Kata Pengantar
Dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan
daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan
ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk Negara
Anggota ASEAN, seluruh Negara Anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan
integrasi ekonomi yang lebih nyata dan meaningful yaitu ASEAN Economy Community
(AEC). AEC adalah bentuk Integrasi Ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tercapai
pada tahun 2015. Untuk mewujudkan AEC tersebut, para Pempimpin Negara ASEAN
pada KTT ASEAN ke-13 pada bulan Nopember 2007, di Singapura, menyepakati AEC
Blueprint, sebagai acuan seluruh Negara Anggota dalam mengimplementasikan
komitmen AEC.
Pada tahun 2015, apabila AEC tercapai, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan
berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga
terampil yang bebas, serta arus modal yang lebih bebas diantara Negara ASEAN.
Dengan terbentuknya pasar tunggal yang bebas tersebut maka akan terbuka peluang
bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN.
Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan
hasil-hasil kesepakatan dan perkembangan implementasi kesepakatan kerjasama
integrasi ekonomi ASEAN sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint. Dengan
diterbitkannya buku ini, maka akan tersedia bahan bacaan yang lengkap, akurat dan
terkini tentang integrasi ekonomi ASEAN 2015 bagi semua pihak dan pemangku
kepentingan sehingga seluruh komponen bangsa memiliki pemahaman yang sama,
satu langkah dan irama yang berfokus pada pencapaian AEC 2015.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada
semua pihak yang telah mendukung penyusunan buku ini, antara lain Menko
Perekonomian, Departemen Luar Negeri, Depnakertrans, Departemen Keuangan
(Badan Kebijakan Fiskal, TKBJ & Ditjen Bea Cukai). dan buku ini akan kami update
setiap waktu sesuai perkembangan negosiasi hasil pertemuan di ASEAN.
Buku AEC ini jauh dari sempurna, kritik dan saran serta masukan dari berbagai pihak
sangat kami harapkan guna penyempurnaan lebih lanjut. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa selalu melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kita semua, Amin
Terima kasih.
Direktur Jenderal
Kerjasama Perdagangan Internasional, Depdag
GUSMARDI BUSTAMI
i
Daftar Isi
Kata Pengantar .........................................................................
Daftar Isi ....................................................................................
Daftar Tabel ..............................................................................
Daftar Bagan dan Diagram .......................................................
Ringkasan Eksekutif ..................................................................
i
ii
Iii
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................
A. Sejarah Pembentukan ASEAN ...........................................
B. Kesepakatan-Kesepakatan Ekonomi ASEAN .....................
C. Proses Menuju Kesepakatan AEC ......................................
D. Struktur Kelembagaan ASEAN ............................................
1
1
3
5
11
BAB II
ELEMEN PASAR TUNGGAL DAN BERBASIS PRODUKSI
SEBAGAI SALAH SATU PILAR ASEAN ECONOMIC
COMMUNITY ............................................................................
A. Arus Bebas Barang ..............................................................
B. Arus Bebas Jasa ……………………………………………….
C. Arus Bebas Investasi ………………………………………….
D. Arus Modal yang Lebih Bebas ………………………………..
E. Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil ………………………….
F. Sektor Prioritas Integrasi ……………………………………...
18
18
29
33
38
39
41
BAB III
TINGKAT IMPLEMENTASI AEC BLUEPRINT PERIODE 20082009 ..........................................................................................
A. Penilaian Terhadap AEC Scorecard ....................................
B. Arus Barang …………………………………..………………..
C. Arus Bebas Jasa …………………………….………………...
D. Arus Bebas Investasi ………………………………………….
E. Arus Modal yang Lebih Bebas …………………………….....
F. Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil ………………………….
G. Sektor Prioritas Integrasi .....................................................
49
49
51
61
63
66
70
71
BAB IV
PELUANG DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH
INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC 2015 ……………...
A. Peluang …………………………………………………………
B. Tantangan ………………………………………………………
C. Strategi Umum Menuju AEC 2015
74
74
78
82
BAB V
PENUTUP
85
…………………………………………………………..
ii
Daftar Tabel
Tabel 1
Jadwal Penghapusan Tarif Produk Kategori Inclusion List
(IL) Negara ASEAN
21
Tabel 2
Komposisi Jumlah Pos Tarif pada Kategori Produk Tahun
2009
22
Tabel 3
Jumlah Pos Tarif pada Tingkat Tarif Produk ASEAN tahun
2009
22
Tabel 4
Jumlah Pos Tarif (Produk) dengan Tarif 0% pada 2009
Skema CEPT
52
Tabel 5
Rata-rata Tarif CEPT Negara Anggota ASEAN (%)
53
Tabel 6
Total Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra
ASEAN, Periode 2004-2008 (dalam juta US$)
54
Tabel 7
Neraca Perdagangan Indonesia dengan Negara IntraASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$)
55
Tabel 8
Ekspor Indonesia ke Negara ASEAN, Periode 2004-2008
(juta US$)
57
Tabel 9
Impor Indonesia dari ASEAN, Periode 2004-2008 (juta
US$)
59
iii
Daftar Bagan
Bagan 1
Rumah ASEAN Economic Community 2015
10
Daftar Diagram
Diagram 1
Struktur Baru Koordinasi Kerjasama Ekonomi ASEAN sesuai
Piagam ASEAN
14
Diagram 2
Mekanisme Pengintegrasian 10 NSW ke portal ASW
27
Diagram 3
NSW Seluruh Negara Anggota Terintegrasi dengan Portal
ASW
27
Diagram 4
Tingkat Implementasi Cetak-Biru MEA Periode 1 Januari 2008
– 30 September 2009
50
Diagram 5
Perkembangan Nilai Perdagangan Indonesia dengan IntraASEAN Periode 2004-2008
55
Diagram 6
Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia dengan IntraASEAN Periode 2004-2008
56
Diagram 7
Perkembangan Ekspor Indonesia ke Intra-ASEAN Periode
2004-2008
58
Diagram 8
Perkembangan Nilai Impor Indonesia dari Intra-ASEAN
Periode 2004-2008
59
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kerjasama ekonomi ASEAN dimulai dengan disahkannya Deklarasi Bangkok tahun
1967 yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
pengembangan budaya. Dalam dinamika perkembangannya, kerjasama ekonomi
ASEAN diarahkan pada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community) yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan
kerjasama di bidang politik-keamanan dan sosial budaya.
Diawali pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-2 tanggal 15 Desember 1997
di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan disepakatinya Visi ASEAN 2020, para Kepala
Negara ASEAN menegaskan bahwa ASEAN akan: (i) menciptakan Kawasan Ekonomi
ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing tinggi yang ditandai dengan arus
lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih
bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan sosial-ekonomi, (ii) mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa,
dan (iii) meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di
kawasan. Selanjutnya pada beberapa KTT berikutnya (KTT ke-6, ke-7) para pemimpin
ASEAN menyepakati berbagai langkah yang tujuannya adalah untuk mewujudkan visi
tersebut.
Setelah krisis ekonomi yang melanda khususnya kawasan Asia Tenggara, para Kepala
Negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-9 di Bali, Indonesia tahun 2003, menyepakati
pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) dalam bidang Keamanan Politik
(ASEAN Political-Security Community), Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan
Sosial Budaya (ASEAN Socio-Culture Community) dikenal dengan Bali Concord II.
Untuk pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, ASEAN
menyepakati pewujudannya diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan yang
implementasinya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint.
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN dalam
mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empat pilar utama yaitu: (1) ASEAN
sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen
aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih
bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan dayasaing ekonomi tinggi, dengan elemen
peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual,
v
pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse; (3) ASEAN sebagai
kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen
pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk
negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN
sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan
elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan
meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Buku ini hanya fokus pada pilar pertama karena pilar ini memuat aspek utama dan
mendasar dari komponen integrasi ekonomi yaitu arus bebas barang, jasa, investasi,
tenaga kerja terampil, dan arus modal yang lebih bebas serta sektor prioritas integrasi.
Secara umum dilaporkan tingkat implementasi AEC Blueprint periode 1 Januari 2008 –
30 September 2009 oleh masing-masing Negara Anggota dengan menggunakan
instrumen Scorecard. Capaian Scorecard ini memiliki nilai politis karena dapat
mencerminkan kesungguhan ASEAN dalam mewujudkan Komunitas Ekonomi ASEAN
(AEC 2015). Berdasarkan laporan AEC Scorecard yang disiapkan Sekretariat ASEAN,
tingkat implementasi Indonesia mencapai 80,37% dari 107 “measures” untuk periode
tersebut, berada pada urutan ke-7. Tingkat implementasi tertinggi dicapai oleh
Singapura dengan angka 93,52%, sedangkan yang terendah adalah Brunei
Darussalam sebesar 74,57%. Dalam buku ini diuraikan secara rinci capaian-capaian
Indonesia selama periode tersebut.
Pada Bab terakhir sebelum Bab Penutup, diuraikan berbagai peluang dan tantangan
yang dihadapi oleh Indonesia saat ini dan saat yang akan datang dengan
diimplementasikannya AEC Blueprint. Meskipun sangat umum, buku ini juga mencatat
beberapa langkah strategis yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan
dayasaing agar mendapat manfaat yang nyata dalam menumbuhkan perekonomian
bangsa dan dalam menekan angka kemiskinan sehingga terwujud peningkatan standar
hidup masyarakat Indonesia.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN Economic
Community (AEC) yang berdayasaing dan berperan aktif dalam ekonomi global.
Sedangkan momentum menuju terwujudnya AEC 2015 tentunya tidak terlepas dari
peranan dari ASEAN sebagai organisasi regional sebagai ”kendaraan” untuk
mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, sebelum membahas lebih lanjut tentang
AEC itu sendiri, maka kita akan mengawali tentang sejarah ASEAN dan sejarah
lahirnya konsep AEC 2015.
A. Sejarah Pembentukan ASEAN
Sejak dulu, secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki
nilai yang sangat strategis. Namun sebelum ASEAN didirikan, berbagai konflik
kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara
seperti “konfrontasi” antara Indonesia dan Malaysia, klaim teritorial antara Malaysia
dan Filipina mengenai Sabah, serta berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia.
Dilatarbelakangi oleh hal itu, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya
dibentuk kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa
saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan.
Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah
melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama regional baik yang bersifat
intra maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia (ASA), Malaya,
Philipina, Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian Ministers of Education
Organization (SEAMEO), South East Asia Treaty Organization (SEATO) dan Asia
and Pacific Council (ASPAC). Namun organisasi-organisasi tersebut dianggap
kurang memadai untuk meningkatkan integrasi kawasan.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Untuk mengatasi perseturuan yang sering terjadi di antara negara-negara Asia
Tenggara dan membentuk kerjasama regional yang lebih kokoh, maka lima Menteri
Luar Negeri yang berasal Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand
mengadakan pertemuan di Bangkok pada bulan Agustus 1967 yang menghasilkan
rancangan Joint Declaration, yang
pada intinya mengatur tentang kerjasama
regional di kawasan tersebut. Sebagai puncak dari pertemuan tersebut, maka pada
tanggal 8 Agustus 1967 ditandatangani Deklarasi ASEAN atau dikenal sebagai
Deklarasi Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri
Malaysia dan para Menteri Luar Negeri dari Indonesia, Filipina, Singapura dan
Thailand. Brunei Darussalam kemudian bergabung pada tanggal 8 Januari 1984,
Vietnam pada tanggal 28 Juli 1995, Lao PDR dan Myanmar pada tanggal 23 Juli
1997, dan Kamboja pada tanggal 30 April 1999. 1
Deklarasi tersebut menandai berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia
Tenggara (Association of South East Asian Nations/ASEAN). Masa awal pendirian
ASEAN lebih diwarnai oleh upaya-upaya membangun rasa saling percaya
(confidence building) antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama
regional yang bersifat kooperatif namun belum bersifat integratif.
Tujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok
adalah untuk :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan
kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan
dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsabangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai;
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati
keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan
ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;
1
http://www.aseansec.org/about_ASEAN.html, diakses pada tanggal 18 November 2009
Menuju ASEAN Economic Community 2015
3. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalahmasalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, sosial,
teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi;
4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan
penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik dan administrasi;
5. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian
dan industri mereka, memperluas perdagangan dan pengkajian masalahmasalah komoditi internasional, memperbaiki sarana-sarana pengangkutan dan
komunikasi, serta meningkatkan taraf hidup rakyat mereka;
6. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara; dan
7. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai organisasi
internasional dan regional yang mempunyai tujuan serupa, dan untuk menjajagi
segala kemungkinan untuk saling bekerjasama secara erat di antara mereka
sendiri.
Adapun prinsip utama dalam kerjasama ASEAN, seperti yang terdapat dalam Treaty
of Amity and Cooperation in SouthEast Asia (TAC) pada tahun 1976 adalah: (i)
saling menghormati, (ii) kedaulatan dan kebebasan domestik tanpa adanya campur
tangan dari luar, (iii) non interference, (iv) penyelesaian perbedaan atau sengketa
dengan cara damai, (v) menghindari ancaman dan penggunaaan kekuatan/senjata
dan (vi) kerjasama efektif antara anggota.
B. Kesepakatan-kesepakatan Ekonomi ASEAN
Sejak awal pembentukannya, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai
kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Preferential
Tariff Arrangement (PTA) pada tahun 1977. Kesepakatan yang cukup menonjol dan
menjadi cikal bakal visi pembentukan AEC (AEC) pada tahun 2015 adalah
disepakatinya Common Effective Preferential Tariff – ASEAN Free Trade Area
(CEPT-AFTA) pada tahun 1992 dengan target implementasi semula tahun 2008,
kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan 2002 untuk ASEAN-6.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Pada tahun 1995, ASEAN mulai memasukkan bidang jasa dalam kesepakatan
kerjasamanya yang ditandai dengan ditandatanganinya ASEAN Framework
Agreement on Services (AFAS). Selanjutnya pada tahun 1998 disepakati pula
kerjasama dalam bidang investasi ASEAN Investment Area (AIA).
Pada tahun 1997, para Kepala Negara ASEAN menyepakati ASEAN Vision 2020
yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dan berdaya-saing tinggi dengan
pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat
kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi. (ASEAN Summit, Kuala Lumpur,
Desember 1997). Kemudian pada tahun 2003, kembali pada pertemuan Kepala
Negara ASEAN disepakati 3 (tiga) pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020
yang dipercepat menjadi 2015 yaitu: (1) ASEAN Economic Community, (2) ASEAN
Political-Security Community, (3) ASEAN Socio-Cultural Community (ASEAN
Summit, Bali, Oktober 2003).
Pada tahun 2004, ASEAN mulai bekerjasama dengan negara di luar ASEAN dalam
bidang ekonomi, yang pertama dengan China (ASEAN-China FTA ) dalam sektor
barang (Goods). Pada tahun 2005, spirit integrasi ekonomi ASEAN semakin
ditingkatkan dengan menambah sektor prioritas (Priority Integration Sector (PIS))
yaitu untuk secara aggresif diliberalisasikan pada tahun 2010 dan jasa logistik pada
tahun 2013. Satu tahun kemudian yaitu tahun 2006, disepakati ASEAN-Korea FTA
(Goods). Pada bulan Januari 2007, para Kepala Negara sepakat mempercepat
pencapaian AEC dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Pada tahun yang sama
ditandatangani ASEAN Charter and AEC Blueprint, ASEAN-China FTA (Services),
dan ASEAN-Korea FTA (Services).
Selanjutnya pada tahun 2008, AEC Blueprint mulai diimplementasikan dan ASEAN
Charter mulai berlaku 16 December 2008. Pada waktu yang sama, ASEAN-Japan
CEP mulai berlaku. Pada tahun 2009 ditandatangani ASEAN Trade in Goods
Agreement (ATIGA); ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA),
Menuju ASEAN Economic Community 2015
ASEAN-Australia-New Zealand FTA, ASEAN-India FTA (Goods), ASEAN-Korea
FTA (Investment), ASEAN-China FTA (Investment) dan AEC Scorecard.
