pyrolysis. Katalis
berperan penting dalam hal selektifitas
komposisi kimia dalam bio-oil, dimana
diharapkan
penggunaan
katalis
dapat
menurunkan
pembentukan
komponenkomponen teroksigenasi yang tak diinginkan
seperti alkohol, keton, asam, dan grup karbonil
[Stcker, 2008].
Mineral lempung merupakan salah satu
kekayaan Indonesia yang berlimpah dan belum
dimanfaatkan secara optimal. Tanah lempung
secara geologis adalah mineral alam dari
keluarga silikat yang berbentuk kristal dengan
struktur berlapis [Wijaya dkk., 2002]. Sudah
banyak penelitian dilakukan dan menunjukkan
bahwa lempung alam dapat dijadikan sebagai
katalis. Lempung sudah lama menjadi katalis
perengkahan
minyak
bumi
sebelum
ditemukannya zeolit. Komposisi kimia dan
struktur kristal lempung menjadi dasar
penggolongan lempung ke dalam empat
kelompok utama seperti, ilit, smektit,
vermikulit, dan kaolinit [Nagrendappa, 2002].
Penelitian terdahulu oleh Bahri dan Rivai
(2010) menunjukkan bahwa lempung alam
desa Cengar merupakan lempung golongan
kaolinit.
Pentingnya penelitian ini dikarenakan
bio-oil merupakan salah satu sumber energi
alternatif yang dapat diperbaharui dan ramah
lingkungan. Bio-oil dapat digunakan untuk
berbagai keperluan industri resin, kimia, dan
bahan bakar alternatif.
Pada penelitian ini akan dilakukan
pyrolysis cangkang sawit menjadi bio-oil
menggunakan katalis lempung dengan jumlah
katalis berturut-turut 0%, 1%, 2%, 3%, 4%,
dan 5%b/b. Pemilihan lempung sebagai katalis
dikarenakan lempung adalah katalis asam
padat yang dapat berfungsi baik sebagai asam
Bronsted dan Lewis di alam [Triyono dkk.,

1990]. Selain itu, lempung sudah lama


dijadikan katalis perengkahan sebelum
ditemukannya zeolit. Dengan tujuan yang
ingin dicapai yaitu, uji kinerja katalis lempung
(0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% b/b) terhadap
yield bio-oil yang dihasilkan melalui proses
pyrolysis cangkang sawit menjadi bio-oil serta
mengkarakterisasi sifat fisika dan kimia bio-oil
yang dihasilkan.
2.

METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah lempung dari Desa Cengar,
Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten
Kuantan Singingi, H2SO4 1,2 M, BaCl2,
aquades, gas H2, cangkang sawit, dan silinap
280M (thermo oil) 500 ml. Sedangkan alat
yang digunakan berupa lumpang porselin,
pengayak 40, 60, 100 dan 200 mesh, reaktor
alas datar ukuran 1 L, satu set motor
pengaduk, oven, furnace tube, timbangan
analitik, tabung serta regulator gas H2, reaktor
pirolisis,
condenser,
magnetic
stirrer,
thermocouple
thermometer
(Barnant),
piknometer, viskometer Oswald, gelas piala,
pengaduk listrik (Heidolph), bom kalorimeter,
dan Gas kromatografi-Spektroskopi Massa
(GC-MS). Tahapan penelitian terdiri dari
pembuatan katalis lempung teraktivasi dan
pembuatan bio-oil.
1) Pembuatan katalis lempung teraktivasi
terdiri dari 4 tahap yaitu :
a. Perlakuan Awal Lempung
Lempung yang sudah membatu
ditumbuk dan diayak dengan ukuran ayakan 100+200 mesh dengan ketentuan ukuran
partikel yang diambil merupakan partikelpartikel yang lolos pada pengayak 100 mesh
dan tertahan pada pengayak 200 mesh.
b. Aktivasi Lempung dengan Perlakuan
H2SO4
Aktivasi lempung dengan cara refluks
lempung cengar sebanyak 150 gram dalam
larutan H2SO4 1,2 M sebanyak 600 ml selama
6 jam pada suhu 50oC sambil diaduk dengan
motor pengaduk pada reaktor alas datar
volume 1 liter, kemudian sampel tersebut
didiamankan selama 16 jam yang selanjutnya
disaring dan dicuci menggunakan akuades
berulang kali sampai tidak ada ion SO4-2 yang
terdeteksi oleh larutan BaCl2, cake dikeringkan
pada suhu 110oC dalam oven hingga beratnya
konstan.
c. Kalsinasi

