Surga Quotes
Quotes tagged as "surga"
Showing 1-17 of 17
“Apa yang kau lihat di layar yang berpendar ini, Kay? Serupa senja yang tumbuh dari sebatang pohon di sebuah tempat yang kau bayangkan seperti surga.
Cahaya lampu itu menyapu wajahmu dengan warna lembayung dan berkilau seperti sayap kupukupu. Tapi tak ada apapun yang kutemukan pada seri wajahmu selain nafsu yang tertahan dan seulas senyum kemesuman.
Persis di puncak penantian dari segala perhatian yang tertuju pada dirimu. Mata yang tak pernah menyadari, bahwa mereka tengah tersesat dalam raga belia yang entah milik siapa. Pada aura kemudaan yang berasa sia sia.
Benarkah, telah kau reguk semua kebahagiaan dari wajah wajah tolol yang ditunggangi oleh nafsu alter egonya? Atau barangkali, telah habis kau hirup wangi dari kelopak mawar hitam yang tumbuh di ranjangmu setiap pagi?
Sudah lama sekali rasanya waktu berlalu. Seperti ketika kau masih suka nongkrong di cafe sambil meneguk cappucino dari cangkir yang perlahan mulai retak. Sementara laju usia terus mengalir dari tenggorakanmu yang bening bagai pualam.
Waktu meninggalkan jejak buta di dalam hand phonemu. Menyisakan tatap mata orang orang yang tak lagi mampu memahami atau menafsirkan apa yang tengah engkau lakukan.
Bukankah, mereka tak lagi melihatmu sebagaimana adanya dirimu saat ini atau sepuluh tahun dari sekarang. Tak satu pun dari mereka yang percaya, bahwa saat itu usiamu masih belum lewat dua puluh tahun.
Mereka hanya mendamba merah muda anggur kirmizi yang tumbuh di dadamu. Tetapi tak ada satu pun telinga yang sanggup melawan sihir dari gelak tawamu yang terdengar getir. Mata mata bodoh yang tak sanggup melupakan bayangan pisang yang dengan brutal kau kunyah sebagai kudapan di tengah jeda pertunjukan.
Benarlah, hidup tak seperti kecipak ikan di dalam aquarium transparan yang tertanam di dinding. Atau air kolam di pekarangan yang seakan menjelma jadi bayangan jemari yang tak henti menggapai gapai. Menjadi gelembung gelembung kekhawatiran yang seakan tak sanggup memahami makna puisi yang sengaja ditulis untuk mengabadikan namamu.
Ketauilah Kay, taman yang kau bayangkan itu bukanlah surga yang sesungguhnya. Di sana tak ada sungai keabadian atau pangeran tampan yang sengaja menunggu kehadiranmu. Yang ada cuma kelebat kilat dan hujan airmata hitam. Mengucur seperti lendir laknat yang mengalir dari hidungmu saat kau meradang karena influensa.
Di sana tak ada satu hal pun yang menyenangkan, Kay. Hanya sedikit saja tersisa hal hal yang busuk dan menjijikkan, sebagai satu satunya bahan obrolan untuk perintang waktu.”
―
Cahaya lampu itu menyapu wajahmu dengan warna lembayung dan berkilau seperti sayap kupukupu. Tapi tak ada apapun yang kutemukan pada seri wajahmu selain nafsu yang tertahan dan seulas senyum kemesuman.
Persis di puncak penantian dari segala perhatian yang tertuju pada dirimu. Mata yang tak pernah menyadari, bahwa mereka tengah tersesat dalam raga belia yang entah milik siapa. Pada aura kemudaan yang berasa sia sia.
Benarkah, telah kau reguk semua kebahagiaan dari wajah wajah tolol yang ditunggangi oleh nafsu alter egonya? Atau barangkali, telah habis kau hirup wangi dari kelopak mawar hitam yang tumbuh di ranjangmu setiap pagi?
Sudah lama sekali rasanya waktu berlalu. Seperti ketika kau masih suka nongkrong di cafe sambil meneguk cappucino dari cangkir yang perlahan mulai retak. Sementara laju usia terus mengalir dari tenggorakanmu yang bening bagai pualam.
Waktu meninggalkan jejak buta di dalam hand phonemu. Menyisakan tatap mata orang orang yang tak lagi mampu memahami atau menafsirkan apa yang tengah engkau lakukan.
Bukankah, mereka tak lagi melihatmu sebagaimana adanya dirimu saat ini atau sepuluh tahun dari sekarang. Tak satu pun dari mereka yang percaya, bahwa saat itu usiamu masih belum lewat dua puluh tahun.
