Heat Stroke (Newlman, 2006 Wilmana Dan

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 7

EFEK EKSTRAK BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum L.

) TERHADAP
PERUBAHAN SUHU TUBUH PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG
MENGALAMI DEMAM
Wiryawan, I Gede Agus., Ns. A.A. Istri Putra Kusumawati, S.Kep, M.Ng (1)., Ns. I Putu
Artawan S.Kep (2). Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
Abstract. Red onion is one of multipurpose herb. Onion bulbs contain nutrients and nonnutritional substances (phytochemicals). Phytochemical compounds found in onion one is
flavonoids. Flavonoid compounds has been known that have anti-inflammatory effects and
has also worked as an antipyretic effects of inhibitors of cyclooxygenase (COX), which Has
function to trigger the formation of prostaglandins. Prostaglandins play a role in the
inflammatory process and increased body temperature. When prostaglandins are not
inhibited, the body temperature increases that would result in fever. This study aimed to
determine the effect of onion extract (Allium ascalonicum L.) towards the changes in body
temperature in white rats (Rattus norvegicus) who experience fevers. This research is true
experimental research with pretest and posttest with control group design. Twenty-eight white
male rats aged 2-4 months is induced by DPT vaccine (0.5 cc intraperitoneal), and then
divided into 4 groups. Group I (onion extract dose 126mg/100 g BB), group II (onion extract
dose 252mg/100gr BB), group III (onion extract dose 378mg/100 g BB), group IV (distilled
water) as a negative control. Temperature measurements carried out at the first before
induction, 1 hour after induction and every 30 minutes until 120 minutes after treatment.
Results were analyzed by ANOVA test followed by post hoc test. The conclusion of this study
is that there is the effect of extracts of onion (Allium ascalonicum L.) to changes in body
temperature of rats (Rattus norvegicus) with fever.

Keywords: Onion extract, body temperature, fever


PENDAHULUAN
Demam mungkin merupakan tanda
utama penyakit yang paling tua dan paling
umum diketahui dan merupakan suatu
bagian penting dari mekanisme pertahanan
tubuh melawan infeksi, namun jika suhu
terlalu tinggi akan membahayakan tubuh.
Suhu rectum yang melebihi 410 C dalam
jangka waktu lama akan menyebabkan
kerusakan otak permanen. Adapun
penyebab demam meliputi penyakit yang
disebabkan oleh virus, bakteri, parasit,
zatkimia, tumor otak dan keadaan
lingkungan yang dapat berakhir dengan

heat stroke (Newlman, 2006; Wilmana dan


Gan, 2007; Ganong, 2008).
Obat yang biasa digunakan untuk
menurunkan demam adalah parasetamol
(Soedbyo & Souvriyanti, 2006).Meskipun
relative aman, parasetamol tetap memiliki
efek samping berupa hepatotoksisitas,
nekrosishepar yang fatal, nekrosis tubuler
ginjal dan koma hipoglikemik pada
penggunaan jangka panjang atau dalam
dosis yang berlebihan (DiPiroet al., 2008).
Bawang merah adalah salah satu
rempah multi guna. Paling penting
didayagunakan sebagai bahan bumbu

dapur sehari- hari dan penyedap berbagai


masakan. Kegunaan lain dari umbi bawang
merah adalah sebagai obat tradisional
untuk pelayanan kesehatan masyarakat.
Senyawa fitokimia yang terdapat dalam
bawang merah salah satunya adalah
flavanoid
(Jaelani, 2007). Senyawa
flavonoid telah dikenal memiliki efek
antiinflamasi dan juga memiliki efek
antipiretik yang bekerja sebagai inhibitor
cyclooxygenase (COX) yang berfungsi
memicu
pembentukan
prostaglandin.
Prostaglandin berperan dalam proses
inflamasi dan peningkatan suhu tubuh.
Apabila prostaglandin tidak dihambat
maka terjadi peningkatan suhu tubuh yang
akan
mengakibatkan
demam
(Suwertayasa, 2013).
Berdasarkan uraian di atas, bawang
merah memiliki kandungan flavonoid yang
berperan sebagai antipiretik yang dapat
menurunkan demam. Selain itu bawang
merah juga sudah sering digunakan
sebagai obat tradisional untuk berbagai
penyakit. Akan tetapi, sejauh pengetahuan
peneliti, belum ada penelitian yang
meneliti
secara
ilmiah
mengenai
kandungan flavonoid pada bawang merah
sebagai antipiretik. Hal inilah yang
mendorong peneliti untuk menguji efek
antipiretik ekstrak bawang merah pada
tikus putih yang mengalami demam.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah True
Experimental, dengan desain penelitian
Pretest Posttest With Control Group
Design yang bertujuan untuk mengetahui
efek ekstrak bawang merah (Allium
ascalonicum) terhadap suhu tubuh pada