Sampel katalis dimasukkan ke dalam


tube sebanyak 10 gram. Sebelumnya ke dalam
tube telah diisi dengan porcelain bed sebagai
heat carrier dan penyeimbang unggun katalis,
di antara porcelain bed dengan unggun katalis
diselipkan glass woll. Tube ditempatkan dalam
tube furnace secara vertikal, dikalsinasi pada
suhu 500oC selama 7 jam sambil dialirkan gas
nitrogen sebesar 400 ml/menit.
2) Pembuatan Bio-oil
a. Tahap Persiapan Biomassa
Pada tahap ini, biomassa berupa
cangkang yang diambil dari PTPN V Sei
Pagar, dicuci kemudian dijemur sampai kering
di bawah terik matahari setelah itu dikeringkan
dalam oven untuk menghilangkan kadar airnya
sampai beratnya konstan. Biomassa tersebut
kemudian dihaluskan dan diayak (screening)
untuk memperoleh ukuran -40+60 mesh.
b. Tahap Penelitian
Biomassa yang telah dihaluskan
sebanyak 50 gram beserta 500 ml thermal oil
(silinap) dan katalis lempung dengan variasi
jumlah 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%b/b
dimasukkan ke dalam reaktor pyrolysis.
Pyrolysis dilakukan pada suhu 320oC tanpa
kehadiran oksigen dengan mengalirkan gas
nitrogen 80 mL/detik. Diaduk dengan
pengaduk listrik (Heidolph) pada kecepatan
pengadukan 300 rpm selama 120 menit. Biooil yang dihasilkan ditampung dalam gelas
piala.
Selanjutnya bio-oil yang dihasilkan
dianalisa sifat fisika seperti densitas,
viskositas, angka keasaman, nilai kalor, dan
titik nyala serta analisa kimia menggunakan
alat GC-MS untuk mengetahui komponen
kimia yang terkandung pada bio-oil.
3.
3.1

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengaruh Variasi Kadar Katalis
Terhadap Yield Bio-oil
Pemakaian katalis dalam pirolisis
diharapkan dapat memberikan pengaruh positif
terhadap yield bio-oil yang dihasilkan. Untuk
mengetahui pengaruh katalis pada pirolisis
maka dilakukan pirolisis cangkang sawit pada
variasi jumlah katalis yang berbeda. Proses
pirolisis dijalankan salama 120 menit pada
variasi berat lempung 0%, 1%, 2%, 3%, 4%,
dan 5%. Setiap 10 menit dicatat berat bio-oil
yang diperoleh. Pengaruh variasi berat katalis
lempung terhadap yield bio-oil dilihat pada
Gambar 3.1 berikut :

Gambar 3.1 Pengaruh Variasi Berat Katalis


Terhadap Yield Bio-oil
Gambar 3.1 menunjukkan bahwa yield bio-oil
yang dihasilkan berbeda untuk setiap variasi
berat katalis lempung cengar. Yield bio-oil
yang dihasilkan pada jumlah katalis 2%
lempung adalah 72,20%, lebih besar dari yield
bio-oil yang dihasilkan tanpa menggunakan
katalis yaitu 44,89%. Hal ini disebabkan
semakin besarnya luas permukaan reaksi
dengan akibat dari adanya katalis. Katalis
memiliki permukaan yang mempercepat
terjadinya reaksi dekomposisi selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Oleh karena itu,
dengan adanya katalis, yield yang dihasilkan
lebih besar dibanding dengan reaksi tanpa
katalis.
Keuntungan lain yang diperoleh dari
hadirnya katalis adalah peningkatan laju
reaksi. Katalis dapat menurunkan energi
aktivasi pada proses pirolisis. Turunnya energi
aktivasi menyebabkan nilai konstanta laju
reaksi semakin besar. Persamaan Arrhenius
menyatakan bahwa energi aktivasi reaksi
berbanding terbalik terhadap nilai konstanta
laju reaksi, dan nilai konstanta laju reaksi
berbanding lurus terhadap kecepatan suatu
reaksi. Semakin besar kecepatan reaksi yang
terjadi, semakin besar pula pembentukan
produk yang terjadi. Oleh karena itu, pada
suhu yang sama dan dengan adanya
penambahan katalis didapatkan yield bio-oil
yang lebih besar.
Namun pada kadar katalis 3%, 4%, dan
5% berat, terjadi penurunan yield. Hal ini
disebabkan semakin banyaknya katalis yang
dimasukkan dapat menyebabkan peningkatan
derajat polimerisasi dan membuat kualitas
produk semakin tidak baik [Freeh, 2011].
Selain itu, menurut Jackson (2010),
penambahan katalis terlalu banyak dapat