C. Proses Menuju Kesepakatan AEC
1. ASEAN Vision 2020
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-2 ASEAN tanggal 15 Desember 1997 di
Kuala Lumpur, Malaysia, para pemimpin ASEAN mengesahkan Visi ASEAN 2020
dengan tujuan antara lain sebagai berikut:
a.
Menciptakan Kawasan Ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki
daya saing tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan
investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih bebas, pembangunan
ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosialekonomi.
b.
Mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa.
c.
Meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas
di kawasan.
2. Ha Noi Plan of Action
Pada KTT ke-6 ASEAN tanggal 16 Desember 1998 di Ha Noi - Viet Nam, para
pemimpin ASEAN mengesahkan Rencana Aksi Hanoi (Hanoi Plan of Action /HPA)
yang merupakan langkah awal untuk merealisasikan tujuan dari Visi 2020 ASEAN.
Rencana Aksi ini memiliki batasan waktu 6 tahun yakni dari tahun 1999 s/d 2004.
Pada KTT tersebut, para pemimpin ASEAN juga mengeluarkan Statement on Bold
Measures dengan tujuan untuk mengembalikan kepercayaan pelaku usaha,
mempercepat pemulihan ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi setelah
krisis ekonomi dan finansial.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
3. Roadmap for Integration of ASEAN (RIA)
Pada KTT ke-7 ASEAN tanggal 5 November 2001 di Bandar Seri Begawan - Brunei
Darussalam disepakati perlunya dibentuk Roadmap for Integration of ASEAN (RIA)
guna memetakan tonggak penting yang harus dicapai berikut langkah-langkah
spesifik dan jadwal pencapaiannya.
Menindaklanjuti kesepakatan KTT ke-7 tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN
dalam pertemuannya yang ke-34 tanggal 12 September 2002 di Bandar Seri
Begawan - Brunei Darussalam mengesahkan RIA dimaksud.
Di bidang
perdagangan jasa sejumlah rencana aksi telah dipetakan, antara lain:
a. Mengembangkan dan menggunakan pendekatan alternatif untuk liberalisasi.;
b. Mengupayakan penerapan kerangka regulasi yang sesuai;
c. Menghapuskan
semua
halangan
yang
menghambat
pergerakan
bebas
perdagangan jasa di kawasan ASEAN;
d. Menyelesaikan Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (MRA) untuk bidang jasa
profesional.
4. Bali Concord II
Krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara pada periode
1997–1998 memicu kesadaran negara-negara ASEAN mengenai pentingnya
peningkatan
dan
penguatan
kerjasama
intra
kawasan.
ASEAN
Economic
Community merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN
Concord II (Bali Concord II), di Bali, bulan Oktober 2003.
Kemudian, ASEAN baru mengadopsi Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali
tahun
2003
yang
menyetujui
pembentukan
Komunitas
ASEAN
(ASEAN
Community). Pembentukan Komunitas ASEAN ini merupakan bagian dari upaya
Menuju ASEAN Economic Community 2015
ASEAN untuk lebih mempererat integrasi ASEAN. Selain itu, juga merupakan upaya
ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam
membahas permasalahan domestik yang berdampak kepada kawasan tanpa
meninggalkan prinsip-prinsip utama ASEAN yaitu saling menghormati (mutual
respect), tidak mencampuri urusan dalam negeri (non-interference), konsensus,
dialog dan konsultasi.
Pada saat berlangsungnya KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Laos, tahun 2004,
konsep Komunitas ASEAN mengalami kemajuan dengan disetujuinya Vientiane
Action Program (VAP) 2004-2010 yang merupakan strategi dan program kerja utuk
mewujudkan ASEAN Vision. Berdasarkan program tersebut, High Level Task Force
(HLTF) diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi dan memberikan
rekomendasi dalam mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi,
yang merupakan program pelaksanaan untuk 6 tahun kedepan sekaligus
merupakan kelanjutan dari HPA guna merealisasikan tujuan akhir dari Visi ASEAN
2020 dan Deklarasi Bali Concord II.
Pencapaian ASEAN Community semakin kuat dengan ditandatanganinya “Cebu
Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by
2015” oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina,
tanggal 13 Januari 2007. Para Pemimpin ASEAN juga menyepakati percepatan
pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) dari tahun 2020 menjadi tahun
2015.
Keputusan untuk mempercepat pembentukan AEC menjadi 2015 ditetapkan dalam
rangka memperkuat daya saing ASEAN dalam menghadapi kompetisi global seperti
dengan India dan China. Selain itu beberapa pertimbangan yang mendasari hal
tersebut adalah: (i) potensi penurunan biaya produksi di ASEAN sebesar 10-20
persen
untuk
barang
konsumsi
sebagai
dampak
integrasi
ekonomi;
(ii)
meningkatkan kemampuan kawasan dengan implementasi standar dan praktik
internasional, HAKI dan adanya persaingan.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
5. ASEAN Charter ( Piagam ASEAN )
Guna mempercepat langkah percepatan integrasi ekonomi tersebut, ASEAN
menyusun ASEAN Charter (Piagam ASEAN) sebagai ”payung hukum” yang menjadi
basis komitmen dalam meningkatkan dan mendorong kerjasama diantara Negaranegara Anggota ASEAN di kawasan Asia Tenggara. Piagam tersebut juga memuat
prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh seluruh Negara Anggota ASEAN dalam
mencapai tujuan integrasi di kawasan ASEAN.
Lahirnya Piagam ASEAN telah dimulai sejak dicanangkannya Vientiane Action
Programme (VAP) pada KTT ASEAN ke-10 di Vientiane, Laos pada tahun 2004.
KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina pada tahun 2007 telah membentuk High Level
Task Force (HLTF) on the ASEAN Charter yang bertugas merumuskan naskah
piagam ASEAN dengan memperhatikan rekomendasi Eminent Person Group (EPG)
on the ASEAN Charter.
Naskah
Piagam
ASEAN
kemudian
ditandatangani
oleh
para
Kepala
Negara/Pemerintahan Negara-negara Anggota ASEAN pada KTT ke-13 di
Singapura, 20 November 2007. Piagam ASEAN ini mulai berlaku efektif bagi semua
Negara Anggota ASEAN pada tanggal 15 Desember 2008. Indonesia telah
melakukan ratifikasi Piagam ASEAN pada tanggal 6 November 2008 dalam bentuk
Undang-undang No. 38 tahun 2008 Tentang Pengesahan Charter Of The
Association Of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa
Asia Tenggara)
6. ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint
Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2006
di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk mengembangkan ASEAN Economic
Community
Blueprint
yang
merupakan
Menuju ASEAN Economic Community 2015
panduan
untuk
terwujudnya
AEC.
Declaration on ASEAN Economic Community Blueprint, ditanda tangani pada
tanggal 20 November 2007, memuat jadwal strategis untuk masing-masing pilar
yang disepakati dengan target waktu yang terbagi dalam empat fase yaitu tahun
2008-2009, 2010-2011, 2012-2013 dan 2014-2015. Penandatanganan AEC
Blueprint dilakukan bersamaan dengan penandatanganan Piagam ASEAN (ASEAN
Charter). Jadwal strategis pencapaian masing-masing pilar terdapat pada
Lampiran 2.
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN untuk
mencapai
AEC
2015,
dimana
masing-masing
negara
berkewajiban
untuk
melaksanakan komitmen dalam blueprint tersebut. AEC Blueprint memuat empat
kerangka utama seperti disajikan pada Bagan 1, yaitu:
a.
ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen
aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal
yang lebih bebas;
b.
ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi, dengan
elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan
intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse;
c.
ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata
dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa
integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan
Vietnam); dan
d.
ASEAN
sebagai
kawasan
yang
terintegrasi
secara
penuh
dengan
perekonomian global dengan elemen perndekatan yang koheren dalam
hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam
jejaring produksi global. Dari keempat pilar tersebut, saat ini pilar pertama yang
masih menjadi perhatian utama ASEAN. Oleh karenanya, pada pemaparan
selanjutnya, pilar tersebut akan dibahas secara komprehensif.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Bagan 1. Rumah ASEAN Economic Community 2015
Menuju ASEAN Economic Community 2015
7. Roadmap for an ASEAN Community (2009-2015)
Pada KTT ke-14 ASEAN tanggal 1 Maret 2009 di Hua Hin – Thailand, para
Pemimpin ASEAN menandatangani Roadmap for an ASEAN Community (20092015) atau Peta-jalan Menuju ASEAN Community (2009–2015), sebuah gagasan
baru untuk mengimplementasikan secara tepat waktu tiga Blueprint (Cetak Biru)
ASEAN Community yaitu (1) ASEAN Political-Security Community Blueprint (CetakBiru Komunitas Politik-Keamanan ASEAN), (2) ASEAN Economic Community
Blueprint (Cetak-Biru Komunitas Ekonomi ASEAN), dan (3) ASEAN Socio-Culture
Community Blueprint (Cetak-Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN) serta Initiative
for ASEAN Integration (IAI) Strategic Framework dan IAI Work Plan 2 (2009-2015).
Peta-Jalan tersebut menggantikan Program Aksi Vientiane (Vientiane Action
Program/VAP), dan diimplementasikan serta dimonitor oleh Badan Kementerian
Sektoral ASEAN dan Sekretaris Jederal ASEAN, dengan didukung oleh Komite
Perwakilan Tetap. Perkembangan terkait dengan implementasi ketiga peta-jalan
tersebut disampaikan secara reguler kepada para Pemimpin ASEAN melalui Dewan
Komunitas ASEAN (ASEAN Community Council/ACC)-nya masing-masing .
D. Struktur Kelembagaan ASEAN Economic Community
Dalam melaksanakan proses intergrasi ekonomi ASEAN menuju AEC 2015, sesuai
dengan Piagam ASEAN, dibentuk struktur kelembagan ASEAN yang terdiri dari
ASEAN Summit, ASEAN Coordinating Council, ASEAN Community Council, ASEAN
Economic Ministers, ASEAN Free Trade Area Council, ASEAN Investment Area
Council, Senior Economic Officials Meeting, dan Coordinating Committee. Langkah
awal
kesiapan
ASEAN
dalam
menjalankan
integrasi
ekonominya
setelah
diberlakukannya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) adalah dengan ditetapkannya
Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN bidang ASEAN Economic Community/AEC
dengan tugas mengawasi implementasi AEC Blueprint, memantau dan menfasilitasi
Menuju ASEAN Economic Community 2015
proses kesiapan kawasan menghadapi perekonomian global, serta mendukung
pelaksanaan inisiatif lainnya dalam rangka integrasi ekonomi ASEAN.
ASEAN
Summit.
ASEAN
Summit
merupakan
pertemuan
tingkat
Kepala
Negara/Pemerintahan ASEAN, yang berlangsung 2 (dua) kali dalam setahun dan
diselenggarakan secara bergilir berdasarkan alfabet di Negara yang sedang
menjabat sebagai Ketua ASEAN. Secara rinci dijelaskan dalam Piagam ASEAN
Pasal 7 bahwa ASEAN Summit adalah:
a. Merupakan badan pengambil kebijakan tertinggi ASEAN
b. Membahas, memberikan arah kebijakan dan mengambil keptusan atas isu-isu
utama yang menyangkut realisasi tujuan-tujuan ASEAN, hal-hal pokok yang
menjadi kepentingan Negara-Negara Anggota dan segala isu yang dirujuk
kepadanya oleh ASEAN Coordinating Council (Dewan Koordinasi ASEAN),
ASEAN Community Council (Dewan Komunitas ASEAN) dan ASEAN Sectoral
Ministerial Bodies (Badan Kementerian Sektoral ASEAN).
c. Menginstruksikan para Menteri yang relevan di tiap-tiap Dewan Terkait untuk
menyelenggarakan pertemuan-pertemuan antar-Menteri yang bersifat ad hoc,
dan membahas isu-isu penting ASEAN yang bersifat lintas Dewan Komunitas.
Aturan pelaksanaan pertemuan dimaksud diadopsi oleh Dewan Koordinasi
ASEAN, dalam hal di Indonesia, koordinasikan oleh Departemen Luar Negeri
dengan mengundang departemen terkait dibidang masing-masing.
d. Menangani situasi darurat yang berdampak pada ASEAN dengan mengambil
tindakan yang tepat
e. Memutuskan hal-hal yang dirujuk kepadanya berdasarkan Bab VII dan VIII di
Piagam ASEAN
f. Mengesahkan pembentukan dan pembubaran Badan-badan Kementerian
Sektoral dan lembaga-lembaga ASEAN
g. Mengangkat Sekretaris Jenderal ASEAN, dengan pangkat dan status setingkat
Menteri, yang akan bertugas atas kepercayaan dan persetujuan para Kepala
Negara/Pemerintahan berdasarkan rekomendasi pertemuan para Menteri Luar
Negeri ASEAN.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
ASEAN Coordinating Council (ACC). ASEAN Coordinating Council adalah dewan
yang dibentuk untuk mengkoordinasikan seluruh pertemuan tingkat Menteri ASEAN
yang membawahi ketiga ASEAN Community Council yaitu ASEAN Political Security
Community Council, ASEAN Economic Community Council, dan ASEAN Sociocultural Community Council. ACC melakukan pertemuan sekurang-kurangnya dua
kali setahun sebelum ASEAN Summit berlangsung. Berdasarkan amanat Piagam
ASEAN Pasal 8 tugas dan fungsi ASEAN Coordinating Council adalah untuk:
a. menyiapkan pertemuan ASEAN Summit;
b. mengkoordinasikan pelaksanaan perjanjian dan keputusan ASEAN Summit;
c. berkoodinasi
dengan
ASEAN
Community
Council
untuk
meningkatkan
keterpaduan kebijakan, efisiensi dan kerjasama antar mereka;
d. mengkoordinasikan laporan ASEAN Community Council kepada ASEAN
Summit;
e. mempertimbangkan laporan tahunan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai hasil
kerja ASEAN;
f. mempertimbangkan laporan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai fungsi-fungsi
dan kegiatan Sekretariat ASEAN serta badan relevan lainnya;
g. menyetujui pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris Jenderal
ASEAN berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; dan
h. menjalankan tugas lain yang diatur dalam Piagam ASEAN atau fungsi lain yang
ditetapkan oleh ASEAN Summit.
ASEAN Economic Community Council (AEC Council). ASEAN Economic
Community Council merupakan Dewan yang mengkoordinasikan semua economic
sectoral ministers seperti bidang perdagangan, keuangan, pertanian dan kehutanan,
energi, perhubungan, pariwisata dan telekomunikasi dan lain-lain (Diagram 1).
Pertemuan AEC Council berlangsung sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam
setahun yang dirangkaikan dengan pertemuan ASEAN Summit.
Wakil Indonesia untuk pertemuan AEC Council adalah Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian dengan Menteri Perdagangan sebagai alternate. AEC Council
Menuju ASEAN Economic Community 2015
bertugas untuk melaporkan kemajuan di bidang kerjasama ekonomi kepada Kepala
Pemerintahan/ Negara ASEAN.
Committee of Permanent Representatives
ASEAN
National
Secretariats
Catatan
Koordinasi
Koordinasi
AEC Council
AEM
AFTA Council
AIA Council
AMBDC
AFMM
AMAF
AMEM
AMMin
AMMST
TELMIN
ATM
M-ATM
: ASEAN Economic Community Council
: ASEAN Economic Ministers
: ASEAN Free Trade Area Council
: ASEAN Investment Area Council
: ASEAN Mekong Basin Development Cooperation
: ASEAN Finance Ministers Meeting
: ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry
: ASEAN Ministers on Energy Meeting
: ASEAN Ministerial Meeting on Minerals
: ASEAN Ministers Meeting on Science and Technology
: ASEAN Telecommunication and IT Ministers Meeting
: ASEAN Transport Ministers Meeting
: Meeting of ASEAN Tourism Ministers
Diagram 1 : Struktur Baru Koordinasi Kerjasama Ekonomi ASEAN sesuai Piagam ASEAN
Menuju ASEAN Economic Community 2015
ASEAN
Economic
Ministers
(AEM).
