Jurnal Pendidikan:
Teori, Penelitian, dan Pengembangan
Volume: 6 Nomor: 5 Bulan Mei Tahun 2021
Halaman: 787—795
Tersedia secara online
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/
EISSN: 2502-471X
DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI
Gaya Komunikasi Kepemimpinan
Kepala Sekolah Perempuan
Mustaghfiroh1, Mustiningsih2, Raden Bambang Sumarsono2
1Manajemen
2Administrasi
Pendidikan-Universitas Negeri Malang
Pendidikan-Universitas Negeri Malang
INFO ARTIKEL
Riwayat Artikel:
Diterima: 10-04-2021
Disetujui: 25-05-2021
Kata kunci:
communication;
organizational
communication;
leadership
communication style;
women leadership;
komunikasi;
komunikasi organisasi;
gaya komunikasi kepemimpinan;
kepemimpinan perempuan
ABSTRAK
Abstract: This study purposed to describe the basic formation and characteristics of
female leadership communication styles in primary schools. It used qualitative approach
with multi-case design. The research locations are SDIT Robbani Singosari, SDK Santa
Maria 1 Malang, and SDN Sumbersari 1 Malang. Data collection techniques were
interviews, observation and documentation using individual case and cross-case data
analysis. The results are (1) the basis formation of female leadership communication
styles are characteristics members, culture and philosophy’s institution, philosophy of
leadership, internal and external factors of principals, and (2) characteristics of female
leadership communication styles namely open, inclusive, and assertive communication
styles.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskrispsikan dasar pembentukan dan
karakteristik gaya komunikasi kepemimpinan perempuan di sekolah dasar. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain multi-kasus. Lokasi penelitian
yaitu SDIT Robbani Singosari, SDK Santa Maria 1 Malang dan SDN Sumbersari 1
Malang. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi
dengan teknik analisis kasus individu dan lintas kasus. Hasil penelitian menunjukkan (1)
dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah perempuan berdasar
pada karakteristik anggota, budaya dan filosofi lembaga, filosofi kepemimpinan, faktor
internal eksternal kepala sekolah, dan (2) karakteristik gaya komunikasi kepemimpinan
kepala sekolah perempuan yaitu gaya komunikasi terbuka, inklusif, dan asertif.
Alamat Korespondensi:
Mustaghfiroh
Manajemen Pendidikan
Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang
E-mail:
[email protected]
Kepemimpinan merupakan ujung tombak keberhasilan suatu organisasi mengingat kepemimpinan merupakan posisi yang paling
sentral dalam suatu lembaga. Menentukan keberhasilan organisasi dan membangun komunikasi internal organisasi merupakan
salah satu peran kepemimpinan. Kepemimpinan yang kuat didasarkan pada filosofi keagungan pada jiwa dan semangat manusia,
serta ketekunan dan kegigihan seseorang dalam memaksimalkan potensi mereka (Stephan & Pace, 2002). Setiap orang memiliki
cara penyampaian yang tidak sama, begitupun dengan seorang pemimpin organisasi. Gaya adalah gabungan antara bahasa dan
tindakan yang digunakan oleh seseorang dalam menyampaikan pesan, sehingga gaya komunikasi kepemimpinan merupakan
gabungan antara bahasa dan tindakan yang digunakan seorang pemimpin dalam berkomunikasi dengan bawahannya. Dalam
organisasi, terdapat aturan komunikasi yang diterapkan pada hubungan antara pemimpin dan bawahan. Dalam hal ini, aturan
komunikasi diasumsikan sebagai mengatur perilaku komunikatif antara anggota organisasi.
Pembahasan tentang kepemimpinan perempuan erat kaitannya dengan pembahasan tentang persoalan gender dengan
menekankan pada posisi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pandangan yang mengkhawatirkan tentang
ketidakadilan posisi laki-laki terhadap perempuan dalam aktivitas publik. Saat ini, dunia pendidikan tidak hanya memerlukan
figur pemimpin yang memiliki nilai maskulin (berani, tegas dan rasional) namun
juga yang memiliki nilai feminisme (peduli dan melindungi). Adapun gaya komunikasi kepemimpinan perempuan lebih
cenderung melalui pendekatan dengan turut mengajak bawahan dalam melakukan perubahan dan berkembang bersama dalam
organisasi serta pemimpin juga turut serta melaksanakan tugas-tugas bersama bawahan, namun sangat berbeda dengan gaya
kepemimpinan laki-laki yang cenderung terfokus pada hubungan antara atasan dan bawahan dimana seorang bawahan
melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh atasan. Membahas tentang mana yang lebih efektif antara kinerja kepemimpinan
laki-laki dan kinerja kepemimpinan perempuan telah menghasilkan tiga pandangan yang diartikulasikan oleh para peneliti di
bidang kepemimpinan. Pandangan pertama yaitu anggapan bahwa kepemimpinan laki-laki lebih efektif dari pada kepemimpinan
perempuan, pandangan kedua yaitu anggapan bahwa kepemimpinan perempuan lebih efektif dibandingkan kepemimpian laki-
787
788 Jurnal Pendidikan, Vol. 6, No. 5, Bln Mei, Thn 2021, Hal 787—795
laki (Paustian-Underdahl, Walker, & Woehr, 2014) dan pandangan ketiga yaitu bahwa tidak adanya perbedaan antara
kepemimpinan laki-laki dan kepemimpinan perempuan dalam keberhasilan dan efektivitas kepemimpinan mereka (Bass & Bass,
2008). Pada sekolah umum di Jamaika menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan memiliki peringkat lebih unggul dari
kepemimpinan laki-laki dalam performanya pada empat dimensi kinerja kepemimpinan yakni filosofi dan kemampuan,
kepemimpinan dan manajemen, dukungan siswa serta dukungan masyarakat (Hutton, 2017). Sedangkan berdasarkan hasil
penelitian (Yuliarti, Fatmariza, & Montessori, 2019) yang dilakukan di SMAN 3 Sijunjung dan SMKN 3 Sijunjung Sumatera
Selatan menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan memiliki keunggulan dibandingkan dengan kepemimpinan laki-laki
dilihat dari sisi kestabilan emosi, kepedualian, komunikatif, detail serta percaya diri. Namun, kepemimpinan perempuan juga
memiliki kelemahan pada sisi ketegasan. Meskipun demikian, kepemimpinan perempuan dinilai memiliki keunggulan yang
menjadikannya peluang dalam memimpin suatu kelompok dalam ruang publik. Dalam hal peningkatan kualitas pendidikan,
kepala sekolah perempuan dinilai mampu dalam meningkatkan kualitas pendidikan yakni dengan bertindak sebagai administrator,
supervisor, inovator dan motivator (Andriani, 2019). Dengan demikian, kepemimpinan perempuan dapat menghadirkan nuansa
baru dalam dunia kepemimpinan pendidikan.