tikus putih (Rattus norvegicus) yang


mengalami demam.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini
adalah disebut subyek penelitian. Subjek
penelitian yang digunakan adalah hewan
coba tikus putih (Rattus novergicus).
Peneliti menggunakan rumus Federer
dalam pengambilan sampel, sehingga
didapatkan sampel sebanyak 24 ekor tikus
putih ditambah 1 ekor tikus sebagai factor
koreksi, sehingga total tikus putih yang
digunakan menjadi 28 ekor tikus putih.
Teknik pengambilan sampel dilakukan
adalah probability sampling dengan simple
random sampling.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini untuk mendapatkan data
suhu
tubuh
tikus
yaitu
dengan
menggunakan lembar observasi.
Prosedur Pengumpulan dan Analisis
Data
Tikus yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tikus putih jantan
yang berusia antara 2 4 bulan, dengan
berat badan berkisar antara 150-250 gram
serta dalam kondisi sehat. Setiap tikus
kemudian akan diberikan penomoran
sesuai dengan kelompok sampel dan
kemudian akan dimasukkan ke kandang
per kelompok. Tikus putih jantan
dipuasakan selama 6 jam setelah
diadaptasikan selama 7 hari di tempat
penelitian. Kemudian tikus putih jantan
sebanyak 28 ekor dikelompokkan menjadi
4 dengan cara acak, masing-masing
kelompok terdiri atas 7 ekor tikus putih
jantan. Tiap-tiap tikus putih jantan

sebelum diberi perlakuan diukur suhu


rektal sebelum disuntik vaksin (Ta) dan 1
jam setelah disuntik vaksin DPT (T0)
untuk mengetahui derajat peningkatan
suhu tubuh setelah penyuntikan vaksin.
Tikus putih jantan disuntik vaksin DPT 0,5
cc secara intraperitoneal di bagian perut.
Satu jam setelah pemberian vaksin,
masing-masing kelompok diberi perlakuan
dengan cara oral dalam bentuk larutan.
Tiga puluh menit setelah perlakuan, suhu
rektal diukur lagi sampai percobaan pada
menit ke-120 dengan interval 30 menit.
Uji univariat dilakukan untuk
mengetahui nilai tendensi sentral yang
mencakup rata-rata, nilai tengah, nilai
modus, nilai minimal, nilai maksimal dan
simpangan baku. Dalam penelitian ini,
skala data yang digunakan adalah skala
interval sehingga untuk uji bivariat dalam
penelitian ini perlu dilakukan uji
normalitas data (uji saphiro wilk), uji
homogenitas data (uji levene test). Data
penelitian yang berdistribusi normal dan
homogen dilakukan uji parametrik dengan
uji Oneway Anova. Setelah dilakukan uji
Oneway Anova, untuk mengetahui
perbedaan perubahan suhu tubuh tikus
putih (Rattus norvegicus) pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol dapat
dilakukan analisis Post Hoc.
HASIL PENELITIAN
Rata-rata suhu tubuh tikus putih
sebelum diberikan intervensi yaitu pada
kelompok I sebesar 38,1710C; pada
kelompok II sebesar 38,2290C; pada
kelompok III sebesar 38,1000C; dan pada
kelompok IV sebesar 38,2290C. Sehingga
suhu tubuh tikus putih setelah induksi
vaksin DPT secara keseluruhan rata-rata
38,1820C.