ASEAN
Economic
Ministers
(AEM)
merupakan dewan Menteri yang mengkoordinasikan negosiasi dan proses
implementasi integrasi ekonomi. Para AEM melakukan pertemuan AEM, AEM
Retreat, dan dalam rangkaian ASEAN Summit. AEM menyampaikan laporannya
kepada AEC Council, dan selanjutnya AEC Council melaporkan semua hasil-hasil
implementasi ASEAN Blueprint kepada ASEAN Summit. Di bawah koordinasi AEM,
terdapat AFTA Council dan AIA Council, masing-masing dewan Menteri yang
membidangi bidang barang dan investasi. AEM dalam setiap pertemuannya
menerima laporan serta membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM.
AEM selanjutnya menyampaikan laporan secara komprehensif implementasi
ASEAN Blueprint kepada AEC Council pada pertemuan ASEAN Summit. Menteri
Ekonomi yang mewakili Indonesia dalam AEM adalah Menteri Perdagangan.
ASEAN Free Trade Area Council (AFTA Council). AFTA Council adalah dewan
menteri ASEAN yang pada umumnya diwakili oleh Menteri Ekonomi masing-masing
Negara Anggota bertanggungjawab atas proses negosiasi dan implementasi
komitmen di bidang perdagangan barang ASEAN. AFTA Council melakukan
pertemuan tahunan para Menteri Ekonomi ASEAN dalam rangkaian pertemuan
sebelum AEM. Dalam pertemuannya, AFTA Council pada umumnya menerima
laporan dari Coordinating Committee on the Implementation on the CEPT Scheme
for AFTA (CCCA) dan membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM.
Koordinator AFTA Council untuk Indonesia adalah Menteri Perdagangan.
ASEAN Investment Area Council (AIA Council). AIA Council adalah dewan
menteri ASEAN yang bertanggungjawab atas proses negosiasi dan implementasi
komitmen di bidang investasi ASEAN. Pada umumnya, AIA Council mengadakan
pertemuan tahunan dalam rangkaian dengan pertemuan AEM. AIA Council
menerima laporan dari pertemuan Coordinating Committee on Investment (CCI) dan
membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM. Koordinator Indonesia
untuk AIA Council adalah Kepala BKPM yang didampingi oleh Menteri Perdagangan
pada setiap pertemuan.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Senior Economic Official Meeting (SEOM). SEOM merupakan pertemuan ASEAN
di tingkat pejabat Eselon 1 yang menangani bidang ekonomi. Pertemuan diadakan
4 (empat) kali dalam setahun, SEOM 1, 2, 3, dan 4. Dalam 2 (dua) pertemuan
SEOM (1 dan 3), pertemuan fokus pada isu intra ASEAN sedangkan pada 2 (dua)
pertemuan SEOM lainnya (2 dan 4), ASEAN mengundang Negara Mitra Dialog yaitu
China, Jepang, Korea, India, Australia & New Zealand untuk melakukan konsultasi
dengan SEOM ASEAN. SEOM dalam pertemuannya menerima laporan hasil
pertemuan dari dan membahas isu yang masih pending di tingkat Coordinating
Committee/ Working Group.
Selain SEOM, ASEAN membentuk task force tingkat pejabat Eselon 1, High Level
Task Force (HLTF). HLTF dalam pertemuannya membahas isu-isu penting yang
masih pending dan memerlukan pertimbangan khusus untuk dilaporkan ke tingkat
Menteri. Pertemuan HLTF biasanya hanya dihadiri oleh SEOM+1.
Coordinating Committees / Working Groups. Coordinating Committee/Working
Groups merupakan pertemuan teknis setingkat pejabat Eselon 2 atau Pejabat
Eselon 3 di instansi terkait masing-masing Negara Anggota ASEAN. Pertemuan ini
diadakan 4 (empat) kali dalam setahun, dimana hasil pertemuannya akan dilaporkan
kepada SEOM untuk diteruskan kepada AEM, AEC Council, ASEAN Coordinating
Council dan ASEAN Summit.
Saat ini, ada 22 (dua puluh dua) Coordinating Committee/Working Groups di bidang
ekonomi yaitu :
1. ACCCQ
:
ASEAN Consultative Committee on Standards and
Quality
2. ACCCP
:
ASEAN Coordinating
Protection
3. AEGC
:
ASEAN Experts Group on Competition
4. AFDM
:
Finance Ministers and Deputies Meeting
5. AHSOM
:
ASEAN Heads of Statistical Office Meeting
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Committee
on
Consumer
6. ASOMM
:
ASEAN Senior Official Meeting on Minerals
7. ASOF
:
ASEAN Senior Officials on Forestry
8. CCC
:
Coordinating Committee on Customs
9. CCCA
:
Coordinating Committee on the Implementation on the
CEPT Scheme for AFTA
10. CCI
:
Coordinating Committee on Investment
11. CCS
:
Coordinating Committee on Services
12. COST
:
ASEAN Committee on Science and Technology
13. DG of Customs
:
ASEAN Directors General of Customs Meeting
14. IAI Task Force
:
Initiative for ASEAN Integration Task Force
15. NTOs
:
National Tourism Organizations
16. SLOM
:
Senior Labour Officials Meeting
17. SMEWG
:
ASEAN SME Working Group
18. SOM AMAF
:
Senior Official Meeting-ASEAN Ministries on Agriculture
and Forestry
19. SOME
:
Senior Officials Meeting on Energy
20. STOM
:
Senior Transport Officials Meeting
21. TELSOM
:
Telecommunications and IT Senior Officials Meeting
22. WGIPC
:
Working Group on Intellectual Property Cooperation
Menuju ASEAN Economic Community 2015
BAB II
ELEMEN PASAR TUNGGAL DAN BERBASIS PRODUKSI SEBAGAI SALAH
SATU PILAR ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
Untuk mewujudkan AEC pada tahun 2015, seluruh Negara ASEAN harus
melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil
secara bebas dan arus modal yang lebih bebas, sebagaimana digariskan dalam
AEC Blueprint.
A. Arus Bebas Barang
Arus bebas barang merupakan salah satu elemen utama
AEC Blueprint dalam
mewujudkan AEC dengan kekuatan pasar tunggal dan berbasis produksi. Dengan
mekanisme arus barang yang bebas di kawasan ASEAN diharapkan jaringan
produksi regional ASEAN akan terbentuk dengan sendirinya.
AEC merupakan langkah lebih maju dan komprehensif dari kesepakatan
perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA). AEC Blueprint
mengamanatkan liberalisasi perdagangan barang yang lebih meaningful dari CEPTAFTA. Komponen arus perdagangan bebas barang tersebut meliputi penurunan dan
penghapusan tarif secara signifikan maupun penghapusan hambatan non-tarif
sesuai skema AFTA. Disamping itu, perlu dilakukan peningkatan fasilitas
perdagangan yang diharapkan dapat memperlancar arus perdagangan ASEAN
seperti prosedur kepabeanan, melalui pembentukan dan penerapan ASEAN Single
Window (ASW), serta mengevaluasi skema Common Effective Preferential Tariff
(CEPT) Rules of Origin (ROO), maupun melakukan harmonisasi standard dan
kesesuaian (standard and conformance).
Untuk mewujudkan hal tersebut, Negara-negara Anggota ASEAN telah menyepakati
ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) pada pertemuan KTT ASEAN ke-14
tanggal 27 Februari 2009 di Chaam, Thailand. ASEAN Trade in Goods Agreement
Menuju ASEAN Economic Community 2015
(ATIGA) merupakan kodifikasi atas keseluruhan kesepakatan ASEAN dalam
liberalisasi dan fasilitasi perdagangan barang (trade in goods). Dengan demikian,
ATIGA merupakan pengganti CEPT Agreement serta penyempurnaan perjanjian
ASEAN dalam perdagangan barang secara komprehensif dan integratif yang
disesuaikan dengan kesepakatan ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint
terkait dengan pergerakan arus barang (free flow of goods) sebagai salah satu
elemen pembentuk pasar tunggal dan basis produksi regional.
ATIGA terdiri dari 11 Bab, 98 Pasal dan 10 Lampiran, yang antara lain mencakup
prinsip-prinsip umum perdagangan internasional (non-discrimination, Most Favoured
Nations-MFN treatment, national treatment), liberalisasi tarif, pengaturan non-tarif
tarif, ketentuan asal barang, fasilitasi perdagangan, kepabeanan, standar, regulasi
teknis dan prosedur pemeriksaan penyesuaian, SPS (Sanitary and Phytosanitary
Measures), dan kebijakan pemulihan perdagangan (safeguards, anti-dumping,
countervailing measures).
ATIGA yang diharapkan mulai berlaku efektif 180 hari setelah penandatanganannya
pada tanggal 27 Februari 2009 bertujuan untuk:
1.
Mewujudkan kawasan arus barang yang bebas
sebagai salah satu prinsip
untuk membentuk pasar tunggal dan basis produksi dalam ASEAN Economic
Community (AEC) tahun 2015 yang dituangkan dalam AEC Blueprint;
2.
Meminimalkan hambatan dan memperkuat kerjasama diantara Negara-negara
Anggota ASEAN;
3.
Menurunkan biaya usaha;
4.
Meningkatkan perdagangan dan investasi dan efisiensi ekonomi;
5.
Menciptakan pasar yang lebih besar dengan kesempatan dan skala ekonomi
yang lebih besar untuk para pengusaha di Negara-negara Anggota ASEAN;
dan;
6.
Menciptakan kawasan investasi yang kompetitif.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Manfaat dan Tantangan ATIGA Bagi Indonesia:
Dengan adanya ATIGA, diharapkan Indonesia akan mendapatkan manfaat di bidang
perdagangan antara lain:
1.
Terciptanya
kepastian
hukum
dalam
menjalankan
usaha
di
bidang
perdagangan barang;
2.
Terbukanya peluang untuk meningkatkan volume ekspor barang dari Indonesia
ke Negara-negara Anggota ASEAN lainnya;
3.
Terciptanya iklim usaha yang semakin kondusif dengan diterapkannya
penghapusan ekonomi biaya tinggi dan penyederhanaan perijinan;
4.
Meningkatnya produktivitas secara internal untuk memperkuat daya saing;
5.
Meningkatnya kemampuan pelaku usaha di ASEAN melalui pemanfaatan
berbagai kerja sama ekonomi yang disepakati;
6.
Adanya kemudahan dan penyederhanaan prosedur kepabeanan, perijinan, dan
imigrasi bagi para pelaku usaha dan pihak-pihak yang terkait dengan
pelaksanaan Persetujuan ini;
7.
Terciptanya perdagangan barang yang lebih terprediksi, adil , transparan, dan
terstandarisasi;
8.
Terciptanya lapangan kerja baru dan berkurangnya kesenjangan sosial
masyarakat sebagai akibat dari meningkatnya penanaman modal di Indonesia;
9.
Terbukanya peluang pemanfaatan teknologi diantara Negara Anggota;
10. Meningkatnya keterlibatan sektor swasta dalam perdagangan barang sehingga
peran serta Indonesia nyata dalam mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015.
Disamping
manfaat,
Indonesia
juga
akan
menghadapi
tantangan
sebagai
konsekwensi dari diterapkannya ketentuan arus barang bebas. Dengan semakin
terintegrasinya pasar ASEAN, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya
dengan:
Menuju ASEAN Economic Community 2015
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kualitas produksi;
2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing;
3. Memperluas jaringan pemasaran;
4. Meningkatkan
kemampuan
dalam
penguasaan
teknologi
informasi
dan
komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby.
Komitmen-komitmen Utama dalam ATIGA
1. Penurunan dan Penghapusan Tarif
Penghapusan tarif seluruh produk intra-ASEAN, kecuali produk yang masuk dalam
kategori Sensitive List (SL) dan Highly Sensitive List (HSL), dilakukan sesuai jadwal
dan komitmen yang telah ditetapkan dalam Persetujuan CEPT-AFTA dan digariskan
dalam the Roadmap for Integration of ASEAN (RIA) yaitu pada tahun 2010 untuk
ASEAN-6 dan tahun 2015 untuk CLMV (Tabel 1) dan komposisi jumlah pos tarif dan
tingkat tarif produk masing-masing Negara Anggota yang masuk kategori Inclusion
List (IL), SL, HSL, Temporary Exclusion List (TEL), dan General Exceptions List
(GEL) pada tahun 2009 seperti disajikan dalam Tabel 2 dan 3.
Tabel 1. Jadwal Penghapusan Tarif Produk Kategori Inclusion List (IL) Negara ASEAN
Negara ASEAN
Tahun Penghapusan Tarif IL
60% Pos Tarif
80% Pos Tarif
100% Pos Tarif
ASEAN-6
2003
2007
2010
Vietnam
2006
2010
2015
Laos and Myanmar
2008
2012
2015
Cambodia
2010
-
2015*
Catatan: * fleksibilitas higga 2018
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Tabel 2.
Komposisi Jumlah Pos Tarif Pada Kategori Produk Tahun 2009
Negara Anggota
Jumlah Pos Tarif
IL
TEL
GEL
SL/ HSL
Lainnya *)
Total
Brunei D. (AHTN 2007)
8,223
-
77
-
-
8,300
Indonesia (AHTN 2007)
8,632
-
96
9
-
8,737
Malaysia (AHTN 2007)
12,239
-
96
-
-
12,335
Philippines (AHTN 2007)
8,934
-
27
19
-
8,980
Singapore (AHTN 2007)
8,300
-
-
-
-
8,300
Thailand (AHTN 2007)
8,300
-
-
-
-
8,300
ASEAN-6
54,628
-
296
28
-
54,952
Cambodia (AHTN 2002)
10,537
-
98
54
-
10,689
Lao PDR (AHTN 2007)
8,214
-
86
-
-
8,300
Myanmar (AHTN 2007)
8,240
-
49
11
-
8,300
Vietnam (AHTN 2007)
8,099
-
144
-
57
8,300
CLMV
35,090
-
377
65
57
35,589
ASEAN 10
89,718
-
673
93
57
90,541
Catatan: *) 57 pos tariff dalam kategori produk CKD ini tidak terdapat dalam CEPT Legal Enactment
Vietnam mengenai Tarif Bea Masuk.
Tabel 3. Jumlah Pos Tarif pada Tingkat Tarif Produk ASEAN Tahun 2009
Jumlah Pos Tarif
Negara Anggota
0-5 %
>5%
Other
Persentase
Total
0-5%
>5%
Other
Total
Brunei D. (AHTN 2002)
8,223
-
-
8,223
100.00
-
-
100
Indonesia (AHTN 2007)
8,625
7
-
8,632
99.92
0.08
-
100
Malaysia (AHTN 2007)
12,173
32
34
12,239
99.46
0.26
0.28
100
Philippines (AHTN 2007)
8,857
77
-
8,934
99.14
0.86
-
100
Singapore (AHTN 2007)
8,300
-
-
8,300
100.00
-
-
100
Thailand (AHTN 2007)
8,287
13
-
8,300
99.84
0.16
-
100
54,465
129
34
54,628
99.70
0.24
0.06
100
Cambodia (AHTN 2002)
8,539
1,998
-
10,537
81.04
18.96
-
100
Lao PDR (AHTN 2007)
7,900
314
-
8,214
96.18
3.82
-
100
Myanmar (AHTN 2007)
8,240
-
-
8,240
100.00
-
-
100
Vietnam (AHTN 2007)
8,009
90
-
8,099
98.89
1.11
-
100
CLMV
32,688
2,402
-
35,090
93.15
6.85
-
100
ASEAN 10
87,153
2,531
34
89,718
97.14
2.82
0.04
100
ASEAN-6
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Disamping itu, ATIGA juga mengamanatkan liberalisasi untuk 12 (dua belas) Priority
Integration Sector (PIS) yaitu produk pertanian, angkutan udara, otomotif, e-ASEAN,
elektronik, perikanan, kesehatan, produk karet, tekstil dan apparel, pariwisata,
produk kayu dan jasa logistik pada tahun 2007 untuk ASEAN-6 dan tahun 2012
untuk
CLMV,
sebagaimana
diamanatkan
dalam
Framework
(amandment)
Agreement for the PIS.