Tentu ini akan menjadi masalah yang menarik untuk diteliti dengan maksud untuk mengungkap bagaimana gaya
komunikasi kepemimpinan perempuan di lembaga pendidikan yang memiliki visi, misi, karakteristik dan latar belakang lembaga
yang berbeda. Penelitian ini juga mengungkap terkait hal apa saja yang mendasari pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan
kepala sekolah perempuan di masing-masing lembaga dan bagaimana karakteristik gaya komunikasi kepala sekolah perempuan
yang dilihat dari gaya kepemimpinan dan kemampuan manajerial di masing-masing lembaga. Alasan lain bagi peneliti untuk
melakukan penelitian ini adalah karena adanya pengarusutamaan gender yang diadakan oleh pemerintah dalam Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 5 Tahun 2010 dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup serta peran perempuan. Tetapi, disisi lain terdapat
beberapa hambatan pada realisasi pengarusutamaan gender tersebut. Hambatan-hambatan tersebut adalah berasal dari aspek
keagamaan, daerah konflik, status sosial, hambatan memperoleh pekerjaan, status pekerjaan perempuan, dan beban ganda yang
ditanggung perempuan yakni beban tanggung jawab mengurus rumah tangga dan pekerjaan. Meskipun sampai saat ini kedudukan
perempuan untuk menjadi seorang pemimpin masih menimbulkan pro dan kontra, kenyataannya sampai saat ini eksistensi
kepemimpinan perempuan masih terjaga. Bahkan dalam hal kemampuan manajerial, kepemimpinan lembaga yang dipimpin
perempuan tidak kalah dengan lembaga yang dipimpin laki-laki. Berdasarkan berbagai perdebatan dan kontroversi yang muncul
terkait kepemimpinan perempuan, maka peneliti tertarik untuk meneliti terkait gaya komunikasi kepemimpinan perempuan di
tiga lembaga pendidikan yang memiliki visi, misi, karakteristik dan latar belakang lembaga yang berbeda. Peneliti mengkaji gaya
komunikasi kepemimpinan Ibu Wahyu Werdiningsih, S. E selaku kepala SDIT Robbani Singosari yang notabene merupakan
seorang ustadzah, Sr. M. Aquila, Spm, S.Pd selaku kepala SDK Santa Maria 1 Malang yang merupakan seorang suster, dan Dra.
Agustin Dwi Handayani, M.Si selaku kepala SDN Sumbersari 1 Malang yang merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS)
wilayah Kota Malang. Dengan ini, berdasarkan perbedaan latar belakang ketiga kepala sekolah perempuan tersebut maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Gaya komunikasi kepemimpinan perempuan lebih cenderung melalui pendekatan dengan turut mengajak bawahan dalam
melakukan perubahan dan berkembang bersama dalam organisasi serta pemimpin juga turut serta melaksanakan tugas-tugas
bersama bawahan, namun sangat berbeda dengan gaya kepemimpinan laki-laki yang cenderung terfokus pada hubungan antara
atasan dan bawahan dimana seorang bawahan melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh atasan (Herachwati & Basuki,
2012). Strategi komunikasi yang digunakan oleh para pemimpin perempuan dalam berinteraksi dengan bawahan adalah
berdasarkan peran (Halim & Razak, 2014). Temuan tersebut menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus menyadari faktorfaktor yang berfokus pada hubungan, komunikasi simbolik, bahasa tubuh, dan kompleksitas kognitif untuk strategi komunikasi
yang lebih baik dan efektif. Dengan ini, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan gaya komunikasi kepemimpinan ditinjau dari
perbedaan gender seorang pemimpin. Adapun penelitian (Timko, 2017), tentang studi gender dalam gaya komunikasi
kepemimpinan dan efektifitas kepemimpinan memiliki persamaan topik penelitian dengan penelitian ini yakni tentang gaya
komunikasi kepemimpinan berdasarkan gender. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa gaya komunikasi kepemimpinan
yang dimiliki laki-laki cenderung lebih tegas, sedangkan gaya komunikasi kepemimpinan perempuan lebih lembut yakni
pemimpin perempuan memposisikan dirinya sebagai anggota bukan sebagai pemimpin melainkan sebagai rekan (Timko, 2017).
Oleh karena itu, meskipun terdapat perbedaan antara gaya komunikasi kepemimpinan laki-laki dan gaya komunikasi
kepemimpinan perempuan, keduanya sama-sama memiliki gaya komunikasi kepemimpinan yang efektif dan menuntut bawahan
untuk melakukan kontribusi yang tinggi. Oluwayotin (2016) melakukan penelitian tentang pengaruh pola komunikasi para
pemimpin terhadap prestasi kerja dosen di Kwara State Colleges of Education, Nigeria. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa pola komunikasi pemimpin secara signifikan meningkatkan kinerja dosen di Sekolah Tinggi Pendidikan Negeri Kwara
dan berasumsi bahwa pemimpin harus sedapat mungkin terlibat dalam pola komunikasi yang demokratis untuk memfasilitasi
pencapaian tujuan yang ditetapkan lembaga (Oluwatoyin, 2016). Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh (Ciotti, Shriner,
& Shriner, 2019) yaitu tentang komunikasi berbasis budaya dan dampaknya pada prestasi siswa di Hawaii menunjukkan bahwa
kepala sekolah yang menggunakan gaya komunikasi berbasis budaya secara signifikan lebih unggul dari pada kepala sekolah
yang menggunakan jenis gaya komunikasi yang lainnya. Dengan demikian, gaya komunikasi seorang pemimpin mampu
meningkatkan taraf hidup suatu lembaga untuk mencapai tujuan berdasarkan visi dan misi lembaga tersebut.
