Teologi Kontekstual

Penelitian ini menjawabi suatu fenomen pemakaman ganda yang sering terjadi di kalangan para penganut Katolik yang berasal dari kepercayaan Marapu (Agama Asli Sumba). Tujuan penelitian ini adalah menemukan suatu kesejajaran antara konsep Katolik dan konsep Marapu tentang hidup sesudah mati.

Pendahuluan Berabad-abad lamanya teologi-teologi yang dihasilkan dan dirumuskan menjadi dogma/ajaran gereja-gereja dan yang dipraktekkan dalam hidup bergereja, didominasi oleh pikiran, perasaan, pengalaman, pergumulan dan harapan-harapan kaum laki-laki yang sangat androsentris yang disebabkan oleh kuatnya budaya patriakat. Bukan hanya di dalam gereja saja, kenyataannya baik agama maupun budaya membuat pembedaan terhadap perempuan dalam segala aspek kehidupan. Perempuan masih mengalami perlakuan yang tidak adil, didiskriminasikan, dimarginalisasikan, disubordinasikan dan didominasi oleh sesamanya manusia (laki-laki). Inilah akar masalah ketidakadilan gender bahkan ketidakadilan manusia akhirnyamelahirkan gerakan feminisme.

suatu kesenjangan sosial yang menyebabkan terjadinya perkawinan tanpa ikatan pernikahan dalam Gereja dan pencatatan sipil. Esensi sebuah keluarga dinyatakan resmi berkeluarga apabila telah dinyatakan sah secara adat dan diproklamirkan dari pihak keluarga saja. Jadi dalam hal ini, seorang laki-laki dan seorang perempuan diizinkan untuk tinggal serumah atau berkeluarga dan memiliki keturunan (anak) tanpa ikatan pernikahan di dalam Gereja dan pencatatan sipil di bagian pemerintahan.

Berbagai masalah lingkungan hidup telah mencapai posisi penting hingga abad ke -21 ini, dan diperkirakan akan terus meningkat. Pemanasan global, efek rumah kaca, penipisan lapisan ozon, degradasi lingkungan, polusi nuklir, pengurangan area hijau, kepunahan beberapa spesies tumbuhan dan hewan merupakan fenomena ekoligis yang paling penting sekarang ini (Nurasyah Dewi, 2018 : 22). Dalam waktu limapuluhan terakhir ini, ekologi telah menjadi salah satu isu menantang yang dikaji dengan sangat serius dalam berteologi.  Diskusi tentang hubungan antara teologi dan ekologi semakin banyak menjadi perhatian yang ditinjau dari berbagai presfektif, bukan hanya komunitas Kristen tetapi juga dalam berbagai komunitas (agama-agama) lain di dunia ini.

Artikel ini aslinya diterbitkan dalam BERBAGI: Jurnal Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik III/2 (Juli 2014), hlaman 217-248. Artikel ini berisi penjelasan mengenai latar belakang penyusunan dan penetapan pengakuan iman Gereja Masehi Injili di Timor dan uraian mengenai makna pengakuan iman itu sebagaimana didiskusikan dalam persidangan Sinode GMIT ke-30 di So'e. Publikasi online dari artikel ini atas ijin redaktur Jurnal BERBAGI.

HKBP Sebagai sebuah Gereja dengan hampir seluruh jemaatnya adalah Orang Batak terus mengupayakan terjadinya kontekstualisai dalam seluruh aspek kehidupan bergereja.Namun begitu masih saja didapati ketidakramahan terhadap konsep ke-tuhanan yang lalu dimiliki dalam kepercayaan orang Batak itu. GPM berusaha mengakomodir keyakinan lokalnya dahulu ke dalam pengakuan iman, akankah HKBP melakukan hal yang sama? Sehingga jemaat benar-benar menjadi orang batak yang Kristen.Bahkan hal ini pun dapat membuka jalan ke misiologi kontekstual.

Sungai yang mengalir terus menerus dari hulu (sumber) sampai hilir (muara), menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Sungai sangat dibutuhkan bagi kehidupan masyarakat dan kini sungai mengalami berbagai problema. makalah ini menyoroti masalah yang dialami oleh sungai di Kota Banjarmasin dan upaya penulis melakukan teologi kontekstual menggunakan model praksis

makalah ini dibuat sebagai pemenuhan tugas kuliah Teologi Kontektual, sebuah mata kuliah wajib semester VI di STT GKE. Dengan mengangkat judul "Penyalahgunaan Pil Zenit dikalangan Remaja Banjarmasin" tulisan ini dibuat dengan kerangka teologi kontekstual model praksis.