Berdasarkan Hasil uji t berpasangan


menunjukkan bahwa pada kelompok I, II,
III dan IV terjadi perubahan suhu yang
signifikan dimana p < 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa baik ekstrak bawang
merah dosis I, II, III dan aquadest dapat
menyebabkan perubahan suhu yang
bermakna pada tikus putih.
Berdasarkan hasil uji One Way
Anova menunjukkan p=0,000 (p0,05)
yang berarti H0 ditolak atau dengan kata
lain terdapat pengaruh ekstrak bawang
merah (Allium ascalonicum L.) terhadap
perubahan suhu tubuh tikus putih (Rattus
norvegicus) yang mengalami demam.
Untuk
mengetahui
perbedaan
perubahan suhu tubuh pada tikus putih
selanjutnya dilakukan uji post hoc. Hasil
dari uji post hoc menunjukkan perbedaan
bermakna (p<0,05) antara kelompok I
dengan kelompok II dan III; kelompok II
dengan kelompok I dan IV; kelompok III
dengan kelompok I dan IV; kelompok IV
dengan kelompok II dan III. Sedangkan
hasil analisis antara kelompok I dengan
kelompok IV serta kelompok II dengan
kelompok III menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang bermakna (p>0,05).
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis suhu
tubuh sebelum diberikan intervensi,
didapatkan bahwa terjadi peningkatan
suhu tubuh pada tikus putih rata-rata
2,0010C dari rata-rata suhu awal tikus
putih. Hal ini dikarenakan oleh adanya
induksi demam dengan menggunakan
vaksin DPT dosis 0,5 ml intraperitoneal
pada tikus putih. Vaksin DPT berberan
menjadi pirogen eksogen, dengan adanya
kuman yang masuk ke dalam tubuh maka
thermostat akan bereaksi meningkatkan

suhu tubuh untuk melakukan pertahan


tubuh terhadap kuman. Suhu thermostat
meningkat maka tubuh akan mengikuti
peningkatan suhu tersebut sehinggaakan
terjadi peningkatan suhu di seluruh tubuh.
Vaksin DPT terdiri atas kuman difteri yang
dilemahkan
atau
toksoid
difteri
(alamprecipitated toxoid), toksoid tetanus
dan vaksin pertusis dengan menggunakan
fraksi sel (seluler) yang berisi komponen
spesifik
dari
Bordettella
pertusis
(Tumbelaka dan Hadinegoro, 2005; Hay et
al., 2009). Menurut Suwertayasa (2013)
juga mengatakan bahwa suhu tubuh tikus
putih rata-rata meningkat setelah satu jam
pemberian vaksin DPT. Hal serupa juga
dinyatakan pada penelitian Ermawati
(2010), Syarifah (2010) dan Widyaningsih
dkk (2009) bahwa vaksin DPT dapat
memberikan efek demam pada tikus putih.
Vaksin DPT yang mengandung
fraksi seluler Bordettella pertussis
berperan sebagai pirogen eksogen terhadap
tubuh sehingga terjadi mekanisme
pembentukan antibody terhadap kuman.
Hal ini merangsang sitokin-sitokin yang
bekerja sebagai mediator proses imun baik
loka maupun sistemik. Sitokin ini yang
memicu pelepasan asam arakidonat dari
membrane fosfolipid dengan bantuan
enzim fosfolipase A2. Kemudian asam
arakidonat selanjutnya dengan bantuan
enzim siklooksigenase diubah menjadi
prostaglandin.
Adanya
peningkatan
prostaglandin terutama pada daerah
preoptik hipotalamus anterior akan
menyebabkan peningkatan suhu pada
pusat thermoregulasi di hipotalamus,
sehingga tubuh akan mengikuti thermostat
untuk meningkatkan suhu sampai terjadi
demam.

Hasil uji t berpasangan pada table


menunjukkan bahwa pada kelompok
ekstrak bawang merah dosis I, II dan III
terjadi perubahan yang signifikan.
Berdasarkan hasil uji One Way Anova,
didapatkan p=0,000 (p0,05) yang berarti
H0 ditolak dimana terdapat efek ekstrak
bawang merah (Allium ascalonicum L.)
terhadap perubahan suhu tubuh tikus putih
(Rattus norvegicus ) yang mengalami
demam. Perubahan yang terjadi yaitu
terjadi penurunan suhu tubuh tikus putih
pada masing-masing kelompok. Hal ini
karena adanya flavonoid yang dapat
menghambat enzim siklooksigenase-2
yang
berperan
dalam
biosintesis
prostaglandin sehingga demam dapat
terhambat. Hal tersebut juga didukung dari
hasil
penelitian
Dalimarta
(2008),
Sarisetyaningtyas et al (2006), Fang et al
(2008) serta Shokunbi dan Odetola (2008)
yang menyatakan bahwa flavonoid
memiliki aktivitas antipiretik selain
aktivitasnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik.
Berdasarkan hasil analisa uji Post
Hoc pada table 11 menunjukkan bahwa
kelompok bawang merah dosis I tidak ada
beda dengan kelompok kontrol aquadest
dalam perubahan suhu tubuh pada tikus
putih. Hasil dari kelompok bawang merah
dosis II dan kelompok bawang merah
dosis III menunjukkan efektivitas yang
sama dalam perubahan suhu tubuh pada
tikus putih.
Dosis I sudah dianggap mempunyai
efek perubahan suhu, namun bila
dibandingkan dengan dosis II dan III
berbeda signifikan. Dengan demikian bisa
dikatakan efek perubahan suhu pada dosis
I lemah atau kecil. Sedangkan kelompok
dosis II tidak menunjukkan perbedaan