Untuk produk-produk dalam kategori SL dan HSL, harus masuk ke dalam skema
Inclusion List sesuai dengan jadwal yang disepakati. Setelah masuk ke dalam
skema Inclusion List, maka tarif produk-produk tersebut diturunkan menjadi 0-5%
selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 2010 untuk ASEAN-6, 1 Januari 2013
untuk Vietnam, 1 Januari 2015 untuk Laos dan Myanmar, dan 1 Januari 2017 untuk
Kamboja, sesuai dengan ketentuan dalam Protocol on Special Arrangements for
Sensitive Products.
Beberapa Negara Anggota ASEAN melakukan reservasi terhadap produk-produk
sensitifnya. Indonesia melakukan reservasi terhadap produk beras dan gula
sebagaimana tercantum dalam Protocol to Provide Special Consideration on Rice
and Sugar. Terdapat 16 pos tarif untuk gula dan beras yang diatur tersendiri melalui
Protocol to Provide Consideration for Rice and Sugar. Produk-produk tersebut akan
masuk dalam Inclusion List pada tahun 2015.
ASEAN juga menyepakati pemindahan produk kategori General Exceptions List
(GEL) ke dalam Inclusion List. Indonesia saat ini memiliki 96 pos tarif yang masuk
dalam GEL (contohnya produk minuman beralkohol).
2. Rules of Origin (ROO)
Fasilitas yang diberikan dalam kerangka CEPT hanya dapat dinikmati oleh produkproduk yang berasal dari Negara Anggota ASEAN, yang dibuktikan dengan
Certificate Rules of Origin (Form D). Disamping itu, ROO juga bermanfaat untuk : (i)
Menuju ASEAN Economic Community 2015
implementasi kebijakan “anti-dumping” dan “safeguard”; (ii) statistik perdagangan;
(iii) penerapan persyaratan “labelling” dan “marking”; dan (iv) pengadaan barang
oleh pemerintah
Prosedur permohonan untuk memperoleh Certificate of Origin (CO) atau Surat
Keterangan Asal (SKA) Barang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.
Memenuhi Regional Value Content (RVC).
b.
Memenuhi kriteria “Change in Tariff Classification (CTC)” sebagai kriteria
alternatif untuk menikmati tingkat CEPT bagi produk yang tidak dapat
memenuhi 40 % kandungan lokal/ASEAN. Kriteria CTC, dapat berupa
(i)
Change in Chapter (CC);
(ii)
Change in Tariff Heading (CTH); dan
(iii) Change in Tariff Sub-Heading (CTSH).
c.
Memenuhi kriteria “Specific Process”, seperti diterapkan pada tekstil dan
produk tekstil (TPT) serta produk-produk kimia.
d.
Kombinasi kriteria 2 atau 3 tersebut di atas.
3. Penghapusan Non-Tariff Barriers (NTBs)
ASEAN sepakat bahwa dalam rangka mewujudkan integrasi ekonomi menuju 2015,
seluruh hambatan non-tarif akan dihapuskan. Untuk itu, masing-masing Negara
Anggota diminta untuk:
a.
meningkatkan transparansi dengan mematuhi ASEAN Protocol on Notification
Procedure;
b.
menetapkan ASEAN Surveillance Mechanism yang efektif;
c.
tetap pada komitmen untuk standstill and roll-back;
d.
Menghapus hambatan non-tarif yang dilakukan melalui 3 tahap yaitu:
• ASEAN-5 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand)
- Tahap I
: 2008
- Tahap II
: 2009
Menuju ASEAN Economic Community 2015
- Tahap III
• Filipina :
: 2010
- Tahap I
: 2010
- Tahap II
: 2011
- Tahap III
: 2012
- Tahap I
: 2013
- Tahap II
: 2014
- Tahap III
: 2015/2018
• CMLV
e.
Meningkatkan transparansi Non-Tariff Measures (NTMs);
f.
Konsisten dengan International Best Practices.
4. Trade Facilitation
Dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor dan mendorong integrasi ekonomi
ASEAN menuju pasar tunggal untuk barang, jasa, dan investasi serta berbasis
produksi tunggal ASEAN, diperlukan mekanisme perdagangan dan kepabeanan,
proses, prosedur dan arus informasi terkait yang simpel, harmonis dan terstandar.
Dengan adanya fasilitasi perdagangan ini diharapkan akan tercipta suatu lingkungan
yang konsisten, transparan dan dapat diprediksi bagi transaksi perdagangan
internasional sehingga dapat meningkatkan perdagangan dan kegiatan usaha
termasuk usaha kecil dan menengah (UKM), serta menghemat waktu dan
mengurangi biaya transaksi.
5. Customs Integration (Integrasi Kepabeanan)
Rencana Strategis Pengembangan Kepabeanan untuk periode 2005 – 2010
difokuskan pada: (a) pengintegrasian struktur kepabeanan, (b) modernisasi
klasifikasi
tarif,
penilaian
kepabeanan
dan
penentuan
asal
barang
serta
mengembangkan ASEAN e-Customs, (c) kelancaran proses kepabeanan, (d)
penguatan kemampuan sumber daya manusia, (e) peningkatan kerjasama dengan
Menuju ASEAN Economic Community 2015
organisasi
international
terkait,
(f)
pengurangan
perbedaan
sistem
dalam
kepabeanan diantara Negara-negara ASEAN, dan (g) penerapan teknik pengelolaan
resiko dan kontrol berbasis audit (PCA) untuk trade facilitation.
6. ASEAN Single Window
Indonesia National Single Window (INSW) atau National Single Window (NSW)
merupakan sistem elektronik yang akan mengintegrasikan informasi berkaitan
dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang
menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses
informasi antar sistem internal secara otomatis yang meliputi sistem kepabeanan,
perijinan, kepelabuhan/kebandarudaraan dan sistem lain yang terkait dengan proses
penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang. Melalui sistem ini
penyelesaian prosedur ekspor-impor dan kepabeanan dapat dilakukan secara
tunggal, penyampaian dan sinkronisasi pengolahan data dan informasi tunggal serta
penetapan keputusan mengenai penyelesaian (clearance) kepabeanan kargo
secara tunggal sehingga waktu penyelesaian kepabeanan dapat berlangsung lebih
cepat, demikian halnya dengan biaya dan waktu transaksi berkurang. Hal ini tentu
saja akan meningkatkan efisiensi perdagangan dan daya saing.
Selanjutnya, ASEAN Single Window (ASW), sebagaimana tertuang dalam AEC
Blueprint, merupakan suatu lingkungan di mana NSW dari 10 (sepuluh) Negara
Anggota beroperasi dan berintegrasi seperti diilustrasikan pada Diagram 2 dan 3.
Dengan terintegrasinya NSW masing-masing Negara Anggota melalui ASW,
diharapkan alur data dan informasi pemerintah dan pelaku usaha terkait proses
ekspor dan impor Negara ASEAN dapat berlangsung secara cepat dan mudah. Oleh
karenanya, untuk membuat dan mengoperasikan ASEAN Single Window diperlukan
kesiapan National Single Window dari tiap Negara Anggota ASEAN.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Diagram 2. Mekanisme Pengintegrasian 10 NSW ke portal ASW
Diagram 3. NSW Seluruh Negara Anggota Terinegrasi dengan Portal ASW
Dengan demikian, keberadaan National Single Window
diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi, mempercepat kelancaran arus barang dan dokumen,
mengurangi birokrasi, meningkatkan transparasi dan akuntabilitas, kepastian biaya,
pemerataan penyebaran sumber daya manusia, keuangan, dan menghemat waktu
dan biaya. Pada tahun 2012 saat ASEAN Single Window telah diimplementasikan
sepenuhnya, maka transaksi perdagangan di wilayah ASEAN (Asia Tenggara) akan
Menuju ASEAN Economic Community 2015
berlangsung lebih mudah dan cepat karena pemrosesan ijin pengiriman barang
akan dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit, sebagaimana ditargetkan dalam
Strategic Plan of Customs Development. Tanpa NSW, diperlukan waktu 5 (lima) hari
untuk pemrosesan ijin. Cita-cita ASEAN untuk memiliki nilai lebih dalam hal
keunggulan biaya dan waktu yang lebih efisien, dan kemudahan dalam hal prosedur
administrasi di wilayah ASEAN. Untuk mensukseskan pengembangan ASW/NSW
ini, diharapkan pihak pemerintah, pelaku usaha dan industri harus turut mendukung
usaha pengintegrasian sistem dan keseragaman proses bisnis dan administrasi.
Disamping itu, ASEAN Single Window juga dapat mengakomodasi keberadaan
negara non-ASEAN yang bekerjasama dalam perdagangan internasional. Dalam
lingkungan ASEAN Single Window, sebuah negara non-ASEAN dapat memasukkan
permohonan secara elektronik untuk melakukan pengiriman barang, segala
informasi terkait kemudian disebarkan melalui jaringan yang aman pada seluruh
National Single Window negara ASEAN. Konsep ini digunakan oleh beberapa
organisasi internasional yang berhubungan dengan pemfasilitasan perdagangan,
seperti United Nations Economic Commission for Europe, Center for Trade
Facilitation and Electronic Business, World Customs Organization, and SITPRO
Limited of the United Kingdom.
Pengoperasian ASEAN Single Window
diharapkan dapat dilakukan apabila
National Single Window sudah dioperasikan sesuai jadwal yaitu selambat-lambatnya
tahun 2008 untuk ASEAN-6 dan tahun 2012 untuk ASEAN-4 (CLMV). Disamping itu,
untuk
dapat
mengoperasikan
ASW,
NSW
masing-masing
Negara
harus
menggunakan elemen data terstandar berdasarkan World Customs Organization
(WCO) data model, the WCO data set dan United Nation Trade Data Elements
Directory (UNTDED). Pengenalan terhadap informasi, komunikasi, dan teknologi
(ICT) yang menggunakan teknologi pengolahan dan pertukaran data secara digital
juga harus dipercepat.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
7. Standard, Technical Regulation and Conformity Assessment Procedures
Setiap Negara Anggota ASEAN diharapkan dapat menetapkan dan menerapkan
ketentuan-ketentuan mengenai standar, peraturan teknis dan prosedur penilaian
kesesuaian sebagaimana diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Mutual
Recognition Arrangements dan ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangements.
Upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi hambatan perdagangan yang tidak
diperlukan (unnecessary obstacles) dalam membangun pasar tunggal dan basis
produksi regional ASEAN. Diharapkan standar, peraturan teknis dan prosedur
penilaian kesesuaian juga dapat diharmonisasikan dengan standar internasional dan
kerjasama kepabenan.
8. Sanitary and Phytosanitary Measures
Kebijakan SPS dimaksudkan untuk memfasilitasi perdagangan dengan melindungi
kehidupan dan kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan sesuai dengan prinsip
yang ada dalam Persetujuan SPS dalam WTO untuk mencapai komitmen-komitmen
sebagaimana tercantum dalam ASEAN Economic Community Blueprint.
9. Trade Remedies
Setiap Negara Anggota diberikan hak dan kewajiban untuk menerapkan kebijakan
pemulihan perdagangan antara lain berupa anti-dumping, bea imbalan (terkait
dengan subsidi) dan safeguard. Selain kebijakan pemulihan perdagangan, Negara
Anggota juga dapat menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa yaitu
Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism.
B. Arus Bebas Jasa
Arus bebas jasa juga merupakan salah satu elemen penting dalam pembentukan
ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. Liberalisasi jasa bertujuan untuk
Menuju ASEAN Economic Community 2015
menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negara-negara ASEAN yang
dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on
Service (AFAS).
AFAS merupakan persetujuan di antara Negara-negara ASEAN di bidang jasa yang
bertujuan untuk:
1.
Meningkatkan kerjasama diantara Negara Anggota di bidang jasa dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi
dan pasokan serta distribusi jasa dari para pemasok jasa masing-masing
Negara Anggota baik di dalam ASEAN maupun di luar ASEAN;
2.
Menghapuskan secara signifikan hambatan-hambatan perdagangan jasa
diantara Negara Anggota; dan
3.
Meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperdalam tingkat dan
cakupan liberalisasi melebihi liberalisasi jasa dalam GATS dalam mewujudkan
perdagangan bebas di bidang jasa.
Sejak disepakatinya AFAS pada tahun 1995, liberalisasi jasa dilakukan melalui
negosiasi ditingkat Coordinating Committee on Services (CCS) dalam bentuk paketpaket komitmen. Hingga saat ini telah disepakati 7 (tujuh) paket komitmen AFAS.
Khusus untuk jasa keuangan dan transportasi udara negosiasinya dilakukan oleh di
tingkat Menteri terkait lainnya. Dalam liberalisasi jasa tidak diperkenankan adanya
tindakan mundur dari suatu komitmen yang telah disepakati.
Liberalisasi jasa dilakukan dengan pengurangan atau penghapusan hambatan
dalam 4 (empat) modes of supply, baik untuk Horizontal Commitment maupun
National Treatment sebagai berikut:
1.
Mode 1 (cross-border supply): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar
negeri kepada pengguna jasa dalam negeri;
2.
Mode 2 (consumption abroad): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar
negeri kepada konsumen domestik yang sedang berada di negara penyedia
jasa;
Menuju ASEAN Economic Community 2015
3.
Mode 3 (commercial presence): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar
negeri kepada konsumen di negara konsumen;
4.
Mode 4 (movement of individual service providers): tenaga kerja asing yang
menyediakan keahlian tertentu dan datang ke negara konsumen.
Liberalisasi jasa pada dasarnya adalah menghilangkan hambatan-hambatan
perdagangan jasa yang terkait dengan pembukaan akses pasar (market access)
dan penerapan perlakuan nasional (national treatment) untuk setiap mode of supply
diatas. Hambatan yang mempengaruhi akses pasar adalah pembatasan dalam
jumlah penyedia jasa, volume transaksi, jumlah operator, jumlah tenaga kerja,
bentuk hukum dan kepemilikan modal asing. Sedangkan hambatan dalam perlakuan
nasional dapat berbentuk peraturan yang dianggap diskriminatif untuk persyaratan
pajak, kewarganegaraan, jangka waktu menetap, perizinan, standarisasi dan
kualifikasi, kewajiban pendaftaran serta batasan kepemilikan properti dan lahan.
Secara umum, tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam rangka liberalisasi
bidang jasa antara lain :
1.
Menghilangkan secara nyata hambatan perdagangan jasa untuk 4 sektor jasa
prioritas yaitu transportasi udara, e-ASEAN, kesehatan dan pariwisata pada
tahun 2010, dan pada tahun 2013 untuk prioritas sektor jasa yang kelima yaitu
jasa logistik, dan tahun 2015 untuk seluruh sektor jasa lainnya;
2.
Melaksanakan liberalisasi setiap putaran perundingan (1 kali dalam 2 tahun)
yaitu 2008, 2010, 2012, 2014, dan 2015;
3.
