Academia.eduAcademia.edu

Guru Dan Murid Dalam Persektif Al Qur’An Dan Hadits

2021, MUSHAF JOURNAL: Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis

Teachers in the perspective of Islamic education are people who are responsible for the development of all potential students. If we look functionally the word teacher can be interpreted as a giver or distributor of knowledge, skills. A teacher has a sense of responsibility towards his duties as a teacher. As said by Imam Ghazali that "the task of educators is to perfect, clean, perfect and bring the human heart to Taqarrub to Allah SWT. While students are creatures who are in the process of development and growth according to their respective natures, where they really need consistent guidance and direction towards the optimal point of their natural abilities. Based on this understanding, students can be characterized as people who are in need of knowledge or knowledge, guidance and direction.

MUSHAF JOURNAL : Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis Vol. 1 No. 1 Desember 2021, page 119-130 e-ISSN: 2809-3712 GURU DAN MURID DALAM PERSEKTIF AL QUR’AN DAN HADITS Iskandar Yusuf Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda Corressponding author email: [email protected] Iskandar Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda Email: [email protected] Abstract Teachers in the perspective of Islamic education are people who are responsible for the development of all potential students. If we look functionally the word teacher can be interpreted as a giver or distributor of knowledge, skills. A teacher has a sense of responsibility towards his duties as a teacher. As said by Imam Ghazali that "the task of educators is to perfect, clean, perfect and bring the human heart to Taqarrub to Allah SWT. While students are creatures who are in the process of development and growth according to their respective natures, where they really need consistent guidance and direction towards the optimal point of their natural abilities. Based on this understanding, students can be characterized as people who are in need of knowledge or knowledge, guidance and direction. Keywords: Teachers, Students, Qur’an, Hadith. Abstrak Guru dalam persepektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata guru dapat di artikan sebagai pemberi atau pen yalur pengetahuan, keterampilan. Seorang guru mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai seorang guru. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ghazali bahwa” tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membawa hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT. Sedangkan murid adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, dimana mereka sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. Berdasarkan pengertian ini, maka 119 120 anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan. Kata Kunci: Guru, Murid, Alquran, Hadis. Pendahuluan Pendidikan adalah kegiatan yang melibatkan setidaknya 2 individu yang saling berkaitan dan berinteraksi satu dengan lainnya yang kita kenal dengan sebutan guru dan murid. Keduanya adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan karena merupakan unsur utama dalam pendidikan, yang secara “mengesankan” keduanya bisa berkedudukan pada dua posisi yang berbeda secara bersamaan dalam proses pendidikan, yaitu sebagai subyek sekaligus obyek pendidikan. Dikutip dari Abudin Nata, pengertian guru adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus guru dalam persepektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi murid. Kalau kita melihat secara fungsional kata guru dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan. Dari istilah-istilah sinonim di atas, kata guru secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan dimana saja. Secara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya. Artikel