Mustaghfiroh, Mustiningsih, Sumarsono, Gaya Komunikasi Kepemimpinan… 789
Dari hasil penelitian terdahulu diatas, peneliti dapat mengembangkan konteks penelitian ini yaitu tentang gaya
komunikasi kepemimpinan perempuan di tiga sekolah yang memiliki visi, misi, karakteristik dan latar belakang lembaga yang
berbeda. Ketiga sekolah tersebut diantaranya adalah lembaga pendidikan berbasis agama Islam, lembaga pendidikan berbasis
agama Katolik dan lembaga pendidikan Negeri. Dengan demikian, apa yang dikaji oleh peneliti pada penelitian ini tentunya
berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan persamaan dan
perbedaan serta mendeskripsikan gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah perempuan di SDIT Robbani Singosari, SDK
Santa Maria 1 Malang dan SDN Sumbersari 1 Malang.
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan desain multi-kasus yaitu bertujuan
untuk menemukan persamaan dan perbedaan gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah perempuan di masing-masing
sekolah yang memiliki visi, misi, latar belakang dan karakteristik yang berbeda (sekolah berbasis agama Islam, sekolah berbasis
agama Katolik dan sekolah Negeri) sehingga dapat ditarik perbandingan. Berikut adalah karakteristik latar penelitian pada ketiga
kasus.
Tabel 1. Karakteristik Latar Penelitian
No
1.
2.
3.
Karakteristik
Status Sekolah
Latar Belakang
Sekolah
Alamat
4.
5.
6.
Akreditasi
Berdiri
Visi
8.
9.
10
11.
12.
Jumlah Pendidik
Jumlah Tenaga
Kependidikan
Jumlah Siswa
Jumlah Rombel
Kepala sekolah
13.
Lama menjabat
Kasus 1
Swasta
Sekolah berbasis agama Islam
Perum Bumi Mondoroko Raya
Blok BB-B, Desa. Watugede
Kec. Singosari Kab. Malang.
A
2011
“Terwujudnya generasi yang
salih, cerdas dan adaptif”.
Kasus 2
Swasta
Sekolah berbasis
agama Katolik
Jl. Halmahera
Nomor 16 Kasin,
Klojen, Malang.
A
1933
“Unggul, Kasih
dan Visioner”.
33
12
17
10
393
13
Ustadzah Wahyu Werdiningsih,
S.E
5 tahun
367
11
Sr. M. Aquila,
Spm, S.Pd
8 tahun
Kasus 3
Negeri
Sekolah Negeri berbasis inklusif
Jl. Bendungan Sigura gura
1/11 Malang.
A
1967
“Terwujudnya insane ramah anak
yang bertakwa, berprestasi,
berkarakter, berbudaya bangsa dan
lingkungan”.
11
3
226
7
Dra. Agustin Dwi Handayani, M.Si.
8 tahun
Prosedur pengumpulan data menurut (Ulfatin, 2013), terdapat tiga teknik utama dalam mengumpulkan data penelitian
kualitatif yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Begitupun dengan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
juga menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara beriringan
dengan pengumpulan data serta penelitian temuan (Crewell, 2016). Selanjutnya data yang diperoleh diolah dengan melakukan
analisis menggunakan analisis kasus individu dan analisis data lintas kasus. Dalam penelitian ini, aktivitas dalam analisis data
dilakukan secara interaktif serta berlangsung terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Analisis data lintas
kasus dilakukan dengan membandingkan dan memadukan temuan yang telah dihasilkan dari masing-masing kasus yaitu dengan
membandingkan gaya komunikasi kepepimpinan perempuan pada masing-masing sekolah. Dalam penelitian ini, analisis data
lintas kasus menggunakan metode perbandingan tetap (komparatif konstan) yang analisis datanya meliputi reduksi data,
kategorisasi data, sintesisasi data dan menyusun hipotesis kerja. Kemudian data tersebut diuji keabsahannya dengan melakukan
meningkatkan ketekunan, triangulasi, kecukupan bahan referensi, dan pengecekan anggota (member check) dengan narasumber
di Kasus 1 sebanyak 5 narasumber, Kasus 2 sebanyak 5 narasumber, begitupun Kasus 3 juga sebanyak 5 narasumber. Adapun
kegiatan analisis lintas kasus penelitian dalam penelitian ini digambarkan dalam gambar 1.
790 Jurnal Pendidikan, Vol. 6, No. 5, Bln Mei, Thn 2021, Hal 787—795
Kasus 1
SDIT Robbani
Singosari)
Kasus 2
SDK Santa Maria 1
Malang)
Kasus 3
SDN Sumbersari 1
Malang)
Temuan Tiap Kasus
Proposisi Tiap Kasus
Analisis lintas kasus
Temuan penelitian lintas kasus
Proposisi penelitian
Gambar 1. Teknik Analisis Data Lintas Kasus
HASIL
Berikut merupakan hasil temuan penelitian yang dirumuskan dari temuan di Kasus 1, Kasus 2, dan Kasus 3.
Dasar Pembentukan Gaya Komunikasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan
Pertama, dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala SDIT Robbani yang pertama adalah berdasar pada
karakteristik anggota. Dalam kasus ini, karakteristik anggota meliputi latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, latar belakang
agama dan keluarga. Adapun latar belakang pendidikan dilihat dari pendididikan terakhir anggota, sedangkan pengalaman kerja
dilihat dari masa kerja anggota. Karakteristik anggota yang bersifat pribadi dan tidak memiliki pengaruh terhadap kemajuan
organisasi tidak perlu digali secara mendalam. Kepala sekolah memahami karakteristik anggota secara bertahap berdasar pada
interaksi dan hubungan kerja di sekolah. Dengan demikian, maka diperoleh kesimpulan dari karakteristik masing-masing anggota
yang dijadikan dasar kepala sekolah dalam menentukan gaya komunikasi dalam memperoleh ketercapaian tujuan organisasi.