Menjadwalkan jumlah minimum sub-sektor baru yang akan diliberalisasikan
untuk setiap putaran perundingan sebagai berikut:
a. Pada tahun 2008: 10 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang
sudah disepakati pada tahun sebelumnya;
b. Pada tahun 2010: 15 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang
sudah disepakati pada tahun 2008;
c. Pada tahun 2012: 20 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang
sudah disepakati pada tahun 2010;
Menuju ASEAN Economic Community 2015
d. Pada tahun 2014: 20 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang
sudah disepakati pada tahun 2012; dan
e. Pada tahun 2015: 7 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang
sudah disepakati pada tahun 2014.
4.
Menjadwalkan paket-paket komitmen dengan parameter-parameter sebagai
berikut:
a. Untuk moda 1 dan 2 (perdagangan antar batas dan konsumsi di luar negeri)
tidak ada pembatasan, kecuali jika ada alasan-alasan yang dapat diterima
(seperti keselamatan publik) seluruh negara anggota secara kasus per
kasus dan sesuai dengan perjanjian.
b. Mengijinkan partisipasi modal asing (FEP) dalam hal ini ASEAN, dengan
batasan sebagai berikut:
i.
tidak kurang dari 51% tahun 2008 (AFAS Paket 7), dan 70% tahun 2010
(AFAS Paket 8) untuk 4 sektor jasa prioritas;
ii. tidak kurang dari 49% tahun 2008 (AFAS Paket 7), 51% tahun 2010
(AFAS Paket 8), dan 70% tahun 2013 untuk jasa logistik ; dan
iii. tidak kurang 49% tahun 2008 (AFAS Paket 7), 51% tahun 2010 (AFAS
Paket 8), dan 70% tahun 2015 untuk sektor jasa lainnya;
c. Secara progresif menghilangkan pembatasan pada akses pasar untuk
Moda 3 (kehadiran komersial) pada tahun 2015;
d. Menyepakati dan mengimplementasikan beberapa Nota Saling Pengakuan
(Mutual Recognition Arrangement) yaitu MRA untuk Jasa Arsitektur, Jasa
Akutansi, Kualifikasi Survei, Praktisi Medis pada tahun 2008, dan praktisi
Gigi pada tahun 2009
Dalam rangka liberalisasi jasa, telah disepakati bahwa pelaksanaannya dilakukan
dalam bentuk Paket Komitmen AFAS yang dicapai pada setiap Putaran
Perundingan.
1.
Putaran I berlangsung dari tahun 1996 – 1998, menyepakati Komitmen AFAS
Paket 1 dan Paket 2.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
2.
Putaran II yang berlangsung dari tahun 1999 – 2001 menyepakati Komitmen
AFAS Paket 3.
3.
Komitmen AFAS Paket 4 disepakati pada Putaran III yang berlangsung dari
tahun 2002 – 2004.
4.
Pada Putaran IV pada tahun 2005 – 2007 disepakati 2 Paket sekaligus yaitu
Komitmen AFAS Paket 5 dan Paket 6.
5.
Pada Putaran V yang berlangsung dari 2007 - 2009, diharapkan akan
disepakati Komitmen AFAS Paket 7. Protocol to Implement the 7th Package of
AFAS Commitment telah ditandatangani pada KTT ASEAN ke – 14, tanggal 26
Pebruari 2009 di Cha-am, Thailand. Komitmen AFAS Paket 7 ini diharapkan
dapat dirampungkan paling lambat akhir tahun 2009 agar dapat segera
diberlakukan dan pembahasan AFAS paket 8 dapat segera dimulai tahun 2010.
Untuk memfasilitasi arus bebas jasa di kawasan ASEAN, juga dilakukan upayaupaya untuk melakukan pengakuan tenaga profesional di bidang jasa guna
memudahkan pergerakan tenaga kerja tersebut di kawasan ASEAN berupa antara
lain penyusunan Mutual Recognition Arrangements (MRAs).
C. Arus Bebas Investasi
Negara-negara ASEAN sepakat menempatkan investasi sebagai komponen utama
dalam pembangunan ekonomi ASEAN, dan menjadikannya sebagai salah satu
tujuan pokok ASEAN dalam upaya mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN (AEC)
pada tahun 2015. Prinsip utama dalam meningkatkan daya saing ASEAN menarik
PMA adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif di ASEAN. Oleh karenanya,
arus investasi yang bebas dan terbuka dipastikan akan meningkatkan penanaman
modal asing (PMA) baik dari penanaman modal yang bersumber dari intra-ASEAN
maupun dari negara non ASEAN. Dengan meningkatnya investasi asing,
pembangunan ekonomi ASEAN akan terus meningkat dan meningkatkan tingkat
kesejahteraan masyarakat ASEAN.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Sebagaimana diatur dalam GATT-WTO, prinsip-prinsip perdagangan internasional
yang telah menjadi prinsip penanaman modal asing dan wajib dijabarkan didalam
pengaturan penanaman modal di host country adalah Non Discriminatory Principle.
Non Discriminatory Principle (prinsip kesetaraan) didasarkan pada alasan bahwa
negara penerima investasi modal asing dengan menggunakan argumen-argumen
tertentu, sering memberikan perlakuan yang berbeda (diskriminatif) kepada investor
asing dengan berbagai cara. Prinsip Non Discriminatory tersebut kemudian dipecah
menjadi dua prinsip utama, yaitu :
1.
The Most Favoured Nation ( MFN ) Principle: Prinsip MFN merupakan
prinsip kesetaraan, yaitu adanya perlakuan yang sama terhadap semua PMA
yang masuk ke wilayah suatu negara tertentu, baik yang berkaitan dengan
perjanjian bilateral dan maupun multilateral yang dituangkan dalam undang
undang PMA.
2.
National Treatment Principle ( NTP): National Treatment Principle (NTP),
yaitu tentang perlakuan yang sama oleh host country terhadap PMA dan
PMDN.
PMA yang masuk ke suatu Negara tertentu untuk mendapatkan
perlakuan yang sama berdasarkan NTP, dalam hal ini PMA tersebut harus
didirikan dan tunduk pada hukum yang berlaku di host country.
Jika sebelumnya ASEAN sudah memiliki the Framework on the ASEAN Investment
Area (AIA) pada tahun 1998 sebagai inisiatif investasi yang bertujuan untuk menarik
dan meningkatkan arus PMA dari luar maupun dalam kawasan sebagaimana
digariskan dalam AEC Blueprint, maka dibentuk ASEAN Comprehensive Investment
Agreement (ACIA) yang ditandatangani pada tanggal 26 Pebruari 2009 di Cha-am,
Thailand. ACIA pada dasarnya merupakan peleburan
ASEAN Investment
Agreement (AIA) dan ASEAN Investment Guarantee Agreement (IGA) sehingga
ASEAN memiliki persetujuan bidang investasi yang lebih komprehensif dan forward
looking, dengan 4 (empat) pilar pembaharuan sebagaimana tertuang dalam AEC
Blueprint, yaitu:
Menuju ASEAN Economic Community 2015
1.
Perlindungan investasi, bertujuan untuk menyediakan perlindungan kepada
semua investor dan investasi yang dicakup dalam perjanjian tersebut. Tindakan
yang dilakukan antara lain untuk memperkuat:
a. Aturan mekanisme penyelesaian sengketa investor-state;
b. Aturan transfer dan repatriasi modal, keuntungan, dividends dan lain-lain;
c. Cakupan ekspropriasi dan kompensasi yang transparan;
d. Perlindungan dan keamanan penuh; dan
e. Perlakuan kompensasi atas kerugian akibat sengketa.
2.
Fasilitasi dan kerjasama, bertujuan untuk menyediakan peraturan, ketentuan,
kebijakan,dan prosedur investasi yang transparan, konsisten dan dapat
diprediksi. Tindakan yang dilakukan antara lain:
a. Mengharmonisasikan kebijakan investasi;
b. Mengefektifkan dan menyederhanakan prosedur aplikasi dan persetujuan
investasi;
c. Mempromosikan
disseminasi
informasi
penanaman
modal:
aturan,
peraturan, kebijakan dan prosedur, termasuk melalui one-stop investment
centre atau investment promotion board;
d. Memperkuat data-base dalam semua bentuk investasi yang mencakup
barang dan jasa untuk fasiltasi formulasi kebijakan;
e. Melakukan koordinasi dengan kementerian dan instansi terkait;
f. Melakukan konsultasi dengan sektor swasta ASEAN untuk memfasilitasi
investasi; dan
g. Mengidentifikasi dan menyelesaikan kerjasama implementasi integrasi
ekonomi ASEAN-wide maupun bilateral.
3.
Promosi dan awareness, bertujuan untuk mempromosikan ASEAN sebagai
kawasan investasi terpadu dan jejaring produksi. Tindakan yang dilakukan
antara lain :
a. Menciptakan iklim yang perlu untuk mempromosikan semua bentuk
investasi dan wilayah-wilayah pertumbuhan baru di ASEAN;
b. Mempromosikan investasi intra-ASEAN, khususnya investasi dari ASEAN-6
ke CLMV;
Menuju ASEAN Economic Community 2015
c. Mendorong dan mempromosikan pertumbuhan dan pembangunan UKM
dan Multinasional Enterprises (MNEs);
d. Mempromosikan misi-misi joint investment yang fokus pada kluster regional
dan jaringan kerja produksi;
e. Memperluas manfaat inisiatif kerjasama industri ASEAN disamping AICO
Scheme untuk mendorong pengembangan kluster regional dan jaringan
kerja produksi; dan
f. Membangun jaringan efektif perjanjian bilateral tentang pencegahan pajak
ganda diantara negara-negara ASEAN.
4.
Liberalisasi, bertujuan untuk mendorong liberalisasi investasi secara progessif.
Tindakan yang dilakukan antara lain :
a. Menerapkan perlakuan non-diskriminasi, termasuk perlakuan nasional
(national treatment) dan perlakuan MFN (most-favoured nation) kepada
investor di ASEAN dengan pengecualian terbatas; meminimalkan apabila
perlu menghapus pengecualian tersebut;
b. Mengurangi dan apabila memungkinkan menghapus peraturan masuk
investasi untuk produk yang masuk dalam Priority Integration Sectors (PIS);
dan
c. Mengurangi dan apabila memungkinkan, menghapus peraturan investasi
yang bersifat menghambat dan hambatan lainnya.
Dalam rangka mengamankan sensitifitasnya terhadap arus bebas investasi, Negara
Anggota ASEAN sepakat mengidentifikasi dan menetapkan daftar reservasinya
(reservation list) masing-masing dengan mengacu pada Temporary Exclusion List
(TEL) dan Sensitive List (SL yang disepakati dalam Framework Agreement on AIA.
Dengan adanya reservation List ini, maka masing-masing Negara Anggota ASEAN
dapat melakukan reservasi terhadap ketentuan-ketentuan (measures) domestik
terkait penanaman modal, yang tidak sesuai (inconsistent) dengan Artikel 5
(National Treatment) dan Artikel 8 (Senior Management and Board of Directors).
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Manfaat dan Tantangan Liberalisasi Investasi
Dengan ditandatanganinya ACIA, diharapkan masing-masing negara anggota
ASEAN termasuk Indonesia akan memperoleh manfaat antara lain :
1.
Prosedur pengajuan dan persetujuan penanaman modal akan lebih sederhana;
2.
Aturan, peraturan dan prosedur penanaman modal yang jelas dan kondusif
akan meningkatkan penanaman modal serta memberikan perlindungan yang
lebih baik kepada penanam modal (investor) maupun kepada penanaman
modalnya (investasinya);
3.
Penanam modal (investor) akan mendapatkan perlakuan yang sama
khususnya berkenaan dengan perijinan, pendirian, pengambilalihan, perluasan,
pengelolaan, pelaksanaan, penjualan atau pelepasan penanaman modal
lainnya;
4.
Liberalisasi investasi dapat mendorong pertumbuhan dan pengembangan
usaha kecil, menengah, maupun enterprise multinasional yang berdampak
pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi;
5.
Terbukanya lapangan kerja baru; dan
6.
Mempererat hubungan antar negara-negara anggota sehingga tercipta sebuah
kawasan penanaman modal terpadu.
Disamping dampak positif, liberalisasi investasi dapat berdampak negatif yang harus
dicermati dan diantisipasi bersama. Dengan diberlakukannya ACIA, dapat dipastikan
bahwa investor dari negara anggota ASEAN lainnya akan masuk ke Indonesia
mengingat Indonesia dengan penduduk sebesar sebesar + 230 juta merupakan
tujuan pasar yang sangat potensial, yang secara tidak langsung dapat
mengendalikan penguasaan suatu usaha di Indonesia. Ketidaksiapan sumber daya
manusia
(SDM)
maupun
kurangnya
modal
usaha
akan
mengakibatkan
ketidakseimbangan antara penanaman modal asing dan modal dalam negeri dan
dapat menekan kesempatan kerja maupun usaha para pelaku usaha di Indonesia.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
D. Arus Modal yang Lebih Bebas
Arus modal mempunyai karakteristik yang berbeda apabila dikaitkan dengan proses
liberalisasi. Keterbukaan yang sangat bebas atas arus modal, akan berpotensi
menimbulkan risiko yang mengancam kestabilan kondisi perekonomian suatu
negara. Pada sisi yang berbeda, pembatasan atas aliran modal, akan membuat
suatu negara mengalami keterbatasan ketersedian kapital yang diperlukan untuk
mendorong peningkatan arus perdagangan dan pengembangan pasar uang.
Dengan
mempertimbangkan,
antara
lain
hal-hal
tersebut,
maka
ASEAN
memutuskan hanya akan membuat arus modal menjadi lebih bebas (freer). Konteks
‘lebih bebas’ dalam hal ini secara umum dapat diterjemahkan dengan pengurangan
(relaxing) atas restriksi-restriksi dalam arus modal misalnya relaxing on capital
control.
Arus modal yang lebih bebas dalam mencapai AEC 2015 adalah untuk mendukung
transaksi keuangan yang lebih efisien, sebagai salah satu sumber pembiayaan
pembangunan,
memfasilitasi
perdagangan
internasional,
mendukung
pengembangan sektor keuangan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Arus
modal yang lebih bebas ini ini harus memperhatian keseimbangan antara
pentingnya arus modal dan kepentingan safeguard measures untuk menghindari
terjadinya gejolak yang berkaitan dengan lalu lintas modal tersebut.
Arus modal antar Negara merupakan salah satu indikator adanya transaksi
perdagangan asset yang dilakukan penduduk antar Negara. Liberalisasi arus modal
yang dimaksud dalam konteks ASEAN adalah suatu proses menghilangkan
peraturan yang bersifat menghambat arus modal (kontrol modal) dalam berbagai
bentuk.
Terkait dengan arus modal yang lebih bebas, AEC Blueprint mengelompokkan dua
inisiatif utama bagi negara ASEAN, yaitu:
1.
Memperkuat pengembangan dan integrasi pasar modal ASEAN, dan
Menuju ASEAN Economic Community 2015
2.
Meningkatkan arus modal di kawasan melalui proses liberalisasi.
Lebih lanjut, untuk mengembangkan dan meningkatkan integrasi pasar modal
ASEAN maka ditetapkan lima program utama yaitu:
1.
Harmonisasi berbagai standar di pasar modal ASEAN, khususnya dalam hal
ketentuan penawaran harga (initial public offering);
2.
Memfasilitasi adanya Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk pekerja
professional di pasar modal;
3.
Adanya fleksibilitas dalam ketentuan hukum untuk penerbitan sekuritas;
4.
Memfasilitasi berbagai usaha yang bersifat market driven untuk membentuk
hubungan antar pasar saham dan pasar obligasi;
5.
Memperkuat struktur mekanisme pemungutan pajak penghasilan (pph), untuk
memperkuat basis investasi bagi penerbitan surat utang di ASEAN.
