Academia.eduAcademia.edu

buku pedoman MEA 2015

Buku Menuju MEA 2015 Departemen Perdaganga Replublik Indonesia

Kata Pengantar Dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk Negara Anggota ASEAN, seluruh Negara Anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi ekonomi yang lebih nyata dan meaningful yaitu ASEAN Economy Community (AEC). AEC adalah bentuk Integrasi Ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2015. Untuk mewujudkan AEC tersebut, para Pempimpin Negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-13 pada bulan Nopember 2007, di Singapura, menyepakati AEC Blueprint, sebagai acuan seluruh Negara Anggota dalam mengimplementasikan komitmen AEC. Pada tahun 2015, apabila AEC tercapai, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga terampil yang bebas, serta arus modal yang lebih bebas diantara Negara ASEAN. Dengan terbentuknya pasar tunggal yang bebas tersebut maka akan terbuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN. Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan hasil-hasil kesepakatan dan perkembangan implementasi kesepakatan kerjasama integrasi ekonomi ASEAN sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint. Dengan diterbitkannya buku ini, maka akan tersedia bahan bacaan yang lengkap, akurat dan terkini tentang integrasi ekonomi ASEAN 2015 bagi semua pihak dan pemangku kepentingan sehingga seluruh komponen bangsa memiliki pemahaman yang sama, satu langkah dan irama yang berfokus pada pencapaian AEC 2015. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung penyusunan buku ini, antara lain Menko Perekonomian, Departemen Luar Negeri, Depnakertrans, Departemen Keuangan (Badan Kebijakan Fiskal, TKBJ & Ditjen Bea Cukai). dan buku ini akan kami update setiap waktu sesuai perkembangan negosiasi hasil pertemuan di ASEAN. Buku AEC ini jauh dari sempurna, kritik dan saran serta masukan dari berbagai pihak sangat kami harapkan guna penyempurnaan lebih lanjut. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kita semua, Amin Terima kasih. Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Depdag GUSMARDI BUSTAMI i Daftar Isi Kata Pengantar ......................................................................... Daftar Isi .................................................................................... Daftar Tabel .............................................................................. Daftar Bagan dan Diagram ....................................................... Ringkasan Eksekutif .................................................................. i ii Iii iv v BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... A. Sejarah Pembentukan ASEAN ........................................... B. Kesepakatan-Kesepakatan Ekonomi ASEAN ..................... C. Proses Menuju Kesepakatan AEC ...................................... D. Struktur Kelembagaan ASEAN ............................................ 1 1 3 5 11 BAB II ELEMEN PASAR TUNGGAL DAN BERBASIS PRODUKSI SEBAGAI SALAH SATU PILAR ASEAN ECONOMIC COMMUNITY ............................................................................ A. Arus Bebas Barang .............................................................. B. Arus Bebas Jasa ………………………………………………. C. Arus Bebas Investasi …………………………………………. D. Arus Modal yang Lebih Bebas ……………………………….. E. Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil …………………………. F. Sektor Prioritas Integrasi ……………………………………... 18 18 29 33 38 39 41 BAB III TINGKAT IMPLEMENTASI AEC BLUEPRINT PERIODE 20082009 .......................................................................................... A. Penilaian Terhadap AEC Scorecard .................................... B. Arus Barang …………………………………..……………….. C. Arus Bebas Jasa …………………………….………………... D. Arus Bebas Investasi …………………………………………. E. Arus Modal yang Lebih Bebas ……………………………..... F. Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil …………………………. G. Sektor Prioritas Integrasi ..................................................... 49 49 51 61 63 66 70 71 BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC 2015 ……………... A. Peluang ………………………………………………………… B. Tantangan ……………………………………………………… C. Strategi Umum Menuju AEC 2015 74 74 78 82 BAB V PENUTUP 85 ………………………………………………………….. ii Daftar Tabel Tabel 1 Jadwal Penghapusan Tarif Produk Kategori Inclusion List (IL) Negara ASEAN 21 Tabel 2 Komposisi Jumlah Pos Tarif pada Kategori Produk Tahun 2009 22 Tabel 3 Jumlah Pos Tarif pada Tingkat Tarif Produk ASEAN tahun 2009 22 Tabel 4 Jumlah Pos Tarif (Produk) dengan Tarif 0% pada 2009 Skema CEPT 52 Tabel 5 Rata-rata Tarif CEPT Negara Anggota ASEAN (%) 53 Tabel 6 Total Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra ASEAN, Periode 2004-2008 (dalam juta US$) 54 Tabel 7 Neraca Perdagangan Indonesia dengan Negara IntraASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$) 55 Tabel 8 Ekspor Indonesia ke Negara ASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$) 57 Tabel 9 Impor Indonesia dari ASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$) 59 iii Daftar Bagan Bagan 1 Rumah ASEAN Economic Community 2015 10 Daftar Diagram Diagram 1 Struktur Baru Koordinasi Kerjasama Ekonomi ASEAN sesuai Piagam ASEAN 14 Diagram 2 Mekanisme Pengintegrasian 10 NSW ke portal ASW 27 Diagram 3 NSW Seluruh Negara Anggota Terintegrasi dengan Portal ASW 27 Diagram 4 Tingkat Implementasi Cetak-Biru MEA Periode 1 Januari 2008 – 30 September 2009 50 Diagram 5 Perkembangan Nilai Perdagangan Indonesia dengan IntraASEAN Periode 2004-2008 55 Diagram 6 Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia dengan IntraASEAN Periode 2004-2008 56 Diagram 7 Perkembangan Ekspor Indonesia ke Intra-ASEAN Periode 2004-2008 58 Diagram 8 Perkembangan Nilai Impor Indonesia dari Intra-ASEAN Periode 2004-2008 59 iv RINGKASAN EKSEKUTIF Kerjasama ekonomi ASEAN dimulai dengan disahkannya Deklarasi Bangkok tahun 1967 yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya. Dalam dinamika perkembangannya, kerjasama ekonomi ASEAN diarahkan pada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerjasama di bidang politik-keamanan dan sosial budaya. Diawali pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-2 tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan disepakatinya Visi ASEAN 2020, para Kepala Negara ASEAN menegaskan bahwa ASEAN akan: (i) menciptakan Kawasan Ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi, (ii) mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa, dan (iii) meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di kawasan. Selanjutnya pada beberapa KTT berikutnya (KTT ke-6, ke-7) para pemimpin ASEAN menyepakati berbagai langkah yang tujuannya adalah untuk mewujudkan visi tersebut. Setelah krisis ekonomi yang melanda khususnya kawasan Asia Tenggara, para Kepala Negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-9 di Bali, Indonesia tahun 2003, menyepakati pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) dalam bidang Keamanan Politik (ASEAN Political-Security Community), Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan Sosial Budaya (ASEAN Socio-Culture Community) dikenal dengan Bali Concord II. Untuk pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, ASEAN menyepakati pewujudannya diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan yang implementasinya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empat pilar utama yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan dayasaing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, v pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Buku ini hanya fokus pada pilar pertama karena pilar ini memuat aspek utama dan mendasar dari komponen integrasi ekonomi yaitu arus bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan arus modal yang lebih bebas serta sektor prioritas integrasi. Secara umum dilaporkan tingkat implementasi AEC Blueprint periode 1 Januari 2008 – 30 September 2009 oleh masing-masing Negara Anggota dengan menggunakan instrumen Scorecard. Capaian Scorecard ini memiliki nilai politis karena dapat mencerminkan kesungguhan ASEAN dalam mewujudkan Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC 2015). Berdasarkan laporan AEC Scorecard yang disiapkan Sekretariat ASEAN, tingkat implementasi Indonesia mencapai 80,37% dari 107 “measures” untuk periode tersebut, berada pada urutan ke-7. Tingkat implementasi tertinggi dicapai oleh Singapura dengan angka 93,52%, sedangkan yang terendah adalah Brunei Darussalam sebesar 74,57%. Dalam buku ini diuraikan secara rinci capaian-capaian Indonesia selama periode tersebut. Pada Bab terakhir sebelum Bab Penutup, diuraikan berbagai peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini dan saat yang akan datang dengan diimplementasikannya AEC Blueprint. Meskipun sangat umum, buku ini juga mencatat beberapa langkah strategis yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan dayasaing agar mendapat manfaat yang nyata dalam menumbuhkan perekonomian bangsa dan dalam menekan angka kemiskinan sehingga terwujud peningkatan standar hidup masyarakat Indonesia. vi BAB I PENDAHULUAN Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN Economic Community (AEC) yang berdayasaing dan berperan aktif dalam ekonomi global. Sedangkan momentum menuju terwujudnya AEC 2015 tentunya tidak terlepas dari peranan dari ASEAN sebagai organisasi regional sebagai ”kendaraan” untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, sebelum membahas lebih lanjut tentang AEC itu sendiri, maka kita akan mengawali tentang sejarah ASEAN dan sejarah lahirnya konsep AEC 2015. A. Sejarah Pembentukan ASEAN Sejak dulu, secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis. Namun sebelum ASEAN didirikan, berbagai konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti “konfrontasi” antara Indonesia dan Malaysia, klaim teritorial antara Malaysia dan Filipina mengenai Sabah, serta berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia. Dilatarbelakangi oleh hal itu, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan. Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia (ASA), Malaya, Philipina, Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO), South East Asia Treaty Organization (SEATO) dan Asia and Pacific Council (ASPAC). Namun organisasi-organisasi tersebut dianggap kurang memadai untuk meningkatkan integrasi kawasan. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Untuk mengatasi perseturuan yang sering terjadi di antara negara-negara Asia Tenggara dan membentuk kerjasama regional yang lebih kokoh, maka lima Menteri Luar Negeri yang berasal Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand mengadakan pertemuan di Bangkok pada bulan Agustus 1967 yang menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang pada intinya mengatur tentang kerjasama regional di kawasan tersebut. Sebagai puncak dari pertemuan tersebut, maka pada tanggal 8 Agustus 1967 ditandatangani Deklarasi ASEAN atau dikenal sebagai Deklarasi Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri dari Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand. Brunei Darussalam kemudian bergabung pada tanggal 8 Januari 1984, Vietnam pada tanggal 28 Juli 1995, Lao PDR dan Myanmar pada tanggal 23 Juli 1997, dan Kamboja pada tanggal 30 April 1999. 1 Deklarasi tersebut menandai berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations/ASEAN). Masa awal pendirian ASEAN lebih diwarnai oleh upaya-upaya membangun rasa saling percaya (confidence building) antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang bersifat kooperatif namun belum bersifat integratif. Tujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok adalah untuk : 1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsabangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai; 2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa; 1 http://www.aseansec.org/about_ASEAN.html, diakses pada tanggal 18 November 2009 Menuju ASEAN Economic Community 2015 3. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalahmasalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi; 4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik dan administrasi; 5. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri mereka, memperluas perdagangan dan pengkajian masalahmasalah komoditi internasional, memperbaiki sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi, serta meningkatkan taraf hidup rakyat mereka; 6. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara; dan 7. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai organisasi internasional dan regional yang mempunyai tujuan serupa, dan untuk menjajagi segala kemungkinan untuk saling bekerjasama secara erat di antara mereka sendiri. Adapun prinsip utama dalam kerjasama ASEAN, seperti yang terdapat dalam Treaty of Amity and Cooperation in SouthEast Asia (TAC) pada tahun 1976 adalah: (i) saling menghormati, (ii) kedaulatan dan kebebasan domestik tanpa adanya campur tangan dari luar, (iii) non interference, (iv) penyelesaian perbedaan atau sengketa dengan cara damai, (v) menghindari ancaman dan penggunaaan kekuatan/senjata dan (vi) kerjasama efektif antara anggota. B. Kesepakatan-kesepakatan Ekonomi ASEAN Sejak awal pembentukannya, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Preferential Tariff Arrangement (PTA) pada tahun 1977. Kesepakatan yang cukup menonjol dan menjadi cikal bakal visi pembentukan AEC (AEC) pada tahun 2015 adalah disepakatinya Common Effective Preferential Tariff – ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992 dengan target implementasi semula tahun 2008, kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan 2002 untuk ASEAN-6. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Pada tahun 1995, ASEAN mulai memasukkan bidang jasa dalam kesepakatan kerjasamanya yang ditandai dengan ditandatanganinya ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). Selanjutnya pada tahun 1998 disepakati pula kerjasama dalam bidang investasi ASEAN Investment Area (AIA). Pada tahun 1997, para Kepala Negara ASEAN menyepakati ASEAN Vision 2020 yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dan berdaya-saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi. (ASEAN Summit, Kuala Lumpur, Desember 1997). Kemudian pada tahun 2003, kembali pada pertemuan Kepala Negara ASEAN disepakati 3 (tiga) pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 yang dipercepat menjadi 2015 yaitu: (1) ASEAN Economic Community, (2) ASEAN Political-Security Community, (3) ASEAN Socio-Cultural Community (ASEAN Summit, Bali, Oktober 2003). Pada tahun 2004, ASEAN mulai bekerjasama dengan negara di luar ASEAN dalam bidang ekonomi, yang pertama dengan China (ASEAN-China FTA ) dalam sektor barang (Goods). Pada tahun 2005, spirit integrasi ekonomi ASEAN semakin ditingkatkan dengan menambah sektor prioritas (Priority Integration Sector (PIS)) yaitu untuk secara aggresif diliberalisasikan pada tahun 2010 dan jasa logistik pada tahun 2013. Satu tahun kemudian yaitu tahun 2006, disepakati ASEAN-Korea FTA (Goods). Pada bulan Januari 2007, para Kepala Negara sepakat mempercepat pencapaian AEC dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Pada tahun yang sama ditandatangani ASEAN Charter and AEC Blueprint, ASEAN-China FTA (Services), dan ASEAN-Korea FTA (Services). Selanjutnya pada tahun 2008, AEC Blueprint mulai diimplementasikan dan ASEAN Charter mulai berlaku 16 December 2008. Pada waktu yang sama, ASEAN-Japan CEP mulai berlaku. Pada tahun 2009 ditandatangani ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA); ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA), Menuju ASEAN Economic Community 2015 ASEAN-Australia-New Zealand FTA, ASEAN-India FTA (Goods), ASEAN-Korea FTA (Investment), ASEAN-China FTA (Investment) dan AEC Scorecard. C. Proses Menuju Kesepakatan AEC 1. ASEAN Vision 2020 Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-2 ASEAN tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia, para pemimpin ASEAN mengesahkan Visi ASEAN 2020 dengan tujuan antara lain sebagai berikut: a. Menciptakan Kawasan Ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosialekonomi. b. Mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa. c. Meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di kawasan. 2. Ha Noi Plan of Action Pada KTT ke-6 ASEAN tanggal 16 Desember 1998 di Ha Noi - Viet Nam, para pemimpin ASEAN mengesahkan Rencana Aksi Hanoi (Hanoi Plan of Action /HPA) yang merupakan langkah awal untuk merealisasikan tujuan dari Visi 2020 ASEAN. Rencana Aksi ini memiliki batasan waktu 6 tahun yakni dari tahun 1999 s/d 2004. Pada KTT tersebut, para pemimpin ASEAN juga mengeluarkan Statement on Bold Measures dengan tujuan untuk mengembalikan kepercayaan pelaku usaha, mempercepat pemulihan ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi dan finansial. Menuju ASEAN Economic Community 2015 3. Roadmap for Integration of ASEAN (RIA) Pada KTT ke-7 ASEAN tanggal 5 November 2001 di Bandar Seri Begawan - Brunei Darussalam disepakati perlunya dibentuk Roadmap for Integration of ASEAN (RIA) guna memetakan tonggak penting yang harus dicapai berikut langkah-langkah spesifik dan jadwal pencapaiannya. Menindaklanjuti kesepakatan KTT ke-7 tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN dalam pertemuannya yang ke-34 tanggal 12 September 2002 di Bandar Seri Begawan - Brunei Darussalam mengesahkan RIA dimaksud. Di bidang perdagangan jasa sejumlah rencana aksi telah dipetakan, antara lain: a. Mengembangkan dan menggunakan pendekatan alternatif untuk liberalisasi.; b. Mengupayakan penerapan kerangka regulasi yang sesuai; c. Menghapuskan semua halangan yang menghambat pergerakan bebas perdagangan jasa di kawasan ASEAN; d. Menyelesaikan Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (MRA) untuk bidang jasa profesional. 