ini akan berupaya membahas konsep guru dan murid dipandang dari perspektif al quran dan hadits. . Kerangka yang dipakai untuk menganalisis tema ini adalah kajian tematik dengan mendasarkan pembahasan pada dalil al quran dan hadits dalam memahami makna kata dan esensi dari konsep guru dan murid itu sendiri. Adapun pembahasan yang akan diangkat adalah pengertian guru dan murid dari perspektif al quran dan hadits, tugas dan tanggung jawab guru dan hakekat dari murid serta kode etik murid. HASIL DAN PEMBAHASAN Guru Dalam Perspektif Al-Qur’an Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Definisi ini cakupan maknanya sangat luas, mengajar apa saja bisa disebut guru, sehingga ada sebutan guru ngaji, guru silat, guru olah raga, dan guru lainnya. Dalam dunia pendidikan, sebutan guru dikenal sebagai pendidik dalam jabatan. Pendidik jabatan yang dikenal banyak orang adalah guru, sehingga banyak pihak mengidentikkan pendidik dengan guru. Sebenarnya banyak spesialisasi pendidik 121 baik dalam arti teoritisi maupun praktisi yang pendidik tapi bukan guru.(Muhadjir, 2000). Dalam konteks pendidikan Islam, guru adalah semua pihak yang berusaha memperbaiki orang lain secara Islami. Mereka ini bisa orang tua (ayahibu), paman, kakak, tetangga, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat luas. Khusus orang tua, Islam memberikan perhatian penting terhadap keduanya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, serta sebagai peletak fondasi yang kokoh bagi pendidikan anak-anaknya di masa depan. Banyak dalil naqli yang menunjukkan hal ini, misalnya sabda Rasulullah SAW : َ َ َ َّ َ ُّ ‫آد ُم َح َّد َث َنا ْاب ُن َأب ذ ْئب َع ْن‬ َّ ‫الز ْهر ِّي َع ْن َأب َس َل َم َة ْبن َع ْب ِد‬ ‫الر ْح َم ِن َع ْن‬ ‫حدثنا‬ ِ ‫ِي‬ ٍ ‫ِي‬ ِ ِ ُ ْ َ ُّ ُ َ ‫ه ُ َ َ ْ َ َ ه‬ ‫َ ُ َ ْ َ َ َ َ ه ُ َ ْ ُ َ َ َ َ َّ ُّ َ ه‬ َُ ‫ود ُيولد‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ك‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫اَّلل‬ ‫َّل‬ ‫ض اَّلل عنه قال قال الن ِ يب ص‬ ِ ٍ ‫أ ِ يب هريرة ر ِ ي‬ َ َ ِّ َ ُ ْ َ َ ِّ َ ُ ُ َ َ َ َ َ ْ ْ َ َ ‫عَّل ال ِفطرِة فأبواه يهودا ِن ِه أو ين‬ ‫ِّص ِان ِه أ ْو ُي َم ِّج َس ِان ِه‬ Telah menceritakan kepada kami (Adam) telah menceritakan kepada kami (Ibnu Abu Dza'bi) dari (Az Zuhriy) dari (Abu Salamah bin 'Abdurrahman) dari (Abu Hurairah Radliallahu 'anhu) berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.” Ada beberapa istilah dalam bahasa Arab yang biasa dipakai sebagai sebutan bagi para guru, yaitu murabi, mu’allim, muadadib, mudarris, muzakki, dan ustadz. Istilah-istilah ini, dalam penggunaannya, memiliki makna tertentu. Tugas dan Tanggung Jawab Guru dalam Perspektif Al-Qur’an Dalam Islam, Guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat penting dalam proses pendidikan, karena berhasil dan tidaknya pendidikan tersebut yang menjadi salah satu faktor penentunya adalah guru. Walaupun perkembangan teknologi sangat pesat yang memudahkan akses dalam mencari dan mendapatkan informasi tentang sebuah ilmu, namun keberadaan guru untuk memperjelas konsep dan pemikiran dari seseorang yang tertulis dalam buku ataupun tulisan-tulisan ilmiah tetap menjadi sebuah keniscayaan yang harus ada agar informasi yang diterima tidak disalahartikan. Secara umum, tugas pendidik dalam perspektif pendidikan Islami mengacu kepada tiga hal berikut : Pertama, Guru adalah orang yang bertugas melanjutkan tugas-tugas para Nabi dan Rasul. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah ayat 151 : 122 َ ‫َك َم ٓا َا ْر َس ْل َنا ف ْي ُك ْم َر ُس ْو اًل ِّم ْن ُك ْم َي ْت ُل ْوا َع َل ْي ُك ْم ٰا ٰيت َنا َو ُي َز ِّك ْي ُك ْم َو ُي َع ِّل ُم ُك ُم ْالك ٰت‬ ‫ب‬ ِ ِ ِ َ ْ ْ َ َ ُ ُ َ َ ُ ِّ ‫َوال ِحك َمة َو ُي َعل ُمك ْم َّما ل ْم تك ْون ْوا ت ْعل ُم ْون‬ Artinya : Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui. “ Q.S. Ali ‘Imran ayat 164 : ‫ا‬ ْ َ ْ ْ ُ ْ َ َ ُ ‫َ َ ْ َ َّ ه‬ َ ُْ ٰ ُ َْ َ ‫ي ِاذ َب َعث ِف ْي ِه ْم َر ُس ْوًل ِّم ْن انف ِس ِه ْم َيتل ْوا َعل ْي ِه ْم ا ٰي ِت ٖه‬ ‫لقد من اَّلل عَّل المؤ ِم ِن‬ ْ ‫ف َض ٰلل ُّمب‬ َ ‫َو ُي َز ِّك ْيه ْم َو ُي َع ِّل ُم ُه ُم ْالك ٰت‬ ْ ِ ‫ب َو ْال ِح ْك َم ََۚة َوا ْن َك ُان ْوا ِم ْن َق ْب ُل َل‬ ‫ي‬ ِ ِ ِ ِ ٍ ‫ن‬ ‫ي‬ Artinya : “Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Q.S. al- Jumu‘ah ayat 2 : ِّ ِّ َ ُْ ٰ َ ََ ْ ‫ُ َ ه‬ ُْ ْ ‫ا‬ َ ّ ‫اْل ِّم‬ ‫ي َر ُس ْوًل ِّمن ُه ْم َيتل ْوا َعل ْي ِه ْم ا ٰي ِت ٖه َو ُي َزك ْي ِه ْم َو ُي َعل ُم ُه ُم‬ ٖ ‫هو ال ِذي بعث ِف‬ ‫ْ ٰ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ ُ ْ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ٰ ُّ ْ ن‬ ‫ي‬ ‫ال ِكتب وال ِحكمة وِان كانوا ِمن قبل ل ِ يف ضل ٍل م ِب ن‬ Artinya : “Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Ketiga ayat ini menjelaskan bahwa Allah sebagai Maha Pendidik mengurus para Nabi dan Rasul untuk tiga tugas. Pertama, membacakan ayatayat Allah kepada manusia. Kedua, mengajarkan hikmah kepada manusia. Ketiga, mengajarkan ilmu kepada manusia. Karena itu, tugas guru adalah melanjutkan tugas-tugas para Nabi dan Rasul yaitu mendidik murid dalam hal ayat-ayat Allah, hikmah dan ilmu. Kedua, Guru bertugas mengantarkan murid untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu : Bersyahadah kepada Allah Swt (Q.S. al- A’raf ayat 172), Menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah yang senantiasa beribadah kepadaNya (Q.S. al-Dzariyat 53), Mengemban tugasnya sebagai khalifah Allah Swt. di bumi (Q.S. al- Baqarah ayat 30), Guru bertugas untuk meneruskan tugas para 123 ulama sebagai penyampai pesan-pesan agama kepada muridnya, pemutus masalah muridnya secara bijaksana, menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari keburukan (Q.S. ali Imran : 104). Berdasarkan kepada asal kata guru dalam al quran, maka tanggung jawab seorang guru dapat dipilah menjadi beberapa bagian; Pertama, Tanggung jawab guru yang harus dilakukan sebagai murabbī yaitu: (a) Memelihara aspek jasmani dan ruhani murid agar tetap terus berkembang, (b) Pendidik memiliki wewenang penuh dalam mengemban amanahnya sebagai pendidik bagi murid, (c) Mengembangkan sifat profesionalisme pendidik agar tugasnya sebagai pendidik dapat dijalankan secara optimal, (d) Bertanggung jawab mengemban amanah dari Allah SWT untuk membentuk manusia pengabdi kepada Allah SWT dan khalifah di muka bumi, (e) Harus memahami aspek psikologi murid agar dapat memilih materi pendidikan yang cocok untuk diberikan kepada murid, (f) Bertanggung jawab menumbuhkembangkan potensi murid, (g) Mengembangkan dan menanamkan sifat al-rububiyyat dalam dirinya, dan selanjutnya menanamkannya kepada murid, (h) Menguasai konsep dan penerapan manajemen kelas dan menciptakan suasana belajar yang dinamis, dialogis, dan menyenangkan. Kedua, Tanggung jawab guru yang harus dilakukan sebagai Muallim yaitu; (a) Mu’allim memiliki kedudukan utama di antara manusia, keutamaan tersebut seperti sebagai pewaris para Nabi, kemudian Allah dan para malaikatNya bersalawat kepada pendidik (mu’allim), dan medapatkan pahala yang terus mengalir selama ilmu yang diajarkan oleh mu’allim diamalkan oleh umat manusia, (b) Bertugas mencerahkan kehidupan umat dari kebodohan, (c) Mengajarkan dan mengamalkan ilmu kepada umat, (d) Meluruskan pemimpin apabila salah, dan memberikan masukan bagi pengelolaan pemerintahan, (f) Memiliki sifat ikhlas dalam mengajarkan ilmunya, tidak pemarah, tidak melakukan kekerasan fisik dalam mendidik, dan menunaikan amanahnya secara sempurna. Ketiga, Tanggung jawab guru yang harus dilakukan sebagai Mu’addib yaitu; (a) Bertanggung jawab terhadap bimbingan dan pendidikan murid agar berperilaku, berbudi pekerti, dan beradab serta sopan santun sesuai dengan ketentuan umum yang berlaku di masyarakat, (b) Seorang muaddib wajib mencontoh Rasulullah Muhammad SAW