Dalam upaya memfasilitasi pergerakan modal yang lebih besar, liberalisasi
pergerakan modal mengacu pada prinsip berikut:
1.
Memastikan suatu liberalisasi capital account yang konsisten denganagenda
nasional kesiapan ekonomi negara anggota;
2.
Memperbolehkan penggunaan instrumen pengamanan terhadap potensi resiko
instabilitas dan sistemik makroekonomi yang mungkin muncul dari proses
liberalisasi, termasuk hak memberlakukan kebijakan yang dirasa perlu untuk
stabilitas makroekonomi;
3.
Memastikan manfaat liberalisasi yang akan diperoleh oleh seluruh Negara
ASEAN.
E. Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil
Apabila AEC terwujud pada tahun 2015, maka dipastikan akan terbuka kesempatan
kerja seluas-luasnya bagi warga negara ASEAN. Para warga negara dapat keluar
dan masuk dari satu negara ke negara lain mendapatkan pekerjaan tanpa adanya
hambatan di negara yang dituju. Pembahasan tenaga kerja dalam AEC Blueprint
Menuju ASEAN Economic Community 2015
tersebut dibatasi pada pengaturan khusus tenaga kerja terampil (skilled labour) dan
tidak terdapat pembahasan mengenai tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour).
Walaupun definisi skilled labor tidak terdapat secara jelas pada AEC Blueprint,
namun secara umun skilled labor dapat diartikan sebagai pekerja yang mempunyai
ketrampilan atau keahlian khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidangnya,
yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi atau sekolah teknik
ataupun dari pengalaman kerja.
Dalam perkembangannya, arus bebas tenaga kerja sebenarnya juga bisa masuk
dalam kerangka kerjasama AFAS dalam mode 4 seperti yang dijelaskan di atas.
Kerjasama dalam mode 4 tersebut diarahkan untuk memfasilitasi pergerakan tenaga
kerja yang didasarkan pada suatu kontrak/perjanjian untuk mendukung kegiatan
perdagangan dan investasi di sektor jasa. Salah satu upaya untuk mendukung hal
tersebut adalah dengan disusunnya Mutual Recognition Arrangement (MRA).
MRA dapat diartikan sebagai kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara
ASEAN untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau semua aspek hasil
penilaian seperti hasil tes atau berupa sertifikat. Adapun tujuan dari pembentukan
MRA imi adalah untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk
mendapatkan kesamaan/kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara untuk
pendidikan, pelatihan, pengalaman dan persyaratan lisensi untuk para professional
yang ingin berpraktek.
Hingga tahun 2009, terdapat beberapa MRA yang telah disepakati oleh ASEAN
yaitu
MRA
untuk
jasa-jasa
engineering,
nursing,
architectural,
surveying
qualification, tenaga medis (dokter umum dan dokter gigi), jasa-jasa akutansi
dimana semua MRA ini ditanda tangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN (untuk
Indonesia, Meneteri Perdagangan) pada waktu yang berbeda-beda yaitu :
1.
ASEAN MRA on Engineering Services, tanggal 9 December 2005 di Kuala
Lumpur;
2.
ASEAN MRA on Nursing Services, tanggal 8 Des 2006 di Cebu, Filipina;
Menuju ASEAN Economic Community 2015
3.
ASEAN MRA on Architectural Services, 19 November 2007 di Singapura;
4.
ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying
Qualifications, tanggal 19 November 2007 di
Singapura, ASEAN MRA on
Medical Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand
5.
ASEAN MRA on Dental Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am,
Thailand
6.
ASEAN MRA Framework on Accountancy Services, tanggal 26 Februari 2009
di Cha-am, Thailand,
7.
ASEAN Sectoral MRA for Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of
Manufacturers of Medicinal Products, tanggal 10 April 2009 di Pattaya,
Thailand.
F. Sektor Prioritas Integrasi
Sektor Prioritas Integrasi (Priority Integration Sectors/PIS) adalah sektor-sektor yang
dianggap strategis untuk diliberalisasikan menuju pasar tunggal dan berbasis
produksi. Para Menteri Ekonomi ASEAN dalam Special Informal AEM Meeting,
tanggal 12-13 Juli 2003 di Jakarta menyepakati sebanyak 11 Sektor yang masuk
kategori PIS. Selanjutnya, pada tanggal 8 Desember 2006 di Cebu, Filipina, para
Menteri Ekonomi ASEAN menyetujui penambahan sektor Logistik sehingga jumlah
PIS menjadi 12 (dua belas) sektor. Dalam proses meliberalisasikan seluruh sektor
PIS tersebut, disepakati agar setiap Negara Anggota ASEAN bertindak sebagai
Koordinator untuk 12 sektor PIS berikut:
Daftar PIS
1
Agro-based product
Negara
Koordinator
Myanmar
2
Air Travel
Thailand
8
Rubber-based product
Malaysia
3
Automotives
Indonesia
9
Textile & Apparels
Malaysia
4
e-ASEAN
Singapore
10
Tourism
Thailand
5
Electronics
Filipina
11
Wood-based products
Indonesia
6
Fisheries
Myanmar
12
Logistics (2006)
Vietnam
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Daftar PIS
7
Healthcare
Negara
Koordinator
Singapore
Keduabelas PIS tersebut di atas berada di bawah 4 Persetujuan sebagai payung
hukum PIS yaitu :
1.
ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sectors, Vientiane,
29 November 2004 ; terdiri dari 11 sektor dengan daftar produk berjumlah 4273
Produk/ Phase ke-1 dimana setiap sektor dilengkapi dengan Protocol,
Roadmap, Coverage Product dan Negative List.
2.
ASEAN Sectoral Integration (Amendment) Protocol for Priority Sectors, Cebu,
Philippines, 8 December 2006 ; menambahkan sektor Logistik.
3.
ASEAN Framework (Amendment) Agreement for the Integration of Priority
Sectors, Cebu, Philippines, 8 December 2006 ; terdiri dari 12 sektor dengan
daftar produk berjumlah 4514 Produk/ Phase ke-2.
4.
Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN Framework (Amendment)
Agreement for the Integration of Priority Sectors, Makati City, Philippines, 24
August 2007;
disepakati dan ditandatanganinya
Protocol untuk Sektor
Logistik.
Secara umum, PIS memiliki langkah khusus dan langkah spesifik untuk
mempercepat integrasi 12 sektor dimaksud. Pada umumnya langkah-langkah
tersebut merupakan langkah-langkah yang juga digariskan dalam ASEAN Trade In
Goods (ATIGA), antara lain:
1. Bidang Perdagangan Barang
a. Negara-Negara Anggota wajib menghapus seluruh Tarif Preferensial Efektif
Bersama (CEPT-AFTA) pada seluruh produk yang sudah diidentifikasi yang
dicakup oleh masing-masing Protokol Integrasi Sektoral ASEAN, kecuali yang
tercantum dalam daftar negatif (daftar sensitif, daftar sangat sensitif, dan
daftar pengecualian umum) pada Protokol-Protokol tersebut, yang jumlah
keseluruhan untuk masing-masing Negara Anggota wajib tidak melebihi 15%
dari daftar total produk pada 1 Januari 2007 untuk ASEAN-6; dan 1 Januari
2012 untuk CLMV.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
b. Negara-negara Anggota wajib melaksanakan tindakan-tindakan berikut ini
terkait dengan kebijakan-kebijakan non tarif (selanjutnya disebut sebagai
”NTMs”) dan hambatan non tarif (selanjutnya disebut sebagai ”NTBs”), untuk
memastikan transparansi, sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan:
i.
Menyusun basis data NTMs ASEAN pada Juni 2004 dan diperbaharui
secara rutin;
ii. Menyusun kriteria yang jelas untuk mengidentifikasikan NTMs yang
merupakan
hambatan-hambatan
perdagangan,
pada
tanggal
27
September 2005;
iii. Menyusun suatu program kerja yang jelas dan tetap untuk penilaian NTMs
yang ada dan identifikasi NTBs pada tanggal 21 Agustus 2006;
iv. Menghapus NTBs pada seluruh produk yang ditetapkan dalam batas
waktu berikut ini:
(1) Paket Pertama: pada tanggal 1 Januari 2008 untuk ASEAN-5; 1
Januari 2010 untuk Filipina; dan 1 Januari 2013 untuk CLMV;
(2) Paket Kedua: pada tanggal 1 Januari 2009 untuk ASEAN-5; 1 Januari
2011 untuk Filipina; dan 1 Januari 2014 untuk CLMV;
(3) Paket Ketiga: pada tanggal 1 Januari 2010 untuk ASEAN-5; 1 Januari
2012 untuk Filipina; dan 1 Januari 2015 dengan fleksibilitas sampai
tahun 2018 untuk CLMV;
v. Mengadakan peninjauan kembali dan penilaian secara rutin terhadap
NTMs berdasarkan kriteria sebagaimana ditetapkan oleh Dewan AFTA
yang dimulai tanggal 1 Januari 2008.
2. Bidang Perdagangan Jasa
Negara-negara Anggota wajib mempercepat liberalisasi perdagangan di sektorsektor jasa prioritas sampai tahun 2010. Hal ini dapat dicapai melalui:
a. penghapusan seluruh pembatasan di Mode 1 (pasokan lintas batas) dan
Mode 2 (konsumsi luar negeri) pada tanggal 31 Desember 2008, sebaliknya
dengan alasan-alasan tertentu wajib diberikan;
Menuju ASEAN Economic Community 2015
b. mengijinkan Mode 3 (kehadiran komersial) target-target keikutsertaan saham
asing dengan fleksibilitas, sampai tanggal 31 Desember 2010, sesuai dengan
keputusan-keputusan Para Menteri Ekonomi ASEAN (AEM);
c. menetapkan target-target yang jelas untuk meliberalisasi pembatasanpembatasan Mode 3 lainnya, pada tanggal 31 Desember 2007;
d. memperbaiki komitmen-komitmen Mode 4 sejalan dengan hasil-hasil dari
masing-masing putaran perundingan Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN
bidang Jasa (AFAS);
e. mempercepat pengembangan dan finalisasi Pengaturan-pengaturan Saling
Pengakuan (selanjutnya disebut sebagai “MRAs”), sebagaimana telah
ditetapkan, pada tanggal 31 Desember 2008;
f. memberlakukan formula ASEAN-X; dan
g. meningkatkan usaha-usaha patungan dan kerja sama, termasuk pasar-pasar
negara ketiga dimulai tahun 2007.”
3. Bidang Investasi (Penanaman Modal)
a. Mempercepat pembukaan sektor-sektor yang saat ini dalam Daftar Sensitif
(selanjutnya disebut sebagai ”SL”), dengan mengalihkan sektor-sektor
tersebut ke dalam Daftar Pengecualian Sementara (selanjutnya disebut
sebagai ”TEL”) berdasarkan Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kawasan
Penanaman Modal ASEAN (AIA), dengan menggunakan formula ASEAN-X;
b. Mengurangi kebijakan-kebijakan penanaman modal yang bersifat membatasi
dalam SL. Menyelesaikan penghapusan progresif kebijakan-kebijakan
penanaman modal yang bersifat membatasi dalam TEL pada tahun 2010
untuk ASEAN-6, tahun 2013 untuk Vietnam dan tahun 2015 untuk Kamboja,
Laos, dan Myanmar;
c. Mengidentifikasi dan melaksanakan program-program dan kegiatan-kegiatan
untuk meningkatkan penanaman-penanaman modal di ASEAN.”
Menuju ASEAN Economic Community 2015
4. Bidang Ketentuan Asal Barang
Negara-negara Anggota, pada tanggal 31 Desember 2006, wajib memperbaiki
Ketentuan Asal Barang CEPT dengan:
a. Membuat ketentuan asal barang menjadi lebih transparan, dapat diprediksi,
terstandarisasi dan memfasilitasi perdagangan, dengan memperhatikan
kebutuhan untuk meningkatkan sumber regional dan kebiasaan-kebiasaan
terbaik dari Perjanjian-perjanjian Perdagangan Regional lainnya, termasuk
ketentuan asal barang WTO;
b. Menerima
transformasi
substansial
sebagai
kriteria
alternatif
untuk
menentukan status asal barang.
5. Prosedur Kepabeanan
Melaksanakan ASEAN Single Window pada tanggal 1 Januari 2008 untuk
ASEAN-6 dan tanggal 1 Januari 2012 untuk CLMV;
6. Standar dan Kesesuaian
Negara-negara Anggota wajib mengambil langkah-langkah berikut untuk
mempercepat pengembangan Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dan
menyelaraskan standar-standar produk dan peraturan-peraturan teknis, dengan:
a. Mempercepat pengembangan dan pelaksanaan dan apabila sesuai
pengembangan sektoral mras untuk sektor-sektor prioritas dimulai pada
tanggal 1 Januari 2005;
b. Mendorong para pengatur dalam negeri untuk mengakui hasil-hasil uji yang
diterbitkan oleh laboratorium-laboratorium penguji yang telah diakreditasi
oleh badan-badan akreditasi nasional di ASEAN yang merupakan
penandatangan
mras
pada
Kerja
Sama
Akreditasi
Laboratorium
Internasional (ILAC) dan Kerja Sama Akreditasi Laboratorium Asia Pasifik
(APLAC) untuk produk-produk yang tidak tercakup dalam mras sektoral;
dimulai tanggal 1 Januari 2007;
c. Menetapkan target-target dan jadwal-jadwal yang jelas untuk penyelarasan
standar-standar dalam sektor-sektor prioritas apabila dipersyaratkan.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Apabila standar-standar internasional tidak tersedia dan apabila diminta
oleh industri, menyelaraskan standar-standar nasional diantara Negaranegara Anggota; pada tanggal 31 Desember 2005;
d. Menyelaraskan standar-standar yang telah ditetapkan diantara Negaranegara Anggota pada tanggal 31 Desember 2007;
e. Menetapkan dan menyelaraskan standar-standar tambahan, apabila
dipersyaratkan; apabila standar-standar internasional tidak tersedia, dan
apabila dipersyaratkan oleh industri, menyelaraskan standar-standar
nasional diantara Negara-negara Anggota pada tanggal 31 Desember 2010;
f. Menyelaraskan dan/atau mengembangkan peraturan-peraturan teknis yang
sesuai, untuk pemberlakuan nasional pada tanggal 31 Desember 2010;
g. Memastikan
pemenuhan
persyaratan-persyaratan
pada
Persetujuan-
persetujuan WTO mengenai Hambatan-hambatan Teknis Perdagangan dan
Pemberlakuan Kebijakan-kebijakan Sanitary dan Phyto–Sanitary;
h. Menjajaki pengembangan kebijakan ASEAN mengenai standar-standar dan
kesesuaian untuk memfasilitasi lebih lanjut perwujudan Masyarakat
Ekonomi ASEAN, dimulai tahun 2005.
7. Fasilitasi Perjalanan di ASEAN
a. Menyelaraskan prosedur-prosedur penerbitan visa bagi para pelancong
internasional di ASEAN; dan
b. Memberikan pembebasan visa untuk perjalanan intra ASEAN untuk para
warga negara ASEAN.”
8. Perpindahan Pelaku Usaha, Tenaga Ahli, Profesional, Tenaga Terampil dan
Orang Berbakat
Dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dalam negeri, masingmasing Negara Anggota wajib:
a. Mengembangkan suatu Persetujuan ASEAN untuk memfasilitasi perpindahan
para pelaku usaha, termasuk pemberlakuan suatu Kartu Perjalanan ASEAN;
Menuju ASEAN Economic Community 2015
b. Menetapkan dan mengembangkan mekanisme lain yang akan melengkapi
prakarsa-prakarsa ASEAN yang telah ada untuk memfasilitasi lebih lanjut
perpindahan para tenaga ahli, profesional, tenaga terampil dan orang
berbakat pada tanggal 31 Desember 2007; dan
c. Mempercepat penyelesaian mras untuk memfasilitasi perpindahan
bebas
dari para tenaga ahli, profesional, tenaga terampil dan orang berbakat di
ASEAN, pada tanggal 31 Desember 2008.”
