Diagnosability

Perkembangan penyakit di dunia mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Kanker Prostat merupakan salah satu daftar penyakit yang berbahaya saat ini. Masyarakat pada umumnya memiliki sebuah asumsi bahwa penyakit Kanker Prostat merupakan tumor ganas yang tumbuh pada prostat, kelenjar seukuran kacang walnut dibawah kandung kemih pria yang fungsinya memproduksi sperma. Sebagian besar Kanker Prostat tumbuh sangat lambat, namun merupakan kanker ganas, dan kanker yang dapat menyebar ke bagian tubuh lain, khususnya tulang dan kelenjar getah bening. Kanker Prostat disebabkan karena asupan kalsium berlebih meningkatkan risiko Kanker Prostat pada usia lanjut dengan mekanisme penurunan regulasi vitamin D aktif. Salah satu alternatif untuk mencegah adalah melalui intraprostatic conversion dari 25(OH) vitamin D menjadi vitamin D aktif (Rindiastuti, 2007). Hal ini tak sejalan dengan pernyataan (Siswono, 2003), bahwa penyebab kanker prostat ditentukan oleh dua hal yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor risiko lain yang tidak kalah penting adalah usia di atas 50 tahun, pembesaran prostat jinak, infeksi virus, riwayat Kanker Prostat dalam keluarga, pola hidup, dan pola makan. Hal ini menciptakan paradigma dikalangan usia lanjut untuk mengkonsumsi kalsium dalam jumlah banyak, padahal konsumsi kalsium berlebih khususnya pada pria usia lanjut dapa meningkatkan risiko terkena penyakit Kanker Prostat (Astawan M, 2007). Peran kalsium dapat meningkatkan risiko Kanker Prostat adalah dengan mekanisme penurunan regulasi 1,25 (OH)2 vitamin D, suatu vitamin D aktif yang dapat menghambat proliferasi sel Kanker Prostat (Kristall A, dkk, 2002).

Autisme merupakan gangguan perkembangan mental pada anak yang menyebabkan seorang anak sulit untuk berinteraksi sosial. Diagnosa autisme biasanya dilakukan oleh seorang pakar/ahli dibidang tumbuh kembang anak, namun sebenarnya orang tua juga dapat melakukan diagnosa awal kemungkinan autisme pada anak dengan melakukan pengamatan perilaku anak dalam kesehariannya terutama dari cara berkomunikasi, berinterkasi sosial dengan anak sebayanya, dan kemampuan berimajinasi pada anak. Aplikasi yang dibangun bertujuan untuk membantu orang tua didalam melakukan diagnosa awal kemungkinan autisme pada anak. Pengetahuan pada sistem direpresentsikan dalam bentuk aturan dan metode penalaran yang digunakan adalah metode runut maju (forward chainning). Keluaran pada sistem berupa ada tidaknya kemungkinan autisme pada seorang anak berdasarkan fakta/gejala yang diberikan kepada sistem.

For bounded Petri nets, Cabasino et al. propose a diagnosability test method that is based on the analysis of a modified basis reachability graph and a basis reachability diagnoser. However, its complexity is exponential in the number of nodes of the basis reachability diagnoser. In order to reduce the complexity of their method, this paper presents a new diagnosability test approach for bounded Petri nets. We present the concept of an extended basis reachability graph and prove that our approach is of polynomial complexity in the number of nodes of extended basis reachability graphs. An example is given to illustrate the application of the presented approach.

The problem of diagnosability of a fault after the firing of a finite number of observable events (i.e., K-diagnosability) is tackled in this paper. This problem corresponds to diagnosability of a fault within a finite delay in the context of discrete event systems (DESs). Two results for DESs modeled as labeled Petri nets are given: the first is a sufficient condition for K - undiagnosability of fault, while the second is a necessary and sufficient condition for K-diagnosability. The proposed results exploit the mathematical representation of Petri nets and the Integer Linear Programming standard optimization tool.

In this work we propose to use an approach based on genetic algorithms to obtain analytical redundancy relations to study the diagnosability property on a given continuous production system. Diagnosability analysis for production systems examines the detectability property (the faults are discriminable from the normal behavior of the system) and the isolability property (the faults are discriminable between them). The redundancy relations are based on the minimal test equation support and in a structural analysis over a bipartite graph. The faults analysis is studied using a multi-objective fitness function in a genetic algorithm, which describes the different constraints to be covered in order to reach the diagnosability property on the system. Our approach is tested in a theoretical example and in a real continuous system, a process of extraction of oil by gas injection

In this work we propose to use an approach based on genetic algorithms to obtain analytical redundancy relations to study the diagnosability property on a given con-tinuous system, and if this not fulfill, our approach allows studying the sensor place-ment problem in order to fulfill it. The redundancy relations are based on the mini-mal test equation support and in a structural analysis over a bipartite graph. The faults analysis is studied using a multi-objective fitness function in two genetic al-gorithms which describe the different constraints to be covered in order to reach the diagnosability property on the system. Additionally, our approach allows studying the sensors placement problem on systems that do not fulfill the detectability or isolability properties, using another genetic algorithm.

Sufficient conditions for diagnosability of DES modeled as Petri net are given in this paper. In proposed framework we refer to the concept of diagnosability given by Sampath et al. for finite state automata; as far as the fault events are concerned, they are modeled as unobservable transitions. The results here presented are based on the mathematical representation of PNs, and their complexity does not depend on the initial marking of the net. Hence the proposed approach does not suffer of the state space explosion problem, as the diagnoser approach does.

Isi resensi: Pengertian tentang anak berkesulitan belajar sangat diperlukan karena dalam kehidupan sehari-hari tersebut secara keliru. Banyak orangm termasuk sebagian besar para guru. Ttidak dapat membedakan antara kesulitan belajar, lambat belajar dan tunagrahita. Tanpa memahami pengertian kesulitan belajar, akan sulit pula menentukan jumlah anak berkesulitan belajar sehingga pada gilirannya juga sulit untuk membuat kebijakan pendidikan bagi mereka. Dengan memahami pengertian kesulitan belajar, jumlah dan klasifikasinya dapat ditentukan strategi penanggulangan yang efektif dn efisien. Penyebab kesulitan belajar juga perlu dipahami karena dengan pengetahuan tersebut dapat dilakukan usaha-usaha preventif maupun kuratif. Oleh karena itu, guru bagi anak berkesulitan belajar perlu lebih dahulu memahami hakikat