menyebabkan pengerasan pada titik tertentu


yang dapat menyebabkan rapuh atau retaknya
katalis. Akibat dari rapuhnya katalis,
menyebabkan proses dekomposisi biomassa
tidak berjalan dengan baik sehingga yield yang
diperoleh semakin menurun seiring semakin
bertambahnya jumlah katalis. Maka dapat
disimpulkan,
pirolisis
cangkang
sawit
menggunakan
katalis lempung cengar
menghasilkan yield bio-oil yang maksimal
pada kadar katalis 2% b/b.
3.2

Hasil Karakterisasi Fisika Bio-oil


Hasil uji karakteristik sifat fisika bio-oil
dari cangkang sawit menggunakan katalis
lempung cengar dengan variasi jumlah 0%,
1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% secara keseluruhan
dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil Uji Karakteristik Bio-oil dari
Cangkang Sawit

Tabel
3.1
menunjukkan
bahwa
penggunaan katalis pada proses pirolisis tidak
terlalu berpengaruh terhadap sifat fisika dari
bio-oil. Hal ini dapat dilihat dari densitas,
viskositas, dan titik nyala yang tidak jauh
berbeda. Hasil karakterisasi fisika yang
didapat sesuai dengan standar spesifikasi biooil. Hasil perbandingan bio-oil dengan yield
terbanyak terhadap standar bio-oil dapat
dilihat pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Perbandingan Sifat Fisika Bio-oil
Terhadap Standar Bio-oil

Menurut Oasmaa dan Peacocke (2001),


densitas dari cairan hasil pirolisis berkisar 1,21,3 kg/dm3 dan densitas bio-oil merupakan
fungsi dari kandungan air. Menurut Oasmaa

dan Peacocke (2001), cairan hasil pirolisis


yang terbentuk ada dalam bentuk dua fasa,
fasa atas dan fasa bawah. Dimana fasa atas
merupakan fasa dimana densitas kecil dan
kandungan air sedikit, sedangkan fasa bawah
memiliki densitas besar dan kandungan air
yang besar. Hal ini disebabkan komponen
ekstraktif berada pada fasa atas dan fasa
bawah terdiri dari air dan komponen watersoluble. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan katalis 2% dengan yield
72,20% memiliki kandungan air yang lebih
sedikit dibanding lainnya karena memiliki
densitas terkecil sebesar 0,981 gr/ml.
Titik nyala diukur untuk mengetahui
suhu maksimum suatu senyawa disimpan
tanpa menimbulkan kebakaran serius. Titik
nyala yang rendah dapat menyebabkan suatu
senyawa mudah terbakar. Menurut Oasmaa
dan Peacocke (2001), titik nyala bio-oil
berkisar dari 40 100 oC ke atas. Titik nyala
dari 40 50oC pada bio-oil dikarenakan
banyaknya jumlah komponen volatile yang
memiliki titik didih yang rendah. Tabel 3.1
menunjukkan bahwa titik nyala dari bio-oil
termasuk standar yakni berkisar 50oC.
Pada Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa
angka keasaman pada pirolisis tanpa katalis
terendah dibanding dengan sampel lainnya.
Sedangkan untuk pirolisis dengan katalis 2%
memiliki angka keasaman terkecil dibanding
dengan jumlah variasi katalis yang lain. Angka
keasaman yang tinggi menunjukkan tingginya
sifiat korosif dari bio-oil. Besarnya angka
keasaman disebabkan adanya komponen asam
volatile seperti acetic dan formic acid [Sipila
dkk., 1998, Fagernas, 1995, dalam Oasmaa
dan Peacocke, 2001].
Perbandingan hasil karakterisasi fisika
bio-oil dari cangkang sawit menggunakan
kadar katalis 2% b/b akan dibandingkan
dengan hasil bio-oil dari beberapa produsen
bio-oil yang menggunakan bahan baku yang
berbeda. Tabel perbandingannya dapat dilihat
pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Hasil Perbandingan Spesifikasi Biooil pada Yield Tertinggi dengan Berbagai
Produsen Bio-oil