9. Peningkatan Perdagangan dan Penanaman Modal
a. Mengintensifkan upaya-upaya promosi bersama intra ASEAN dan ekstra
ASEAN secara rutin;
b. Mengatur prakarsa-prakarsa sektor swasta secara rutin untuk melakukan
kebijakan-kebijakan fasilitasi dan promosi ASEAN bersama yang lebih efisien
untuk meningkatkan FDI ke ASEAN; dan
c. Misi-misi perdagangan dan penanaman modal bersama.
10. Statistik Perdagangan dan Penanaman Modal Intra ASEAN
Negara-negara Anggota wajib mengembangkan suatu sistem yang efektif untuk
memantau perdagangan dan penanaman modal intra ASEAN melalui:
a. Penyusunan suatu basis data perdagangan dan penanaman modal yang
efisien, pada tanggal 31 Desember 2009;
b. Penyediaan perkembangan terakhir pada Sekretariat ASEAN mengenai
statistik terakhir perdagangan (barang dan jasa) dan penanaman modal; dan
c. Penyiapan gabungan profil-profil industri oleh masing-masing asosiasi yang
antara lain, mencakup informasi seperti kemampuan produksi dan cakupan
produk.”
11. Hak Kekayaan Intelektual:
Negara-negara Anggota wajib memperluas lingkup kerja sama hak kekayaan
intelektual ASEAN, selain merek dagang dan paten, termasuk kerjasama
pertukaran informasi dan penegakan hak cipta.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
12. Penggunaan Tenaga Kerja Kontrak dan Industri Pelengkap:
Negara-negara Anggota wajib meningkatkan kelengkapan diantara para
pengusaha fabrikasi ASEAN, apabila dapat diberlakukan, melalui:
a. Identifikasi dan pengembangan kawasan-kawasan spesialisasi proses-proses
produksi, penelitian dan pengembangan (R&D), serta fasilitas-fasilitas
pengujian berdasarkan keuntungan komparatif dari masing-masing Negara
Anggota; dan
b. Pengembangan pedoman mengenai pengenalan pengaturan-pengaturan
penggunaan tenaga kerja kontrak diantara Negara-negara Anggota, apabila
dapat diberlakukan, pada tanggal 31 Desember 2008.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
BAB III
TINGKAT IMPLEMENTASI AEC BLUEPRINT
PERIODE 2008-2009
A. Penilaian terhadap AEC Scorecard
Dalam rangka memantau kemajuan implementasi AEC maka disusun ASEAN
Baseline Report (ABR) yang berperan sebagai scorecard dengan indikator kinerja
utama yang akan dilaporkan setiap tahunnya oleh Sekjen ASEAN kepada para
Menteri dan Kepala Negara/pemerintahan negara ASEAN.
Pada dasarnya, laporan ini berisi kemajuan implementasi dari tiga pilar masyarakat
ASEAN (keamanan, ekonomi dan sosial-budaya), ukuran kemajuan kerjasama
regional, dan panduan dalam mempersempit adanya kesenjangan pembangunan
antar Negara Anggota. Laporan tersebut juga memuat analisis kuantitatif dengan
indikator terpilih yang memenuhi kriteria; (i) relevansi terhadap kebijakan, (ii)
sederhana, (iii) konsistensi secara statistik, (iv) valid, (v) ketersediaan data dan (vi)
cakupan indikator. Lebih lanjut indikator-indikator tersebut diklasifikasikan menjadi
tiga kategori yaitu: indikator proses, indikator ouput dan indikator hasil, yang
kemudian disusun menjadi indeks tingkat negara dan kawasan.
Untuk pilar masyarakat ekonomi, sesuai arahan para Kepala Negara dan para
Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) pada tahun 2008, Sekretariat ASEAN telah
menyusun AEC Scorecard sebagai alat untuk mengukur dan mengkomunikasikan
kepada publik kemajuan yang dicapai oleh ASEAN dalam melaksanakan
komitmennya dan mewujudkan AEC 2015, baik secara kolektif (ASEAN-wide)
maupun individual yang mencoba memotret kemajuan dan hambatan pada tahun
pertama pelaksanaan AEC Blueprint.
Dalam upaya menghasilkan scorecard yang akurat, akan dilakukan analisis yang
lebih tajam dan konsultasi yng lebih intens dengan berbagai sectoral bodies,
sebagaimana diusulkan oleh Indonesia di setiap bidang kerjasama. Hal ini penting
mengingat beberapa measures dalam AEC Blueprint bersifat inspiratif dan sulit
Menuju ASEAN Economic Community 2015
diukur secara kuantitatif, sementara measures lainnya lebih mudah diukur tetapi
memerlukan kesepahaman dengan sectoral bodies mengenai kriteria penentuan
measures yang akan diukur. Berdasarkan usul Indonesia, disepakati agar AEC
Scorecard disiapkan dalam dua versi. Pertama, untuk keperluan internal ASEAN
guna melihat kepatuhan anggota memenuhi komitmen-komitmennya, sedangkan
yang ke-2 adalah untuk konsumsi publik yang lebih umum sifatnya namun dapat
memberikan gambaran kemajuan menuju AEC 2015 serta menumbuhkan dukungan
masyarakat atas upaya pencapaia AEC dimaksud. Tingkat implementasi Negaranegara ASEAN dan ASEAN-wide terdapat pada Diagram 4 di bawah.
93,52%
83,33% 80,37%82,57% 82,24% 85,05% 80,19%
88,13%
78,90%
74,58%
72,38%
VN
A
TH
N
SI
YN
AL
I
PH
M
M
O
LA
M
AN
U
A
IN
CA
BR
E
AS
Diagram 4 . Tingkat Implementasi Cetak-biru MEA Periode 1 Januari 2008 – 30
September 2009
Selain AEC Scorecard, Sekretariat ASEAN juga menjelaskan perkembangan
terakhir dari penyusunan AEC Communications Plan. AEC Communications Plan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan mengenai
prakarsa AEC serta mendapatkan umpan-balik dan dukungan dari mereka dalam
mewujudkan AEC. AEC Communications Plan mencakup informasi mengenai 10
(sepuluh) manfaat AEC, yaitu AEC Media Kits, Frequently Asked Questions,
kesaksian/cerita keberhasilan/artikel fitur dan lain-lain. Melalui AEC Commincations
Plan, semua pihak—badan-badan sektoral ASEAN, sector swasta, pemerintah
Menuju ASEAN Economic Community 2015
pusat dan daerah di Negara ASEAN, kalangan perguruan tinggi dan LSM—dapat
dan diharapkan terlibat secara aktif.
Disepakati pula agar setiap Negara Anggota menyampaikan rencana dan
pelaksanaan sosialisasi AEC di Negara masing-masing. Khusus Indonesia Cq.
Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan telah
melakukan sosialisasi AEC Blueprint di Indonesia antara lain di Jakarta, Medan,
Surabaya, Batam, Makasar, Semarang dll karena berkoordinasi dengan beberapa
departemen seperti Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan Departemen
Perindustrian dan Departemen lain yang terkait. Selain itu AEC Blueprint juga
dipublikasikan melalui media massa dan seminar-seminar.
B. Arus Bebas Barang
Pemberlakuan Efektif Persetujuan Perdagangan Bebas Barang.
Sebagaimana dijadwalkan bahwa Persetujuan Perdagangan Bebas Barang
(Agreement on Trade in Goods) sudah harus mulai diberlakukan (entry into force)
180 hari setelah penandatanganannya yaitu 25 Agustus 2009, namun pada akhirnya
disepakati akan mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2010. Seluruh Negara
Anggota sudah harus menyelesaikan proses ratifikasi Persetujuan ini sebelum
1 Januari 2010.
Liberalisasi Tarif
Seluruh negara ASEAN berkomitmen untuk menghapus tariff (0%) atas produk
dalam Inclusion List (IL) pada 1 Januari 2010. Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa mulai 1 Januari 2010, sebanyak 54,628 pos tarif (produk) ASEAN-6 dapat
diperdagangkan diantara Negara Anggota ASEAN tanpa tarif bea masuk (Tabel 4).
Jumlah produk ASEAN-6 yang sudah memasuki pasar bebas tarif pada tahun 2010
terbanyak berasal dari Malaysia, Filipina, dan Indonesia, masing-masing sebanyak
Menuju ASEAN Economic Community 2015
12.239, 8.934, dan 8632 pos tariff, sedangkan dari Singapura dan Thailand masingmasing sebanyak 8300 pos tariff, dan 8.223 pos tarif dari Brunei D.
Tabel 4. Jumlah Pos Tarif (Produk) dengan Tarif 0% pada 2009 Skema CEPT
Negara
Jumlah Pos Tarif
0%
> 0%
Total IL
Persentase
0%
>0%
Total
Brunei D. (AHTN 2007)
7.239
984
8.223
88,03
11,97
100
Indonesia (AHTN 2007)
6.900
1.732
8.632
79,94
20,06
100
Malaysia (AHTN 2007)
10.157
2.082
12.239
82,99
17,01
100
Filippina (AHTN 2007)
7.354
1.580
8.934
82,31
17,69
100
Singapura (AHTN 2007)
8.300
-
8.300
100,00
-
100
Thailand (AHTN 2007)
6.643
1.657
8.300
80,04
19,96
100
46.593
8.035
54.628
85,29
14,71
100
755
9.782
10.537
7,17
92,83
100
Las (AHTN 2007)
5.844
2.370
8.214
71,15
28,85
100
Myanmar (AHTN 2007)
4.992
3.248
8.240
60,58
39,42
100
Vietnam (AHTN 2007)
4.575
3.524
8.099
56,49
43,51
100
CLMV
16.166
18.924
35.090
46,07
53,93
100
ASEAN 10
62.759
26.959
89.718
69,95
30,05
100
ASEAN-6
Kamboja (AHTN 2002)
Sumber: Sekretariat ASEAN
Rata-rata tingkat tarif seluruh produk ASEAN (IL dan SL/HSL) pada tahun 2009
sudah berada pada tingkat 0,79% untuk ASEAN-6, 3% untuk CLMV, dan 1,65%
untuk keseluruhan ASEAN-10. Rata-rata tingkat tarif produk Indonesia berada pada
tingkat 1,05%, lebih tinggi dari 5 (lima) Negara ASEAN-6 lainnya (Tabel 5).
Diharapkan rata-rata tingkat tarif Negara Anggota ASEAN pada tahun 2010 akan
lebih rendah dari 1,65% dengan dihapuskannya tarif seluruh (100%) produk
Inclusion List ASEAN-6 dan 80% produk Inclusion List ASEAN-4 (CLMV) mulai 1
Januari 2010. ASEAN akan memasuki tingkat liberalisasi produk yang lebih maju
pada tahun 2015, apabila seluruh produk yang saat ini masih dalam pengamanan
khusus dalam Protocol to Provide Special Consideration on Rice and Sugar karena
Menuju ASEAN Economic Community 2015
sensitifitasnya, dimasukkan ke dalam Inclusion List dengan tariff akhir (end rate)
sebesar 20% untuk beras (Indonesia dan Malaysia) dan 5% dan 10% untuk gula
(Indonesia). Filippina juga akan menggunakan Protocol ini untuk mengamankan
beras dan gulanya. Saat ini, usulan tersebut masih dalam proses penyelesaian
khususnya terkait penetapan end rate kedua produk tersebut pada saat penggunaan
Protocol dimaksud sudah berakhir.
Tabel 5.
Rata-rata Tarif CEPT Negara Anggota ASEAN (%)
Brunei D.
2008
Jumlah Pos Tarif
(Produk)
9,924
Rata-rata
Tarif (%)
0.73
2009
Jumlah Pos Tarif
(Produk)
8,236
Rata-rata
Tarif (%)
0.61
Indonesia
8,620
0.99
8,640
1.05
Malaysia
12,201
0.95
12,205
0.94
Filippina
8,827
0.96
8,952
1.01
Singapura
8,298
0.00
8,300
0.00
Thailand
8,301
1.03
8,300
1.01
ASEAN-6
56,171
0.79
54,633
0.79
Kamboja
10,454
7.13
10,537
5.83
Laos
8,015
1.28
8,214
1.54
Myanmar
10,615
2.83
8,240
1.11
Vietnam
8.099
2,77
8.099
2,72
CLMV
37.183
3,69
35.090
3,00
ASEAN-10
93.354
1,95
89.723
1,65
Negara
Catatan: Sekretariat ASEAN, berdasarkan Peraturan Pemerintah per 2007. 2008. dan 2009
Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra-ASEAN
Total Perdagangan. Total perdagangan Indonesia dengan Intra-ASEAN dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam 5 (lima) tahun
terakhir dari tahun 2004 – 2008 dicapai peningkatan hampir 3 kali lipat dari 24,5
Milliar USD pada tahun 2004 menjadi 68,14 Milliar USD pada tahun 2008 (Tabel 6
dan Diagram 5). Konsentrasi perdagangan Indonesia terbesar berlangsung dengan
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Singapura, Malaysia dan Thailand. Nilai perdagangan Indonesia dengan Brunei D,
Myanmar, dan Laos, meskipun jauh lebih kecil dibandingkan dengan ketiga negara
tersebut, meningkat secara signifikan (56,6%, 45,11%, dan 38,6%).
Tabel 6.
Total Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra ASEAN, Periode
2004-2008 (dalam juta US$)
Tahun
Negara
Brunei D
Kamboia
Laos
Filipina
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam
Total
2004
327,00
72,93
1,57
1.466,17
4.697,99
77,70
12.080,67
4.747,82
1.016,79
24.488,65
2005
1.236,83
94,67
1,817.20
1.741,35
5.579,83
92,14
17.306,10
5.693,42
1.117,47
32.863,63
2006
1.644,49
104,71
4,51
1.690,31
7.304,09
157,37
18.964,38
5.685,03
1.898,81
37.453,71
2007
1.908,09
123,10
6,65
2.213,53
11.507,99
292,78
20.341,41
7.341,34
2.349,35
46.084,25
2008
2.476,29
176,03
4,20
2.809,15
15.354,84
280,44
34.651,53
9.995,52
2.390,57
68.138,58
Trend
2004-2008
(%)
56,56
22,45
38,56
16,65
36,24
45,11
25,47
19,04
27,80
-
Sumber: BPS
Neraca Perdagangan. Peningkatan nilai total perdagangan Indonesia dengan
Brunei D, Singapura, dan Thailand ternyata merupakan kontribusi peningkatan nilai
ekspor ketiga Negara tersebut ke Indonesia. Pada Tabel 7 dan Diagram 6 tampak
bahwa neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit dengan ketiga Negara
tersebut. Disamping itu, dalam 2 (dua) tahun terakhir berturut-turut, neraca
perdagangan Indonesia dengan Malaysia juga mengalami defisit yang semakin
meningkat. Secara keseluruhan kinerja perdagangan Indonesia dengan ASEAN
mengalami defisit sejak tahun 2005 dan semakin buruk pada tahun 2008. Defisit
perdagangan Indonesia dengan ASEAN dari tahun 2007 ke 2008 meningkat 9
(sembilan) kali lipat, dimana defisit terbesar dialami dengan Singapura.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Diagram 5 . Perkembangan Nilai Perdagangan Indonesia
dengan Intra-ASEAN Periode 2004 - 2008
Nilai Perdagangan (US$ juta)
40000
35000
30000
2004
25000
2005
2006
20000
2007
15000
2008
10000
5000
0
Brunei D
Kamboia
Laos
Filipina
Malaysia Myanmar Singapura Thailand
Vietnam
Negara Anggota ASEAN
Tabel 7. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra-ASEAN,
Periode 2004 – 2008 (juta US$)
Negara
Asal
Tahun
Trend
2004-2008
(%)
-
2004
-263,48
2005
-1.158.17
2006
-1.569.38
2007
-1.821,35
2008
-2.356,95
Kambodia
70,72
93,20
102,59
120,60
172,02
22,57
Lao PDR
1,57
1,69
4,18
0,77
3,78
10,36
Filipina
1.009,02
1.096,89
1.121,02
1.493,83
1.298,07
8,47
Malaysia
1.334,10
1.282,77
917,42
-1.315,86
-2.489,74
-
Myanmar
42,86
63,84
118,04
231,99
221,08
Singapura
-84,87
-1.635,33
-1.104,68
661,82
-8.927,44
-
Thailand
-795,35
-1.200,50
-281,93
-1.232,79
-2.673,01
-
Vietnam
185,19
239,42
205,20
360,96
955,24
1.499,76
-1.216,19
-487,53
-1.500,02
-13.796,94
Brunei D
Total
Sumber: BPS
Menuju ASEAN Economic Community 2015
57,96
44,65
-
Diagram 6 . Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia dengan Intra-ASEAN
Periode 2004 - 2008
4000
Nilai Surplus/Defisit (US$ juta)
2000
Brunei D
Kambodia
0
2004
2005
2006
-2000
2007
2008
Lao PDR
Filipina
Malaysia
Myanmar
-4000
Singapura
-6000
Thailand
Vietnam
-8000
-10000
Tahun
Kinerja Ekspor dan Impor. Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN pada periode 2004 2008 mengalami kenaikan secara bertahap dengan trend sebesar 19,9% per tahun
(Tabel 8 dan Diagram 7). Peningkatan terbesar terjadi pada periode 2007-2008 yaitu
sebesar 22% dari US$ 22,3 juta pada tahun 2007 menjadi US$ 27,2 juta pada tahun
2008.