Mereka hanya mendamba merah muda anggur kirmizi yang tumbuh di dadamu. Tetapi tak ada satu pun telinga yang sanggup melawan sihir dari gelak tawamu yang terdengar getir. Mata mata bodoh yang tak sanggup melupakan bayangan pisang yang dengan brutal kau kunyah sebagai kudapan di tengah jeda pertunjukan.
Benarlah, hidup tak seperti kecipak ikan di dalam aquarium transparan yang tertanam di dinding. Atau air kolam di pekarangan yang seakan menjelma jadi bayangan jemari yang tak henti menggapai gapai. Menjadi gelembung gelembung kekhawatiran yang seakan tak sanggup memahami makna puisi yang sengaja ditulis untuk mengabadikan namamu.
Ketauilah Kay, taman yang kau bayangkan itu bukanlah surga yang sesungguhnya. Di sana tak ada sungai keabadian atau pangeran tampan yang sengaja menunggu kehadiranmu. Yang ada cuma kelebat kilat dan hujan airmata hitam. Mengucur seperti lendir laknat yang mengalir dari hidungmu saat kau meradang karena influensa.
Di sana tak ada satu hal pun yang menyenangkan, Kay. Hanya sedikit saja tersisa hal hal yang busuk dan menjijikkan, sebagai satu satunya bahan obrolan untuk perintang waktu.”
―
“Surga, adalah masa kanak-kanak. Sisanya, adalah janji Tuhan yang bebas untuk kau percayai ataupun tidak.”
― Perempuan Dalam Hujan
― Perempuan Dalam Hujan
“tak ubah nya hantu di keramaian,
tatapannya, seolah berkata ;
Setiap perlakuan, ada harga yang harus di bayar anak adam
Walau tuntas pun tak kan membuat surga di hati para pendendam.
.
.
.
.
#andradobing”
―
tatapannya, seolah berkata ;
Setiap perlakuan, ada harga yang harus di bayar anak adam
Walau tuntas pun tak kan membuat surga di hati para pendendam.
.
.
.
.
#andradobing”
―
“...Setiap hari dia harus tidur lebih awal. Lalu saat sepertiga malam, dia harus bangun. Minta dirinya mencuci muka. Lalu membuka tirai jendela kamarnya dan pandanglah malam yang penuh bintang dengan sorot bulan. Tundukkan kepalanya, resapi apa kesalahan yang selama ini telah dia lakukan dalam hidupnya, dan katakan, ‘Ampunilah aku, Tuhan, atas segala perjalanan hidup yang tak menyusuri perintah-Mu. Masukkan aku ke dalam surga-Mu jika Engkau menghendakiku kelak’. (42)”
― Bulan Terbelah di Langit Amerika
― Bulan Terbelah di Langit Amerika
“Lucu bagaimana orang-orang memilih untuk percaya pada sihir, mukjizat, takdir, dan segala jenis kepercayaan takhayul, tetapi bukan pada diri mereka sendiri!”
―
―
“Amalan-amalan apakah yang semestinya wanita lakukan agar dia dirindukan surga?”
― Bidadari Surga Pun Cemburu
― Bidadari Surga Pun Cemburu
“Ya Allah, jgn jadikan waktu ini masa terakhir bagiku dg rumah-Mu. Sekiranya Engkau jadikan bagiku masa terakhir, maka gantilah surga utkku”
― Miss Backpacker Naik Haji
― Miss Backpacker Naik Haji
“Dua tanda mata di pipi kanannya menyiratkan air mata yang tak pernah dititikkannya. Sebab luka itu seperti candu yang membuat niatnya hijrah tak kesampaian.
Sesungguhnya, ia tak ingin pergi kemana mana selain ke surga. Oleh sebab itulah, mengapa ia membuat sebuah tangga menuju ke langit. Yang tak ia ketahui adalah, bahwa sebenarnya tak ada surga di sana.
Lalu, kenapa ia melepas hijab itu hanya untuk memunggungi dunia? Ataukah demi mengingkari masa lalu yang terlanjur gagal memberinya kebahagiaan?
Aku tak pernah tahu siapa nama gadis itu yang sesungguhnya. Ia mungkin saja bernama Lisa, Manda atau pun Maia. Aku hanya mengenalnya sebagai perempuan bermata abu abu muda seperti bulan badar yang berpendar di kegelapan malam.
Tetapi orang orang menyebut dirinya sebagai Arunika, yang dalam bahasa Hindi berarti jingga seperti cahaya terbitnya matahari.
Yang tak aku mengerti, mengapa ia mendudukkan dirinya sendiri dengan cara seperti itu? Membuat pikiran orang lain silau dan mabuk oleh candu yang ia tuangkan ke dalam gelas gelas kosong yang kesepian. Mereka tak lagi mampu melihat kepolosan wajahnya sebagai pantulan cermin yang menyejukkan.