dalam pendidikan konsep ta’dib karena al-Qur`an dan Hadits adalah sumber utama bagi muaddib dan akhlak Rasulullah SAW adalah al-Qur`an, (c) Muaddib harus menjadi contoh dan teladan bagi muridnya, (d) Seorang muaddib berkewajiban untuk mengamalkan adab dan tingkah laku yang terpuji terlebih dahulu sebelum mengajarkan kepada murid. Keempat, Tanggung jawab guru yang harus dilakukan sebagai Mudarris yaitu; (a) Harus memiliki profesionalitas tinggi dalam mengembangkan potensi muridnya, (b) Mudarris mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan harmonis, (b) Menciptakan kerjasama di antara murid untuk memperdalam ilmu 124 pengetahuan, (c) Mengelola dan memilih materi ajar dan mengajarkannya dengan baik kepada murid, (d) Mudarris harus mampu menelaah al-Qur`an karena di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai pendidikan. Keempat, Tanggung jawab guru yang harus dilakukan sebagai Mursyid yaitu; (a) Harus memiliki kejernihan berpikir dan kedewasaan berpikir, (b) Memelihara dirinya dari perbuatan buruk dan senantiasa menghiasi diri dengan perbuatan terpuji (c) Membimbing murid agar memiliki kejernihan berpikir, kedewasaan berpikir, dan kesadaran dalam beramal. Murid Dalam Perspektif Al-Qur’an Kata murid berasal dari bahasa Arab, yaitu ’arada, yu’ridu, iraadatan, muriidan yang berarti orang yang menginginkan. Kata ini sendiri terdapat sebanyak 148 kali, yang terdiri dari kata benda sebanyak 6 kali, dipakai kata kerja sebanyak 142 kali dalam al quran. Diantaranya adalah Kata ‘arada dalam surat Yaasiin ayat 82 yang berarti menghendaki : ُ ْ َ ۖ َ َ َ ٓ َ ٗٓ َ ٓ َّ ُ ُ َ ُ َٗ ‫ِان َما ا ْم ُر ٗه ِاذا ا َراد ش ْي ًٔـا ان َّيق ْو َل له ك ْن ف َيك ْون‬ Artinya: “Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu”. Al Ahdzab ayat 17 : َ ‫ا‬ ُ َ َ َ ْۤ ُ َ َ ْ ‫ُ ْ َ ْ َ ه ْ َ ْ ُ ُ ْ ِّ َ ه‬ ‫اَّلل ِان ا َراد ِبك ْم ُس ْو ًءا ا ْو ا َراد ِبك ْم َر ْح َمة َۗوًل‬ ِ ‫قل من ذا ال ِذي يع ِصمكم من‬ َ َ ‫ه‬ َُ َ ْ ُ َ ُْ ْ ‫اَّلل َو ِل ًّيا َّوًل ن ِص ْ ًيا‬ ِ ‫ي ِجدون له ْم ِّمن دو ِن‬ Artinya : “Katakanlah, “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (ketentuan) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?” Mereka itu tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah.” Al Jiin ayat 10 : ‫ن‬ ً َ َْ َ َ َ ْ ‫ش ُارْي َد ب َم‬ ْ ‫اْل‬ ٌّ ََ ‫َّو َا َّنا ًَل َن ْدر ْٓٗي َا‬ ‫ض ا ْم ا َراد ِب ِه ْم َ ُّرب ُه ْم َرشدا‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ِ ِ ِ ِ ِ Artinya : “Dan sesungguhnya kami (jin) tidak mengetahui (adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan baginya.” Kata yuri’du dalam surat al Baqarah ayat 185 yang berarti dikehendaki : ُ ‫ُير ْي ُد ه‬ َ ْ ‫ْس َو ًَل ُير ْي ُد ب ُك ُم ْال ُع‬ َ ْ ‫اَّلل ب ُك ُم ْال ُي‬ ‫ْس‬ ِ ِ ِ ِ 125 Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” Dari beberapa pengertian berdasarkan al quran tersebut, maka para ahli pendidikan kemudian menyimpulkan pengertian murid baik secara bahasa maupun secara istilah. Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut murid pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa. Murid adalah amanat bagi para gurunya. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya ia akan tumbuh menjadi orang yang baik, selanjutnya memperoleh kebahagiaan dunia dan akhiratlah kedua orang tuanya dan juga setiap mu’alim dan murabbi yang menangani pendidikan dan pengajarannya. Sebaliknya, jika murid dibiasakan melakukan hal-hal yang buruk dan ditelantarkan tanpa pendidikan dan pengajaran seperti hewan ternak yang dilepaskan beitu saja dengan bebasnya, niscaya dia akan menjadi seorang yang celaka dan binasa. Hakikat Murid Dalam pandangan pendidikan Islam, untuk mengetahui hakikat murid, tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan pembahasan tentang hakikat manusia, karena manusia hasil dari suatu proses pendidikan. Menurut konsep ajaran Islam manusia pada