D
A
A

Tabel
3.3
menampilkan
hasil
perbandingan sifat fisika bio-oil yang didapat
dengan bio-oil hasil produksi beberapa
produsen bio-oil di dunia. Dari Tabel 3.3 dapat
dilihat bahwa sifat fisika yang didapat pada
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan biooil yang sudah menjadi bahan baku untuk biofuel.
3.3

Analisa Kimia Bio-oil


Bio-oil dengan penggunaan katalis 2%
dan 5% lempung Cengar selanjutnya
dilakukan analisa kimia berupa kromatografi
gas-spektroskopi massa (GC-MS). Analisa
GC-MS menghasilkan kromatogram yang
menyatakan jumlah persentasi komponen
kimia yang terkandung di dalam bio-oil. Hasil
kromatogram dari dua sampel bio-oil dapat
dilihat pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3

A
B
C

Gambar 3.2 Kromatogram Bio-Oil Cangkang


Sawit dengan 2%berat Katalis Lempung
Cengar
Dimana :
A = 2,4,4-trimethyl-1-Pentene
B = Cyclohexane
C = 5,5-dimethyl-2-hexene
D = Phenol

Gambar 3.3 Kromatogram Bio-Oil Cangkang


Sawit dengan 5%berat Katalis Lempung
Cengar
Dimana :
A = Methanol
B = Acetic acid
C = 2-Furancarboxaldehyde
D = Phenol
Sebagian besar komponen kimia yang
terkandung di dalam bio-oil ini merupakan
hasil dekomposisi dari selulosa, hemiselulosa,
dan lignin. Hal ini dikarenakan cangkang sawit
yang digunakan sebagai biomassa sebagian
besar terdiri dari komponen selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Dari hasil GC-MS
dapat dilihat bahwa komponen utama yang
terdapat dalam bio-oil adalah phenol dan
acetic acid. Hal ini dikarenakan phenol
merupakan hasil dari dekomposisi lignin
sedangkan acetic acid merupakan hasil dari
dekomposisi hemiselulosa. Pada penggunaan
katalis 2% lempung, senyawa yang paling
dominan adalah senyawa phenol yakni
15,30%, sedangkan pada katalis 5% lempung
senyawa yang paling dominan adalah acetic
acid, yakni 51,58%. Penggunaan lempung
sebagai katalis membuktikan bahwa lempung
mampu memfasilitasi dekomposisi rantai
panjang selulosa, hemiselulosa, dan lignin
kearah senyawa tertentu, sehingga komposisi
kimia dalam bio-oil dapat diperkecil dari
ratusan menjadi satu hingga tiga senyawa yang
dominan.
4.
4.1

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1) Cairan kondensat hasil pirolisis dari
penelitian yang dilakukan dapat
dikategorikan sebagai bio-oil karena
karakteristik fisika nya sesuai dengan
karakteristik standar bio-oil.