Adapun dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala SDN Sumbersari 1 juga berdasar pada karakteristik anggota.
Karakteristik anggota yang dimaksud adalah watak, karakter, usia, pengalaman kerja, jabatan dan status kepegawaian. Selain itu,
kepala SDN Sumbersari 1 Malang terbilang memiliki usia paling matang diantara anggota yang lain.
Kedua, filosofi lembaga merupakan salah satu hal yang menjadi dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan
kepala SDIT Robbani. Filosofi lembaga yang dimaksud adalah kebersamaan dan kekeluargaan, karena kesuksesan itu tergantung
pada sejauh mana anggota organisasi bisa membangun komunikasi dengan baik. Ketika komunikasi dibangun dengan baik maka
akan mempengaruhi kinerja, suasana kerja dan lingkungan kerja. Dengan demikian, harapannya bisa mendorong ketercapaian
visi dan misi sekolah. Adapun dasar pembentukan gaya komunikasi kepala SDK Santa Maria 1 Malang juga berdasar pada filosofi
lembaga. Filosofi lembaga yang dianut SDK Santa Maria 1 berasal dari spiritualitas dan semangat pendiri yayasan (Ibu Rohani),
yang berbunyi “kesamaan martabat sebagai citra Allah”. Adapun filosofi lembaga tersebut diimplementasikan melalui
pembelajaran, kegiatan-kegiatan yang diadakan sekolah, dan melalui hubungan berorganisasi antar anggota organisasi dengan
harapan dapat membentuk dan memberikan bekal kepada guru, karyawan dan siswa. Selain itu, semangat spiritualitas tersebut
juga sudah melebur kedalam seluruh kegiatan pembelajaran yang diintergrasikan kedalam RPP dan PPK (penguatan pendidikan
karakter) serta diintegrasikan juga kedalam visi dan misi sekolah.
Ketiga, dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala SDIT Robbani juga berdasar pada budaya yang
dianut lembaga. Budaya lembaga yang dimaksud adalah menjalin kebersamaan dan memberikan kesempatan yang sama kepada
seluruh anggota. Budaya lembaga di SDIT Robbani semata-mata tidak hanya tentang profesionalisme kerja dalam organisasi,
tetapi budaya lembaga disini juga memiliki dua aspek utama yaitu penumbuhan sikap positif dan pembiasaan ibadah untuk
membangun SDM dan menjadikannya pribadi yang berkarakter dan kuat dalam menjalani tugasnya sebagai guru maupun
karyawan. Penumbuhan sikap positif dan pembiasaan ibadah adalah berupa pembiasaan dan pembinaan guru dan karyawan yang
dilaksanakan setiap pekan. Pembinaan guru dan karyawan disini adalah berupa kegiatan kajian bersama yang dikelola oleh
yayasan. Singkatnya, hal menunjukkan bahwa budaya lembaga yang dimiliki SDIT Robbani menjadi salah satu dasar
pembentukan gaya komunikasi kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, budaya lembaga juga menjadi dasar
pembentukan gaya komunikasi kepala SDK Santa Maria 1. Budaya lembaga disini adalah tentang spiritualitas, semangat, dialog
Mustaghfiroh, Mustiningsih, Sumarsono, Gaya Komunikasi Kepemimpinan… 791
dan kerjasama antar anggota organisasi dan kemudian diimplementasikan dalam pembiasaan berdo’a bersama setiap pagi, ramah
menerima tamu, dan kegiatan pembinaan iman untuk guru dan karyawan. Kegiatan pembinaan iman meliputi kegiatan ekaristi
(Misa) dan kegiatan rekoleksi. Adapun kegiatan rekoleksi yaitu kegiatan ibadah yang dilakukan dengan mendalami kitab suci dan
kemudian dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari anggota, baik sebagai kepala sekolah, guru, karyawan, orangtua dan siswa.
Adapun kegiatan rekoleksi ini dimaksudkan untuk menumbuhkan nilai spiritualitas dan moralitas semua anggota organisasi. selain
itu, budaya lembaga juga menjadi dasar gaya komunikasi kepemimpinan kepala SDN Sumbersari 1. Budaya lembaga yang
dimaksud adalah meliputi kegiatan keagaaman seperti pembiasaan sholat Dhuha berjamaah, pembiasaan sholat wajib berjamaah
dan juga kegiatan istighosah yang dilaksanakan satu pekan sekali. Dengan kegiatan tersebut, maka terjalin komunikasi antara
kepala sekolah dan anggota, karena adanya komunikasi atau rapat kecil setelah melaksanakan sholat Dhuha berjamaah.
Keempat, filosofi kepemimpinan merupakan dasar pembentukan gaya komunikasi kepala SDK Santa Maria 1. Filosofi
kepemimpinan yang dianut filosofi kepemimpinan partisipatif. Kepemimpinan pastisipatif merupakan model kepemimpinan yang
selalu melibatkan anggota dalam setiap keputusannya, mengedepankan musyawarah dan bekerjasama.
Kelima, faktor internal kepala sekolah merupakan dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpin kepala SDIT
Robbani. Faktor internal tersebut adalah karakter personal dan usia kepala sekolah. Dari segi usia, kepala SDIT Robbani memiliki
usia paling matang dari pada anggotanya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi gaya komunikasi kepala sekolah adalah
karakter dari pihak-pihak dalam organisasi seperti guru, karyawan, pihak yayasan dan wali santri. Dengan ini, faktor internal
maupun eksternal dari kepala sekolah juga berpengaruh dalam pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah.