4. Bali Concord II Krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara pada periode 1997–1998 memicu kesadaran negara-negara ASEAN mengenai pentingnya peningkatan dan penguatan kerjasama intra kawasan. ASEAN Economic Community merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II), di Bali, bulan Oktober 2003. Kemudian, ASEAN baru mengadopsi Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community). Pembentukan Komunitas ASEAN ini merupakan bagian dari upaya Menuju ASEAN Economic Community 2015 ASEAN untuk lebih mempererat integrasi ASEAN. Selain itu, juga merupakan upaya ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas permasalahan domestik yang berdampak kepada kawasan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip utama ASEAN yaitu saling menghormati (mutual respect), tidak mencampuri urusan dalam negeri (non-interference), konsensus, dialog dan konsultasi. Pada saat berlangsungnya KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Laos, tahun 2004, konsep Komunitas ASEAN mengalami kemajuan dengan disetujuinya Vientiane Action Program (VAP) 2004-2010 yang merupakan strategi dan program kerja utuk mewujudkan ASEAN Vision. Berdasarkan program tersebut, High Level Task Force (HLTF) diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi dalam mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, yang merupakan program pelaksanaan untuk 6 tahun kedepan sekaligus merupakan kelanjutan dari HPA guna merealisasikan tujuan akhir dari Visi ASEAN 2020 dan Deklarasi Bali Concord II. Pencapaian ASEAN Community semakin kuat dengan ditandatanganinya “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015” oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2007. Para Pemimpin ASEAN juga menyepakati percepatan pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Keputusan untuk mempercepat pembentukan AEC menjadi 2015 ditetapkan dalam rangka memperkuat daya saing ASEAN dalam menghadapi kompetisi global seperti dengan India dan China. Selain itu beberapa pertimbangan yang mendasari hal tersebut adalah: (i) potensi penurunan biaya produksi di ASEAN sebesar 10-20 persen untuk barang konsumsi sebagai dampak integrasi ekonomi; (ii) meningkatkan kemampuan kawasan dengan implementasi standar dan praktik internasional, HAKI dan adanya persaingan. Menuju ASEAN Economic Community 2015 5. ASEAN Charter ( Piagam ASEAN ) Guna mempercepat langkah percepatan integrasi ekonomi tersebut, ASEAN menyusun ASEAN Charter (Piagam ASEAN) sebagai ”payung hukum” yang menjadi basis komitmen dalam meningkatkan dan mendorong kerjasama diantara Negaranegara Anggota ASEAN di kawasan Asia Tenggara. Piagam tersebut juga memuat prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh seluruh Negara Anggota ASEAN dalam mencapai tujuan integrasi di kawasan ASEAN. Lahirnya Piagam ASEAN telah dimulai sejak dicanangkannya Vientiane Action Programme (VAP) pada KTT ASEAN ke-10 di Vientiane, Laos pada tahun 2004. KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina pada tahun 2007 telah membentuk High Level Task Force (HLTF) on the ASEAN Charter yang bertugas merumuskan naskah piagam ASEAN dengan memperhatikan rekomendasi Eminent Person Group (EPG) on the ASEAN Charter. Naskah Piagam ASEAN kemudian ditandatangani oleh para Kepala Negara/Pemerintahan Negara-negara Anggota ASEAN pada KTT ke-13 di Singapura, 20 November 2007. Piagam ASEAN ini mulai berlaku efektif bagi semua Negara Anggota ASEAN pada tanggal 15 Desember 2008. Indonesia telah melakukan ratifikasi Piagam ASEAN pada tanggal 6 November 2008 dalam bentuk Undang-undang No. 38 tahun 2008 Tentang Pengesahan Charter Of The Association Of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) 6. ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk mengembangkan ASEAN Economic Community Blueprint yang merupakan Menuju ASEAN Economic Community 2015 panduan untuk terwujudnya AEC. Declaration on ASEAN Economic Community Blueprint, ditanda tangani pada tanggal 20 November 2007, memuat jadwal strategis untuk masing-masing pilar yang disepakati dengan target waktu yang terbagi dalam empat fase yaitu tahun 2008-2009, 2010-2011, 2012-2013 dan 2014-2015. Penandatanganan AEC Blueprint dilakukan bersamaan dengan penandatanganan Piagam ASEAN (ASEAN Charter). Jadwal strategis pencapaian masing-masing pilar terdapat pada Lampiran 2. AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN untuk mencapai AEC 2015, dimana masing-masing negara berkewajiban untuk melaksanakan komitmen dalam blueprint tersebut. AEC Blueprint memuat empat kerangka utama seperti disajikan pada Bagan 1, yaitu: a. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; b. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse; c. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan d. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Dari keempat pilar tersebut, saat ini pilar pertama yang masih menjadi perhatian utama ASEAN. Oleh karenanya, pada pemaparan selanjutnya, pilar tersebut akan dibahas secara komprehensif. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Bagan 1. Rumah ASEAN Economic Community 2015 Menuju ASEAN Economic Community 2015 7. Roadmap for an ASEAN Community (2009-2015) Pada KTT ke-14 ASEAN tanggal 1 Maret 2009 di Hua Hin – Thailand, para Pemimpin ASEAN menandatangani Roadmap for an ASEAN Community (20092015) atau Peta-jalan Menuju ASEAN Community (2009–2015), sebuah gagasan baru untuk mengimplementasikan secara tepat waktu tiga Blueprint (Cetak Biru) ASEAN Community yaitu (1) ASEAN Political-Security Community Blueprint (CetakBiru Komunitas Politik-Keamanan ASEAN), (2) ASEAN Economic Community Blueprint (Cetak-Biru Komunitas Ekonomi ASEAN), dan (3) ASEAN Socio-Culture Community Blueprint (Cetak-Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN) serta Initiative for ASEAN Integration (IAI) Strategic Framework dan IAI Work Plan 2 (2009-2015). Peta-Jalan tersebut menggantikan Program Aksi Vientiane (Vientiane Action Program/VAP), dan diimplementasikan serta dimonitor oleh Badan Kementerian Sektoral ASEAN dan Sekretaris Jederal ASEAN, dengan didukung oleh Komite Perwakilan Tetap. Perkembangan terkait dengan implementasi ketiga peta-jalan tersebut disampaikan secara reguler kepada para Pemimpin ASEAN melalui Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Council/ACC)-nya masing-masing . D. Struktur Kelembagaan ASEAN Economic Community Dalam melaksanakan proses intergrasi ekonomi ASEAN menuju AEC 2015, sesuai dengan Piagam ASEAN, dibentuk struktur kelembagan ASEAN yang terdiri dari ASEAN Summit, ASEAN Coordinating Council, ASEAN Community Council, ASEAN Economic Ministers, ASEAN Free Trade Area Council, ASEAN Investment Area Council, Senior Economic Officials Meeting, dan Coordinating Committee. Langkah awal kesiapan ASEAN dalam menjalankan integrasi ekonominya setelah diberlakukannya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) adalah dengan ditetapkannya Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN bidang ASEAN Economic Community/AEC dengan tugas mengawasi implementasi AEC Blueprint, memantau dan menfasilitasi Menuju ASEAN Economic Community 2015 proses kesiapan kawasan menghadapi perekonomian global, serta mendukung pelaksanaan inisiatif lainnya dalam rangka integrasi ekonomi ASEAN. ASEAN Summit. ASEAN Summit merupakan pertemuan tingkat Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN, yang berlangsung 2 (dua) kali dalam setahun dan diselenggarakan secara bergilir berdasarkan alfabet di Negara yang sedang menjabat sebagai Ketua ASEAN. Secara rinci dijelaskan dalam Piagam ASEAN Pasal 7 bahwa ASEAN Summit adalah: a. Merupakan badan pengambil kebijakan tertinggi ASEAN b. Membahas, memberikan arah kebijakan dan mengambil keptusan atas isu-isu utama yang menyangkut realisasi tujuan-tujuan ASEAN, hal-hal pokok yang menjadi kepentingan Negara-Negara Anggota dan segala isu yang dirujuk kepadanya oleh ASEAN Coordinating Council (Dewan Koordinasi ASEAN), ASEAN Community Council (Dewan Komunitas ASEAN) dan ASEAN Sectoral Ministerial Bodies (Badan Kementerian Sektoral ASEAN). c. Menginstruksikan para Menteri yang relevan di tiap-tiap Dewan Terkait untuk menyelenggarakan pertemuan-pertemuan antar-Menteri yang bersifat ad hoc, dan membahas isu-isu penting ASEAN yang bersifat lintas Dewan Komunitas. Aturan pelaksanaan pertemuan dimaksud diadopsi oleh Dewan Koordinasi ASEAN, dalam hal di Indonesia, koordinasikan oleh Departemen Luar Negeri dengan mengundang departemen terkait dibidang masing-masing. d. Menangani situasi darurat yang berdampak pada ASEAN dengan mengambil tindakan yang tepat e. Memutuskan hal-hal yang dirujuk kepadanya berdasarkan Bab VII dan VIII di Piagam ASEAN f. Mengesahkan pembentukan dan pembubaran Badan-badan Kementerian Sektoral dan lembaga-lembaga ASEAN g. Mengangkat Sekretaris Jenderal ASEAN, dengan pangkat dan status setingkat Menteri, yang akan bertugas atas kepercayaan dan persetujuan para Kepala Negara/Pemerintahan berdasarkan rekomendasi pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN. Menuju ASEAN Economic Community 2015 ASEAN Coordinating Council (ACC). ASEAN Coordinating Council adalah dewan yang dibentuk untuk mengkoordinasikan seluruh pertemuan tingkat Menteri ASEAN yang membawahi ketiga ASEAN Community Council yaitu ASEAN Political Security Community Council, ASEAN Economic Community Council, dan ASEAN Sociocultural Community Council. ACC melakukan pertemuan sekurang-kurangnya dua kali setahun sebelum ASEAN Summit berlangsung. Berdasarkan amanat Piagam ASEAN Pasal 8 tugas dan fungsi ASEAN Coordinating Council adalah untuk: a. menyiapkan pertemuan ASEAN Summit; b. mengkoordinasikan pelaksanaan perjanjian dan keputusan ASEAN Summit; c. berkoodinasi dengan ASEAN Community Council untuk meningkatkan keterpaduan kebijakan, efisiensi dan kerjasama antar mereka; d. mengkoordinasikan laporan ASEAN Community Council kepada ASEAN Summit; e. mempertimbangkan laporan tahunan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai hasil kerja ASEAN; f. mempertimbangkan laporan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai fungsi-fungsi dan kegiatan Sekretariat ASEAN serta badan relevan lainnya; g. menyetujui pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; dan h. menjalankan tugas lain yang diatur dalam Piagam ASEAN atau fungsi lain yang ditetapkan oleh ASEAN Summit. ASEAN Economic Community Council (AEC Council). ASEAN Economic Community Council merupakan Dewan yang mengkoordinasikan semua economic sectoral ministers seperti bidang perdagangan, keuangan, pertanian dan kehutanan, energi, perhubungan, pariwisata dan telekomunikasi dan lain-lain (Diagram 1). Pertemuan AEC Council berlangsung sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun yang dirangkaikan dengan pertemuan ASEAN Summit. Wakil Indonesia untuk pertemuan AEC Council adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan Menteri Perdagangan sebagai alternate. AEC Council Menuju ASEAN Economic Community 2015 bertugas untuk melaporkan kemajuan di bidang kerjasama ekonomi kepada Kepala Pemerintahan/ Negara ASEAN. Committee of Permanent Representatives ASEAN National Secretariats Catatan Koordinasi Koordinasi ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ AEC Council AEM AFTA Council AIA Council AMBDC AFMM AMAF AMEM AMMin AMMST TELMIN ATM M-ATM : ASEAN Economic Community Council : ASEAN Economic Ministers : ASEAN Free Trade Area Council : ASEAN Investment Area Council : ASEAN Mekong Basin Development Cooperation : ASEAN Finance Ministers Meeting : ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry : ASEAN Ministers on Energy Meeting : ASEAN Ministerial Meeting on Minerals : ASEAN Ministers Meeting on Science and Technology : ASEAN Telecommunication and IT Ministers Meeting : ASEAN Transport Ministers Meeting : Meeting of ASEAN Tourism Ministers Diagram 1 : Struktur Baru Koordinasi Kerjasama Ekonomi ASEAN sesuai Piagam ASEAN Menuju ASEAN Economic Community 2015 ASEAN Economic Ministers (AEM). ASEAN Economic Ministers (AEM) merupakan dewan Menteri yang mengkoordinasikan negosiasi dan proses implementasi integrasi ekonomi. Para AEM melakukan pertemuan AEM, AEM Retreat, dan dalam rangkaian ASEAN Summit. AEM menyampaikan laporannya kepada AEC Council, dan selanjutnya AEC Council melaporkan semua hasil-hasil implementasi ASEAN Blueprint kepada ASEAN Summit. Di bawah koordinasi AEM, terdapat AFTA Council dan AIA Council, masing-masing dewan Menteri yang membidangi bidang barang dan investasi. AEM dalam setiap pertemuannya menerima laporan serta membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM. AEM selanjutnya menyampaikan laporan secara komprehensif implementasi ASEAN Blueprint kepada AEC Council pada pertemuan ASEAN Summit. Menteri Ekonomi yang mewakili Indonesia dalam AEM adalah Menteri Perdagangan. ASEAN Free Trade Area Council (AFTA Council). AFTA Council adalah dewan menteri ASEAN yang pada umumnya diwakili oleh Menteri Ekonomi masing-masing Negara Anggota bertanggungjawab atas proses negosiasi dan implementasi komitmen di bidang perdagangan barang ASEAN. AFTA Council melakukan pertemuan tahunan para Menteri Ekonomi ASEAN dalam rangkaian pertemuan sebelum AEM. Dalam pertemuannya, AFTA Council pada umumnya menerima laporan dari Coordinating Committee on the Implementation on the CEPT Scheme for AFTA (CCCA) dan membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM. Koordinator AFTA Council untuk Indonesia adalah Menteri Perdagangan. ASEAN Investment Area Council (AIA Council). AIA Council adalah dewan menteri ASEAN yang bertanggungjawab atas proses negosiasi dan implementasi komitmen di bidang investasi ASEAN. Pada umumnya, AIA Council mengadakan pertemuan tahunan dalam rangkaian dengan pertemuan AEM. AIA Council menerima laporan dari pertemuan Coordinating Committee on Investment (CCI) dan membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM. Koordinator Indonesia untuk AIA Council adalah Kepala BKPM yang didampingi oleh Menteri Perdagangan pada setiap pertemuan. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Senior Economic Official Meeting (SEOM). SEOM merupakan pertemuan ASEAN di tingkat pejabat Eselon 1 yang menangani bidang ekonomi. Pertemuan diadakan 4 (empat) kali dalam setahun, SEOM 1, 2, 3, dan 4. Dalam 2 (dua) pertemuan SEOM (1 dan 3), pertemuan fokus pada isu intra ASEAN sedangkan pada 2 (dua) pertemuan SEOM lainnya (2 dan 4), ASEAN mengundang Negara Mitra Dialog yaitu China, Jepang, Korea, India, Australia & New Zealand untuk melakukan konsultasi dengan SEOM ASEAN. SEOM dalam pertemuannya menerima laporan hasil pertemuan dari dan membahas isu yang masih pending di tingkat Coordinating Committee/ Working Group. Selain SEOM, ASEAN membentuk task force tingkat pejabat Eselon 1, High Level Task Force (HLTF). HLTF dalam pertemuannya membahas isu-isu penting yang masih pending dan memerlukan pertimbangan khusus untuk dilaporkan ke tingkat Menteri. Pertemuan HLTF biasanya hanya dihadiri oleh SEOM+1. Coordinating Committees / Working Groups. Coordinating Committee/Working Groups merupakan pertemuan teknis setingkat pejabat Eselon 2 atau Pejabat Eselon 3 di instansi terkait masing-masing Negara Anggota ASEAN. Pertemuan ini diadakan 4 (empat) kali dalam setahun, dimana hasil pertemuannya akan dilaporkan kepada SEOM untuk diteruskan kepada AEM, AEC Council, ASEAN Coordinating Council dan ASEAN Summit. Saat ini, ada 22 (dua puluh dua) Coordinating Committee/Working Groups di bidang ekonomi yaitu : 1. ACCCQ : ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality 2. ACCCP : ASEAN Coordinating Protection 3. AEGC : ASEAN Experts Group on Competition 4. AFDM : Finance Ministers and Deputies Meeting 5. AHSOM : ASEAN Heads of Statistical Office Meeting Menuju ASEAN Economic Community 2015 Committee on Consumer 6. ASOMM : ASEAN Senior Official Meeting on Minerals 7. ASOF : ASEAN Senior Officials on Forestry 8. CCC : Coordinating Committee on Customs 9. CCCA : Coordinating Committee on the Implementation on the CEPT Scheme for AFTA 10. CCI : Coordinating Committee on Investment 11. CCS : Coordinating Committee on Services 12. COST : ASEAN Committee on Science and Technology 13. DG of Customs : ASEAN Directors General of Customs Meeting 14. IAI Task Force : Initiative for ASEAN Integration Task Force 15. NTOs : National Tourism Organizations 16. SLOM : Senior Labour Officials Meeting 17. SMEWG : ASEAN SME Working Group 18. SOM AMAF : Senior Official Meeting-ASEAN Ministries on Agriculture and Forestry 19. SOME : Senior Officials Meeting on Energy 20. STOM : Senior Transport Officials Meeting 21. TELSOM : Telecommunications and IT Senior Officials Meeting 22. WGIPC : Working Group on Intellectual Property Cooperation Menuju ASEAN Economic Community 2015 BAB II ELEMEN PASAR TUNGGAL DAN BERBASIS PRODUKSI SEBAGAI SALAH SATU PILAR ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Untuk mewujudkan AEC pada tahun 2015, seluruh Negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas, sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint. A. Arus Bebas Barang Arus bebas barang merupakan salah satu elemen utama AEC Blueprint dalam mewujudkan AEC dengan kekuatan pasar tunggal dan berbasis produksi. Dengan mekanisme arus barang yang bebas di kawasan ASEAN diharapkan jaringan produksi regional ASEAN akan terbentuk dengan sendirinya. AEC merupakan langkah lebih maju dan komprehensif dari kesepakatan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA). AEC Blueprint mengamanatkan liberalisasi perdagangan barang yang lebih meaningful dari CEPTAFTA. Komponen arus perdagangan bebas barang tersebut meliputi penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan maupun penghapusan hambatan non-tarif sesuai skema AFTA. Disamping itu, perlu dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan yang diharapkan dapat memperlancar arus perdagangan ASEAN seperti prosedur kepabeanan, melalui pembentukan dan penerapan ASEAN Single Window (ASW), serta mengevaluasi skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Rules of Origin (ROO), maupun melakukan harmonisasi standard dan kesesuaian (standard and conformance). Untuk mewujudkan hal tersebut, Negara-negara Anggota ASEAN telah menyepakati ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) pada pertemuan KTT ASEAN ke-14 tanggal 27 Februari 2009 di Chaam, Thailand. ASEAN Trade in Goods Agreement Menuju ASEAN Economic Community 2015 (ATIGA) merupakan kodifikasi atas keseluruhan kesepakatan ASEAN dalam liberalisasi dan fasilitasi perdagangan barang (trade in goods). Dengan demikian, ATIGA merupakan pengganti CEPT Agreement serta penyempurnaan perjanjian ASEAN dalam perdagangan barang secara komprehensif dan integratif yang disesuaikan dengan kesepakatan ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint terkait dengan pergerakan arus barang (free flow of goods) sebagai salah satu elemen pembentuk pasar tunggal dan basis produksi regional. ATIGA terdiri dari 11 Bab, 98 Pasal dan 10 Lampiran, yang antara lain mencakup prinsip-prinsip umum perdagangan internasional (non-discrimination, Most Favoured Nations-MFN treatment, national treatment), liberalisasi tarif, pengaturan non-tarif tarif, ketentuan asal barang, fasilitasi perdagangan, kepabeanan, standar, regulasi teknis dan prosedur pemeriksaan penyesuaian, SPS (Sanitary and Phytosanitary Measures), dan kebijakan pemulihan perdagangan (safeguards, anti-dumping, countervailing measures). ATIGA yang diharapkan mulai berlaku efektif 180 hari setelah penandatanganannya pada tanggal 27 Februari 2009 bertujuan untuk: 1. Mewujudkan kawasan arus barang yang bebas sebagai salah satu prinsip untuk membentuk pasar tunggal dan basis produksi dalam ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015 yang dituangkan dalam AEC Blueprint; 2. Meminimalkan hambatan dan memperkuat kerjasama diantara Negara-negara Anggota ASEAN; 3. Menurunkan biaya usaha; 4. Meningkatkan perdagangan dan investasi dan efisiensi ekonomi; 5. Menciptakan pasar yang lebih besar dengan kesempatan dan skala ekonomi yang lebih besar untuk para pengusaha di Negara-negara Anggota ASEAN; dan; 6. Menciptakan kawasan investasi yang kompetitif. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Manfaat dan Tantangan ATIGA Bagi Indonesia: Dengan adanya ATIGA, diharapkan Indonesia akan mendapatkan manfaat di bidang perdagangan antara lain: 1. Terciptanya kepastian hukum dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan barang; 2. Terbukanya peluang untuk meningkatkan volume ekspor barang dari Indonesia ke Negara-negara Anggota ASEAN lainnya; 3. Terciptanya iklim usaha yang semakin kondusif dengan diterapkannya penghapusan ekonomi biaya tinggi dan penyederhanaan perijinan; 4. Meningkatnya produktivitas secara internal untuk memperkuat daya saing; 5. Meningkatnya kemampuan pelaku usaha di ASEAN melalui pemanfaatan berbagai kerja sama ekonomi yang disepakati; 6. Adanya kemudahan dan penyederhanaan prosedur kepabeanan, perijinan, dan imigrasi bagi para pelaku usaha dan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Persetujuan ini; 7. Terciptanya perdagangan barang yang lebih terprediksi, adil , transparan, dan terstandarisasi; 8. Terciptanya lapangan kerja baru dan berkurangnya kesenjangan sosial masyarakat sebagai akibat dari meningkatnya penanaman modal di Indonesia; 9. Terbukanya peluang pemanfaatan teknologi diantara Negara Anggota; 10. Meningkatnya keterlibatan sektor swasta dalam perdagangan barang sehingga peran serta Indonesia nyata dalam mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Disamping manfaat, Indonesia juga akan menghadapi tantangan sebagai konsekwensi dari diterapkannya ketentuan arus barang bebas. Dengan semakin terintegrasinya pasar ASEAN, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya dengan: Menuju ASEAN Economic Community 2015 1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kualitas produksi; 2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing; 3. Memperluas jaringan pemasaran; 4. Meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby. Komitmen-komitmen Utama dalam ATIGA 1. Penurunan dan Penghapusan Tarif Penghapusan tarif seluruh produk intra-ASEAN, kecuali produk yang masuk dalam kategori Sensitive List (SL) dan Highly Sensitive List (HSL), dilakukan sesuai jadwal dan komitmen yang telah ditetapkan dalam Persetujuan CEPT-AFTA dan digariskan dalam the Roadmap for Integration of ASEAN (RIA) yaitu pada tahun 2010 untuk ASEAN-6 dan tahun 2015 untuk CLMV (Tabel 1) dan komposisi jumlah pos tarif dan tingkat tarif produk masing-masing Negara Anggota yang masuk kategori Inclusion List (IL), SL, HSL, Temporary Exclusion List (TEL), dan General Exceptions List (GEL) pada tahun 2009 seperti disajikan dalam Tabel 2 dan 3. Tabel 1. Jadwal Penghapusan Tarif Produk Kategori Inclusion List (IL) Negara ASEAN Negara ASEAN Tahun Penghapusan Tarif IL 60% Pos Tarif 80% Pos Tarif 100% Pos Tarif ASEAN-6 2003 2007 2010 Vietnam 2006 2010 2015 Laos and Myanmar 2008 2012 2015 Cambodia 2010 - 2015* Catatan: * fleksibilitas higga 2018 Menuju ASEAN Economic Community 2015 Tabel 2. Komposisi Jumlah Pos Tarif Pada Kategori Produk Tahun 2009 Negara Anggota Jumlah Pos Tarif IL TEL GEL SL/ HSL Lainnya *) Total Brunei D. (AHTN 2007) 8,223 - 77 - - 8,300 Indonesia (AHTN 2007) 8,632 - 96 9 - 8,737 Malaysia (AHTN 2007) 12,239 - 96 - - 12,335 Philippines (AHTN 2007) 8,934 - 27 19 - 8,980 Singapore (AHTN 2007) 8,300 - - - - 8,300 Thailand (AHTN 2007) 8,300 - - - - 8,300 ASEAN-6 54,628 - 296 28 - 54,952 Cambodia (AHTN 2002) 10,537 - 98 54 - 10,689 Lao PDR (AHTN 2007) 8,214 - 86 - - 8,300 Myanmar (AHTN 2007) 8,240 - 49 11 - 8,300 Vietnam (AHTN 2007) 8,099 - 144 - 57 8,300 CLMV 35,090 - 377 65 57 35,589 ASEAN 10 89,718 - 673 93 57 90,541 Catatan: *) 57 pos tariff dalam kategori produk CKD ini tidak terdapat dalam CEPT Legal Enactment Vietnam mengenai Tarif Bea Masuk. Tabel 3. Jumlah Pos Tarif pada Tingkat Tarif Produk ASEAN Tahun 2009 Jumlah Pos Tarif Negara Anggota 0-5 % >5% Other Persentase Total 0-5% >5% Other Total Brunei D. (AHTN 2002) 8,223 - - 8,223 100.00 - - 100 Indonesia (AHTN 2007) 8,625 7 - 8,632 99.92 0.08 - 100 Malaysia (AHTN 2007) 12,173 32 34 12,239 99.46 0.26 0.28 100 Philippines (AHTN 2007) 8,857 77 - 8,934 99.14 0.86 - 100 Singapore (AHTN 2007) 8,300 - - 8,300 100.00 - - 100 Thailand (AHTN 2007) 8,287 13 - 8,300 99.84 0.16 - 100 54,465 129 34 54,628 99.70 0.24 0.06 100 Cambodia (AHTN 2002) 8,539 1,998 - 10,537 81.04 18.96 - 100 Lao PDR (AHTN 2007) 7,900 314 - 8,214 96.18 3.82 - 100 Myanmar (AHTN 2007) 8,240 - - 8,240 100.00 - - 100 Vietnam (AHTN 2007) 8,009 90 - 8,099 98.89 1.11 - 100 CLMV 32,688 2,402 - 35,090 93.15 6.85 - 100 ASEAN 10 87,153 2,531 34 89,718 97.14 2.82 0.04 100 ASEAN-6 Menuju ASEAN Economic Community 2015 Disamping itu, ATIGA juga mengamanatkan liberalisasi untuk 12 (dua belas) Priority Integration Sector (PIS) yaitu produk pertanian, angkutan udara, otomotif, e-ASEAN, elektronik, perikanan, kesehatan, produk karet, tekstil dan apparel, pariwisata, produk kayu dan jasa logistik pada tahun 2007 untuk ASEAN-6 dan tahun 2012 untuk CLMV, sebagaimana diamanatkan dalam Framework (amandment) Agreement for the PIS. Untuk produk-produk dalam kategori SL dan HSL, harus masuk ke dalam skema Inclusion List sesuai dengan jadwal yang disepakati. Setelah masuk ke dalam skema Inclusion List, maka tarif produk-produk tersebut diturunkan menjadi 0-5% selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 2010 untuk ASEAN-6, 1 Januari 2013 untuk Vietnam, 1 Januari 2015 untuk Laos dan Myanmar, dan 1 Januari 2017 untuk Kamboja, sesuai dengan ketentuan dalam Protocol on Special Arrangements for Sensitive Products. Beberapa Negara Anggota ASEAN melakukan reservasi terhadap produk-produk sensitifnya. Indonesia melakukan reservasi terhadap produk beras dan gula sebagaimana tercantum dalam Protocol to Provide Special Consideration on Rice and Sugar. Terdapat 16 pos tarif untuk gula dan beras yang diatur tersendiri melalui Protocol to Provide Consideration for Rice and Sugar. Produk-produk tersebut akan masuk dalam Inclusion List pada tahun 2015. ASEAN juga menyepakati pemindahan produk kategori General Exceptions List (GEL) ke dalam Inclusion List. Indonesia saat ini memiliki 96 pos tarif yang masuk dalam GEL (contohnya produk minuman beralkohol). 2. Rules of Origin (ROO) Fasilitas yang diberikan dalam kerangka CEPT hanya dapat dinikmati oleh produkproduk yang berasal dari Negara Anggota ASEAN, yang dibuktikan dengan Certificate Rules of Origin (Form D). Disamping itu, ROO juga bermanfaat untuk : (i) Menuju ASEAN Economic Community 2015 implementasi kebijakan “anti-dumping” dan “safeguard”; (ii) statistik perdagangan; (iii) penerapan persyaratan “labelling” dan “marking”; dan (iv) pengadaan barang oleh pemerintah Prosedur permohonan untuk memperoleh Certificate of Origin (CO) atau Surat Keterangan Asal (SKA) Barang harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Memenuhi Regional Value Content (RVC). b. Memenuhi kriteria “Change in Tariff Classification (CTC)” sebagai kriteria alternatif untuk menikmati tingkat CEPT bagi produk yang tidak dapat memenuhi 40 % kandungan lokal/ASEAN. Kriteria CTC, dapat berupa (i) Change in Chapter (CC); (ii) Change in Tariff Heading (CTH); dan (iii) Change in Tariff Sub-Heading (CTSH). c. Memenuhi kriteria “Specific Process”, seperti diterapkan pada tekstil dan produk tekstil (TPT) serta produk-produk kimia. d. Kombinasi kriteria 2 atau 3 tersebut di atas. 3. Penghapusan Non-Tariff Barriers (NTBs) ASEAN sepakat bahwa dalam rangka mewujudkan integrasi ekonomi menuju 2015, seluruh hambatan non-tarif akan dihapuskan. Untuk itu, masing-masing Negara Anggota diminta untuk: a. meningkatkan transparansi dengan mematuhi ASEAN Protocol on Notification Procedure; b. menetapkan ASEAN Surveillance Mechanism yang efektif; c. tetap pada komitmen untuk standstill and roll-back; d. Menghapus hambatan non-tarif yang dilakukan melalui 3 tahap yaitu: • ASEAN-5 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand) - Tahap I : 2008 - Tahap II : 2009 Menuju ASEAN Economic Community 2015 - Tahap III • Filipina : : 2010 - Tahap I : 2010 - Tahap II : 2011 - Tahap III : 2012 - Tahap I : 2013 - Tahap II : 2014 - Tahap III : 2015/2018 • CMLV e. Meningkatkan transparansi Non-Tariff Measures (NTMs); f. Konsisten dengan International Best Practices. 4. Trade Facilitation Dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor dan mendorong integrasi ekonomi ASEAN menuju pasar tunggal untuk barang, jasa, dan investasi serta berbasis produksi tunggal ASEAN, diperlukan mekanisme perdagangan dan kepabeanan, proses, prosedur dan arus informasi terkait yang simpel, harmonis dan terstandar. Dengan adanya fasilitasi perdagangan ini diharapkan akan tercipta suatu lingkungan yang konsisten, transparan dan dapat diprediksi bagi transaksi perdagangan internasional sehingga dapat meningkatkan perdagangan dan kegiatan usaha termasuk usaha kecil dan menengah (UKM), serta menghemat waktu dan mengurangi biaya transaksi. 5. Customs Integration (Integrasi Kepabeanan) Rencana Strategis Pengembangan Kepabeanan untuk periode 2005 – 2010 difokuskan pada: (a) pengintegrasian struktur kepabeanan, (b) modernisasi klasifikasi tarif, penilaian kepabeanan dan penentuan asal barang serta mengembangkan ASEAN e-Customs, (c) kelancaran proses kepabeanan, (d) penguatan kemampuan sumber daya manusia, (e) peningkatan kerjasama dengan Menuju ASEAN Economic Community 2015 organisasi international terkait, (f) pengurangan perbedaan sistem dalam kepabeanan diantara Negara-negara ASEAN, dan (g) penerapan teknik pengelolaan resiko dan kontrol berbasis audit (PCA) untuk trade facilitation. 6. ASEAN Single Window Indonesia National Single Window (INSW) atau National Single Window (NSW) merupakan sistem elektronik yang akan mengintegrasikan informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis yang meliputi sistem kepabeanan, perijinan, kepelabuhan/kebandarudaraan dan sistem lain yang terkait dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang. Melalui sistem ini penyelesaian prosedur ekspor-impor dan kepabeanan dapat dilakukan secara tunggal, penyampaian dan sinkronisasi pengolahan data dan informasi tunggal serta penetapan keputusan mengenai penyelesaian (clearance) kepabeanan kargo secara tunggal sehingga waktu penyelesaian kepabeanan dapat berlangsung lebih cepat, demikian halnya dengan biaya dan waktu transaksi berkurang. Hal ini tentu saja akan meningkatkan efisiensi perdagangan dan daya saing. Selanjutnya, ASEAN Single Window (ASW), sebagaimana tertuang dalam AEC Blueprint, merupakan suatu lingkungan di mana NSW dari 10 (sepuluh) Negara Anggota beroperasi dan berintegrasi seperti diilustrasikan pada Diagram 2 dan 3. Dengan terintegrasinya NSW masing-masing Negara Anggota melalui ASW, diharapkan alur data dan informasi pemerintah dan pelaku usaha terkait proses ekspor dan impor Negara ASEAN dapat berlangsung secara cepat dan mudah. Oleh karenanya, untuk membuat dan mengoperasikan ASEAN Single Window diperlukan kesiapan National Single Window dari tiap Negara Anggota ASEAN. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Diagram 2. Mekanisme Pengintegrasian 10 NSW ke portal ASW Diagram 3. NSW Seluruh Negara Anggota Terinegrasi dengan Portal ASW Dengan demikian, keberadaan National Single Window diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, mempercepat kelancaran arus barang dan dokumen, mengurangi birokrasi, meningkatkan transparasi dan akuntabilitas, kepastian biaya, pemerataan penyebaran sumber daya manusia, keuangan, dan menghemat waktu dan biaya. Pada tahun 2012 saat ASEAN Single Window telah diimplementasikan sepenuhnya, maka transaksi perdagangan di wilayah ASEAN (Asia Tenggara) akan Menuju ASEAN Economic Community 2015 berlangsung lebih mudah dan cepat karena pemrosesan ijin pengiriman barang akan dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit, sebagaimana ditargetkan dalam Strategic Plan of Customs Development. Tanpa NSW, diperlukan waktu 5 (lima) hari untuk pemrosesan ijin. Cita-cita ASEAN untuk memiliki nilai lebih dalam hal keunggulan biaya dan waktu yang lebih efisien, dan kemudahan dalam hal prosedur administrasi di wilayah ASEAN. Untuk mensukseskan pengembangan ASW/NSW ini, diharapkan pihak pemerintah, pelaku usaha dan industri harus turut mendukung usaha pengintegrasian sistem dan keseragaman proses bisnis dan administrasi. Disamping itu, ASEAN Single Window juga dapat mengakomodasi keberadaan negara non-ASEAN yang bekerjasama dalam perdagangan internasional. Dalam lingkungan ASEAN Single Window, sebuah negara non-ASEAN dapat memasukkan permohonan secara elektronik untuk melakukan pengiriman barang, segala informasi terkait kemudian disebarkan melalui jaringan yang aman pada seluruh National Single Window negara ASEAN. Konsep ini digunakan oleh beberapa organisasi internasional yang berhubungan dengan pemfasilitasan perdagangan, seperti United Nations Economic Commission for Europe, Center for Trade Facilitation and Electronic Business, World Customs Organization, and SITPRO Limited of the United Kingdom. Pengoperasian ASEAN Single Window diharapkan dapat dilakukan apabila National Single Window sudah dioperasikan sesuai jadwal yaitu selambat-lambatnya tahun 2008 untuk ASEAN-6 dan tahun 2012 untuk ASEAN-4 (CLMV). Disamping itu, untuk dapat mengoperasikan ASW, NSW masing-masing Negara harus menggunakan elemen data terstandar berdasarkan World Customs Organization (WCO) data model, the WCO data set dan United Nation Trade Data Elements Directory (UNTDED). Pengenalan terhadap informasi, komunikasi, dan teknologi (ICT) yang menggunakan teknologi pengolahan dan pertukaran data secara digital juga harus dipercepat. Menuju ASEAN Economic Community 2015 7. Standard, Technical Regulation and Conformity Assessment Procedures Setiap Negara Anggota ASEAN diharapkan dapat menetapkan dan menerapkan ketentuan-ketentuan mengenai standar, peraturan teknis dan prosedur penilaian kesesuaian sebagaimana diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangements dan ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangements. Upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi hambatan perdagangan yang tidak diperlukan (unnecessary obstacles) dalam membangun pasar tunggal dan basis produksi regional ASEAN. Diharapkan standar, peraturan teknis dan prosedur penilaian kesesuaian juga dapat diharmonisasikan dengan standar internasional dan kerjasama kepabenan. 8. Sanitary and Phytosanitary Measures Kebijakan SPS dimaksudkan untuk memfasilitasi perdagangan dengan melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan sesuai dengan prinsip yang ada dalam Persetujuan SPS dalam WTO untuk mencapai komitmen-komitmen sebagaimana tercantum dalam ASEAN Economic Community Blueprint. 9. Trade Remedies Setiap Negara Anggota diberikan hak dan kewajiban untuk menerapkan kebijakan pemulihan perdagangan antara lain berupa anti-dumping, bea imbalan (terkait dengan subsidi) dan safeguard. Selain kebijakan pemulihan perdagangan, Negara Anggota juga dapat menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa yaitu Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism. B. Arus Bebas Jasa Arus bebas jasa juga merupakan salah satu elemen penting dalam pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. Liberalisasi jasa bertujuan untuk Menuju ASEAN Economic Community 2015 menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negara-negara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS). AFAS merupakan persetujuan di antara Negara-negara ASEAN di bidang jasa yang bertujuan untuk: 1. Meningkatkan kerjasama diantara Negara Anggota di bidang jasa dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi dan pasokan serta distribusi jasa dari para pemasok jasa masing-masing Negara Anggota baik di dalam ASEAN maupun di luar ASEAN; 2. Menghapuskan secara signifikan hambatan-hambatan perdagangan jasa diantara Negara Anggota; dan 3. Meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperdalam tingkat dan cakupan liberalisasi melebihi liberalisasi jasa dalam GATS dalam mewujudkan perdagangan bebas di bidang jasa. Sejak disepakatinya AFAS pada tahun 1995, liberalisasi jasa dilakukan melalui negosiasi ditingkat Coordinating Committee on Services (CCS) dalam bentuk paketpaket komitmen. Hingga saat ini telah disepakati 7 (tujuh) paket komitmen AFAS. Khusus untuk jasa keuangan dan transportasi udara negosiasinya dilakukan oleh di tingkat Menteri terkait lainnya. Dalam liberalisasi jasa tidak diperkenankan adanya tindakan mundur dari suatu komitmen yang telah disepakati. Liberalisasi jasa dilakukan dengan pengurangan atau penghapusan hambatan dalam 4 (empat) modes of supply, baik untuk Horizontal Commitment maupun National Treatment sebagai berikut: 1. Mode 1 (cross-border supply): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada pengguna jasa dalam negeri; 2. Mode 2 (consumption abroad): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada konsumen domestik yang sedang berada di negara penyedia jasa; Menuju ASEAN Economic Community 2015 3. Mode 3 (commercial presence): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada konsumen di negara konsumen; 4. Mode 4 (movement of individual service providers): tenaga kerja asing yang menyediakan keahlian tertentu dan datang ke negara konsumen. Liberalisasi jasa pada dasarnya adalah menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan jasa yang terkait dengan pembukaan akses pasar (market access) dan penerapan perlakuan nasional (national treatment) untuk setiap mode of supply diatas. Hambatan yang mempengaruhi akses pasar adalah pembatasan dalam jumlah penyedia jasa, volume transaksi, jumlah operator, jumlah tenaga kerja, bentuk hukum dan kepemilikan modal asing. Sedangkan hambatan dalam perlakuan nasional dapat berbentuk peraturan yang dianggap diskriminatif untuk persyaratan pajak, kewarganegaraan, jangka waktu menetap, perizinan, standarisasi dan kualifikasi, kewajiban pendaftaran serta batasan kepemilikan properti dan lahan. Secara umum, tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam rangka liberalisasi bidang jasa antara lain : 1. Menghilangkan secara nyata hambatan perdagangan jasa untuk 4 sektor jasa prioritas yaitu transportasi udara, e-ASEAN, kesehatan dan pariwisata pada tahun 2010, dan pada tahun 2013 untuk prioritas sektor jasa yang kelima yaitu jasa logistik, dan tahun 2015 untuk seluruh sektor jasa lainnya; 2. Melaksanakan liberalisasi setiap putaran perundingan (1 kali dalam 2 tahun) yaitu 2008, 2010, 2012, 2014, dan 2015; 3. Menjadwalkan jumlah minimum sub-sektor baru yang akan diliberalisasikan untuk setiap putaran perundingan sebagai berikut: a. Pada tahun 2008: 10 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang sudah disepakati pada tahun sebelumnya; b. Pada tahun 2010: 15 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang sudah disepakati pada tahun 2008; c. Pada tahun 2012: 20 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang sudah disepakati pada tahun 2010; Menuju ASEAN Economic Community 2015 d. Pada tahun 2014: 20 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang sudah disepakati pada tahun 2012; dan e. Pada tahun 2015: 7 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang sudah disepakati pada tahun 2014. 