yang bermakna dengan kelompok dosis


III. Hal ini mungkin terjadi karena
kandungan flavonoid pada dosis II hampir
sama dengan dosis III. Pada kelompok
aquadest juga menunjukkan hasil yang
signifikan yang ditunjukkan pada uji t
berpasangan. Tetapi pada uji post hoc
untuk kelompok kontrol yang diberikan
aquadest menunjukan signifikansi yang
berbeda. Ini menunjukkan aquadest
memiliki efek perubahan suhu tetapi masih
lemah. Menurut Astrand et al (2003), efek
antipiretik aquadest ada tetapi lemah,
karena aquadest berperan dalam mengatasi
dehidrasi (penyebab demam noninfeksi).
Hal inilah yang menjelaskan terjadinya
penurunan suhu pada kelompok yang
diberikan perlakuan aquadest.
Dosis II merupakan dosis optimal
untuk tikus. Sedangkan dosis I dan dosis
III adalah masing-masing 0,5 x dosis II
dan 1,5 x dosis II. Oleh karena efek
perubahan suhu timbul bermakna pada
dosis II dan III maka untuk menimbulkan
efek perubahan suhu, dalam hal ini
perubahan yang terjadi adalah penurunan
suhu, diperlukan paling tidak 1x dosis
yang biasa digunakan manusia. Dosis II
dan III tidak berbeda signifikan, maka
dosis yang dianggap efektif untuk
menurunkan demam adalah dosis yang
paling kecil yaitu dosis II ( 8,95 mg/100 gr
BB tikus). Hal ini dimungkinkan karena
dosis II sudah merupakan dosis dengan
konsentrasi tertinggi yang dapat berikatan
dengan reseptor. Sehingga pada dosis yang
lebih besar, ikatan pada reseptor yang
bersangkutan sudah melewati titik jenuh,
yang pada akhirnya tidak memberikan efek
penurunan suhu yang lebih baik daripada
dosis optimal tersebut.

Hasil yang sama juga ditunjukan


oleh penelitian Maftuhah (2005) dengan
menggunakan cara penghitungan dosis
yang sama pada ekstrak buah pare
mendapatkan hasil bahwa dosis 2 ekstrak
buah pare merupakan dosis optimal untuk
menurunkan suhu tubuh. Hal ini mungkin
dikarenakan buah pare dan bawang merah
memiliki kandungan flavonoid yang
hampir sama. Hal yang sama juga terjadi
pada penelitian Ermawati (2010) dengan
ekstrak daun pare.
KESIMPULAN DAN SARAN
Rata-rata suhu tubuh tikus putih
(Rattus norvegicus) yang mengalami
demam sebelum diberikan intervensi pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
adalah 38,1820C. Rata-rata suhu tubuh
tikus putih (Rattus norvegicus) setelah
diberikan intervensi pada kelompok
perlakuan dan kelompok control adalah
37,3100C. Ada efek ekstrak bawang merah
(Allium
ascalonicum
L.)
terhadap
perubahan suhu tubuh tikus putih (Rattus
norvegicus) yang mengalami demam.
Perbedaan perubahan suhu tubuh tikus
putih antara kelompok ekstrak bawang
merah dosis II signifikan berbeda dengan
kelompok ekstrak bawang merah dosis I
dan kelompok aquadest dengan. Kelompok
ekstrak bawang merah dosis III dengan
kelompok ekstrak bawang merah dosis I
dan aquadest juga secara signifikan.
Kelompok ekstrak bawang merah dosis I
dengan kelompok ekstrak bawang merah
dosis II dan III juga menunjukkan hasil
yang signifikan. Kelompok aquadest
dengan kelompok ekstrak bawang merah
dosis II dan III juga signifikan berbeda.
Tetapi tidak ada perbedaan perubahan suhu
yang signifikan antara kelompok ekstrak