Adapun gaya komunikasi kepemimpinan kepala SDK Santa Maria 1 juga berdasar pada faktor internal kepala sekolah. Faktor
internal yang dimaksud adalah latar belakang keluarga kepala sekolah. Dinyatakan bahwa kepala sekolah merupakan putri dari
seorang ABRI, dengan demikian pola asuh orangtua yang disiplin dan ketat aturan mempengaruhi gaya komunikasi kepala
sekolah dalam memimpin lembaga yang dipimpinnya. Selain itu, faktor internal kepala sekolah juga menjadi dasar gaya
komunikasi kepemimpinan kepala SDN Sumbersari 1 Malang. Faktor internal tersebut adalah ini adalah faktor usia kepala sekolah,
pengalaman kerja dan juga pangkat. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, terhitung kepala sekolah merupakan yang memiliki
usia paling matang dibandingkan dengan anggota yang lain. Selain itu, kepala sekolah juga memiliki pengalaman kerja yang lebih
banyak serta memiliki kualifikasi (pangkat) yang paling tinggi diantara anggota-anggotanya. Karena kepala sekolah memiliki usia
yang paling matang diantara yang lain, maka sifat keibuan beliau tampak dari cara beliau dalam berkounikasi dan berhubungan
dengan anggota. Hal tersebut tampak pada cara beliau mengkomunikasikan dengan hubungan dekat yang terjalin antara kepala
sekolah dan anggota. Adapun kepala sekolah memanggil anggota dengan sebutan “nduk” untuk perempuan, dan “le” untuk yang
laki-laki. Hal tersebut mencerminkan kalau kepala sekolah menganggap anggotanya seperti anak atau adik beliau.
Karakteristik Gaya Komunikasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan
Kepala sekolah memiliki gaya atau karakteristik komunikasi tertentu ketika berbagi ide dan pemikiran kepada
anggotanya, hal ini sebagian besar dapat menentukan keefektifan komunikasi dalam sistem sekolah. Kepala sekolah perempuan
di tiga sekolah yang diteliti memiliki karakteristik gaya komunikasi kepemimpinan yang sama, yaitu gaya komunikasi terbuka,
gaya komunikasi inklusif dan gaya komunikasi asertif.
Pertama, kepala SDIT Robbani menggunakan gaya komunikasi terbuka, yaitu dimana kepala sekolah memberikan
wadah yang luas kepada seluruh anggota organisasi untuk menyampaikan pendapat, ide, dan gagasan yang dapat membangun
lembaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa kepala sekolah menggunakan metode pengambilan keputusan partisipatif. Adapun
kepala SDIT Robbani juga menggunakan gaya komunikasi inklusif, dimana beliau selalu melibatkan seluruh anggota dan staf
dalam membuat keputusan. Selain itu, kepala sekolah juga lebih banyak mendengarkan dan mempertimbangkan segala ide
maupun gagasan dari anggota yang sifatnya membangun. Dengan demikian, kepala sekolah membentuk beberapa tim yakni tim
inti dan tim berdasarkan tingkatan bidang. Tim inti berisi kepala sekolah dan kepala bidang. Sedang tim masing-masing bidang
adalah seperti tim di bidang kurikulum, bidang sarpras, bidang kesiswaan, dan bidang keagamaan. Setiap bidang memiliki forum
kecil untuk berdiskusi yang kemudian disampaikan pada forum tim inti. Jadi masing-masing bidang memiliki wewenang untuk
membuat dan merencanakan suatu gagasan sebelum akhirnya disampaikan pada forum tim inti dan kemudian disahkan oleh
kepala sekolah. Pun, kepala SDIT Robbani juga menggunakan gaya komunikasi asertif, dimana kepala sekolah bersikap tegas
dan terbuka dalam mendengarkan pendapat anggota. Selain itu, kepala sekolah juga merupakan pendengar yang aktif, yakni mau
mendengarkan segala keluh kesah bawahan dan peduli terhadap bawahan.
Kedua, kepala SDK Santa Maria 1 Malang menggunakan gaya komunikasi terbuka, dimana kepala sekolah
berkomunikasi dengan seluruh anggota organisasi dengan apa adanya dan tidak ada yang ditutup-tutupi, mau mendengarkan kritik
atau saran dari siapapun termasuk dari bawahan, tidak peduli jabatan, karena yang dipertimbangkan itu ide atau pendapatnya,
bukan jabatannya. Dengan demikian, dengan menggunakan gaya komunikasi terbuka, diharapkan masing-masing individu dapat
menjalankan tugasnya dengan lebih efektif. Selain itu, kepala SDK Santa Maria 1 Malang menggunakan gaya komunikasi inklusif,
dimana musyawarah merupakan hal utama yang dilakukan kepala sekolah sebelum memutuskan sesuatu serta melibatkan seluruh
anggota untuk menyampaikan ide pikiran dan pendapat mereka. Kepala sekolah tidak ingin memutuskan segala sesuatu sendiri,
namun ada kalanya beliau memutuskan sesuatu dengan tanpa berunding dulu dengan anggota. Selain menggunakan gaya
komunikasi terbuka dan gaya komunikasi inklusif, kepala SDK Santa Maria 1 juga menggunakan gaya komunikasi asertif. Hal
ini dilihat dari sikap kepala sekolah yang tegas dan terbuka terhadap semua anggota.
792 Jurnal Pendidikan, Vol. 6, No. 5, Bln Mei, Thn 2021, Hal 787—795
Ketiga, kepala SDN Sumbersari 1 Malang juga menggunakan gaya komunikasi terbuka. Dalam kepemimpinannya,
kepala sekolah menggunakan gaya komunikasi terbuka yakni dimana beliau memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh
anggota organisasi untuk menyampaikan pendapat, ide, dan gagasan yang dapat membangun lembaga. Hal ini menunjukkan
bahwa kepala sekolah menggunakan metode pengambilan keputusan partisipatif melalui musyawarah. Kepala SDN Sumbersari
1 Malang juga menggunakan gaya komunikasi Inklusif. Ini tampak dari cara beliau membuat keputusan yakni dengan memastikan
bahwa semua anggota organisasi di sekolah terlibat dalam keputusan yang mempengaruhi kegiatan sehari-hari mereka. Hal ini
dilakukan melalui musyawarah dan diskusi. Selain menggunakan gaya komunikasi terbuka dan inklusif, kepala SDN Sumbersari
1 juga menggunakan gaya komunikasi asertif. Hal ini tampak dari cara beliau menjadi pendengar yang aktif, dan peduli dengan
anggotanya layaknya seorang Ibu yang mendengarkan segala keluh kesah anaknya. Berikut disajikan diagram temuan lintas kasus
dari dua fokus yang telah dipaparkan oleh peneliti.