4. Menjadwalkan paket-paket komitmen dengan parameter-parameter sebagai berikut: a. Untuk moda 1 dan 2 (perdagangan antar batas dan konsumsi di luar negeri) tidak ada pembatasan, kecuali jika ada alasan-alasan yang dapat diterima (seperti keselamatan publik) seluruh negara anggota secara kasus per kasus dan sesuai dengan perjanjian. b. Mengijinkan partisipasi modal asing (FEP) dalam hal ini ASEAN, dengan batasan sebagai berikut: i. tidak kurang dari 51% tahun 2008 (AFAS Paket 7), dan 70% tahun 2010 (AFAS Paket 8) untuk 4 sektor jasa prioritas; ii. tidak kurang dari 49% tahun 2008 (AFAS Paket 7), 51% tahun 2010 (AFAS Paket 8), dan 70% tahun 2013 untuk jasa logistik ; dan iii. tidak kurang 49% tahun 2008 (AFAS Paket 7), 51% tahun 2010 (AFAS Paket 8), dan 70% tahun 2015 untuk sektor jasa lainnya; c. Secara progresif menghilangkan pembatasan pada akses pasar untuk Moda 3 (kehadiran komersial) pada tahun 2015; d. Menyepakati dan mengimplementasikan beberapa Nota Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangement) yaitu MRA untuk Jasa Arsitektur, Jasa Akutansi, Kualifikasi Survei, Praktisi Medis pada tahun 2008, dan praktisi Gigi pada tahun 2009 Dalam rangka liberalisasi jasa, telah disepakati bahwa pelaksanaannya dilakukan dalam bentuk Paket Komitmen AFAS yang dicapai pada setiap Putaran Perundingan. 1. Putaran I berlangsung dari tahun 1996 – 1998, menyepakati Komitmen AFAS Paket 1 dan Paket 2. Menuju ASEAN Economic Community 2015 2. Putaran II yang berlangsung dari tahun 1999 – 2001 menyepakati Komitmen AFAS Paket 3. 3. Komitmen AFAS Paket 4 disepakati pada Putaran III yang berlangsung dari tahun 2002 – 2004. 4. Pada Putaran IV pada tahun 2005 – 2007 disepakati 2 Paket sekaligus yaitu Komitmen AFAS Paket 5 dan Paket 6. 5. Pada Putaran V yang berlangsung dari 2007 - 2009, diharapkan akan disepakati Komitmen AFAS Paket 7. Protocol to Implement the 7th Package of AFAS Commitment telah ditandatangani pada KTT ASEAN ke – 14, tanggal 26 Pebruari 2009 di Cha-am, Thailand. Komitmen AFAS Paket 7 ini diharapkan dapat dirampungkan paling lambat akhir tahun 2009 agar dapat segera diberlakukan dan pembahasan AFAS paket 8 dapat segera dimulai tahun 2010. Untuk memfasilitasi arus bebas jasa di kawasan ASEAN, juga dilakukan upayaupaya untuk melakukan pengakuan tenaga profesional di bidang jasa guna memudahkan pergerakan tenaga kerja tersebut di kawasan ASEAN berupa antara lain penyusunan Mutual Recognition Arrangements (MRAs). C. Arus Bebas Investasi Negara-negara ASEAN sepakat menempatkan investasi sebagai komponen utama dalam pembangunan ekonomi ASEAN, dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan pokok ASEAN dalam upaya mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN (AEC) pada tahun 2015. Prinsip utama dalam meningkatkan daya saing ASEAN menarik PMA adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif di ASEAN. Oleh karenanya, arus investasi yang bebas dan terbuka dipastikan akan meningkatkan penanaman modal asing (PMA) baik dari penanaman modal yang bersumber dari intra-ASEAN maupun dari negara non ASEAN. Dengan meningkatnya investasi asing, pembangunan ekonomi ASEAN akan terus meningkat dan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat ASEAN. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Sebagaimana diatur dalam GATT-WTO, prinsip-prinsip perdagangan internasional yang telah menjadi prinsip penanaman modal asing dan wajib dijabarkan didalam pengaturan penanaman modal di host country adalah Non Discriminatory Principle. Non Discriminatory Principle (prinsip kesetaraan) didasarkan pada alasan bahwa negara penerima investasi modal asing dengan menggunakan argumen-argumen tertentu, sering memberikan perlakuan yang berbeda (diskriminatif) kepada investor asing dengan berbagai cara. Prinsip Non Discriminatory tersebut kemudian dipecah menjadi dua prinsip utama, yaitu : 1. The Most Favoured Nation ( MFN ) Principle: Prinsip MFN merupakan prinsip kesetaraan, yaitu adanya perlakuan yang sama terhadap semua PMA yang masuk ke wilayah suatu negara tertentu, baik yang berkaitan dengan perjanjian bilateral dan maupun multilateral yang dituangkan dalam undang undang PMA. 2. National Treatment Principle ( NTP): National Treatment Principle (NTP), yaitu tentang perlakuan yang sama oleh host country terhadap PMA dan PMDN. PMA yang masuk ke suatu Negara tertentu untuk mendapatkan perlakuan yang sama berdasarkan NTP, dalam hal ini PMA tersebut harus didirikan dan tunduk pada hukum yang berlaku di host country. Jika sebelumnya ASEAN sudah memiliki the Framework on the ASEAN Investment Area (AIA) pada tahun 1998 sebagai inisiatif investasi yang bertujuan untuk menarik dan meningkatkan arus PMA dari luar maupun dalam kawasan sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint, maka dibentuk ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang ditandatangani pada tanggal 26 Pebruari 2009 di Cha-am, Thailand. ACIA pada dasarnya merupakan peleburan ASEAN Investment Agreement (AIA) dan ASEAN Investment Guarantee Agreement (IGA) sehingga ASEAN memiliki persetujuan bidang investasi yang lebih komprehensif dan forward looking, dengan 4 (empat) pilar pembaharuan sebagaimana tertuang dalam AEC Blueprint, yaitu: Menuju ASEAN Economic Community 2015 1. Perlindungan investasi, bertujuan untuk menyediakan perlindungan kepada semua investor dan investasi yang dicakup dalam perjanjian tersebut. Tindakan yang dilakukan antara lain untuk memperkuat: a. Aturan mekanisme penyelesaian sengketa investor-state; b. Aturan transfer dan repatriasi modal, keuntungan, dividends dan lain-lain; c. Cakupan ekspropriasi dan kompensasi yang transparan; d. Perlindungan dan keamanan penuh; dan e. Perlakuan kompensasi atas kerugian akibat sengketa. 2. Fasilitasi dan kerjasama, bertujuan untuk menyediakan peraturan, ketentuan, kebijakan,dan prosedur investasi yang transparan, konsisten dan dapat diprediksi. Tindakan yang dilakukan antara lain: a. Mengharmonisasikan kebijakan investasi; b. Mengefektifkan dan menyederhanakan prosedur aplikasi dan persetujuan investasi; c. Mempromosikan disseminasi informasi penanaman modal: aturan, peraturan, kebijakan dan prosedur, termasuk melalui one-stop investment centre atau investment promotion board; d. Memperkuat data-base dalam semua bentuk investasi yang mencakup barang dan jasa untuk fasiltasi formulasi kebijakan; e. Melakukan koordinasi dengan kementerian dan instansi terkait; f. Melakukan konsultasi dengan sektor swasta ASEAN untuk memfasilitasi investasi; dan g. Mengidentifikasi dan menyelesaikan kerjasama implementasi integrasi ekonomi ASEAN-wide maupun bilateral. 3. Promosi dan awareness, bertujuan untuk mempromosikan ASEAN sebagai kawasan investasi terpadu dan jejaring produksi. Tindakan yang dilakukan antara lain : a. Menciptakan iklim yang perlu untuk mempromosikan semua bentuk investasi dan wilayah-wilayah pertumbuhan baru di ASEAN; b. Mempromosikan investasi intra-ASEAN, khususnya investasi dari ASEAN-6 ke CLMV; Menuju ASEAN Economic Community 2015 c. Mendorong dan mempromosikan pertumbuhan dan pembangunan UKM dan Multinasional Enterprises (MNEs); d. Mempromosikan misi-misi joint investment yang fokus pada kluster regional dan jaringan kerja produksi; e. Memperluas manfaat inisiatif kerjasama industri ASEAN disamping AICO Scheme untuk mendorong pengembangan kluster regional dan jaringan kerja produksi; dan f. Membangun jaringan efektif perjanjian bilateral tentang pencegahan pajak ganda diantara negara-negara ASEAN. 4. Liberalisasi, bertujuan untuk mendorong liberalisasi investasi secara progessif. Tindakan yang dilakukan antara lain : a. Menerapkan perlakuan non-diskriminasi, termasuk perlakuan nasional (national treatment) dan perlakuan MFN (most-favoured nation) kepada investor di ASEAN dengan pengecualian terbatas; meminimalkan apabila perlu menghapus pengecualian tersebut; b. Mengurangi dan apabila memungkinkan menghapus peraturan masuk investasi untuk produk yang masuk dalam Priority Integration Sectors (PIS); dan c. Mengurangi dan apabila memungkinkan, menghapus peraturan investasi yang bersifat menghambat dan hambatan lainnya. Dalam rangka mengamankan sensitifitasnya terhadap arus bebas investasi, Negara Anggota ASEAN sepakat mengidentifikasi dan menetapkan daftar reservasinya (reservation list) masing-masing dengan mengacu pada Temporary Exclusion List (TEL) dan Sensitive List (SL yang disepakati dalam Framework Agreement on AIA. Dengan adanya reservation List ini, maka masing-masing Negara Anggota ASEAN dapat melakukan reservasi terhadap ketentuan-ketentuan (measures) domestik terkait penanaman modal, yang tidak sesuai (inconsistent) dengan Artikel 5 (National Treatment) dan Artikel 8 (Senior Management and Board of Directors). Menuju ASEAN Economic Community 2015 Manfaat dan Tantangan Liberalisasi Investasi Dengan ditandatanganinya ACIA, diharapkan masing-masing negara anggota ASEAN termasuk Indonesia akan memperoleh manfaat antara lain : 1. Prosedur pengajuan dan persetujuan penanaman modal akan lebih sederhana; 2. Aturan, peraturan dan prosedur penanaman modal yang jelas dan kondusif akan meningkatkan penanaman modal serta memberikan perlindungan yang lebih baik kepada penanam modal (investor) maupun kepada penanaman modalnya (investasinya); 3. Penanam modal (investor) akan mendapatkan perlakuan yang sama khususnya berkenaan dengan perijinan, pendirian, pengambilalihan, perluasan, pengelolaan, pelaksanaan, penjualan atau pelepasan penanaman modal lainnya; 4. Liberalisasi investasi dapat mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha kecil, menengah, maupun enterprise multinasional yang berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi; 5. Terbukanya lapangan kerja baru; dan 6. Mempererat hubungan antar negara-negara anggota sehingga tercipta sebuah kawasan penanaman modal terpadu. Disamping dampak positif, liberalisasi investasi dapat berdampak negatif yang harus dicermati dan diantisipasi bersama. Dengan diberlakukannya ACIA, dapat dipastikan bahwa investor dari negara anggota ASEAN lainnya akan masuk ke Indonesia mengingat Indonesia dengan penduduk sebesar sebesar + 230 juta merupakan tujuan pasar yang sangat potensial, yang secara tidak langsung dapat mengendalikan penguasaan suatu usaha di Indonesia. Ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM) maupun kurangnya modal usaha akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara penanaman modal asing dan modal dalam negeri dan dapat menekan kesempatan kerja maupun usaha para pelaku usaha di Indonesia. Menuju ASEAN Economic Community 2015 D. Arus Modal yang Lebih Bebas Arus modal mempunyai karakteristik yang berbeda apabila dikaitkan dengan proses liberalisasi. Keterbukaan yang sangat bebas atas arus modal, akan berpotensi menimbulkan risiko yang mengancam kestabilan kondisi perekonomian suatu negara. Pada sisi yang berbeda, pembatasan atas aliran modal, akan membuat suatu negara mengalami keterbatasan ketersedian kapital yang diperlukan untuk mendorong peningkatan arus perdagangan dan pengembangan pasar uang. Dengan mempertimbangkan, antara lain hal-hal tersebut, maka ASEAN memutuskan hanya akan membuat arus modal menjadi lebih bebas (freer). Konteks ‘lebih bebas’ dalam hal ini secara umum dapat diterjemahkan dengan pengurangan (relaxing) atas restriksi-restriksi dalam arus modal misalnya relaxing on capital control. Arus modal yang lebih bebas dalam mencapai AEC 2015 adalah untuk mendukung transaksi keuangan yang lebih efisien, sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan, memfasilitasi perdagangan internasional, mendukung pengembangan sektor keuangan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Arus modal yang lebih bebas ini ini harus memperhatian keseimbangan antara pentingnya arus modal dan kepentingan safeguard measures untuk menghindari terjadinya gejolak yang berkaitan dengan lalu lintas modal tersebut. Arus modal antar Negara merupakan salah satu indikator adanya transaksi perdagangan asset yang dilakukan penduduk antar Negara. Liberalisasi arus modal yang dimaksud dalam konteks ASEAN adalah suatu proses menghilangkan peraturan yang bersifat menghambat arus modal (kontrol modal) dalam berbagai bentuk. Terkait dengan arus modal yang lebih bebas, AEC Blueprint mengelompokkan dua inisiatif utama bagi negara ASEAN, yaitu: 1. Memperkuat pengembangan dan integrasi pasar modal ASEAN, dan Menuju ASEAN Economic Community 2015 2. Meningkatkan arus modal di kawasan melalui proses liberalisasi. Lebih lanjut, untuk mengembangkan dan meningkatkan integrasi pasar modal ASEAN maka ditetapkan lima program utama yaitu: 1. Harmonisasi berbagai standar di pasar modal ASEAN, khususnya dalam hal ketentuan penawaran harga (initial public offering); 2. Memfasilitasi adanya Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk pekerja professional di pasar modal; 3. Adanya fleksibilitas dalam ketentuan hukum untuk penerbitan sekuritas; 4. Memfasilitasi berbagai usaha yang bersifat market driven untuk membentuk hubungan antar pasar saham dan pasar obligasi; 5. Memperkuat struktur mekanisme pemungutan pajak penghasilan (pph), untuk memperkuat basis investasi bagi penerbitan surat utang di ASEAN. Dalam upaya memfasilitasi pergerakan modal yang lebih besar, liberalisasi pergerakan modal mengacu pada prinsip berikut: 1. Memastikan suatu liberalisasi capital account yang konsisten denganagenda nasional kesiapan ekonomi negara anggota; 2. Memperbolehkan penggunaan instrumen pengamanan terhadap potensi resiko instabilitas dan sistemik makroekonomi yang mungkin muncul dari proses liberalisasi, termasuk hak memberlakukan kebijakan yang dirasa perlu untuk stabilitas makroekonomi; 3. Memastikan manfaat liberalisasi yang akan diperoleh oleh seluruh Negara ASEAN. E. Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil Apabila AEC terwujud pada tahun 2015, maka dipastikan akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi warga negara ASEAN. Para warga negara dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju. Pembahasan tenaga kerja dalam AEC Blueprint Menuju ASEAN Economic Community 2015 tersebut dibatasi pada pengaturan khusus tenaga kerja terampil (skilled labour) dan tidak terdapat pembahasan mengenai tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour). Walaupun definisi skilled labor tidak terdapat secara jelas pada AEC Blueprint, namun secara umun skilled labor dapat diartikan sebagai pekerja yang mempunyai ketrampilan atau keahlian khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidangnya, yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi atau sekolah teknik ataupun dari pengalaman kerja. Dalam perkembangannya, arus bebas tenaga kerja sebenarnya juga bisa masuk dalam kerangka kerjasama AFAS dalam mode 4 seperti yang dijelaskan di atas. Kerjasama dalam mode 4 tersebut diarahkan untuk memfasilitasi pergerakan tenaga kerja yang didasarkan pada suatu kontrak/perjanjian untuk mendukung kegiatan perdagangan dan investasi di sektor jasa. Salah satu upaya untuk mendukung hal tersebut adalah dengan disusunnya Mutual Recognition Arrangement (MRA). MRA dapat diartikan sebagai kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara ASEAN untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau semua aspek hasil penilaian seperti hasil tes atau berupa sertifikat. Adapun tujuan dari pembentukan MRA imi adalah untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mendapatkan kesamaan/kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara untuk pendidikan, pelatihan, pengalaman dan persyaratan lisensi untuk para professional yang ingin berpraktek. Hingga tahun 2009, terdapat beberapa MRA yang telah disepakati oleh ASEAN yaitu MRA untuk jasa-jasa engineering, nursing, architectural, surveying qualification, tenaga medis (dokter umum dan dokter gigi), jasa-jasa akutansi dimana semua MRA ini ditanda tangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN (untuk Indonesia, Meneteri Perdagangan) pada waktu yang berbeda-beda yaitu : 1. ASEAN MRA on Engineering Services, tanggal 9 December 2005 di Kuala Lumpur; 2. ASEAN MRA on Nursing Services, tanggal 8 Des 2006 di Cebu, Filipina; Menuju ASEAN Economic Community 2015 3. ASEAN MRA on Architectural Services, 19 November 2007 di Singapura; 4. ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying Qualifications, tanggal 19 November 2007 di Singapura, ASEAN MRA on Medical Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand 5. ASEAN MRA on Dental Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand 6. ASEAN MRA Framework on Accountancy Services, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand, 7. ASEAN Sectoral MRA for Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of Manufacturers of Medicinal Products, tanggal 10 April 2009 di Pattaya, Thailand. F. Sektor Prioritas Integrasi Sektor Prioritas Integrasi (Priority Integration Sectors/PIS) adalah sektor-sektor yang dianggap strategis untuk diliberalisasikan menuju pasar tunggal dan berbasis produksi. Para Menteri Ekonomi ASEAN dalam Special Informal AEM Meeting, tanggal 12-13 Juli 2003 di Jakarta menyepakati sebanyak 11 Sektor yang masuk kategori PIS. Selanjutnya, pada tanggal 8 Desember 2006 di Cebu, Filipina, para Menteri Ekonomi ASEAN menyetujui penambahan sektor Logistik sehingga jumlah PIS menjadi 12 (dua belas) sektor. Dalam proses meliberalisasikan seluruh sektor PIS tersebut, disepakati agar setiap Negara Anggota ASEAN bertindak sebagai Koordinator untuk 12 sektor PIS berikut: Daftar PIS 1 Agro-based product Negara Koordinator Myanmar 2 Air Travel Thailand 8 Rubber-based product Malaysia 3 Automotives Indonesia 9 Textile & Apparels Malaysia 4 e-ASEAN Singapore 10 Tourism Thailand 5 Electronics Filipina 11 Wood-based products Indonesia 6 Fisheries Myanmar 12 Logistics (2006) Vietnam Menuju ASEAN Economic Community 2015 Daftar PIS 7 Healthcare Negara Koordinator Singapore Keduabelas PIS tersebut di atas berada di bawah 4 Persetujuan sebagai payung hukum PIS yaitu : 1. ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sectors, Vientiane, 29 November 2004 ; terdiri dari 11 sektor dengan daftar produk berjumlah 4273 Produk/ Phase ke-1 dimana setiap sektor dilengkapi dengan Protocol, Roadmap, Coverage Product dan Negative List. 2. ASEAN Sectoral Integration (Amendment) Protocol for Priority Sectors, Cebu, Philippines, 8 December 2006 ; menambahkan sektor Logistik. 3. ASEAN Framework (Amendment) Agreement for the Integration of Priority Sectors, Cebu, Philippines, 8 December 2006 ; terdiri dari 12 sektor dengan daftar produk berjumlah 4514 Produk/ Phase ke-2. 4. Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN Framework (Amendment) Agreement for the Integration of Priority Sectors, Makati City, Philippines, 24 August 2007; disepakati dan ditandatanganinya Protocol untuk Sektor Logistik. Secara umum, PIS memiliki langkah khusus dan langkah spesifik untuk mempercepat integrasi 12 sektor dimaksud. Pada umumnya langkah-langkah tersebut merupakan langkah-langkah yang juga digariskan dalam ASEAN Trade In Goods (ATIGA), antara lain: 1. Bidang Perdagangan Barang a. Negara-Negara Anggota wajib menghapus seluruh Tarif Preferensial Efektif Bersama (CEPT-AFTA) pada seluruh produk yang sudah diidentifikasi yang dicakup oleh masing-masing Protokol Integrasi Sektoral ASEAN, kecuali yang tercantum dalam daftar negatif (daftar sensitif, daftar sangat sensitif, dan daftar pengecualian umum) pada Protokol-Protokol tersebut, yang jumlah keseluruhan untuk masing-masing Negara Anggota wajib tidak melebihi 15% dari daftar total produk pada 1 Januari 2007 untuk ASEAN-6; dan 1 Januari 2012 untuk CLMV. Menuju ASEAN Economic Community 2015 b. Negara-negara Anggota wajib melaksanakan tindakan-tindakan berikut ini terkait dengan kebijakan-kebijakan non tarif (selanjutnya disebut sebagai ”NTMs”) dan hambatan non tarif (selanjutnya disebut sebagai ”NTBs”), untuk memastikan transparansi, sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan: i. Menyusun basis data NTMs ASEAN pada Juni 2004 dan diperbaharui secara rutin; ii. Menyusun kriteria yang jelas untuk mengidentifikasikan NTMs yang merupakan hambatan-hambatan perdagangan, pada tanggal 27 September 2005; iii. Menyusun suatu program kerja yang jelas dan tetap untuk penilaian NTMs yang ada dan identifikasi NTBs pada tanggal 21 Agustus 2006; iv. Menghapus NTBs pada seluruh produk yang ditetapkan dalam batas waktu berikut ini: (1) Paket Pertama: pada tanggal 1 Januari 2008 untuk ASEAN-5; 1 Januari 2010 untuk Filipina; dan 1 Januari 2013 untuk CLMV; (2) Paket Kedua: pada tanggal 1 Januari 2009 untuk ASEAN-5; 1 Januari 2011 untuk Filipina; dan 1 Januari 2014 untuk CLMV; (3) Paket Ketiga: pada tanggal 1 Januari 2010 untuk ASEAN-5; 1 Januari 2012 untuk Filipina; dan 1 Januari 2015 dengan fleksibilitas sampai tahun 2018 untuk CLMV; v. Mengadakan peninjauan kembali dan penilaian secara rutin terhadap NTMs berdasarkan kriteria sebagaimana ditetapkan oleh Dewan AFTA yang dimulai tanggal 1 Januari 2008. 2. Bidang Perdagangan Jasa Negara-negara Anggota wajib mempercepat liberalisasi perdagangan di sektorsektor jasa prioritas sampai tahun 2010. Hal ini dapat dicapai melalui: a. penghapusan seluruh pembatasan di Mode 1 (pasokan lintas batas) dan Mode 2 (konsumsi luar negeri) pada tanggal 31 Desember 2008, sebaliknya dengan alasan-alasan tertentu wajib diberikan; Menuju ASEAN Economic Community 2015 b. mengijinkan Mode 3 (kehadiran komersial) target-target keikutsertaan saham asing dengan fleksibilitas, sampai tanggal 31 Desember 2010, sesuai dengan keputusan-keputusan Para Menteri Ekonomi ASEAN (AEM); c. menetapkan target-target yang jelas untuk meliberalisasi pembatasanpembatasan Mode 3 lainnya, pada tanggal 31 Desember 2007; d. memperbaiki komitmen-komitmen Mode 4 sejalan dengan hasil-hasil dari masing-masing putaran perundingan Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN bidang Jasa (AFAS); e. mempercepat pengembangan dan finalisasi Pengaturan-pengaturan Saling Pengakuan (selanjutnya disebut sebagai “MRAs”), sebagaimana telah ditetapkan, pada tanggal 31 Desember 2008; f. memberlakukan formula ASEAN-X; dan g. meningkatkan usaha-usaha patungan dan kerja sama, termasuk pasar-pasar negara ketiga dimulai tahun 2007.” 3. Bidang Investasi (Penanaman Modal) a. Mempercepat pembukaan sektor-sektor yang saat ini dalam Daftar Sensitif (selanjutnya disebut sebagai ”SL”), dengan mengalihkan sektor-sektor tersebut ke dalam Daftar Pengecualian Sementara (selanjutnya disebut sebagai ”TEL”) berdasarkan Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kawasan Penanaman Modal ASEAN (AIA), dengan menggunakan formula ASEAN-X; b. Mengurangi kebijakan-kebijakan penanaman modal yang bersifat membatasi dalam SL. Menyelesaikan penghapusan progresif kebijakan-kebijakan penanaman modal yang bersifat membatasi dalam TEL pada tahun 2010 untuk ASEAN-6, tahun 2013 untuk Vietnam dan tahun 2015 untuk Kamboja, Laos, dan Myanmar; c. Mengidentifikasi dan melaksanakan program-program dan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan penanaman-penanaman modal di ASEAN.” Menuju ASEAN Economic Community 2015 4. Bidang Ketentuan Asal Barang Negara-negara Anggota, pada tanggal 31 Desember 2006, wajib memperbaiki Ketentuan Asal Barang CEPT dengan: a. Membuat ketentuan asal barang menjadi lebih transparan, dapat diprediksi, terstandarisasi dan memfasilitasi perdagangan, dengan memperhatikan kebutuhan untuk meningkatkan sumber regional dan kebiasaan-kebiasaan terbaik dari Perjanjian-perjanjian Perdagangan Regional lainnya, termasuk ketentuan asal barang WTO; b. Menerima transformasi substansial sebagai kriteria alternatif untuk menentukan status asal barang. 5. Prosedur Kepabeanan Melaksanakan ASEAN Single Window pada tanggal 1 Januari 2008 untuk ASEAN-6 dan tanggal 1 Januari 2012 untuk CLMV; 6. Standar dan Kesesuaian Negara-negara Anggota wajib mengambil langkah-langkah berikut untuk mempercepat pengembangan Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dan menyelaraskan standar-standar produk dan peraturan-peraturan teknis, dengan: a. Mempercepat pengembangan dan pelaksanaan dan apabila sesuai pengembangan sektoral mras untuk sektor-sektor prioritas dimulai pada tanggal 1 Januari 2005; b. Mendorong para pengatur dalam negeri untuk mengakui hasil-hasil uji yang diterbitkan oleh laboratorium-laboratorium penguji yang telah diakreditasi oleh badan-badan akreditasi nasional di ASEAN yang merupakan penandatangan mras pada Kerja Sama Akreditasi Laboratorium Internasional (ILAC) dan Kerja Sama Akreditasi Laboratorium Asia Pasifik (APLAC) untuk produk-produk yang tidak tercakup dalam mras sektoral; dimulai tanggal 1 Januari 2007; c. Menetapkan target-target dan jadwal-jadwal yang jelas untuk penyelarasan standar-standar dalam sektor-sektor prioritas apabila dipersyaratkan. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Apabila standar-standar internasional tidak tersedia dan apabila diminta oleh industri, menyelaraskan standar-standar nasional diantara Negaranegara Anggota; pada tanggal 31 Desember 2005; d. Menyelaraskan standar-standar yang telah ditetapkan diantara Negaranegara Anggota pada tanggal 31 Desember 2007; e. Menetapkan dan menyelaraskan standar-standar tambahan, apabila dipersyaratkan; apabila standar-standar internasional tidak tersedia, dan apabila dipersyaratkan oleh industri, menyelaraskan standar-standar nasional diantara Negara-negara Anggota pada tanggal 31 Desember 2010; f. Menyelaraskan dan/atau mengembangkan peraturan-peraturan teknis yang sesuai, untuk pemberlakuan nasional pada tanggal 31 Desember 2010; g. Memastikan pemenuhan persyaratan-persyaratan pada Persetujuan- persetujuan WTO mengenai Hambatan-hambatan Teknis Perdagangan dan Pemberlakuan Kebijakan-kebijakan Sanitary dan Phyto–Sanitary; h. Menjajaki pengembangan kebijakan ASEAN mengenai standar-standar dan kesesuaian untuk memfasilitasi lebih lanjut perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN, dimulai tahun 2005. 7. Fasilitasi Perjalanan di ASEAN a. Menyelaraskan prosedur-prosedur penerbitan visa bagi para pelancong internasional di ASEAN; dan b. Memberikan pembebasan visa untuk perjalanan intra ASEAN untuk para warga negara ASEAN.” 8. Perpindahan Pelaku Usaha, Tenaga Ahli, Profesional, Tenaga Terampil dan Orang Berbakat Dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dalam negeri, masingmasing Negara Anggota wajib: a. Mengembangkan suatu Persetujuan ASEAN untuk memfasilitasi perpindahan para pelaku usaha, termasuk pemberlakuan suatu Kartu Perjalanan ASEAN; Menuju ASEAN Economic Community 2015 b. Menetapkan dan mengembangkan mekanisme lain yang akan melengkapi prakarsa-prakarsa ASEAN yang telah ada untuk memfasilitasi lebih lanjut perpindahan para tenaga ahli, profesional, tenaga terampil dan orang berbakat pada tanggal 31 Desember 2007; dan c. Mempercepat penyelesaian mras untuk memfasilitasi perpindahan bebas dari para tenaga ahli, profesional, tenaga terampil dan orang berbakat di ASEAN, pada tanggal 31 Desember 2008.” 9. Peningkatan Perdagangan dan Penanaman Modal a. Mengintensifkan upaya-upaya promosi bersama intra ASEAN dan ekstra ASEAN secara rutin; b. Mengatur prakarsa-prakarsa sektor swasta secara rutin untuk melakukan kebijakan-kebijakan fasilitasi dan promosi ASEAN bersama yang lebih efisien untuk meningkatkan FDI ke ASEAN; dan c. Misi-misi perdagangan dan penanaman modal bersama. 10. Statistik Perdagangan dan Penanaman Modal Intra ASEAN Negara-negara Anggota wajib mengembangkan suatu sistem yang efektif untuk memantau perdagangan dan penanaman modal intra ASEAN melalui: a. Penyusunan suatu basis data perdagangan dan penanaman modal yang efisien, pada tanggal 31 Desember 2009; b. Penyediaan perkembangan terakhir pada Sekretariat ASEAN mengenai statistik terakhir perdagangan (barang dan jasa) dan penanaman modal; dan c. Penyiapan gabungan profil-profil industri oleh masing-masing asosiasi yang antara lain, mencakup informasi seperti kemampuan produksi dan cakupan produk.” 11. Hak Kekayaan Intelektual: Negara-negara Anggota wajib memperluas lingkup kerja sama hak kekayaan intelektual ASEAN, selain merek dagang dan paten, termasuk kerjasama pertukaran informasi dan penegakan hak cipta. Menuju ASEAN Economic Community 2015 12. Penggunaan Tenaga Kerja Kontrak dan Industri Pelengkap: Negara-negara Anggota wajib meningkatkan kelengkapan diantara para pengusaha fabrikasi ASEAN, apabila dapat diberlakukan, melalui: a. Identifikasi dan pengembangan kawasan-kawasan spesialisasi proses-proses produksi, penelitian dan pengembangan (R&D), serta fasilitas-fasilitas pengujian berdasarkan keuntungan komparatif dari masing-masing Negara Anggota; dan b. Pengembangan pedoman mengenai pengenalan pengaturan-pengaturan penggunaan tenaga kerja kontrak diantara Negara-negara Anggota, apabila dapat diberlakukan, pada tanggal 31 Desember 2008. Menuju ASEAN Economic Community 2015 BAB III TINGKAT IMPLEMENTASI AEC BLUEPRINT PERIODE 2008-2009 A. Penilaian terhadap AEC Scorecard Dalam rangka memantau kemajuan implementasi AEC maka disusun ASEAN Baseline Report (ABR) yang berperan sebagai scorecard dengan indikator kinerja utama yang akan dilaporkan setiap tahunnya oleh Sekjen ASEAN kepada para Menteri dan Kepala Negara/pemerintahan negara ASEAN. Pada dasarnya, laporan ini berisi kemajuan implementasi dari tiga pilar masyarakat ASEAN (keamanan, ekonomi dan sosial-budaya), ukuran kemajuan kerjasama regional, dan panduan dalam mempersempit adanya kesenjangan pembangunan antar Negara Anggota. Laporan tersebut juga memuat analisis kuantitatif dengan indikator terpilih yang memenuhi kriteria; (i) relevansi terhadap kebijakan, (ii) sederhana, (iii) konsistensi secara statistik, (iv) valid, (v) ketersediaan data dan (vi) cakupan indikator. Lebih lanjut indikator-indikator tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu: indikator proses, indikator ouput dan indikator hasil, yang kemudian disusun menjadi indeks tingkat negara dan kawasan. Untuk pilar masyarakat ekonomi, sesuai arahan para Kepala Negara dan para Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) pada tahun 2008, Sekretariat ASEAN telah menyusun AEC Scorecard sebagai alat untuk mengukur dan mengkomunikasikan kepada publik kemajuan yang dicapai oleh ASEAN dalam melaksanakan komitmennya dan mewujudkan AEC 2015, baik secara kolektif (ASEAN-wide) maupun individual yang mencoba memotret kemajuan dan hambatan pada tahun pertama pelaksanaan AEC Blueprint. Dalam upaya menghasilkan scorecard yang akurat, akan dilakukan analisis yang lebih tajam dan konsultasi yng lebih intens dengan berbagai sectoral bodies, sebagaimana diusulkan oleh Indonesia di setiap bidang kerjasama. Hal ini penting mengingat beberapa measures dalam AEC Blueprint bersifat inspiratif dan sulit Menuju ASEAN Economic Community 2015 diukur secara kuantitatif, sementara measures lainnya lebih mudah diukur tetapi memerlukan kesepahaman dengan sectoral bodies mengenai kriteria penentuan measures yang akan diukur. Berdasarkan usul Indonesia, disepakati agar AEC Scorecard disiapkan dalam dua versi. Pertama, untuk keperluan internal ASEAN guna melihat kepatuhan anggota memenuhi komitmen-komitmennya, sedangkan yang ke-2 adalah untuk konsumsi publik yang lebih umum sifatnya namun dapat memberikan gambaran kemajuan menuju AEC 2015 serta menumbuhkan dukungan masyarakat atas upaya pencapaia AEC dimaksud. Tingkat implementasi Negaranegara ASEAN dan ASEAN-wide terdapat pada Diagram 4 di bawah. 93,52% 83,33% 80,37%82,57% 82,24% 85,05% 80,19% 88,13% 78,90% 74,58% 72,38% VN A TH N SI YN AL I PH M M O LA M AN U A IN CA BR E AS Diagram 4 . Tingkat Implementasi Cetak-biru MEA Periode 1 Januari 2008 – 30 September 2009 Selain AEC Scorecard, Sekretariat ASEAN juga menjelaskan perkembangan terakhir dari penyusunan AEC Communications Plan. AEC Communications Plan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan mengenai prakarsa AEC serta mendapatkan umpan-balik dan dukungan dari mereka dalam mewujudkan AEC. AEC Communications Plan mencakup informasi mengenai 10 (sepuluh) manfaat AEC, yaitu AEC Media Kits, Frequently Asked Questions, kesaksian/cerita keberhasilan/artikel fitur dan lain-lain. Melalui AEC Commincations Plan, semua pihak—badan-badan sektoral ASEAN, sector swasta, pemerintah Menuju ASEAN Economic Community 2015 pusat dan daerah di Negara ASEAN, kalangan perguruan tinggi dan LSM—dapat dan diharapkan terlibat secara aktif. Disepakati pula agar setiap Negara Anggota menyampaikan rencana dan pelaksanaan sosialisasi AEC di Negara masing-masing. Khusus Indonesia Cq. Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan telah melakukan sosialisasi AEC Blueprint di Indonesia antara lain di Jakarta, Medan, Surabaya, Batam, Makasar, Semarang dll karena berkoordinasi dengan beberapa departemen seperti Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan Departemen Perindustrian dan Departemen lain yang terkait. Selain itu AEC Blueprint juga dipublikasikan melalui media massa dan seminar-seminar. B. Arus Bebas Barang Pemberlakuan Efektif Persetujuan Perdagangan Bebas Barang. Sebagaimana dijadwalkan bahwa Persetujuan Perdagangan Bebas Barang (Agreement on Trade in Goods) sudah harus mulai diberlakukan (entry into force) 180 hari setelah penandatanganannya yaitu 25 Agustus 2009, namun pada akhirnya disepakati akan mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2010. Seluruh Negara Anggota sudah harus menyelesaikan proses ratifikasi Persetujuan ini sebelum 1 Januari 2010. Liberalisasi Tarif Seluruh negara ASEAN berkomitmen untuk menghapus tariff (0%) atas produk dalam Inclusion List (IL) pada 1 Januari 2010. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa mulai 1 Januari 2010, sebanyak 54,628 pos tarif (produk) ASEAN-6 dapat diperdagangkan diantara Negara Anggota ASEAN tanpa tarif bea masuk (Tabel 4). Jumlah produk ASEAN-6 yang sudah memasuki pasar bebas tarif pada tahun 2010 terbanyak berasal dari Malaysia, Filipina, dan Indonesia, masing-masing sebanyak Menuju ASEAN Economic Community 2015 12.239, 8.934, dan 8632 pos tariff, sedangkan dari Singapura dan Thailand masingmasing sebanyak 8300 pos tariff, dan 8.223 pos tarif dari Brunei D. Tabel 4. Jumlah Pos Tarif (Produk) dengan Tarif 0% pada 2009 Skema CEPT Negara Jumlah Pos Tarif 0% > 0% Total IL Persentase 0% >0% Total Brunei D. (AHTN 2007) 7.239 984 8.223 88,03 11,97 100 Indonesia (AHTN 2007) 6.900 1.732 8.632 79,94 20,06 100 Malaysia (AHTN 2007) 10.157 2.082 12.239 82,99 17,01 100 Filippina (AHTN 2007) 7.354 1.580 8.934 82,31 17,69 100 Singapura (AHTN 2007) 8.300 - 8.300 100,00 - 100 Thailand (AHTN 2007) 6.643 1.657 8.300 80,04 19,96 100 46.593 8.035 54.628 85,29 14,71 100 755 9.782 10.537 7,17 92,83 100 Las (AHTN 2007) 5.844 2.370 8.214 71,15 28,85 100 Myanmar (AHTN 2007) 4.992 3.248 8.240 60,58 39,42 100 Vietnam (AHTN 2007) 4.575 3.524 8.099 56,49 43,51 100 CLMV 16.166 18.924 35.090 46,07 53,93 100 ASEAN 10 62.759 26.959 89.718 69,95 30,05 100 ASEAN-6 Kamboja (AHTN 2002) Sumber: Sekretariat ASEAN Rata-rata tingkat tarif seluruh produk ASEAN (IL dan SL/HSL) pada tahun 2009 sudah berada pada tingkat 0,79% untuk ASEAN-6, 3% untuk CLMV, dan 1,65% untuk keseluruhan ASEAN-10. Rata-rata tingkat tarif produk Indonesia berada pada tingkat 1,05%, lebih tinggi dari 5 (lima) Negara ASEAN-6 lainnya (Tabel 5). Diharapkan rata-rata tingkat tarif Negara Anggota ASEAN pada tahun 2010 akan lebih rendah dari 1,65% dengan dihapuskannya tarif seluruh (100%) produk Inclusion List ASEAN-6 dan 80% produk Inclusion List ASEAN-4 (CLMV) mulai 1 Januari 2010. ASEAN akan memasuki tingkat liberalisasi produk yang lebih maju pada tahun 2015, apabila seluruh produk yang saat ini masih dalam pengamanan khusus dalam Protocol to Provide Special Consideration on Rice and Sugar karena Menuju ASEAN Economic Community 2015 sensitifitasnya, dimasukkan ke dalam Inclusion List dengan tariff akhir (end rate) sebesar 20% untuk beras (Indonesia dan Malaysia) dan 5% dan 10% untuk gula (Indonesia). Filippina juga akan menggunakan Protocol ini untuk mengamankan beras dan gulanya. Saat ini, usulan tersebut masih dalam proses penyelesaian khususnya terkait penetapan end rate kedua produk tersebut pada saat penggunaan Protocol dimaksud sudah berakhir. Tabel 5. Rata-rata Tarif CEPT Negara Anggota ASEAN (%) Brunei D. 2008 Jumlah Pos Tarif (Produk) 9,924 Rata-rata Tarif (%) 0.73 2009 Jumlah Pos Tarif (Produk) 8,236 Rata-rata Tarif (%) 0.61 Indonesia 8,620 0.99 8,640 1.05 Malaysia 12,201 0.95 12,205 0.94 Filippina 8,827 0.96 8,952 1.01 Singapura 8,298 0.00 8,300 0.00 Thailand 8,301 1.03 8,300 1.01 ASEAN-6 56,171 0.79 54,633 0.79 Kamboja 10,454 7.13 10,537 5.83 Laos 8,015 1.28 8,214 1.54 Myanmar 10,615 2.83 8,240 1.11 Vietnam 8.099 2,77 8.099 2,72 CLMV 37.183 3,69 35.090 3,00 ASEAN-10 93.354 1,95 89.723 1,65 Negara Catatan: Sekretariat ASEAN, berdasarkan Peraturan Pemerintah per 2007. 