Setiap bahasa di dunia merupakan alat primer bagi penuturnya dalam berkomunikasi satu sama lain. Masing-masing bahasa memiliki keunikannya tersendiri hingga tidak ada bahasa yang lebih spesial dibandingkan bahasa lainnya. Salah satu...
moreSetiap bahasa di dunia merupakan alat primer bagi penuturnya dalam berkomunikasi satu sama lain. Masing-masing bahasa memiliki keunikannya tersendiri hingga tidak ada bahasa yang lebih spesial dibandingkan bahasa lainnya. Salah satu keunikan bahasa yang menarik untuk ditilik adalah banyaknya leksem yang dimiliki suatu bahasa, saat bahasa lain hanya memiliki sedikit kosakata untuk menjelaskan suatu konsep tertentu. Penelitian ini berfokus pada leksem golek dalam bahasa Jawa yang memiliki arti inti ‘mencari’. Banyaknya leksem yang secara umum diwakilkan oleh kata golek diantaranya: njala, ngarit, mancing, dan lain-lain. Penelitian ini mencoba untuk memperlihatkan perbedaan di antara mereka dengan melihat komponen-komponen makna yang dimiliki oleh leksem-leksem tersebut. Leksem yang menjadi data diperoleh dengan metode introspeksi yang kemudian dipastikan maknanya dengan bantuan kamus dan wawancara dengan penutur asli bahasa Jawa lain. Teori analisis semantik struktural oleh Nida (1975) digunakan untuk menganalisis makna leksem-leksem yang menjadi data dalam penelitian, yang kemudian dilihat penggunaannya dalam kalimat untuk memperlihatkan perbedaan antar leksem, khususnya leksem-leksem dengan komponen makna yang sama. Dalam sekurang-kurangnya lima belas leksem bermakna ‘mencari’ yang ditemukan dalam bahasa Jawa, terdapat enam dimensi makna yang membedakan mereka. Keenam dimensi makna tersebut antara lain, SUMBER TENAGA, OBJEK, KEPEMILIKAN, KEPENTINGAN, TEMPAT, dan PELAKU. Meskipun beberapa di antara leksem-leksem tersebut memiliki kesamaan komponen makna pada beberapa dimensi makna, tetap ditemukan perbedaan-perbedaan komponen makna di antara leksem-leksem tersebut. Hal ini memperkuat pendapat bahwa tidak ada dua kata yang bersinonim mutlak atau persis sama maknanya.