Dasar Pembentukan
Gaya Komunikasi
Kepemimpinan
Gaya Komunikasi
Kepemimpinan
Kepala Sekolah
Perempuan
SDIT Robbani
Karakteristik anggota,
filosofi lembaga, budaya
lembaga, faktor internal dan
eksternal kepala sekolah
SDK Santa Maria 1
Filosofi lembaga, budaya
lembaga, filosofi
kepemimpinan, faktor
internal kepala sekolah
SDN Sumbersari 1
Karakteristik anggota,
budaya lembaga, faktor
internal internal kepala
sekolah
SDIT Robbani
Karakteristik Gaya
Komunikasi
Kepemimpinan
SDK Santa Maria 1
Gaya komunikasi terbuka,
gaya komunikasi inklusif,
gaya komunikasi asertif
SDN Sumbersari 1
Gambar 2. Diagram Temuan Lintas Kasus
PEMBAHASAN
Dasar Pembentukan Gaya Komunikasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah
perempuan di SDIT Robbani Singosari, SDK Santa Maria 1 Malang dan SDN Sumbersari 1 Malang memiliki beberapa poin
kesamaan yaitu berdasar pada budaya lembaga dan faktor internal kepala sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat (Efeoğlu &
Ulum, 2017) bahwa konsep budaya secara erat mengacu pada cakupan pengaruh yang luas terhadap bagaimana individu bertindak
dalam suatu kelompok, lembaga, atau tempat umum. Artinya, budaya lembaga memiliki pengaruh yang erat terhadap perilaku
setiap anggota dalam bertindak di lembaga maupun organisasi. Begitupun budaya lembaga juga memiliki pengaruh terhadap
pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah karena budaya lembaga dapat mengarahkan anggota pada
pencapaian tujuan organisasi yang berpengaruh terhadap kinerja anggota. Selain itu, budaya lembaga juga dapat mempengaruhi
segala aktivitas dalam lembaga. Sedangkan faktor internal kepala sekolah yang dimaksudkan menjadi dasar pembentukan gaya
komunikasi kepemimpinan kepala sekolah adalah karakterisik dan personality dari kepala sekolah itu sendiri. Karakteristik kepala
sekolah berkaitan dengan faktor usia dan pengalaman kerja, sedangkan personality kepala sekolah berkaitan dengan kepribadian
dari kepala sekolah yang dapat berasal dari pola asuh orang tua dan dibawa sampai saat ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Bass & Bass, 2008) yakni kepemimpinan telah tertanam dalam jiwa manusia sejak mereka diasuh oleh orang tua dalam
menjalankan proses hidupnya. Artinya, seseorang akan belajar mengikuti kepemimpinan orang tua mereka untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidup dalam menjalani proses kehidupan. Ibu dan ayah merupakan guru seseorang sejak masa kanakkanak. Bagaimana cara berpikir dan berperilaku sebagai pemimpin dan pengikut ketika mencapai usia dewasa, banyak
kemungkinan dipengaruhi oleh hubungan mereka sebelumnya dengan orang tua serta oleh susunan genetik.
Selain berdasar pada budaya lembaga dan faktor internal kepala sekolah, gaya komunikasi kepemimpinan kepala SDIT
Robbani Singosari dan SDN Sumbersari 1 Malang juga berdasar pada karakteristik anggota. Karakteristik anggota yang dimaksud
adalah watak, karakter, usia, pengalaman kerja, jabatan, dan status kepegawaian dari anggota. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Mustaghfiroh, Mustiningsih, Sumarsono, Gaya Komunikasi Kepemimpinan… 793
(Saphiere, Mikk, & DeVries, 2005) bahwa ada beberapa komponen yang diidentifikasikan sebagai penyebab gaya komunikasi
dalam interaksi dengan orang lain, beberapa komponen tersebut dapat merefleksikan gaya komunikasi dalam interaksi pada setiap
individu, salah satunya adalah konteks historis. Konteks historis dapat mempengaruhi setiap interaksi seseorang. Latar belakang
dan karakteristik seseorang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang, seperti halnya bagaimana seseorang memandang satu sama
lain. Dengan demikian, secara otomatis konteks historis dapat memengaruhi gaya komunikasi setiap individu kepada individu
yang lain.
Adapun dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala SDIT Robbani Singosari dan SDK Santa Maria 1
Malang juga berdasar pada filosofi lembaga. Masing-masing sekolah memiliki folosofi lembaga yang dijadikan pondasi dalam
menjalankan proses kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat (Saphiere et al., 2005) latar belakang atau
sejarah suatu Negara, perusahaan atau lembaga dengan mudah dapat mempengaruhi pola pikir seseorang. Selain itu, filosofi
kepemimpinan merupakan dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala SDK Santa Maria 1 Malang, filosofi
kepemimpinan yang dianut adalah kepemimpinan partisipatif. Hal ini sesuai dengan pendapat (Hutton, 2017) bahwa
kepemimpinan perempuan memiliki peringkat lebih unggul dari kepemimpinan laki-laki dalam performanya pada empat dimensi
kinerja kepemimpinan yakni filosofi dan kemampuan, kepemimpinan dan manajemen, dukungan siswa serta dukungan
masyarakat.
Karakteristik Gaya Komunikasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan
Komunikasi di sekolah terjadi antara kepala sekolah, staf pengajar dan non-pengajar serta pemangku kepentingan lainnya
dalam mencapai tujuan sekolah. Oleh karena itu tanpa komunikasi yang baik dan efektif, pencapaian tujuan pendidikan di sekolah
mungkin hanyalah fatamorgana. Kepala sekolah memiliki gaya atau karakteristik komunikasi tertentu ketika berbagi ide dan
pemikiran kepada anggotanya, hal ini sebagian besar dapat menentukan keefektifan komunikasi dalam sistem sekolah. Gaya yang
diputuskan oleh seorang kepala sekolah dalam mengkoordinasikan urusan sekolah bisa sangat bermanfaat dalam meningkatkan
atau menurunkan semangat kerja anggota terutama para guru, staf, dan karyawan. Adapun gaya komunikasi kepala sekolah adalah
tentang bagaimana kepala sekolah menggunakan berbagai keterampilan komunikasi saat menyampaikan pemikiran dan idenya
kepada anggota.