2008. dan 2009 Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra-ASEAN Total Perdagangan. Total perdagangan Indonesia dengan Intra-ASEAN dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam 5 (lima) tahun terakhir dari tahun 2004 – 2008 dicapai peningkatan hampir 3 kali lipat dari 24,5 Milliar USD pada tahun 2004 menjadi 68,14 Milliar USD pada tahun 2008 (Tabel 6 dan Diagram 5). Konsentrasi perdagangan Indonesia terbesar berlangsung dengan Menuju ASEAN Economic Community 2015 Singapura, Malaysia dan Thailand. Nilai perdagangan Indonesia dengan Brunei D, Myanmar, dan Laos, meskipun jauh lebih kecil dibandingkan dengan ketiga negara tersebut, meningkat secara signifikan (56,6%, 45,11%, dan 38,6%). Tabel 6. Total Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra ASEAN, Periode 2004-2008 (dalam juta US$) Tahun Negara Brunei D Kamboia Laos Filipina Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam Total 2004 327,00 72,93 1,57 1.466,17 4.697,99 77,70 12.080,67 4.747,82 1.016,79 24.488,65 2005 1.236,83 94,67 1,817.20 1.741,35 5.579,83 92,14 17.306,10 5.693,42 1.117,47 32.863,63 2006 1.644,49 104,71 4,51 1.690,31 7.304,09 157,37 18.964,38 5.685,03 1.898,81 37.453,71 2007 1.908,09 123,10 6,65 2.213,53 11.507,99 292,78 20.341,41 7.341,34 2.349,35 46.084,25 2008 2.476,29 176,03 4,20 2.809,15 15.354,84 280,44 34.651,53 9.995,52 2.390,57 68.138,58 Trend 2004-2008 (%) 56,56 22,45 38,56 16,65 36,24 45,11 25,47 19,04 27,80 - Sumber: BPS Neraca Perdagangan. Peningkatan nilai total perdagangan Indonesia dengan Brunei D, Singapura, dan Thailand ternyata merupakan kontribusi peningkatan nilai ekspor ketiga Negara tersebut ke Indonesia. Pada Tabel 7 dan Diagram 6 tampak bahwa neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit dengan ketiga Negara tersebut. Disamping itu, dalam 2 (dua) tahun terakhir berturut-turut, neraca perdagangan Indonesia dengan Malaysia juga mengalami defisit yang semakin meningkat. Secara keseluruhan kinerja perdagangan Indonesia dengan ASEAN mengalami defisit sejak tahun 2005 dan semakin buruk pada tahun 2008. Defisit perdagangan Indonesia dengan ASEAN dari tahun 2007 ke 2008 meningkat 9 (sembilan) kali lipat, dimana defisit terbesar dialami dengan Singapura. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Diagram 5 . Perkembangan Nilai Perdagangan Indonesia dengan Intra-ASEAN Periode 2004 - 2008 Nilai Perdagangan (US$ juta) 40000 35000 30000 2004 25000 2005 2006 20000 2007 15000 2008 10000 5000 0 Brunei D Kamboia Laos Filipina Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam Negara Anggota ASEAN Tabel 7. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra-ASEAN, Periode 2004 – 2008 (juta US$) Negara Asal Tahun Trend 2004-2008 (%) - 2004 -263,48 2005 -1.158.17 2006 -1.569.38 2007 -1.821,35 2008 -2.356,95 Kambodia 70,72 93,20 102,59 120,60 172,02 22,57 Lao PDR 1,57 1,69 4,18 0,77 3,78 10,36 Filipina 1.009,02 1.096,89 1.121,02 1.493,83 1.298,07 8,47 Malaysia 1.334,10 1.282,77 917,42 -1.315,86 -2.489,74 - Myanmar 42,86 63,84 118,04 231,99 221,08 Singapura -84,87 -1.635,33 -1.104,68 661,82 -8.927,44 - Thailand -795,35 -1.200,50 -281,93 -1.232,79 -2.673,01 - Vietnam 185,19 239,42 205,20 360,96 955,24 1.499,76 -1.216,19 -487,53 -1.500,02 -13.796,94 Brunei D Total Sumber: BPS Menuju ASEAN Economic Community 2015 57,96 44,65 - Diagram 6 . Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia dengan Intra-ASEAN Periode 2004 - 2008 4000 Nilai Surplus/Defisit (US$ juta) 2000 Brunei D Kambodia 0 2004 2005 2006 -2000 2007 2008 Lao PDR Filipina Malaysia Myanmar -4000 Singapura -6000 Thailand Vietnam -8000 -10000 Tahun Kinerja Ekspor dan Impor. Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN pada periode 2004 2008 mengalami kenaikan secara bertahap dengan trend sebesar 19,9% per tahun (Tabel 8 dan Diagram 7). Peningkatan terbesar terjadi pada periode 2007-2008 yaitu sebesar 22% dari US$ 22,3 juta pada tahun 2007 menjadi US$ 27,2 juta pada tahun 2008. Negara tujuan ekspor utama dan terbesar Indonesia di ASEAN adalah Singapura, kemudian dikuti berturut-turut oleh Malaysia, Thailand dan Filippina. Trend peningkatan ekspor Indonesia yang cukup signifikan selama periode 2004 – 2008, meskipun nilai ekspornya kecil (kecuali dengan Vietnam), terjadi dengan negaranegara CLMV yaitu Myanmar (50,14%), Vietnam (31,51%), Laos (29,91%), dan Kamboja (22,51%). Sayangnya peningkatan nilai ekspor tersebut belum dapat mengimbangi kenaikan impor yang cukup besar dari negara ASEAN khususnya Singapura. Impor Indonesia dari 9 negara ASEAN dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Total peningkatan impor Indonesia dari ASEAN meningkat lebih dari 300%, dari US$ 11,5 Menuju ASEAN Economic Community 2015 juta pada tahun 2004 naik menjadi US$ 40,9 juta pada tahun 2008 (Tabel 9 dan Diagram 8). Nilai impor Indonesia dari ASEAN mengalami peningkatan yang sangat nyata yaitu 72,3% dari US$ 23,8 juta pada tahun 2007 menjadi US$ 40,9 juta pada tahun 2008, naik lebih dari 3 kali kenaikan ekspor (Sekretariat ASEAN). Hal ini telah mengakibatkan defisit neraca perdagangan Indonesia ke Intra-ASEAN secara signifikan bertambah dari US$ 1,5 juta di tahun 2007, menjadi US$ 13,8 juta pada tahun 2008. Nilai impor dari Singapura selama periode 2004-2008 mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dari US$ 6 juta pada tahun 2004 menjadi US$ 21,8 juta pada tahun 2008 (lebih dari 300%). Peningkatan impor yang sangat menyolok terjadi pada tahun 2008 yaitu dari US$ 9,8 juta pada tahun 2007 menjadi US$ 21,8 juta pada tahun 2008 (naik hampir 300%). Demikian halnya dengan impor dari Malaysia, naik lebih dari 500%, dari US$ 1,7 juta pada tahun 2004, naik menjadi US$ 8,9 juta pada tahun 2008. Impor dari Thailand meningkat dari US$ 2,7 juta tahun 2004 menjadi US$ 6,3 juta, naik lebih dari 200%. Tabel 8 . Ekspor Indonesia ke Negara ASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$) Negara Tujuan Brunei D Kamboia Laos Filipina Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam Total 2004 2005 31,76 39,33 71,82 93,94 1,57 1,75 1.237,59 1.419,12 3.016,05 3.431,30 60,28 77,99 5.997,89 7.835,38 1.976,24 2,246,46 600,99 678,44 12.994,20 15.823,72 Tahun 2006 37,56 103,65 4,34 1.405,67 4.110,76 137,71 8.929,85 2.701,55 1.052,00 18.483,09 Sumber: BPS Menuju ASEAN Economic Community 2015 2007 43,37 121,85 3,71 1.853,68 5.096,06 262,38 10.501,62 3.054,27 1.355,16 22.292,11 2008 59,67 174,03 3,99 2.053,61 6.432,55 250,76 12.862,05 3.661,25 1.672,90 27.170,82 Trend 20042008 (%) 14,55 22,51 29,91 13,66 21,05 50,14 19,94 16,65 31,51 19,94 Diagram 7 . Perkembangan Ekspor Indonesia ke Intra-ASEAN Periode 2004 - 2008 Nilai Ekspor (US$ juta) 30000 25000 Vietnam 20000 Thailand Singapura 15000 Myanmar 10000 Malaysia 5000 Filipina Laos 0 2004 2005 2006 Tahun 2007 2008 Kamboia Brunei D Berdasarkan uraian kinerja perdagangan ekspor dan impor Indonesia selama periode 2004 – 2008, dapat disimpulkan bahwa dalam 5 tahun terakhir ini pembukaan pasar oleh masing-masing Negara ASEAN lebih banyak dinikmati oleh Singapura, Malaysia dan Thailand. Indonesia belum mendapatkan keuntungan yang seimbang dengan Negara Anggota ASEAN khususnya dengan ketiga negara tersebut. Jumlah penduduk Indonesia yang merupakan 40% penduduk ASEAN (Dept. of Economic and Social Affairs, United Nations), tidak dapat dihindari merupakan tujuan pasar terdekat dan utama yang sangat potensial bagi Negara Anggota ASEAN. Oleh karenanya, Indonesia harus segera melakukan langkahlangkah strategis di setiap sektor yang dapat meningkatkan daya saing produkproduknya di ASEAN. Beberapa produk ekspor utama Indonesia ke ASEAN antara lain yaitu minyak petroleum mentah, timah, minyak kelapa sawit, refined copper, batubara, karet, biji kakao, dan emas (Chapter 27, 15, 85, 40,18 dan 84). Sedangkan produk impor terbesar dari ASEAN bersumber dari produk-produk berikut: premium tanpa timbal, crude petroleum oil, bahan bakar disel, hidrokarbon siklik p-silena, bagian dan aksesoris mesin terutama pada pos 84.69 sampai 84.72, bagian dan aksesoris Menuju ASEAN Economic Community 2015 aparatus dari pos 85.19 sampa 85.21, bagian dan aksesoris kendaraan bermotor (Chapter 27, 84, 85, 87, 29, 72). Tabel 9. Impor Indonesia dari ASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$) Tahun Negara Asal Trend 20042008 (%) 59,16 2004 295,24 2005 1.197,49 2006 1.606,93 2007 1.864,72 2008 2,416,62 1,10 0,73 1,06 1,25 2,00 18,88 0,004 0,06 0,17 2,94 0,21 222,18 228,58 322,23 284,65 359,85 755,54 28,42 Malaysia 1.681,95 2.148,53 3.193,33 6.411,93 8.922,29 55,75 Myanmar 17,42 14,15 19,66 30,39 29,68 20,08 Singapura 6.082,77 9.470,72 10.034,53 9.839,79 21.789,48 29,57 Thailand 2.771,58 3.446,96 2.983,48 4.287,06 6.334,26 20,58 Vietnam 415,79 439,03 846,80 994,20 717,67 21,03 11.494,45 17.039,91 18.970,62 23,792,13 40.967,76 33,32 Brunei D Kambodia Laos Filipina Total Sumber: BPS Diagram 8. Perkembangan Nilai Impor Indonesia dari Intra-ASEAN Periode 2004 - 2008 45000 Nilai Impor (US$ juta) 40000 35000 Vietnam 30000 Thailand Singapura 25000 Myanmar 20000 Malaysia 15000 Filipina 10000 Laos Kambodia 5000 Brunei D 0 2004 2005 2006 Tahun Menuju ASEAN Economic Community 2015 2007 2008 Penghapusan Hambatan Non-Tarif Meskipun seluruh Negara Anggota ASEAN sudah menyepakati bahwa daftar hambatan non-tarif (non-tariff barriers) masing-masing Negara harus dihapuskan dalam 3 (tiga) tahap (trances) mulai tahun 2008 – 2010, namun hingga saat ini Indonesia belum dapat melaksanakan komitmen tersebut. Konsultasi tentang rencana penghapusan hambatan non-tarif dengan sektor pengguna masih terus berlangsung. Sektor diharapkan sudah melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap hambatan non-tarif serta identifikasi daftar yang sudah dapat dihapuskan dalam tahap awal dan siap dihapuskan pada 2 (dua) tahap berikutnya. ASEAN Single Window (ASW) Pengoperasian ASEAN Single Window oleh ASEAN-6 seharusnya sudah dapat dilakukan segera setelah National Single Window keenam Negara Anggota tersebut sudah beroperasi yaitu paling lambat tahun 2008. Namun faktanya, hingga saat ini, baru 3 (tiga) Negara ASEAN-6 yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura, yang sudah membangun dan mengoperasikan NSWnya. Negara ASEAN lainnya, hingga saat ini masih dalam proses pengembangan. Indonesia, sebagai salah satu negara pioneer pengembangan NSW, komit akan mengoperasikan NSW pada tahun 2008. Hal ini terbukti dari telah diterbitkannya Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor Kep- 05/M.EKON/02/2007 tentang Tim Persiapan National Single Window. Bagi Indonesia, komitmen membangun National Single Window merupakan keputusan yang sejalan dengan kebutuhan di dalam negeri yang sudah sangat mendesak. Sistem NSW merupakan sistem yang tepat bagi Indonesia dalam memperlancar proses pengurusan administrasi ekspor dan impor yang melibatkan sekitar lebih dari 22 instansi pemerintah, lebih dari 40 dokumen dikeluarkan dalam kegiatan ekspor dan impor, 8376 klasifikasi jenis komoditi, ratusan pelabuhan internasional dan negara asal atau tujuan yang memungkinkan terbukanya tindakan penyelundupan. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Saat ini, Indonesia sudah memasuki tahap keempat pengembangan Nasional Single Window dan siap untuk menuju ASEAN Single Window. Fakta bahwa pengembangan dan pengoperasian ASW/NSW secara serentak dan efektif tidak dapat dilakukan sesuai jadwal (tahun 2008 bagi ASEAN-6), akan mempengaruhi proses integrasi ekonomi ASEAN menuju AEC 2015. Di Indonesia, tantangan utama terletak pada rumitnya perubahan sistem administrasi dari yang selama ini dilakukan secara manual menjadi sistem elektronik. Sedangkan di tingkat ASEAN, perbedaan taraf pembangunan dan kondisi politik masing-masing Negara Anggota, telah menyebabkan proses pembentukan National Single Window menjadi terkendala dan sangat lambat. Sebagai contoh, Myanmar yang saat ini masih berada dalam gejolak politik akan menghadapi hambatan untuk membangun dan menerapkan National Single Window, sedangkan Singapura telah lama menggunakan sistem elektronik dalam transaksi perdagangannya. Meskipun terdapat berbagai kendala, setiap Negara Anggota ASEAN tetap berkomitmen untuk mewujudkan ASW/NSW dengan bekerjasama dengan ahli teknologi dan sistem informasi untuk merumuskan technical architecture, prototype dan fungsi lainnya dari ASW. Dengan keberadaan ASW, diharapkan akan terjadi transfer of knowledge dan kerjasama antar negara anggota ASEAN untuk kemajuan kawasan regional dalam rangka menghadapi globalisasi perdagangan internasional ASEAN Indonesia, http://www.dutamudaasean-indonesia.org, (Duta Muda ASEAN Single Window: Manfaat dan Tantangan, 6 Oktober 2007). C. Arus Bebas Jasa Target waktu mewujudkan arus bebas jasa untuk 4 (empat) sektor prioritas integration (PIS) sebagaimana dituangkan dalam AEC Blueprint adalah tahun 2010. Keempat sektor jasa yang masuk dalam kategori sektor prioritas adalah jasa kesehatan (healthecare service), e-ASEAN, jasa angkutan udara (air transport service), dan jasa pariwisata (tourism service). Dalam rangka mempercepat arus barang dari produsen ke konsumen, satu sektor jasa logistic dimasukkan kedalam Menuju ASEAN Economic Community 2015 sektor prioritas dan disepakati untuk diliberalisasikan pada tahun 2013. Selanjutnya, untuk sektor jasa non-prioritas liberalisasinya akan dilakukan pada tahun 2015. Tingkat implementasi AEC Blueprint dalam memenuhi arus bebas jasa sampai saat ini telah mencapi tingkat yang cukup signifikan. Sejak ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) disepakati pada tahun 1995, telah disepakati 7 (tujuh) Protocol untuk melaksanakan 7 Paket Komitmen AFAS (Protocol to Implement The 1st, 2nd, 3rd, 4th, 5th, 6th, and 7th Package of Commitments Under the ASEAN Framework Agreement on Services). Sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint, target yang harus dicapai hingga tahun 2009, adalah bahwa jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada pengguna jasa dalam negeri dan kepada konsumen domestik yang sedang berada di negeri penyedia jasa harus dibebaskan. Dalam memenuhi target tahun 2009, sebagain besar Negara anggota ASEAN telah memenuhi target, kecuali beberapa Negara anggota yang masih harus berusaha keras untuk mencapai target yang sudah disepakati. Untuk pemenuhan thresholds atas 65 sub-sektor pada AFAS Paket ke-7, yaitu (i) kepemilikan asing (foreign equity participation/FEP) untuk sektor prioritas dibuka sampai 51% dan non-sektor prioritas sampai 49%, (ii) tidak ada hambatan pada Mode 1 dan 2, (iii) maksimal 2 jenis hambatan Non-equity MA untuk 29 sub-sektor prioritas, (iv) maksimal 3 jenis hambatan Non-equity MA untuk 9 sub-sektor logistik, dan (v) maksimal 3 jenis hambatan Non-equity MA untuk 12 sub-sektor lainnya, dilaporkan sebagai berikut: 1. Seluruh Negara Anggota, kecuali Filippina dan Vietnam telah memenuhi threshold untuk 65 sub-sektor, 2. Tidak satupun Negara Anggota yang mampu secara penuh memenuhi komitmen FEP 51% untuk sektor prioritas; 4 (empat) Negara Anggota yaitu Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Singapura memenuhi sebanyak masingmasing 27 (93%), 26 (90%), 25 (86%), dan 24 (83%) dari total 29 sub-sektor Menuju ASEAN Economic Community 2015 prioritas, Negara lainnya memenuhi kurang dari 22 sub-sektor, dan Thailand tidak memberikan komitmen FEP untuk sektor prioritas (0%), 3. Seluruh Negara Anggota, kecuali Filippina (hanya memenuhi 83%), mampu memenuhi komitmen FEP 49% untuk sektor logistik dan sektor lainnya, 4. Tidak satupun Negara Anggota ASEAN yang mampu memenuhi komitmen maksimal 2 dan 3 hampatan Non-equity MA untuk 29 sub-sektor prioritas dan 9 sub-sektor logistik, dan 5. Seluruh Negara Anggota ASEAN memenuhi komitmen maksimal 3 hambatan Non-equity MA untuk 12 sub-sektor lainnya. Hingga tahun 2009, Indonesia telah membuka perdagangan jasanya sesuai persyaratan thresholds dan target 2009 sebanyak 83 sub-sektor jasa yang meliputi jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa konstruksi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa lingkungan hidup, jasa paroiwisata, dan jasa transportasi. Tingkat keterbukaan arus jasa yang ditawarkan Indonesia adalah bebas untuk perdagangan jasa Mode 1 dan Mode 2, kepemilikan asing dibuka sebesar 51% untuk sebagian sektor prioritas, sedangkan untuk sektor non prioritas dibuka sampai 49%, bahkan untuk jasa konstruksi Indonesia membuka kepemilikan asingnya sampai sebesar 55%. Dengan demikian, sektor jasa Indonesia sudah lebih terbuka: lapangan usaha bagi para pemasok jasa asing (telekomunikasi terbuka bagi operator asing), hambatan perdagangan berkurang, dan penghapusan perlakuan diskriminatif bagi pemasok jasa asing. D. Arus Bebas Investasi Perkembangan terakhir dari implementasi AEC Blueprint mengenai arus bebas investasi yang diatur dalam ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) dilaporkan oleh Committee on Investment (CCI) yang bertemu pada CCI Meeting ke-45 pada tanggal 6 Oktober 2009 di Tagaytay, Filipina. Secara garis besar dilaporkan bahwa pemberlakuan efektif (entry into force) ACIA pada tanggal 25 Agustus 2009, sebagaimana diatur dalam Persetujuan ACIA yaitu 180 hari setelah Menuju ASEAN Economic Community 2015 ditandatangani pada tanggal 27 Februari 2009, tidak dapat dilakukan karena Reservation List dari seluruh Negara Anggota ASEAN sebagai bagian yang integral dari ACIA, belum dapat disepakati. Bahkan dengan penambahan waktu hingga akhir tahun 2009, juga belum cukup waktu untuk memfinalisasi draft Reservation List dimaksud. Hingga pada pertemuan CCI ke-45 bulan Oktober 2009, draft Reservation List Indonesia, khususnya untuk sektor Manufacturing, Agriculture, Forestry dan Mining & Quarrying, belum dapat disetujui oleh Negara anggota ASEAN karena dinilai cakupannya yang terlalu luas dan tidak menyertakan restriksi yang spesifik untuk masing-masing bidang usaha. Kebijakan Indonesia dalam mengatur daftar usaha yang tertutup dan terbuka bersyarat bagi penanaman modal asing (DNI) sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 77 Tahun 2007 seharusnya menjadi acuan utama dalam menyusun Reservation List Indonesia di ASEAN. Namun mengingat sangat detailnya daftar usaha yang diatur dan yang tertutup dan adanya ketentuan dalam Pasal 3 Perpres (tentang DNI) tersebut yang menyatakan bahwa daftar bidang usaha tersebut berlaku selama 3 tahun dan dapat berubah apabila diperlukan, Indonesia memutuskan untuk tidak menggunakannya sebagai acuan. Sebagai alternatif, Indonesia menyusun draft Reservation List dalam format yang sangat umum (broad carve out) dengan menggunakan basis klasifikasi ISIC pada tingkatan 4 digit dan tidak melakukan klasifikasi bidang usaha sesuai syarat/restriksi berdasarkan DNI, khususnya bagi sektor yang telah disebut di atas. Dengan demikian, Indonesia masih memiliki ruang gerak (policy space) dalam komitmen ASEAN maupun fora internasional lainnya, apabila Daftar Bidang Usaha sebagaimana terdapat dalam DNI tersebut mengalami perubahan kearah yang lebih restriktif di masa mendatang. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Lingkungan Berinvestasi Indonesia Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi potensial. Beberapa faktor mendasar yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara tujuan investasi yang lebih unggul dibandingkan dengan Negara Anggota ASEAN lainnya, antara lain karena: (i) Jumlah Usaha Kecil dan Menengah yang besar (42 juta) sebagai tulang punggung ekonomi domestik; (ii) Tanah yang kaya dan subur, jumlah penduduk yang sangat besar (230 juta) sebagai pasar potensial dan tenaga kerja yang kompetitif, lokasi wilayah yang strategis (berada diantara beberapa jalur transportasi laut internasional yang vital), ekonomi pasar terbuka, dan sistem mata uang bebas (http://www.bkpm.go.id/index.php/main/content/114). Contoh bidang usaha yang memiliki daya tarik bagi investor antara lain Kakao, Kelapa sawit, Energi dan mineral dan Perikanan. Alasan kedua yang membuat Indonesia menjadi tujuan utama investor adalah dengan ditetapkannya UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal yang menjamin diterapkannya: (i) perlakuan yang sama, (ii) tanpa persyaratan modal minimum, (iii) bebas pengembalian keuntungan, (iv) jaminan hukum, (v) penyelesaian sengketa dan (vi) pelayanan investasi. Disamping kedua alasan tersebut di atas, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1994 juga merupakan suatu jaminan kepastian dalam berusaha. Berikut ini adalah hal-hal yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah tersebut: 1. Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk : a. Usaha patungan antara modal asing dengan modal dalam negeri atau badan hukum Indonesia, dengan ketentuan peserta Indonesia harus memiliki paling sedikit 5 % dari jumlah modal disetor sejak pendirian perusahaan PMA; b. Atau investasi langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan atau badan hukum Menuju ASEAN Economic Community 2015 asing, dengan ketentuan dalam waktu paling lama 15 tahun sejak produksi komersil, sebagian saham asing harus dijual kepada Warga Negara dan atau badan hukum Indonesia melalui pemilikan langsung berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak dan atau melalui pasar modal. Dengan demikian persyaratan pemilikan saham lokal mayoritas yang berlaku sebelum deregulasi telah dihapus. 2. Ketentuan investasi minimum bagi PMA ditiadakan. Jumlah investasi yang ditanamkan dalam rangka PMA diterapkan berdasarkan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya. 3. PMA yang sudah berproduksi komersil dapat mendirikan perusahaan baru dan atau membeli saham perusahaan yang didirikan berdasarkan PMDN dan atau bukan PMDN melalui pemilikan langsung, sepanjang bidang usaha dari perusahaan yang sahamnya dibeli tersebut dinyatakan terbuka bagi PMA. 4. Kegiatan usaha PMA dapat berlokasi di seluruh wilayah Indonesia, namun bagi daerah yang telah memiliki Kawasan Berikat (Kawasan Industri), lokasi kegiatan PMA tersebut diutamakan didalam kawasan tersebut). 5. Izin usaha PMA berlaku untuk jangka 30 tahun dihitung sejak produksi komersil, dan dapat diperpanjang apabila perusahaan yang dimaksud masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi perekonomian dan pembangunan nasional. E. Arus Modal yang Lebih Bebas Liberalisasi arus modal di ASEAN didasari dengan keyakinan bahwa dengan lebih bebasnya aliran modal akan mendorong arus investasi dan perdagangan internasional, penempatan modal yang lebih tepat dan efisien, dan perkembangan pasar keuangan. Namun demikian, terdapat beberapa potensi risiko atas liberalisasi arus modal seperti terkonsentrasinya modal pada suatu negara/wilayah tertentu yang mempunyai nilai kompetensi lebih tinggi, terjadinya pembalikan arus modal, dan penarikan modal jangka pendek yang dapat terjadi setiap saat. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Liberalisasi arus modal di ASEAN diatur berdasarkan pada beberapa prinsip utama yaitu (i) proses liberalisasi tersebut harus sejalan dengan agenda nasional dan kesiapan di masing-masing Negara ASEAN, (ii) memperbolehkan adanya kebijakan pengamanan (safeguard measure) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi makro dan risiko sistemik karena proses liberalisasi, dan (iii) liberalisasi harus memberikan keuntungan kepada semua Negara Anggota. Berdasarkan prinsipprinsip tersebut, kemudian disepakati adanya ASEAN minus X formula yang memberikan fleksibilitas kepada negara yang belum siap untuk melakukan liberalisasi pada periode berikutnya. Proses liberaisasi arus modal di ASEAN difasilitasi oleh dua working committee (WC) yang merupakan bagian dari kerangka Roadmap for Monetary and Financial Integration in ASEAN (RIA-FIN). Kedua WC tersebut adalah WC on Capital Market Development (WC-CMD) yang memfasilitasi pengembangan dan integrasi pasar modal di ASEAN, dan WC on Capital Account Liberalisation (WC-CAL) yang memfasilitasi aliran modal yang lebih bebas di ASEAN. Pada prinsipnya, kedua WC tersebut saling melengkapi karena mempunyai cakupan kerja yang sangat terkait. Namun dalam beberapa hal terdapat kebijakan yang perlu diharmonisasikan dan disinergikan diantara kedua WC tersebut, misalnya mengenai upaya penghilangan restriksi atas capital account. Pada satu sisi, langkah ini akan mendorong perkembangan pasar modal di suatu Negara tetapi pada sisi lain penghilangan restriksi ini akan berpotensi menimbulkan ketidakstabilan kondisi makro ekonomi. Terdapat tiga pilar utama dalam upaya pengembangan dan integrasi pasar modal di ASEAN yang difasilitasi oleh WC-CMD yaitu (i) memfasilitasi akses antar Negara Anggota melalui harmonisasi berbagai standar di pasar modal ASEAN dan menyusun Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk pekerja profesional di pasar modal; (iii) memfasilitasi exchange and settlement linkage melalui beberapa tahapan yaitu pure information linkage, electronic trading linkage, serta centralized trading with trade and settlement linkage, dan (iii) meningkatkan akses internasional terhadap pasar modal ASEAN. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Untuk pilar yang pertama, ASEAN telah sepakat untuk menerapkan ASEAN Plus Standard untuk beberapa komponen pasar modal. Standar ini merupakan kompromi bersama mengingat sangat sulit untuk meleburkan standar yang dimiliki oleh masing-masing Negara menjadi sebuah standar bersama atau ASEAN Standard. Untuk itu, standar yang seragam dan fleksibel kemudian disepakati menjadi standar bersama sedangkan yang masih dipertahankan oleh masing-masing negara disebut Plus Standard. Untuk pilar yang kedua, pada tahap 1 ASEAN sedang berupaya merintis pure information linkage dengan menggunakan platform Bloomberg. Sedangkan untuk tahap 2 yaitu electronic trading linkage, langkah-langkah yang telah disusun belum diadopsi mengingat kesiapan dan ketersediaan infrastruktur di masing-masing Negara Anggota belum mendukung. Namun terdapat hal yang menarik, khususnya di Negara ASEAN-5, dimana electronic trading platform telah digunakan untuk penjualan obligasi di pasar obligasi. Untuk itu, dalam upaya pengembangannya, telah dilakukan assesment bagi kelayakan penggunaan e-platform linkages di antara Negara-negara ASEAN. Untuk pilar yang ketiga, ASEAN telah membuat indeks saham perusahaanperusahaan terkemuka di ASEAN (ASEAN FTSE 40) serta menciptakan exchange traded fund (ETF) berbasis index ASEAN FTSE tersebut. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pelaku pasar internasional akan meningkatkan aksesnya di pasar ASEAN. Pada sisi lain, dalam mengimplementasikan AEC, WC-CAL membagi cakupan liberalisasi kedalam dua isu pokok yaitu (1) current account liberalisation dan (2) capital accout liberalisation. Dalam current account, proses liberalisasi difokuskan pada transaksi current account dengan mengadopsi IMF Article VIII yang mewajibkan Negara-negara Anggota untuk menekan restriksi dalam melakukan pembayaran dan transfer pada transaksi current account internasional. Sampai saat Menuju ASEAN Economic Community 2015 ini, hanya Laos dan Myanmar yang belum mengadopsi IMF Article VIII secara penuh karena peraturan nasionalnya. Dalam hal ini, Lao telah mengamandemen Undangundangnya agar relevan dengan IMF Article VIII. Sementara Myanmar masih memerlukan studi lebih lanjut untuk menghapus penerapan multiple exchange rates sebagai prasyarat untukmengadopsi IMF Article VIII. Sedangkan untuk liberalisasi capital account, WC-CAL telah menyusun tiga tahapan liberalisasi atas Foreign Direct Investment (FDI), portfolio investment, dan arus modal yang lain seperti pinjaman dan utang jangka panjang. Tiga tahapan tersebut meliputi (i) assesment dan identifikasi atas aturan liberalisasi, (ii) liberalisasi atas aturan-aturan yang berhasil diidentifikasi, dan (iii) liberlisasi yang lebih dalam. Penyusunan tahapan-tahapan tersebut untuk mengakomodasi tingkat perkembangan dan kemajuan negara-negara anggota atas pasar keuangannya. Saat ini, masing-masing Negara ASEAN sedang memfinalisasi asessment dan identifikasi aturan-aturan terkait dengan FDI dengan mempertimbangkan potensipotensi risiko yang akan timbul karena liberalisasi. Hasil preliminary assesment menunjukkan bahwa sebagian besar Negara Anggota ASEAN sudah lebih liberal dalam hal capital account untuk FDI bila dibandingkan dengan target waktu yang telah ditetapkan dalam AEC Strategic Schedule. Liberalisasi Arus modal di Indonesia Berkenaan dengan proses liberalisasi arus modal di Indonesia, Bank Indonesia pada periode kuartal 4 tahun 2008 sampai dengan February 2009 telah menerbitkan beberapa kebijakan baru dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing 2 . Kebijakan-kebijakan dimaksud meliputi (i) Purchases of foreign currency through banks, (ii) Foreign exchange transactions by banks, dan (iii) USD repurchase agreement. 2 Sumber: Bank Indonesia Menuju ASEAN Economic Community 2015 Pada kebijakan pertama disebutkan bahwa investor diharuskan (required) melaporkan underlying transaction untuk pembelian mata uang asing dengan Rupiah senilai US$ 100,000. Tujuan penerapan kebijakan ini adalah untuk memperkuat prosedur adminsitrasi atas mata uang asing dalam rangka mengurangi dan mengantisipasi pembelian mata uang asing untuk tujuan spekulasi. Kebijakan kedua ditujukan untuk memperkuat sistem kehati-hatian perbankan (prudential banking system) dan pasar uang dalam rangka mendukung dan menjaga stabilitas mata uang Rupiah sekaligus mengantisipasi pembelian mata uang asing untuk tujuan spekulasi. Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengijinkan bank untuk melakukan transaksi mata uang asing (forex) baik untuk account mereka sendiri atau untuk account pelangganya dengan pembayaran penuh. Dalam hal ini, bank dilarang untuk melakukan transaksi derivatif atas produk terstruktur terhadap Rupiah dan kegiatan-kegiatan lain dengan tujuan derivatif kecuali untuk impor dan ekspor. Kebijakan yang ketiga ditujukan untuk mendukung pasokan mata uang asing (US$) dalam pasar keuangan domestik dalam rangka menjaga kestabilan Rupiah. Dalam hal ini, (i) Bank Indonesia menyediakan mata uang US$ pada pasar domestik melalui US$ repurchase agreement, (ii) perbankan domestik diizinkan untuk meminjam US$ dari Bank Indonesia dengan menggunakan obligasi bermata uang US$ yang diterbitkan oleh pemerintah Indoensia sebagai collateral, dan (iii) Bank Indonesia yang menyusun terms and conditions atas`perjanjian tersebut. F. Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil Dalam rangka memfasilitasi arus bebas tenaga kerja terampil, hingga tahun 2009 ASEAN telah menyusun dan menyepakati beberapa MRA yang diharapkan dapat memfasilitasi pergerakan arus tenaga kerja terampil secara bebas di wilayah ASEAN. Penyusunan dan pembahasan MRAs tersebut dilakukan dalam pertemuan Sectoral Working Groups dibawah koordinasi Coordinating Committee on Services (CCS). Sebanyak 7 (tujuh) MRAs yang sudah disepakati/ditandatangani pada waktu Menuju ASEAN Economic Community 2015 yang berbeda-beda, dan satu-satunya MRA yang sudah diimplementasikan adalah MRA on Engineering Services. Berikut ini adalah ketujuh MRAs dimaksud: 1. ASEAN MRA on Engineering Services, tanggal 9 December 2005 di Kuala Lumpur 2. ASEAN MRA on Nursing Services, tanggal 8 Des 2006 di Cebu, Filipina, 3. ASEAN MRA on Architectural Services, 19 November 2007 di Singapura, 4. ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying Qualifications , tanggal 19 November 2007 di Singapura, ASEAN MRA on Medical Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand 5. ASEAN MRA on Dental Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand 6. ASEAN MRA Framework on Accountancy Services, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand, 7. ASEAN Sectoral MRA for Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of Manufacturers of Medicinal Products, tanggal 10 April 2009 di Pattaya, Thailand. G. Sektor Prioritas Integrasi Sejak ditandatanganinya ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sectors di Vientiane tanggal 29 November 2004, Negara-negara koordinator PIS termasuk Indonesia cq. Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan terus menerus melaksanakan langkah umum dan langkah spesifik yang terdapat pada roadmap masing-masing sektor PIS dalam rangka implementasi menuju AEC 2015. Salah satu langkah konkrit yang dimandatkan dalam framework agreement ini adalah menyelesaikan ratifikasi untuk pemberlakuan efektif framework agreement tersebut dan menotifikasikannya kepada Sekretariat ASEAN secara tertulis. Indonesia telah menyelesaikan ratifikasi framework tersebut dengan diterbitkannya Perpres No. 25 Tahun 2009 tanggal 11 Juni 2009. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Sebagai Negara Koordinator untuk sektor Automotive dan Wood-based, Indonesia cq Departemen Perindustrian, berupaya melakukan kegiatan sesuai dengan roadmap kedua sektor tersebut. Dari kedua sektor tersebut, hanya sektor Automotive yang mengalami perkembangan yang cukup signifikan, sedangkan sektor Wood-based masih banyak mengalami hambatan terutama kehadiran Negara Anggota dalam setiap pertemuan negosiasi yang jumlahnya tidak mencukupi cukup merepresentasikan kesepuluh Negara Anggota ASEAN (tidak cukup kuorum). Kegiatan utama sektor Automotive yang diimplementasikan oleh Indonesia dan seluruh Negara Anggota adalah kegiatan standar dan kesesuaian (standard and conformance). Secara umum, kegiatan ini berjalan dengan baik dan konsisten, seluruh Negara Anggota ASEAN melaksanakan kegiatan harmonisasi standar yang merupakan bagian penting dalam pelaksanaan integrasi di bidang Automotive. Hal lainnya yang cukup signifikan perannya dalam memfasilitasi perdagangan Automotive diantara Negara Anggota adalah fasilitas ASEAN Industrial Cooperation (AICO). Berdasarkan pengajuan penggunaan fasilitas AICO yang masuk ke Sekretariat ASEAN dari para pelaku usaha masing-masing Negara Anggota ASEAN, fasilitas AICO sangat bermanfaat. Beberapa perusahaan Indonesia yang telah memanfaatkan fasilitas AICO adalah perusahaan Toyota dan Hino bekerjasama dengan perusahaan automotive di negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Malaysia. Dengan adanya fasilitas AICO, perusahaan tersebut mendapatkan tarif bea masuk 0% untuk produk yang tercantum di dalam daftar Sertifikat AICO. Berdasarkan jadwal penghapusan tarif produk kategori Inclusion List (IL) ASEAN-6 pada tanggal 1 Januari 2010, fasilitas AICO bagi pelaku usaha di Negara ASEAN-6 sudah tidak diperlukan lagi. Namun bagi CLMV, aplikasi AICO masih diperlukan sehingga diperpanjang sampai 31 Desember 2012. Dalam rangka mendorong sektor Pembina melaksanakan komitmen sesuai roadmap PIS, Departemen Perdagangan selaku koordinator PIS di Indonesia melakukan koordinasi dan monitoring secara berkala dengan focal point masingMenuju ASEAN Economic Community 2015 masing sektor Pembina seperti dengan Departemen Pertanian (Agriculture), Departemen Perindustrian (Electronic, Rubber based, Textile and Apparels), Departemen Perhubungan (Air Travel), Departemen Kesehatan & BPOM (Healthcare), Departemen Kelautan dan Perikanan (Fisheries), Departemen Kominfo (e-ASEAN), Departemen Kebudayaan & Pariwisata (Tourism), dan Menko Perekonomian (Logistik) dimana secara departemental, kegiatan logistik nasional saat ini setidaknya berada di bawah koordinasi Departemen Perdagangan (aspek pergudangan dan perdagangan), Departemen Perhubungan (transportasi), Departemen Keuangan (Kepabeanan, Asuransi dan Perbankan), Departemen Komunikasi dan Informasi (telekomunikasi, perposan dan kurir), Kementerian Negara BUMN (pengaturan BUMN bidang pengelola infrastruktur logistik dan penyedia jasa logistik), bahkan termasuk BKPM (dalam hal pendirian perusahaan dan penanaman modal). Menuju ASEAN Economic Community 2015 BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC 2015 A. Peluang Manfaat Integrasi Ekonomi. Kesediaan Indonesia bersama-sama dengan 9 (sembilan) Negara ASEAN lainnya membentuk ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 tentu saja didasarkan pada keyakinan atas manfaatnya yang secara konseptual akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kawasan ASEAN. Integrasi ekonomi dalam mewujudkan AEC 2015 melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar, dorongan peningkatan efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga kerja di kawasan ASEAN, akan meningkatkan kesejahteraan seluruh negara di kawasan. Pasar Potensial Dunia. Pewujudan AEC di tahun 2015 akan menempatkan ASEAN sebagai kawasan pasar terbesar ke-3 di dunia yang didukung oleh jumlah penduduk ke-3 terbesar (8% dari total penduduk dunia) di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2008, jumlah penduduk ASEAN sudah mencapai 584 juta orang (ASEAN Economic Community Chartbook, 2009), dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan usia mayoritas berada pada usia produktif. Pertumbuhan ekonomi individu Negara ASEAN juga meningkat dengan stabilitas makroekonomi ASEAN yang cukup terjaga dengan inflasi sektitar 3,5 persen 3 . Jumlah penduduk Indonesia yang terbesar di kawasan (40% dari total penduduk ASEAN) tentu saja merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia menjadi negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan. Negara Pengekspor. Negara-negara di kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara-negara pengekspor baik produk berbasis sumber daya alam (seperti agrobased products) maupun berbagai produk elektronik. Dengan meningkatnya harga 3 h.286 Menuju ASEAN Economic Community 2015 komoditas internasional, sebagian besar Negara ASEAN mencatat surplus pada neraca transaksi berjalan. Prospek perekonomian yang cukup baik juga menyebabkan ASEAN menjadi tempat tujuan investasi (penanaman modal). Sepuluh (10) komoditi ekspor ASEAN ke dunia pada tahun 2008 (berdasarkan HS4 digit) yang dilaporkan dalam ASEAN Economic Community Chartbook (2009) adalah (1) electronic integrated circuits & microassemblies (9%); (2) oil (not crude) from petrol & bituminous minerals etc. (7%); (3) automatic data processing machines, magnetic or optical readers, etc. (5%); (4) crude oil from petroleum and bituminous minerals (4%); (5) petroleum gases & other gaseous hydrocarbons propane, butane, ethylene (4%); (6) parts and accessories for office macjines & typewriters (3%); (7) palm oil & its fractions, not chemically modified (3%); (8) natural rubber in primary