hakikatnya, adalah makhluk ciptaan Allah yang secara biologis diciptakan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung secara evolutif, yaitu melalui proses yang bertahap. Sebagai makhluk ciptaan, manusia memiliki bentuk yang lebih baik, lebih indah dan lebih sempurna dibandingkan makhluk lain ciptaan Allah, hingga manusia dinilai sebagai makhluk lebih mulia, sisi lain manusia merupakan makhluk yang mampu mendidik, dapat dididik, karena manusia dianugerahi sejumlah potensi yang dapat dikembangkan. Itulah antara lain gambaran tentang pandangan Islam mengenai hakikat manusia, yang dijadikan acuan pandangan mengenai hakikat murid dalam pendidikan Islam. Murid dalam pendidikan Islam harus memperoleh perlakuan yang selaras dengan hakikat yang disandangnya sebagai makhluk Allah. Dengan demikian, sistem pendidikan Islam murid tidak hanya sebatas pada obyek pendidikan, melainkan pula sekaligus sebagai subyek pendidikan. Dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, semua makhluk pada dasarnya adalah murid. Sebab, dalam Islam, sebagai murabbi, mu‟allim, atau 126 muaddib, Allah Swt pada hakikatnya adalah pendidik bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Dialah yang mencipta dan memelihara seluruh makhluk. Pemeliharaan Allah Swt mencakup sekaligus kependidikan-Nya, baik dalam arti tarbiyah, ta‟alim, maupun ta‟adib. Karenanya, dalam perspektif falsafah pendidikan Islam, murid itu mencakup seluruh makhluk Allah Swt, seperti malaikat, jin, manusia, tumbuhan, hewan, dan sebagainya. (al-rasyidin, 2008). Ada dua murid yang diperbincangkan dalam ayat ini, yaitu malaikat dan Nabi Adam. Pendidiknya adalah Allah; Dia mengajarkan malaikat dan juga Adam. Malaikat diberikan hak berbicara mengenai apa yang akan Allah Lakukan yaitu penciptaan manusia sebagai kholifah di muka bumi. Dan Nabi adam sebagai murid tidak hanya menerima transfer ilmu, tanpa usaha dari Allah. Tetapi Allah memberikan daya kepadnya, berua indra, akal dan atau qolbu, sehingga membuat Adam aktif dan memperoleh ilmu mengungguli malaikat; malaikat tidak menguasai ilmu yang di kuasai Adam. Dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, pada hakikatnya semua manusia adalah murid. Sebab, pada hakikatnya, semua manusia adalah makhluk yang senantiasa berada dalam proses perkembangan menuju kesempurnaan, atau suatu tingkatan yang dipandang sempurna, dan proses itu berlangsung sepanjang hayat. (yusuf, 2013). Dalam buku Filsafat pendidikan Islam yang ditulis oleh Hasan Basri,dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, hakikat murid terdiri dari beberapa macam, diantaranya; Pertama, Murid adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di dalam keluarga. Kedua, Murid adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga pendidikan formal maupun non formal, seperti disekolah, pondok pesantren, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat pengajian anak-anak seperti TPA, majelis taklim, dan sejenis, bahwa peserta pengajian di masyarakat yang dilaksanakan seminggu sekali atau sebulan sekali, semuanya orang-orang yang menimba ilmu yang dapat dipandang sebagai anak didik. Ketiga, Murid secara khusus adalah orang –orang yang belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses kependidikan. Tugas dan Tanggungjawab Murid Tujuan dari setiap proses pembelajaran adalah menta‟lim, mentarbiyah, atau menta‟dibkan al-„ilm ke dalam diri setiap peserta didik. Al-„ilm yang akan dita‟-lim, ditarbiyah, atau dita‟dibkan tersebut adalah al-haqq, yaitu semua kebenaran yang datang dan bersumber dari Allah Swt, baik yang didatangkanNya melalui Nabi dan Rasul, (al- ayah al-quraniyah), maupun yang dihamparkan-Nya pada seluruh alam semesta, termasuk diri manusia itu sendiri (al-ayah al-kauniyah). Al-„ilm tersebut merupakan penunjuk jalan bagi murid untuk mengenali dan meneguhkan kembali syahadah primordialnya