Berdasarkan hasil penelitian di tiga sekolah, karakteristik gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah perempuan di
SDIT Robbani Singosari, SDK Santa Maria 1 Malang dan SDN Sumbersari 1 Malang menggunakan gaya komunikasi terbuka,
gaya komunikasi inklusif dan gaya komunikasi asertif. Gaya komunikasi terbuka kepala sekolah dilihat dari pembiasaan kepala
sekolah yang apa adanya, dan mau mendengarkan kritik atau saran dari siapapun termasuk anggota/bawahan. Selain itu, metode
pengambilan keputusan kepala sekolah menggunakan metode pengambilan keputusan partisipatif, memberikan kesempatan yang
luas kepada seluruh anggota untuk menyampaikan pendapat, ide, dan gagasan yang dapat membangun lembaga merupakan bukti
dari gaya komunikasi terbuka kepala sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh (Okotoni & Akinwale, 2019) gaya komunikasi
terbuka adalah gaya komunikasi di mana semua anggota sekolah merasa bebas untuk berbagi umpan balik, ide, bahkan kritik di
semua tingkatan. Gaya komunikasi yang terbuka dan demokratis dianggap sebagai faktor penting dalam kepemimpinan yang
efektif di sekolah dan penciptaan budaya kerja yang tidak menimbulkan stres yang berkontribusi pada keberhasilan organisasi.
Selain itu, disebutkan juga oleh (Parker, 2005) bahwa kepemimpinan perempuan dalam interaksi aktual memiliki pandangan yang
lebih positif tentang keterbukaan.
Sedangkan gaya komunikasi inklusif kepala sekolah terlihat dari pembiasaan yang dilakukan kepala sekolah dalam
membuat keputusan dengan melibatkan seluruh anggota, lebih banyak mendengarkan, mempertimbangkan ide serta gagasan
anggota. Sebagaimana yang dikemukakan oleh (Herachwati & Basuki, 2012) bahwa gaya komunikasi kepemimpinan perempuan
lebih cenderung melalui pendekatan dengan turut mengajak bawahan dalam melakukan perubahan dan berkembang bersama
dalam organisasi serta pemimpin juga turut serta melaksanakan tugas-tugas bersama bawahan, namun sangat berbeda dengan
gaya kepemimpinan laki-laki yang cenderung terfokus pada hubungan antara atasan dan bawahan dimana seorang bawahan
melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh atasan. Kepemimpinan seorang perempuan dapat membangun hubungan antar
pribadi dengan sangat baik melalui komunikasi dan keterlibatan, serta seorang pemimpin perempuan memiliki jiwa negosiator
yang tinggi dibandingkan kepemimpinan seorang laki-laki (Halilah, 2011). Hal ini dikarenakan gaya komunikasi inklusif
merupakan langkah sadar yang diambil oleh kepala sekolah untuk memastikan bahwa semua anggota staf di sekolah merasa
bahwa mereka terlibat dalam keputusan yang mempengaruhi kegiatan sehari-hari mereka (Okotoni & Akinwale, 2019).
Selanjutnya adalah gaya komunikasi asertif kepala sekolah terlihat dari sikap kepala sekolah yang tegas, terbuka dan
kekeluargaan dan juga terlihat dari cara kepala sekolah menjadi pendengar yang aktif serta peduli dengan anggotanya. Seperti
yang dinyatakan (Okotoni & Akinwale, 2019) gaya komunikasi asertif adalah ketika kepala sekolah melakukan komunikasi tegas
terbuka untuk mendengarkan pendapat orang lain dan merasa cukup nyaman untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri. Dengan
demikian, kepala sekolah disarankan untuk menggunakan gaya komunikasi asertif sehingga bawahan juga memiliki kesempatan
untuk mengungkapkan ide-idenya dan menyadari bahwa kontribusi mereka adalah bagian dari manajemen yang sukses (Shalle,
Naypa, Sy, & Fe, 2018).
794 Jurnal Pendidikan, Vol. 6, No. 5, Bln Mei, Thn 2021, Hal 787—795
SIMPULAN
Dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah perempuan di tiga sekolah yang diteliti memiliki
beberapa persamaan, yakni gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah di tiga sekolah tersebut sama-sama berdasar pada
budaya lembaga dan faktor internal kepala sekolah. Budaya lembaga secara erat memiliki pengaruh yang luas terhadap bagaimana
individu bertindak dalam suatu kelompok, organisasi atau lembaga. Artinya, budaya lembaga memiliki pengaruh yang besar
terhadap perilaku setiap anggota dalam bertindak. Selain itu, budaya lembaga juga memiliki pengaruh terhadap pembentukan
gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah karena budaya lembaga dapat mengarahkan anggota pada pencapaian tujuan
organisasi yang berpengaruh terhadap kinerja anggota. Adapun faktor internal yang dimaksud menjadi dasar pembentukan gaya
komunikasi kepemimpinan kepala sekolah adalah terkait karakterisik dan personality dari kepala sekolah itu sendiri. Karakteristik
kepala sekolah tersebut berkaitan dengan faktor usia dan pengalaman kerja, sedangkan personality kepala sekolah berkaitan
dengan kepribadian dari kepala sekolah yang dapat berasal dari pola asuh orangtua dan dibawa sampai saat ini. Selain berdasar
pada budaya lembaga dan faktor internal kepala sekolah, gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah perempuan pada sekolah
dasar berbasis agama Islam (Ustadzah) dan kepala sekolah sekolah dasar negeri juga berdasar pada karakteristik anggota.