bawang merah dosis I dengan kelompok


aquadest. Tidak terdapat perbedaan
perubahan suhu yang signifikan antara
kelompok ekstrak bawang merah dosis II
dengan kelompok ekstrak bawang merah.
Saran dari penelitian ini yaitu perlu
dilakukan uji untuk mengetahui jumlah
kandungan flavonoid pada bawang merah.
Selain itu, perlu juga dilakukan agar
membandingkan ekstrak bawang merah
dengan obat yang biasa digunakan di
pasaran untuk mengetahui perbandingan
pengaruh perubahan suhu tubuh. Bagi
peneliti selanjutnya dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk melakukan riset
lanjutan ke tingkat yang lebih tinggi
tentang efek ekstrak bawang merah
terhadap perubahan suhu tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat
Indonesia, Jilid 5. Jakarta : Pustaka
Bunda.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., dkk.
(2008).
Pharmachotherapy
A
Pathophysiologic Approach, 6th
edition. New York: McGraw-Hill.
Ermawati, Elly Fauziah. (2010). Efek
antipiretik ekstrak daun pare
(momordica charantia l.) Pada
tikus putih jantan. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas
Maret-Surakarta.
Fang et al. (2008). Efek flavonoid,
Dalam : Suwertayasa, I Made
Putra dkk., Uji Antipiretik Ekstrak
Etanol Daun Tembelekan (Latana
Camara L.) Pada Tikus Putih
Jantan Galur Wistar.
Ganong, W.F. (2008). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, Edisi 22, Jakarta,
EGC

Hay et al. (2009). Komponen bordottella


pertusis, Dalam : Syarifah,
Luthfiana., Efek Antipiretik Ekstrak
Herba Meniran (Phyllanthus niruri
L.) Terhadap Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Dengan Demam Yang
Diinduksi Vaksin Dpt. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Jaelani. (2007). Khasiat Bawang Merah.
Yogyakarta : KANISIUS
Maftuhah Atik. 2005. Uji Efek Antipiretik
Ekstrak Buah Pare (Momordicae
fructus) Pada Tikus Putih Jantan.
Skripsi.
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Sebelas
Maret
Surakarta.
Nelwan R.H.H. (2006). Demam: Tipe dan
Pendekatan, Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
Sarisetyaningtyas et al. (2006). Flavonoid
memiliki
aktifitas
antipiretik,
Dalam : Syarifah, Luthfiana., Efek
Antipiretik Ekstrak Herba Meniran
(Phyllanthus niruri L.) Terhadap
Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Dengan Demam Yang Diinduksi
Vaksin Dpt. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Suwertayasa, I Made Putra dkk. 2013. Uji
Antipiretik Ekstrak Etanol Daun
Tembelekan (Latana Camara L.)
Pada Tikus Putih Jantan Galur
Wistar.
Syarifah, Luthfiana. 2010. Efek Antipiretik
Ekstrak
Herba
Meniran
(Phyllanthus niruri L.) Terhadap
Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Dengan Demam Yang Diinduksi
Vaksin Dpt. Skripsi. Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas


Maret Surakarta
Tumbeleka dan Hadinegoro. (2005).
Vaksin DPT, Dalam : Syarifah,
Luthfiana., Efek Antipiretik Ekstrak
Herba Meniran (Phyllanthus niruri
L.) Terhadap Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Dengan Demam Yang
Diinduksi Vaksin Dpt. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Widyaningsih
dkk.
(2009).
Efek
Antipiretik Dari Fraksinasi Ekstrak
Etanol
Batang
Brotowali
(Tinospora crispa, L) Pada Tikus
Putih Jantan Galur Wistar. Skripsi.
Fakultas
Farmasi
Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta
Wilmana, P.F., dan Gan, S.G., (2007).
Analgesik
AntiInflamasi
Nonsteroid dan Obat Gangguan
Sendi Lainnya. Dalam: Gan, S.G.,
Editor. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru

You might also like