form or plates balata, gutta – percha, guayule, chicle (2%); (9) semiconductor devices; light – emiting diodes; mountedpiezoelectric crystals; parts thereof diodes, etc. (1%); dan (10) electric apparatus for line telephony or telegraphy telephone sets, teleprinters, modems, facs machine (1%). Pada umumnya, konsentrasi perdagangan ASEAN masih dengan dunia meskipun cenderung menurun dan beralih ke intra-ASEAN.. Data perdagangan ASEAN menunjukkan bahwa share perdagangan ke luar ASEAN semakin menurun, dari 80,8% pada tahun 1993 turun menjadi 73,2% pada tahun 2008, sedangkan share perdagangan di intra-ASEAN meningkat dari 19,2% pada tahun 1993 menjadi 26,8% pada tahun 2008. Hal yang sama juga terjadi dengan Indonesia dalam 5 tahun terakhir, namun perubahannya tidak signifikan. Nilai ekspor Indonesia ke intra-ASEAN hanya 18-19% sedangkan ke luar ASEAN berkisar 80-82% dari total ekspornya, Hal ini berarti peluang untuk meningkatkan ekspor ke intra-ASEAN masih harus ditingkatkan agar laju peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang dengan laju peningkatan impor dari intra-ASEAN. Indonesia sudah mencatat 10 (sepuluh) komoditi unggulan ekspornya baik ke dunia maupun ke intra-ASEAN selama 5 tahun terkhir ini (2004 – 2008) dan 10 (sepuluh) Menuju ASEAN Economic Community 2015 komoditi ekspor yang potensial untuk semakin ditingkatkan. Komoditi unggulan ekspor ke dunia adalah minyak kelapa sawit, tekstil & produk tekstil, elektronik, produk hasil hutan, karet & produk karet, otomotif, alas kaki, kakao, udang, dan kopi, sedangkan komoditi ekspor ke intra-ASEAN adalah minyak petroleum mentah, timah, minyak kelapa sawit, refined copper, batubara, karet, biji kakao, dan emas. Disamping itu, Indonesia mempunyai komoditi lainnya yang punya peluang untuk ditingkatkan nilai ekspornya ke dunia adalah peralatan kantor, rempah-rempah, perhiasan, kerajinan, ikan & produk perikanan, minyak atsiri, makanan olahan, tanaman obat, peralatan medis, serta kulit & produk kulit. Tentu saja, Indonesia harus cermat mengidentifikasi tujuan pasar sesuai dengan segmen pasar dan spesifikasi dan kualitas produk yang dihasilkan. Negara Tujuan Investor. Uraian tersebut di atas merupakan fakta yang menunjukkan bahwa ASEAN merupakan pasar dan memiliki basis produksi. Faktafakta tersebut merupakan faktor yang mendorong meningkatnya investasi di dalam dalam negeri masing-masing anggota dan intra-ASEAN serta masuknya investasi asing ke kawasan. Sebagai Negara dengan jumlah penduduk terbesar (40%) diantara Negara Anggota ASEAN, Indonesia diharapkan akan mampu menarik investor ke dalam negeri dan mendapat peluang ekonomi yang lebih besar dari Negara Anggota ASEAN lainnya. Dari segi peningkatan investasi, berbagai negara ASEAN mengalami penurunan rasio investasi terhadap PDB sejak krisis, antara lain akibat berkembangnya regional hub-production. Tapi bagi Indonesia, salah satu faktor penyebab penting penurunan rasio investasi ini adalah belum membaiknya iklim investasi dan keterbatasan infrastuktur. Dalam rangka AEC 2015, berbagai kerjasama regional untuk meningkatkan infrastuktur (pipa gas, teknologi informasi) maupun dari sisi pembiayaan menjadi agenda. Kesempatan tersebut membuka peluang bagi perbaikan iklim investasi Indonesia melalui pemanfaatan program kerja sama regional, terutama dalam melancarkan program perbaikan infrasruktur domestik. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Sedangkan, kepentingan untuk harmonisasi dengan regional menjadi prakondisi untuk menyesuaikan peraturan invetasi sesuai standar kawasan. 4 Daya Saing. Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non-tarif yang berarti sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk meproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu Negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri. Sektor Jasa yang terbuka. Di bidang jasa, ASEAN juga memiliki kondisi yang memungkinkan agar pengembangan sektor jasa dapat dibuka seluas-luasnya. Sektor-sektor jasa prioritas yang telah ditetapkan yaitu pariwisata, kesehatan, penerbangan dan e-ASEAN dan kemudian akan disusul dengan logistik. Namun, perkembangan jasa prioritas di ASEAN belum merata, hanya beberapa negara ASEAN yang mempunyai perkembangan jasa yang sudah berkembang seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Kemajuan ketiga negara tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penggerak dan acuan untuk perkembangan liberalisasi jasa di ASEAN. Lebih lanjut, untuk liberalisasi aliran modal dapat berpengaruh pada peningkatan sumber dana sehingga memberikan manfaat yang positif baik pada pengembangan system keuangan, alokasi sumber daya yang efisien, serta peningkatan kinerja perekonomian secara keseluruhan. 4 5 Ibid H.215 Menuju ASEAN Economic Community 2015 5 Dari sisi jumlah tenaga kerja, Indonesia yang mempunyai penduduk yang sangat besar dapat menyediakan tenaga kerja yang cukup dan pasar yang besar, sehingga menjadi pusat industri. Selain itu, Indonesia dapat menjadikan ASEAN sebagai tujuan pekerjaan guna mengisi investasi yang akan dilakukan dalam rangka AEC 2015. Standardisasi yang dilakukan melalui Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dapat memfasilitasi pergerakan tenaga kerja tersebut. Aliran Modal. Dari sisi penarikan aliran modal asing, ASEAN sebagai kawasan dikenal sebagai tujuan penanaman modal global, termasuk CLMV khususnya Vietnam. AEC membuka peluang bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan aliran modal masuk ke kawasan yang kemudian ditempatkan di aset berdenominasi rupiah. Aliran modal tersebut tidak saja berupa porsi dari portfolio regional tetapi juga dalam bentuk aliran modal langsung (PMA). Sedangkan dari sisi peningkatan kapasitas dan kualitas lembaga, peraturan terkait, maupun sumber daya manusia, berbagai program kerja sama regional yang dilakukan tidak terlepas dari keharusan melakukan harmonisasi, standarisasi, maupun mengikuti MRA yang telah disetujui bersama. Artinya akan terjadi proses perbaikan kapasitas di berbagai institusi, sektor maupun peraturan terkait. Sebagai contoh adalah penerapan ASEAN Single Window yang seharusnya dilakukan pada tahun 2008 (hingga saat ini masih dalam proses) untuk ASEAN-6 mengharuskan penerapan sistem National Single Window (NSW) di masing-masing negara. B. Tantangan Laju Peningkatan Ekpor dan Impor. Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang bersifat internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi persaingan dengan negara sesama ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti China dan India. Kinerja ekspor selama periode 2004 – 2008 yang berada di urutan ke-4 setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand, dan importer tertinggi ke-3 setelah Singapura dan Malaysia, merupakan tantangan yang Menuju ASEAN Economic Community 2015 sangat serius ke depan karena telah mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia yang defisit terhadap beberapa Negara ASEAN tersebut. Ancaman yang diperkirakan lebih serius lagi adalah perdagangan bebas ASEAN dengan China. Hingga tahun 2007, nilai perdagangan Indonesia dengan China masih mengalami surplus, akan tetapi pada tahun 2008, Indonesia mengalami defisit sebesar + US$ 3600 juta. Apabila kondisi daya saing Indonesia tidak segera diperbaiki, nilai defisit perdagangan dengan China akan semakin meningkat. Akhirakhir ini para pelaku usaha khususnya yang bergerak di sektor industri petrokimia hulu, baja, tekstil dan produk tekstil, alas kaki serta elektronik, menyampaikan kekhawatirannya dengan masuknya produk-produk sejenis dari China dengan harga yang relative lebih murah dari produksi dalam negeri (Media Indonesia, 26 Nopember 2009). Laju Inflasi. Tantangan lainnya adalah laju inflasi Indonesia yang masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan Negara lain di kawasan ASEAN. Stabilitas makro masih menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia dan tingkat kemakmuran Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan negara lain. Populasi Indonesia yang terbesar di ASEAN membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerataan pendapatan, 3 (tiga) Negara ASEAN yang lebih baik dalam menarik PMA mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari Indonesia. Dampak Negatif Arus Modal yang Lebih Bebas. Arus modal yang lebih bebas untuk mendukung transaksi keuangan yang lebih efisien, merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan, memfasilitasi perdagangan internasional, mendukung pengembangan sektor keuangan dan akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun demikian, proses liberalisasi arus modal dapat menimbulkan ketidakstabilan melalui dampak langsungnya pada kemungkinan pembalikan arus modal yang tiba-tiba maupun dampak tidak langsungnya pada peningkatan permintaaan domestik yang akhirnya berujung pada Menuju ASEAN Economic Community 2015 tekanan inflasi. 6 Selain itu, aliran modal yang lebih bebas di kawasan dapat mengakibatkan terjadinya konsetrasi aliran modal ke Negara tertentu yang dianggap memberikan potensi keuntungan lebih menarik. Hal menimbulkan risiko tersendiri bagi stabilitas makroekonomi. ini kemudian dapat 7 Kesamaan Produk. Hal lain yang perlu dicermati adalah kesamaan keunggulan komparatif kawasan ASEAN, khususnya di sektor pertanian, perikanan, produk karet, produk berbasis kayu, dan elektronik. Kesamaan jenis produk ekspor unggulan ini merupakan salah satu penyebab pangsa perdagangan intra-ASEAN yang hanya berkisar 20-25 persen dari total perdagangan ASEAN. Indonesia perlu melakukan strategi peningkatan nilai tambah bagi produk eskpornya sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dengan produk dari Negara-negara ASEAN lainnya. 8 Daya Saing Sektor Prioritas Integrasi. Tantangan lain yang juga dihadapi oleh Indonesia adalah peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi. Saat ini Indonesia memiliki keunggulan di sektor/komoditi seperti produk berbasis kayu, pertanian, minyak sawit, perikanan, produk karet dan elektronik, sedangkan untuk tekstil, elektronik, mineral (tembaga, batu bara, nikel), mesin-mesin, produk kimia, karet dan kertas masih dengan tingkat keunggulan yang terbatas. Daya Saing SDM. Kemapuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan baik secara formal maupun informal. Kemampuan tersebut diharapkan harus minimal memenuhi ketentuan dalam MRA yang telah disetujui. Pada tahun 2008-2009, Mode 3 pendirian perusahaan (commercial presence) dan Mode 4 berupa mobilitas tenaga kerja (movement of natural persons) intra ASEAN akan diberlakukan untuk sektor prioritas integrasi. Untuk itu, Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik di dalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk mencegah banjirnya tenaga kerja terampil dari 6 H.216 H. 217 8 H.288 7 Menuju ASEAN Economic Community 2015 luar. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena memerlukan adanya cetak birum sistem pendidikan secara menyeluruh, dan sertifikasi berbagai profesi terkait. Tingkat Perkembangan Ekonomi. Tingkat perkembangan ekonomi Negara-negara Anggota ASEAN hingga saat ini masih beragam. Secara sederhana, penyebutan ASEAN-6 dan ASEAN-4 dimaksudkan selain untuk membedakan tahun bergabungnya dengan ASEAN, juga menunjukkan perbedaan tingkat ekonomi. Apabila diteliti lebih spesifik lagi, tingkat kemajuan berikut ini juga terdapat diantara Negara Anggota ASEAN: (i) kelompok negara maju (Singapura), (ii) kelompok negara dinamis (Thailand dan Malaysia), (iii) kelompok negara pendapatan menengah (Indonesia, Filipina, dan Brunei), dan (iv) kelompok negara belum maju (CLMV). Tingkat kesenjangan yang tinggi tersebut merupakan salah satu masalah di kawasan yang cukup mendesak untuk dipecahkan agar tidak menghambat percepatan kawasan menuju AEC 2015. 9 Oleh karenanya, ASEAN dalam menentukan jadwal komitmen liberalisasi mempertimbangkan perbedaan tingkat ekonomi tersebut. Dalam rangka membangun ekonomi yang merata di kawasan (region of equitable economic development), ASEAN harus bekerja keras di dalam negeri masing-masing dan bekerja sama dengan sesama ASEAN. 10 Kepentingan Nasional. Disadari bahwa dalam rangka integrasi ekonomi, kepentingan nasional merupakan yang utama yang harus diamankan oleh Negara Anggota ASEAN. Kepentingan kawasan, apabila tidak sejalan dengan kepentingan nasional, merupakan prioritas kedua. Hal ini berdampak pada sulitnya mencapai dan melaksanakan komitmen liberalisasi AEC Blueprint. Dapat dikatakan, kelemahan visi dan mandat secara politik serta masalah kepemimpinan di kawasan akan menghambat integrasi kawasan. Selama ini ASEAN selalu menggunakan pendekatan voluntary approach dalam berbagai inisiatif kerja sama yang terbentuk di ASEAN sehingga group pressure diantara sesama Negara Anggota lemah. Tentu 9 Ibid. H.60 10 Menuju ASEAN Economic Community 2015 saja hal ini berkonsekuensi pada pewujudan integrasi ekonomi kawasan akan dicapai dalam waktu yang lebih lama. 11 Kedaulatan Negara. Integrasi ekonomi ASEAN membatasi kewenangan suatu negara untuk menggunakan kebijakan fiskal, keuangan dan moneter untuk mendorong kinerja ekonomi dalam negeri. Hilangnya kedaulatan negara merupakan biaya atau pengorbanan terbesar yang ”diberikan’ oleh masing-masing Negara Anggota ASEAN. Untuk mencapai AEC 2015 dengan sukses, diperlukan kesadaran politik yang tinggi dari suatu negara untuk memutuskan ”melepaskan” sebagian kedaulatan negaranya. Kerugian besar lainnya adalah seperti kemungkinan hilangnya peluang kerja di suatu negara serta kemungkinan menjadi pasar bagi Negara ASEAN lainnya yang lebih mampu bersaing. Tantangan lainnya yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah bagaimana mengoptimalkan peluang tersebut. Bila Indonesia tidak melakukan persiapan yang berarti maka Indonesia akan menjadi Negara tujuan pemasaran bagi ASEAN lainnya. Rendahnya peringkat Indonesia dalam pelaksanaan usaha di tahun 2010 (Doing Business 2010, International Finance Corporation, World Bank) yaitu 122 dari 185 Negara, sementara peringkat Negara ASEAN lainnya seperti Thailand (12), Malysia (23), Vietnam (93), dan Brunei D (96) yang berada jauh di atas Indonesia, merupakan potensi kehilangan bagi Indonesia karena investor akan lebih memilih negara-negara tersebut sebagai tujuan investasinya. C. Strategi Umum Menuju AEC 2015 Indonesia harus segera menyusun langkah strategis yang dapat diimplementasikan secara target specific agar peluang pasar yang terbuka dapat dimanfaatkan secara optimal. Langkah strategis tersebut disusun secara terpadu diantara sektor mulai dari hulu hingga ke hilir dibawah koordinasi suatu Badan Khusus atau Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 11 H.61 Menuju ASEAN Economic Community 2015 Langkah-langkah strategis setiap sektor kemudian dijabarkan kedalam tindakantindakan yang mengarah pada upaya perbaikan dan pengembangan infrastruktur fisik dan non fisik di setiap sektor dan linie dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mendorong kinerja ekspor harus dilakukan secara terkoordinasi dengan seluruh sektor Pembina dan pelaku usaha. Koordinasi antar sektor dan instansi terkait, terutama dalam menyusun kesamaan persepsi antara pemerintah dan pelaku usaha, dan harmonisasi (reformasi) kebijakan di tingkat pusat dan daerah harus terus dilakukan. Secara garis besar, langkah strategis yang harus dilakukan antara lain adalah melakukan: 1. Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi); 2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional; 3. Penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya; 4. Penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta; 5. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi (juga merupakan tujuan utama pemerintah dalam program reformasi komprehensif di berbagai bidang seperti perpajakan, kepabeanan, dan birokrasi); 6. Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan; 7. Peningkatan partisipasi institusi pemerintah maupun swasta untuk mengimplementasikan AEC Blueprint; 8. Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakekatnya AEC Blueprint juga merupakan program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia; dan 9. Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala; Menuju ASEAN Economic Community 2015 10. Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jaln tol, pelabuhan, revitalisasi dan restrukturisasi industri, dan lain-lain. Menuju ASEAN Economic Community 2015 BAB V PENUTUP AEC adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Dengan pencapaian tersebut maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas. Adanya aliran komoditi dan faktor produksi tersebut diharapkan membawa ASEAN menjadi kawasan yang makmur dan kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang merata, serta menurunnya tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial-ekonomi di kawasan ASEAN. Namun untuk mencapai AEC 2015 diperlukan kerja keras baik di internal masingmasing Negara Anggota maupun di tingkat kawasan dalam melaksanakan komitmen bersama. Keterlibatan semua pihak di seluruh Negara Anggota ASEAN mutlak diperlukan agar upaya mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang kompetitif bagi kegiatan investasi dan perdagangann bebas dapat memberikan manfaat bagi seluruh Negara ASEAN. Bagi Indonesia, peluang integrasi ekonomi regional tersebut harus dapat dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Jumlah populasi, luas dan letak geografi, dan nilai PDB terbesar di ASEAN harus menjadi aset agar Indonesia bisa menjadi pemain besar dalam AEC. Pelaksanaan AEC Blueprint adalah kerja besar bagi ASEAN termasuk Indonesia tentunya. Tugas berat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai kementerian yang bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan AEC Blueprint di Indonesia. Kementerian ini harus mengkoordinasikan sedemikian banyak kepentingan sektor yang dicakup dalam AEC Blueprint misalnya sektor perdagangan (barang dan jasa), investasi, tenaga kerja dan sebagainya. Disamping itu, elemen-elemen lain AEC Blueprint seperti kebijakan persaingan, hak kekayaan intelektual, perpajakan, usaha Menuju ASEAN Economic Community 2015 kecil menengah, pembangunan infrastruktur, permodalan, e-commerce dan lain-lain juga turut dalam koordinasi dan pemantauan kementerian tersebut. Dalam rangka tersebut, pemerintah telah menerbitkan kebijakan Inpres No. 5 Tahun 2008 tentang fokus program ekonomi tahun 2008 – 2009, dimana salah satu instruksi di dalamnya adalah Pelaksanaan Komitmen Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community-AEC). Inpres ini seyogyanya akan diperbaharui mengikuti jangka waktu pelaksanaan yang ditetapkan dalam AEC Blueprint. Dengan terbentuknya AEC pada tahun 2015 tentunya diharapkan terdapat peningkatan kesejahteraan kawasan yang lebih baik terutama pada tiga pilar yakni (i) keamanan, (ii) sosial budaya, dan (iii) ekonomi. Menuju ASEAN Economic Community 2015