Sebelum kedatangan agama-agama besar di Indonesia, Nusantara telah dihuni oleh penduduk-penduduk yang memiliki ragam penghayatan iman. Setiap daerah memiliki aneka kekhasan dalam menghayati adanya entitas transenden yang memengaruhi hidup personal dan sosial mereka. Kedatangan agama seperti Hindu-Buddha, Islam, dan Kristen memberikan sebuah pandangan hidup baru yang menghadapkan mereka pada dua pilihan, yakni apakah meninggalkan keyakinan leluhur atau menolak bentuk keimanan "impor" tersebut. Kedatangan para misionaris yang menghadirkan Yesus dan kekatolikan juga memantik reaksi dari para penghayat kepercayaan lokal dalam menafsir apa itu kekatolikan. Untuk memahami dialog antara kekatolikan dan kepercayaan lokal, makalah ini hendak menjawab pertanyaan tesis, Bagaimana proses dan buah dari dialog antara kekatolikan dengan agama dan kepercayaan lokal? Bertolak dari pertanyaan ini, kami mengambil lima kepercayaan lokal di Indonesia sebagai subjek analisis historis, yakni Agama Parmalim,

Oleh KLEMENS RAYMUNDUS NENO NAGE NIRM: 17.753 SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO 2019 iii PERNYATAAN ORISINALITAS Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Klemens Raymundus Neno Nage NIRM : 17. 753 menyatakan bahwa tesis ini benar-benar hasil karya ilmiah saya sendiri, dan bukan plagiat dari karya ilmiah yang ditulis orang lain atau lembaga lain. Semua karya ilmiah orang lain atau lembaga lain yang dirujuk dalam tesis ini telah disebutkan sumber kutipannya serta dicantumkan pada catatan kaki dan daftar pustaka.

The article intends to build a contextual ecotheology based on Dayak's people shifting cultivation system. A shifting cultivation system is the techniques of planting rice with the following factors in mind: choosing the land, cutting, burning, planting, and harvesting. As an agricultural activity, the government and modern society often misunderstood shifting cultivation systems as dangerous for the environment. However, through a descriptive qualitative survey, combined with the analysis using Robert P. Borrong and Daniel P. Scheid's theory, the research finds that as local wisdom, shifting cultivation system can be used in building ecological concern-based theology. Borrong gives an essential focus on contextual ecotheology, and Scheid uses cosmological dialogue as a way of thinking among creations, both between humans and humans to others. Shifting cultivation is Dayak's farmer in Kalimantan narrative on how to understand the relation between creations. During an environmental crisis, we need a contextual ecotheology that appreciates nature. Christian ecotheology approach will show that Indonesian local people narratives are indeed respectful towards nature.

Buku ini memberikan suatu kontribusi bagi perluasan wawasan mengenai berbagai pandangan teologis tentang agama-agama dan dialog antar agama yang pernah dan sedang ada dalam pergumulan teologis di kalangan para pemikir kristen. Disajikan suatu ringkasan tentang model-model gagasan teologis yang ada.

Buku ini berbicara tentang berbagai pandangan teologis tentang agama-agama dan dialog antaragama yang pernah dan sedang ada dalam pergumulan teologis di kalangan para pemikir kristen. Di dalamnya disajikan suatu ringkasan tentang model-model gagasan teologis yang pernah ada.

Tulisan ini merupakan upaya kontekstualisasi dari nyanyian tentang Kebun Angur yang diucapkan nabi Yesaya dalam pasal 5:1-7 berdasarkan pengalaman Indonesia. Isi berupa kritik sosial tentang kehidupan bangsa yang morat-marit karena perilaku mayoritas pemimpinnya yang tidak lagi memiliki rasa malu dengan praktek korupsi terang-terangan.

Artikel ini menyajikan tentang peranan dan tempat Roh Kudus dalam pelayanan sakramen-sakramen Gereja. Berupa uraian teologis dan liturgis: dengan menganalisis upacara perayaan sakramen-sakramen terutama rumusan doa yang terdapat dalam buku-buku pelayanan sakramen.

Domestic violence becomes the actual discussion, and generally the victim is the wife. Many things need to be done in efforts to minimize domestic violence, and one of them is to develop a Christian ethical attitude to answer this crucial problem. This paper talks about how Christian ethics in response to the phenomenon of violence against wives at the same time offers a way out for the problem. Abstraksi: Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi diskusi aktual, dan umumnya korban adalah istri. Banyak hal yang perlu dilakukan dalam upaya meminimalkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan salah satunya adalah dengan mengembangkan sikap Etis Kristen untuk menjawab masalah krusial ini. Makalah ini berbicara tentang bagaimana sikap Etika Kristen dalam menanggapi fenomena kekerasan terhadap istri, dan pada saat yang sama menawarkan jalan keluar untuk masalah ini. Pendahuluan Kekerasan terhadap perempuan dalam lingkungan domestik (dalam hal ini menunjuk pada posisi perempuan sebagai istri) sebenarnya sudah menjadi gejala fenomenologis baik di dunia maupun di Indonesia pada khususnya. Namun masalah ini, terlebih di Indonesia, tidak pernah mencuat sampai permukaan karena adanya pandangan yang mengatakan bahwa masalah-masalah di sekitar rumah tangga/ domestik adalah tabu untuk diberitakan dan diceritakan kepada orang-orang di luar rumah tangga tersebut. Dalam penelitian1 ditemukan fakta bahwa perempuan/istri cenderung untuk menutupi masalah ini dan 1Hal ini diteliti oleh Carwoto, "Mengungkap dan Mengeliminasi Kekerasan Terhadap Istri" dalam Rifka Annisa, Menggugat Harmoni.