Sebab ia bukanlah Godiva, yang berkuda telanjang keliling kota untuk menemukan kebenaran yang ia cari. Wanita mulia yang menyingkap kebejatan dunia lewat tatapan mata semua orang.
Sebaliknya, ia adalah perwujudan pikiran yang absurd dan carut marut. Ia telah menjadi kontradiksi yang tidak bisa dimengerti. Akan tetapi, ia tidak mewakili siapa pun selain dirinya sendiri. Karena kukira, ia telah mencemooh dunia ini dengan cara yang membuat orang takjub. Dunia yang sepertinya akrab, tapi tak sungguh sungguh kita pahami.
Ia dikenal sebagai Arunika, tetapi di lain kesempatan ia bisa saja menjelma sebagai Lisa, Manda ataupun Maia. Dan sekalipun ia bercadar, kita akan selalu bisa mengenalinya lewat abu abu muda matanya yang berpendar seperti bulan badar di kegelapan malam.”
―
Sesungguhnya, ia tak ingin pergi kemana mana selain ke surga. Oleh sebab itulah, mengapa ia membuat sebuah tangga menuju ke langit. Yang tak ia ketahui adalah, bahwa sebenarnya tak ada surga di sana.
Lalu, kenapa ia melepas hijab itu hanya untuk memunggungi dunia? Ataukah demi mengingkari masa lalu yang terlanjur gagal memberinya kebahagiaan?
Aku tak pernah tahu siapa nama gadis itu yang sesungguhnya. Ia mungkin saja bernama Lisa, Manda atau pun Maia. Aku hanya mengenalnya sebagai perempuan bermata abu abu muda seperti bulan badar yang berpendar di kegelapan malam.
Tetapi orang orang menyebut dirinya sebagai Arunika, yang dalam bahasa Hindi berarti jingga seperti cahaya terbitnya matahari.
Yang tak aku mengerti, mengapa ia mendudukkan dirinya sendiri dengan cara seperti itu? Membuat pikiran orang lain silau dan mabuk oleh candu yang ia tuangkan ke dalam gelas gelas kosong yang kesepian. Mereka tak lagi mampu melihat kepolosan wajahnya sebagai pantulan cermin yang menyejukkan.
Sebab ia bukanlah Godiva, yang berkuda telanjang keliling kota untuk menemukan kebenaran yang ia cari. Wanita mulia yang menyingkap kebejatan dunia lewat tatapan mata semua orang.
Sebaliknya, ia adalah perwujudan pikiran yang absurd dan carut marut. Ia telah menjadi kontradiksi yang tidak bisa dimengerti. Akan tetapi, ia tidak mewakili siapa pun selain dirinya sendiri. Karena kukira, ia telah mencemooh dunia ini dengan cara yang membuat orang takjub. Dunia yang sepertinya akrab, tapi tak sungguh sungguh kita pahami.
Ia dikenal sebagai Arunika, tetapi di lain kesempatan ia bisa saja menjelma sebagai Lisa, Manda ataupun Maia. Dan sekalipun ia bercadar, kita akan selalu bisa mengenalinya lewat abu abu muda matanya yang berpendar seperti bulan badar di kegelapan malam.”
―
“Bu, maafin Bima ya. Bima tiap saat berdoa, kalau Bima masuk neraka, Ibu jangan sampai ikut,” Bima berusaha biasa saja, padahal dalam hati ia menahan tangis
Ibu Bima terkesiap, menatap putranya, tapi juga mencoba biasa saja, “Kalau Ibu berdoanya tiap saat, semoga kamu masuk surga.”
“Emang masih bisa ya, Bu?” tanya Bima polos.
“Bim, kalau Ibu aja pelan-pelan bisa maafin kamu, apalagi Allah.”
Bima terhenyak.
“Tapi Bu, kalau Bima boleh minta, Ibu juga harus bisa maafin diri Ibu sendiri,”
― Dua Garis Biru
Ibu Bima terkesiap, menatap putranya, tapi juga mencoba biasa saja, “Kalau Ibu berdoanya tiap saat, semoga kamu masuk surga.”
“Emang masih bisa ya, Bu?” tanya Bima polos.
“Bim, kalau Ibu aja pelan-pelan bisa maafin kamu, apalagi Allah.”
Bima terhenyak.
“Tapi Bu, kalau Bima boleh minta, Ibu juga harus bisa maafin diri Ibu sendiri,”
― Dua Garis Biru
“Kita harus berterimakasih padanya, karena dengan sentuhannya kita menjadi hidup. Ia adalah ibu yang telah melahirkan kita lewat cara yang menyakitkan.
Seperti tunas tunas yang tumbuh di tengah tengah padang tandus, bukan oleh karena tetesan hujan melainkan karena air mata. Karena duri yang memaksa kita keluar dari cangkang telur yang mengungkung diri.