2) Penambahan
lempung
Cengar
sebagai katalis pada pirolisis
cangkang
sawit
terbukti
mempengaruhi
yield
bio-oil.
Penggunaan katalis menyebabkan
bertambahnya yield bio-oil yang
diperoleh. Adapun yield yang
diperoleh untuk jumlah katalis
lempung Cengar 0%, 1%, 2%, 3%,
4%, dan 5% berturut-turut adalah
44,89%, 54,2%, 72,20%, 62,59%,
56,82%, dan 39,32%. Hasil yield biooil yang terbesar diperoleh pada
pirolisis
cangkang
sawit
menggunakan
katalis
lempung
Cengar sebanyak 2% yakni 72,20%.
3) Sifat karakteristik fisika bio-oil
dengan yield tertinggi 72,20%
diperoleh densitas 0,981 gr/ml,
viskositas 98 cSt, angka keasaman
51,55 gr NaOH/gr sampel, dan titik
nyala 53oC.
4) Hasil analisa kimia bio-oil hasil
pirolisis cangkang sawit dengan
katalis 2% diperoleh kandungan
utamanya yakni 2,4,4-trimethyl-1Pentene
sebanyak10,38%,
Cyclohexane 9,67%, 5,5-dimethyl-2hexene 10,33%, dan phenol 15,30%.
4.2

Saran
1) Bio-oil yang didapatkan masih jauh
dari
standar
bahan
bakar
konvensional oleh karena itu perlu
dilakukan upgrading seperti yang
telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya.
2) Diperlukan penelitian lebih lanjut
tentang
pyrolysis
untuk
menghasilkan
bio-oil
dengan
komposisi kimia yang lebih selektif
pada yield yang maksimum.
3) Bio-oil yang didapat pada penelitian
ini dapat diolah lebih lanjut untuk
keperluan industri kimia dan resin.
4) Sebaiknya para peneliti selanjutnya
memvariasikan
katalis,
waktu
pyrolysis,
ataupun
kecepatan
pengadukan untuk mendapatkan biooil dengan yield yang lebih besar
serta karakteristik sifat fisika
maupun kimia yang dapat memenuhi
standar mutu bio-oil.
5) Perlu dilakukan penelitian lanjutan
berkaitan tentang produk samping

berupa gas yang tidak berhasil


terkondensasi dengan antisipasi
menggunakan
cooler
ataupun
waterbath cooling water.
5.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ditujukan kepada Bpk. Dr. Syaiful
Bahri, Msi,Ph.D dan Bpk. Sunarno, ST,MT
selaku Dosen Pembimbing beserta rekan-rekan
seperjuangan yang telah membantu dan
memberi semangat dalam menyelesaikan
penelitian ini.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, S. & Rivai, R. (2010). Chemical
modification on natural clay and its
application on equilibrium study of the
adsorption of Pb2+ in aqueous solution.
Jurnal Sains dan Teknologi, 9(2), 49-54.
Freeh, L., 2011.Reductive amination of P2P
through catalytic hydrogenation using
adams
catalyst.Http://www.scribd.com/doc/674
14001/Another-Reduction, diakses pada
20 Maret 2013, Pkl 12.15 WIB.
Jackson, D., 2010.Adding catalyst properly.
Http://www.finishingiq.com/Blogs/Blog
EntryDetails/tabid/351/ArticleId/781/Ad
ding-catalyst-properly.aspx,
diakses
pada 20 Maret 2013, Pkl 12.13
Maulidia,
M.
2010.
Biomassa.
Http://iklimkarbon.com/2010/06/16/bio
massa. Diakses pada 8 Maret 2012, Pkl
20.30 WIB.
Nagrendappa, G. (2002). Organic synthesis
using clay catalysts. Resonance, 64-77.
Oasmaa, A. & Peacocke, C. (2001). A guide
to physical property characterisation of
biomass-derived fast pyrolysis liquids.
VTT Publication 450, Technical
Research Centre of Finland, Finland.
Stcker, M. (2008). Biofuels and biomass-toliquid fuels in the biorefinery: catalytic
conversion of lignocellulosic biomass
using porous materials. Chemie Angew,
47, 9200-9211.
Triyono, B., Setiaji & Yahya, U. (1990).
Tanah lempung aktif sebagai katalis
polimerisasi polipropilena. BPPS-UGM,
3(1B), 159-170
Wijaya, K., Tahir, I. & Baikuni, A. (2002).
The
synthesis
of Cr2O3-pillared
montmorillonite (CrPM) and its usage
for host material of p-nitroaniline.
Indonesian Journal of Chemistry, 2(1),
12-21.

You might also like