Karakteristik anggota yang dimaksud adalah watak, karakter, usia, pengalaman kerja, jabatan, dan status kepegawaian dari
anggota. Latar belakang dan karakteristik seseorang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang, seperti halnya bagaimana
seseorang memandang satu sama lain. Dengan demikian, secara otomatis konteks historis dapat memengaruhi gaya komunikasi
setiap individu kepada individu yang lain. Adapun dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah perempuan
di sekolah dasar berbasis agama Islam (Ustadzah) dan kepala sekolah dasar berbasis agama Katolik (Suster) juga berdasar pada
filosofi lembaga. Kedua sekolah tersebut memiliki filosofi lembaga yang dijadikan pondasi jalannya proses kepemimpinan kepala
sekolah. Selain itu, filosofi kepemimpinan juga merupakan dasar pembentukan gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah
dasar berbasis agama Katolik (Suster), filosofi kepemimpinan yang dianut adalah kepemimpinan partisipatif. Pada dasarnya,
kepemimpinan perempuan lebih unggul dari kepemimpinan laki-laki dalam performanya pada empat dimensi kinerja
kepemimpinan yakni filosofi dan kemampuan, kepemimpinan dan manajemen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
masing-masing kepala sekolah perempuan di tiga sekolah tersebut memiliki dasar pembentukan gaya komunikasi masing-masing
berdasarkan kondisi lembaga. Antara satu sekolah dengan yang lain terdapat beberapa persamaan dasar pembentukan gaya
komunikasi, namun juga terdapat beberapa perbedaan. Kepala sekolah memiliki gaya atau karakteristik komunikasi tertentu ketika
berbagi ide dan pemikiran kepada anggotanya, hal ini sebagian besar dapat menentukan keefektifan komunikasi dalam sistem
sekolah.
Kepala sekolah perempuan di tiga sekolah yang diteliti memiliki karakteristik gaya komunikasi kepemimpinan yang
sama, yaitu gaya komunikasi terbuka, gaya komunikasi inklusif dan gaya komunikasi asertif. Gaya komunikasi terbuka kepala
sekolah dilihat dari pembiasaan kepala sekolah yang apa adanya dan mau mendengarkan kritik atau saran dari siapapun termasuk
anggota/bawahan. Sementara itu, gaya komunikasi inklusif kepala sekolah terlihat dari pembiasaan yang dilakukan kepala sekolah
dalam membuat keputusan dengan melibatkan seluruh anggota, lebih banyak mendengarkan, mempertimbangkan ide serta
gagasan anggota. gaya komunikasi asertif, yakni terlihat dari sikap kepala sekolah yang tegas, terbuka dan kekeluargaan dan juga
terlihat dari cara kepala sekolah menjadi pendengar yang aktif serta peduli dengan anggotanya. Dengan demikian, terdapat
persamaan terkait karakteristik gaya komunikasi kepemimpinan kepala sekolah perempuan di tiga sekolah yang memiliki visi,
misi, latar belakang, dan karakteristik berbeda. Bagian saran ditujukan pada peneliti selanjutnya untuk kelengkapan keilmuwan
dalam cakupan yang diteliti sehingga penelitian selanjutnya dapat melengkapi dari hasil-hasil yang belum ada pada temuan
penelitian yang telah dilaksanakan.
DAFTAR RUJUKAN
Andriani, T. (2019). Tuti Andriani : Peran Kepala Sekolah Perempuan dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah
Dasar Muhammadiyah 01 Pekanbaru. Jurnal Kependidikan Islam, 5(1), 15–28.
Bass, B. M., & Bass, R. (2008). The Bass Handbook of Leadership: Theory, Research, and Managerial Applications (fourth).
New Yok: Free Press.
Ciotti, K., Shriner, M., & Shriner, B. (2019). Leadership for Indigenous Education: Culture-Based Communication and the
Impact on Student Achievement in Hawaii. Journal of International Education and Leadership, 9(2).
Crewell, J. W. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran (4th ed.; A. Fawaid, ed.).
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Efeoğlu, i. E., & Ulum, Ö. G. (2017). Organizational Culture in Educational Institutions. International Journal of Social
Science, (54), 39–56. https://doi.org/10.9761/JASSS3778
Halilah. (2011). Kepemimpinan Wanita Dalam Manajemen Kependidikan. Management of Education, 1(1), 1–9.
Halim, N. A. A., & Razak, N. A. (2014). Communication Strategies of Women Leaders in Entrepreneurship. Procedia - Social
and Behavioral Sciences, 118, 21–28. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.02.003
Herachwati, N., & Basuki, B. D. (2012). Perempuan, Gaya Kepemimpinan Laki-laki dan Perempuan. Majalah Ekonomi
Universitas Airlangga, (135–147).
Hutton, D. M. (2017). School Constituents ’ Ratings of The Performance Dimensions of Male and Female High-Performing
Principals. Journal of Teacher Education and Educators, 6(1), 69–88.
Mustaghfiroh, Mustiningsih, Sumarsono, Gaya Komunikasi Kepemimpinan… 795
Okotoni, C., & Akinwale, A. (2019). Principal’s Communication Styles and Teachers’ Job Commitment in Secondary Schools
in Osun State, Nigeria Okotoni, C. A 1 ., (Ph. D), Akinwale, Ayotunde S. 2 Department of Educational Management,
Obafemi Awolowo University, Ile-Ife, Nigeria. British Journal of Education, 7(12), 7–19.
Oluwatoyin, F. C. (2016). Leaders†TM Communication Pattern: A Predictor of Lecturersâ€TM Job Performance in Nigeria.
International Journal of Educational Leadership and Management, 4(2), 103. https://doi.org/10.17583/ijelm.2016.1848
Parker, P. S. (2005). Race , Gender , and Leadership. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Paustian-Underdahl, S. C., Walker, L. S., & Woehr, D. J. (2014). Gender and Perceptions of Leadership Effectiveness: A MetaAnalysis of Contextual Moderators. Journal of Applied Psychology, 99(6), 1129. https://doi.org/10.1037/a0036751
Saphiere, D., Mikk, B., & DeVries, B. (2005). Communication Highwire : Leveraging the Power of Diverse Communication
Styles. London: Intercultural Press, Inc.
Shalle, Q., Naypa, Sy, M. B., & Fe, D. C. (2018). Communication Styles and Practices of Elementary School Principal and the
School Climate of District II, Division of Misamis Orienal. Sci.Int.(Lahore), 30(6), 799–802.
Ulfatin, N. (2013). Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan : Teori dan Aplikasinya. Malang: Bayumedia Publishing.
Yuliarti, S., Fatmariza., & Montessori, M. (2019). Analisis Perempuan sebagai Kepala Sekolah di Sumatera Barat. Journal of
Moral and Civic Education, 3(1), 18–27.