Meskipun di antara yang terlahir itu ada yang menilai dirinya lebih tinggi dan lebih mulia dari yang lain. Mereka yang menganggap kita saudaranya sebagai pendusta, pengkhianat dan yang ingkar janji. Mereka yang tak segan menganggap kita sebagai orang kafir dan orang kufur. Orang yang darahnya halal untuk dibunuh.
Sekalipun kita terlahir dari ibu yang sama yang telah lama tinggal di dalam taman kemuliaan itu. Dan dari laki laki yang sama, yang telah memetik buah dari pohon pengetahuan dan kemudian memberi nama segala apa yang ada di langit dan di bumi.
Namun mereka tiada melihat hikmah yang menyebabkan manusia terusir dari surga, melainkan ular berbisa yang telah mematuk tumitnya dan meremukkan kakinya hingga berdarah darah. Mereka yang kemudian hanya bisa menghujat, dan tak putus putusnya mengutuk dunia serta menyalahkan anak keturunan syaitan hingga akhir zaman.”
―
Seperti tunas tunas yang tumbuh di tengah tengah padang tandus, bukan oleh karena tetesan hujan melainkan karena air mata. Karena duri yang memaksa kita keluar dari cangkang telur yang mengungkung diri.
Meskipun di antara yang terlahir itu ada yang menilai dirinya lebih tinggi dan lebih mulia dari yang lain. Mereka yang menganggap kita saudaranya sebagai pendusta, pengkhianat dan yang ingkar janji. Mereka yang tak segan menganggap kita sebagai orang kafir dan orang kufur. Orang yang darahnya halal untuk dibunuh.
Sekalipun kita terlahir dari ibu yang sama yang telah lama tinggal di dalam taman kemuliaan itu. Dan dari laki laki yang sama, yang telah memetik buah dari pohon pengetahuan dan kemudian memberi nama segala apa yang ada di langit dan di bumi.
Namun mereka tiada melihat hikmah yang menyebabkan manusia terusir dari surga, melainkan ular berbisa yang telah mematuk tumitnya dan meremukkan kakinya hingga berdarah darah. Mereka yang kemudian hanya bisa menghujat, dan tak putus putusnya mengutuk dunia serta menyalahkan anak keturunan syaitan hingga akhir zaman.”
―
“Kadangkala, Ia turun. Sekedar memastikan Ibunya bahagia.
Aku bisa menjaga Ibumu. Kau di Langit saja, Bermainlah.”
―
Aku bisa menjaga Ibumu. Kau di Langit saja, Bermainlah.”
―
“Justru karena kita nggak punya gambaran surga sebenarnya maka dibutuhkan pengalaman biar bisa membayangkan. Islam turun kepada orang-orang yang tinggal di gurun pasir maka gambaran sungai jernih mengalir, hutan lebat, dan taman indah menjadi wujud surga yang diidamkan.”
― Islam Kita Nggak ke Mana-mana Kok Disuruh Kembali
― Islam Kita Nggak ke Mana-mana Kok Disuruh Kembali
“Akal-akalan orang Jakarta yang sekali datang ke Kopi Klothok memang ajaib benar. Orang-orang terbelakang itu sepanjang hayat di Jakarta hanya melihat beton, aspal, dan trotoar. Sehingga ketika mereka liburan ke Sleman, melihat sawah lapang, tinggi merapi, sayur lodeh, dan pisang goreng memuat mereka serasa di Surga. Surga buat orang kota, petaka bagi orang di sini.”
― Usaha Mencintai Hidup
― Usaha Mencintai Hidup
All Quotes
|
My Quotes
|
Add A Quote
Browse By Tag
- Love Quotes 98k
- Life Quotes 76.5k
- Inspirational Quotes 73.5k
- Humor Quotes 44k
- Philosophy Quotes 30k
- Inspirational Quotes Quotes 27k
- God Quotes 26.5k
- Truth Quotes 24k
- Wisdom Quotes 23.5k
- Romance Quotes 23.5k
- Poetry Quotes 22.5k
- Death Quotes 20k
- Life Lessons Quotes 20k
- Happiness Quotes 19k
- Quotes Quotes 18k
- Hope Quotes 18k
- Faith Quotes 18k
- Inspiration Quotes 17k
- Spirituality Quotes 15k
- Religion Quotes 15k
- Motivational Quotes 15k
- Writing Quotes 15k
- Relationships Quotes 14.5k
- Life Quotes Quotes 14.5k
- Love Quotes Quotes 14k
- Success Quotes 13.5k
- Time Quotes 12.5k
- Motivation Quotes 12.5k
- Science Quotes 11.5k
- Motivational Quotes Quotes 11.5k