terhadap 127 Allah Swt sehingga ia mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan keserharian. Karenanya, dalam konteks ini, tugas utama setiap murid adalah mempelajari al-„ilm dan mempraktikkan atau mengamalkannya sepanjang kehidupan. (al-rasyidin, 2008). Berkenaan dengan tugas utama yang harus dilakukan murid ini, Rasulullah saw melalui salah satu hadis menegaskan : menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat. Proses menuntut atau mempelajari al-„ilm itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, baik yang tersurat maupun yang tersirat, mengeksplorasi, meneliti, dan mencermati fenomena diri, alam semesta, dan sejarah umat manusial berkontemplasi, berpikir, atau menalar, berdialog, berdiskusi atau bermusyarah, mencontoh atau meneladani, mendengarkan nasehat, bimbingan, pengajaran dan peringatan, memetik „ibrah atau hikmah, melatih atau membiasakan diri, dan masih banyak lagi aktivitas belajar lainnya yang harus dilakukan setiap murid untuk meraih alilm dan mengamalkannya dalam kehidupan. (al-rasyidin, 2008). Seluruh aktivitas pembelajaran sebagaimana dipaparkan di atas wajib ditempuh atau dilakukan murid dalam proses belajar atau menuntut al-„ilm. Karenanya, murid tidak boleh mencukupkan aktivitas belajarnya pada suatu aktivitas saja. Dalam berbagai surah, alquran senantiasa menyeru manusia untuk berpikir, mengingat, membaca, mengambil pelajaran, memetik hikmah. Bereksplorasi, bertadabbur, dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan agar murid mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyahnya sehingga mampu diberdayakan dalam rangka aktualisasi diri sebagai makhluk yang bersyahadah kepada Allah Swt, beribadah secara tulus ikhlas hanya kepada-Nya, dan menjadi khalifah atau pemimpin dan pemakmur kehidupan dibumi. Berkenaan dengan tanggung jawab, dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, tanggung jawab utama murid adalah memelihara agar semua potensi yang dianugerahkan Allah Swt kepadanya dapat diberdayakan sebagaimana mestinya. Dimensi jismiyah wajib dipelihara, agar secara fisikal murid mampu melakukan aktivitas belajar, meskipun harus melakukan rihlah ke berbagai tempat. Demikian pula, dimensi ruhiyah juga wajib dipelihara, agar bisa difungsikan sebagai energi atau kekuatan untuk melakukan aktivitas belajar. Ketika murid tidak mampu memelihara dimensi jismiyah dan ruhiyahnya, maka energi, daya, atau kemampuan membelajarkan diri akan terganggu, bahkan bisa menjadi tidak mampu. Karenanya, sebagaimana juga dikemukakan Nata, agar tetap mampu melakukan aktivitas belajar, setiap murid memerlukan kesiapan fisik prima, akal yang sehat, pikiran yang jernih, dan jiwa yang tenang. Untuk itu, perlu adanya upaya pemeliharaan dan perawatan secara sungguh-sungguh semua potensi yang bisa digunakan untuk belajar atau menuntut ilmu pengetahuan. (alrasyidin, 2008). 128 Kode Etik Murid Sebelum dikemukakan tentang kode etik murid, terlebih dahulu perlu dipahami definisi murid dalam pendidikan Islam. Selain pendidik, komponen lainnya yang melakukan proses pendidikan adalah murid. Dalam paradigma pendidikan Islam, murid merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Murid merupakan “Raw Material” (bahan mentah) dalam proses transformasi dalam pendidikan. Murid adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Murid sebagai komponen yang tidak dapat terlepas dari sistem pendidikan sehingga dapat dikatakan bahwa murid merupakan obyek pendidikan tersebut. Secara sederhana pendidik dapat didefinisikan sebagai anak yang belum memiliki kedewasaan dan memerlukan orang lain untuk mendidiknya sehingga menjadi individu yang dewasa, memiliki jiwa spiritual, aktifitas dan kreatifitas sendiri. (mujib, 2006). Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Islam pendidik hendaknya memahami potensi, dimensi dan kebutuhan murid. Demikian pula murid hendaknya dituntut memiliki dan menanamkan sifat-sifat yang baik dalam diri dan kepribadiannya. Imam al-Gazali merumuskan sebelas kode etik yang harus dimiliki oleh murid yaitu: Pertama, Belajar dengan nilai ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari murid dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercelah dan mengisi dengan akhlak yang terpuji. Kedua, Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi. Artinya belajar tak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi belajar ingin berjihad melawan kebodohan demi tercapainya derajat kemanusiaan yang tinggi baik dihadapan manusia dan Allah SWT. Ketiga, Bersikap tawadhu (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya sekalipun ia cerdas. Keempat, Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar. Kelima, Mempelajari ilmu yang terpuji, baik ilmu umum maupun ilmu agama. Keenam, Belajar dengan bertahap dan berjenjang. Ketujuh, Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya. Kedelapan, Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari. Kesembilan, Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi. Kesepuluh, Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang dapat membahagiakan serta memberi keselamatan dunia akhirat. Kesebelas, Harus tunduk dan patuh pada nasehat pendidik sebagaimana tunduknya orang sakit terhadap dokternya, mengikuti segala prosedur dan metode mazhab yang dianjurkan pendidik pada umumnya. 129 Uraian kode etik murid tersebut adalah bertujuan sebagai standar tingkah laku yang dapat dijadikan pedoman bagi murid dalam belajar, disisi lain berkaitan pula dengan etika murid dalam hubungannya dengan sesama murid. Kesimpulan Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa.guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus guru dalam persepektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata guru dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan. Seorang guru mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai seorang guru. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ghazali bahwa” tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membawa hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT. Sedangkan murid adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, dimana mereka sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan. Daftar Pustaka Aẓīm, Ali Abd, al-Ma’rifah fī al-Qur’ān, Cairo: Maṭba’ah Amiriyah, 1973. Abdullah, M. Amin, Islamic Studies di perguruan tinggi: Pendekatan integratifinterkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet 3, 2012. Al Rasyidin & Ja’far, Filsafat ilmu dalam tradisi Islam, Medan: Perdana Publishing, 2015. Asfahani, al-Raghib, Mu’jam Mufradāt li Alfāẓ al-Qur’ān, Kairo: Dār al-Kitāb alGhazālī, tth. Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo, Cet 12, 2013. Ghulsyani, Mahdi, Filsafat Sains menurut al-Quran,Bandung:Mizan,1999. Hitti, Philip K., The Arabs: A Short History, Bandung: Mizan, 1970. Humaidi, Paradigma Sains integratif Al-Farabi: Pendasaran Filosofis bagi Relasi Sains, Filsafat dan Agama, Jakarta: Sadra Press, 2015. Husaini, Adian, et. al, Filsafat Ilmu perspektif Barat dan Islam, Depok: Gema Insani, Cet 5, 2014. Kementerian Agama RI.Al Quran dan Tafsirnya. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2011. Nata, Abuddin, Sejarah sosial intelektual Islam dan institusi pendidikannya, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012. Shihab, M. Quraish, Membumikan Alquran jilid 2, Jakarta: Lentera Hati, 2010. 130 Shihab, M. Quraish, Menabur pesan Ilahi; Alquran dan dinamika kehidupan Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati, 2006. Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu: Sebuah pengantar populer,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cet 24,2013. Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015.