Negara tujuan ekspor utama dan terbesar Indonesia di ASEAN adalah Singapura,
kemudian dikuti berturut-turut oleh Malaysia, Thailand dan Filippina. Trend
peningkatan ekspor Indonesia yang cukup signifikan selama periode 2004 – 2008,
meskipun nilai ekspornya kecil (kecuali dengan Vietnam), terjadi dengan negaranegara CLMV yaitu Myanmar (50,14%), Vietnam (31,51%), Laos (29,91%), dan
Kamboja (22,51%).
Sayangnya peningkatan nilai ekspor tersebut belum dapat mengimbangi kenaikan
impor yang cukup besar dari negara ASEAN khususnya Singapura. Impor Indonesia
dari 9 negara ASEAN dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Total
peningkatan impor Indonesia dari ASEAN meningkat lebih dari 300%, dari US$ 11,5
Menuju ASEAN Economic Community 2015
juta pada tahun 2004 naik menjadi US$ 40,9 juta pada tahun 2008 (Tabel 9 dan
Diagram 8). Nilai impor Indonesia dari ASEAN mengalami peningkatan yang sangat
nyata yaitu 72,3% dari US$ 23,8 juta pada tahun 2007 menjadi US$ 40,9 juta pada
tahun 2008, naik lebih dari 3 kali kenaikan ekspor (Sekretariat ASEAN). Hal ini telah
mengakibatkan defisit neraca perdagangan Indonesia ke Intra-ASEAN secara
signifikan bertambah dari US$ 1,5 juta di tahun 2007, menjadi US$ 13,8 juta pada
tahun 2008.
Nilai impor dari Singapura selama periode 2004-2008 mengalami peningkatan yang
sangat signifikan, dari US$ 6 juta pada tahun 2004 menjadi US$ 21,8 juta pada
tahun 2008 (lebih dari 300%). Peningkatan impor yang sangat menyolok terjadi
pada tahun 2008 yaitu dari US$ 9,8 juta pada tahun 2007 menjadi US$ 21,8 juta
pada tahun 2008 (naik hampir 300%). Demikian halnya dengan impor dari Malaysia,
naik lebih dari 500%, dari US$ 1,7 juta pada tahun 2004, naik menjadi US$ 8,9 juta
pada tahun 2008. Impor dari Thailand meningkat dari US$ 2,7 juta tahun 2004
menjadi US$ 6,3 juta, naik lebih dari 200%.
Tabel 8 . Ekspor Indonesia ke Negara ASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$)
Negara
Tujuan
Brunei D
Kamboia
Laos
Filipina
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam
Total
2004
2005
31,76
39,33
71,82
93,94
1,57
1,75
1.237,59
1.419,12
3.016,05
3.431,30
60,28
77,99
5.997,89
7.835,38
1.976,24
2,246,46
600,99
678,44
12.994,20 15.823,72
Tahun
2006
37,56
103,65
4,34
1.405,67
4.110,76
137,71
8.929,85
2.701,55
1.052,00
18.483,09
Sumber: BPS
Menuju ASEAN Economic Community 2015
2007
43,37
121,85
3,71
1.853,68
5.096,06
262,38
10.501,62
3.054,27
1.355,16
22.292,11
2008
59,67
174,03
3,99
2.053,61
6.432,55
250,76
12.862,05
3.661,25
1.672,90
27.170,82
Trend
20042008 (%)
14,55
22,51
29,91
13,66
21,05
50,14
19,94
16,65
31,51
19,94
Diagram 7 . Perkembangan Ekspor Indonesia ke Intra-ASEAN Periode 2004 - 2008
Nilai Ekspor (US$ juta)
30000
25000
Vietnam
20000
Thailand
Singapura
15000
Myanmar
10000
Malaysia
5000
Filipina
Laos
0
2004
2005
2006
Tahun
2007
2008
Kamboia
Brunei D
Berdasarkan uraian kinerja perdagangan ekspor dan impor Indonesia selama
periode 2004 – 2008, dapat disimpulkan bahwa dalam 5 tahun terakhir ini
pembukaan pasar oleh masing-masing Negara ASEAN lebih banyak dinikmati oleh
Singapura, Malaysia dan Thailand. Indonesia belum mendapatkan keuntungan yang
seimbang dengan Negara Anggota ASEAN khususnya dengan ketiga negara
tersebut. Jumlah penduduk Indonesia yang merupakan 40% penduduk ASEAN
(Dept. of Economic and Social Affairs, United Nations), tidak dapat dihindari
merupakan tujuan pasar terdekat dan utama yang sangat potensial bagi Negara
Anggota ASEAN. Oleh karenanya, Indonesia harus segera melakukan langkahlangkah strategis di setiap sektor yang dapat meningkatkan daya saing produkproduknya di ASEAN.
Beberapa produk ekspor utama Indonesia ke ASEAN antara lain yaitu minyak
petroleum mentah, timah, minyak kelapa sawit, refined copper, batubara, karet, biji
kakao, dan emas (Chapter 27, 15, 85, 40,18 dan 84). Sedangkan produk impor
terbesar dari ASEAN bersumber dari produk-produk berikut: premium tanpa timbal,
crude petroleum oil, bahan bakar disel, hidrokarbon siklik p-silena, bagian dan
aksesoris mesin terutama pada pos 84.69 sampai 84.72, bagian dan aksesoris
Menuju ASEAN Economic Community 2015
aparatus dari pos 85.19 sampa 85.21, bagian dan aksesoris kendaraan bermotor
(Chapter 27, 84, 85, 87, 29, 72).
Tabel 9. Impor Indonesia dari ASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$)
Tahun
Negara
Asal
Trend
20042008 (%)
59,16
2004
295,24
2005
1.197,49
2006
1.606,93
2007
1.864,72
2008
2,416,62
1,10
0,73
1,06
1,25
2,00
18,88
0,004
0,06
0,17
2,94
0,21
222,18
228,58
322,23
284,65
359,85
755,54
28,42
Malaysia
1.681,95
2.148,53
3.193,33
6.411,93
8.922,29
55,75
Myanmar
17,42
14,15
19,66
30,39
29,68
20,08
Singapura
6.082,77
9.470,72
10.034,53
9.839,79
21.789,48
29,57
Thailand
2.771,58
3.446,96
2.983,48
4.287,06
6.334,26
20,58
Vietnam
415,79
439,03
846,80
994,20
717,67
21,03
11.494,45
17.039,91
18.970,62
23,792,13
40.967,76
33,32
Brunei D
Kambodia
Laos
Filipina
Total
Sumber: BPS
Diagram 8. Perkembangan Nilai Impor Indonesia dari Intra-ASEAN
Periode 2004 - 2008
45000
Nilai Impor (US$ juta)
40000
35000
Vietnam
30000
Thailand
Singapura
25000
Myanmar
20000
Malaysia
15000
Filipina
10000
Laos
Kambodia
5000
Brunei D
0
2004
2005
2006
Tahun
Menuju ASEAN Economic Community 2015
2007
2008
Penghapusan Hambatan Non-Tarif
Meskipun seluruh Negara Anggota ASEAN sudah menyepakati bahwa daftar
hambatan non-tarif (non-tariff barriers) masing-masing Negara harus dihapuskan
dalam 3 (tiga) tahap (trances) mulai tahun 2008 – 2010, namun hingga saat ini
Indonesia belum dapat melaksanakan komitmen tersebut. Konsultasi tentang
rencana penghapusan hambatan non-tarif dengan sektor pengguna masih terus
berlangsung. Sektor diharapkan sudah melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap
hambatan non-tarif serta identifikasi daftar yang sudah dapat dihapuskan dalam
tahap awal dan siap dihapuskan pada 2 (dua) tahap berikutnya.
ASEAN Single Window (ASW)
Pengoperasian ASEAN Single Window oleh ASEAN-6 seharusnya sudah dapat
dilakukan segera setelah National Single Window keenam Negara Anggota tersebut
sudah beroperasi yaitu paling lambat tahun 2008. Namun faktanya, hingga saat ini,
baru 3 (tiga) Negara ASEAN-6 yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura, yang
sudah membangun dan mengoperasikan NSWnya. Negara ASEAN lainnya, hingga
saat ini masih dalam proses pengembangan.
Indonesia, sebagai salah satu negara pioneer pengembangan NSW, komit akan
mengoperasikan NSW pada tahun 2008. Hal ini terbukti dari telah diterbitkannya
Keputusan
Menteri
Koordinator
Bidang
Perekonomian
Nomor
Kep-
05/M.EKON/02/2007 tentang Tim Persiapan National Single Window. Bagi
Indonesia, komitmen membangun National Single Window merupakan keputusan
yang sejalan dengan kebutuhan di dalam negeri yang sudah sangat mendesak.
Sistem NSW merupakan sistem yang tepat bagi Indonesia dalam memperlancar
proses pengurusan administrasi ekspor dan impor yang melibatkan sekitar lebih dari
22 instansi pemerintah, lebih dari 40 dokumen dikeluarkan dalam kegiatan ekspor
dan impor, 8376 klasifikasi jenis komoditi, ratusan pelabuhan internasional dan
negara asal atau tujuan yang memungkinkan terbukanya tindakan penyelundupan.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Saat ini, Indonesia sudah memasuki tahap keempat pengembangan Nasional Single
Window dan siap untuk menuju ASEAN Single Window.
Fakta bahwa pengembangan dan pengoperasian ASW/NSW secara serentak dan
efektif tidak dapat dilakukan sesuai jadwal (tahun 2008 bagi ASEAN-6), akan
mempengaruhi proses integrasi ekonomi ASEAN menuju AEC 2015. Di Indonesia,
tantangan utama terletak pada rumitnya perubahan sistem administrasi dari yang
selama ini dilakukan secara manual menjadi sistem elektronik. Sedangkan di tingkat
ASEAN, perbedaan taraf pembangunan dan kondisi politik masing-masing Negara
Anggota, telah menyebabkan proses pembentukan National Single Window menjadi
terkendala dan sangat lambat. Sebagai contoh, Myanmar yang saat ini masih
berada dalam gejolak politik akan menghadapi hambatan untuk membangun dan
menerapkan
National
Single
Window,
sedangkan
Singapura
telah
lama
menggunakan sistem elektronik dalam transaksi perdagangannya. Meskipun
terdapat berbagai kendala, setiap Negara Anggota ASEAN tetap berkomitmen untuk
mewujudkan ASW/NSW dengan bekerjasama dengan ahli teknologi dan sistem
informasi untuk merumuskan technical architecture, prototype dan fungsi lainnya
dari ASW. Dengan keberadaan ASW, diharapkan akan terjadi transfer of knowledge
dan kerjasama antar negara anggota ASEAN untuk kemajuan kawasan regional
dalam rangka menghadapi globalisasi perdagangan internasional
ASEAN
Indonesia,
http://www.dutamudaasean-indonesia.org,
(Duta Muda
ASEAN
Single
Window: Manfaat dan Tantangan, 6 Oktober 2007).
C. Arus Bebas Jasa
Target waktu mewujudkan arus bebas jasa untuk 4 (empat) sektor prioritas
integration (PIS) sebagaimana dituangkan dalam AEC Blueprint adalah tahun 2010.
Keempat sektor jasa yang masuk dalam kategori sektor prioritas adalah jasa
kesehatan (healthecare service), e-ASEAN, jasa angkutan udara (air transport
service), dan jasa pariwisata (tourism service). Dalam rangka mempercepat arus
barang dari produsen ke konsumen, satu sektor jasa logistic dimasukkan kedalam
Menuju ASEAN Economic Community 2015
sektor prioritas dan disepakati untuk diliberalisasikan pada tahun 2013. Selanjutnya,
untuk sektor jasa non-prioritas liberalisasinya akan dilakukan pada tahun 2015.
Tingkat implementasi AEC Blueprint dalam memenuhi arus bebas jasa sampai saat
ini telah mencapi tingkat yang cukup signifikan. Sejak ASEAN Framework
Agreement on Services (AFAS) disepakati pada tahun 1995, telah disepakati 7
(tujuh) Protocol untuk melaksanakan 7 Paket Komitmen AFAS (Protocol to
Implement The 1st, 2nd, 3rd, 4th, 5th, 6th, and 7th Package of Commitments Under
the ASEAN Framework Agreement on Services).
Sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint, target yang harus dicapai hingga
tahun 2009, adalah bahwa jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri
kepada pengguna jasa dalam negeri dan kepada konsumen domestik yang sedang
berada di negeri penyedia jasa harus dibebaskan. Dalam memenuhi target tahun
2009, sebagain besar Negara anggota ASEAN telah memenuhi target, kecuali
beberapa Negara anggota yang masih harus berusaha keras untuk mencapai target
yang sudah disepakati.
Untuk pemenuhan thresholds atas 65 sub-sektor pada AFAS Paket ke-7, yaitu (i)
kepemilikan asing (foreign equity participation/FEP) untuk sektor prioritas dibuka
sampai 51% dan non-sektor prioritas sampai 49%, (ii) tidak ada hambatan pada
Mode 1 dan 2, (iii) maksimal 2 jenis hambatan Non-equity MA untuk 29 sub-sektor
prioritas, (iv) maksimal 3 jenis hambatan Non-equity MA untuk 9 sub-sektor logistik,
dan (v) maksimal 3 jenis hambatan Non-equity MA untuk 12 sub-sektor lainnya,
dilaporkan sebagai berikut:
1.
Seluruh Negara Anggota, kecuali Filippina dan Vietnam telah memenuhi
threshold untuk 65 sub-sektor,
2.
Tidak satupun Negara Anggota yang mampu secara penuh memenuhi
komitmen FEP 51% untuk sektor prioritas; 4 (empat) Negara Anggota yaitu
Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Singapura memenuhi sebanyak masingmasing 27 (93%), 26 (90%), 25 (86%), dan 24 (83%) dari total 29 sub-sektor
Menuju ASEAN Economic Community 2015
prioritas, Negara lainnya memenuhi kurang dari 22 sub-sektor, dan Thailand
tidak memberikan komitmen FEP untuk sektor prioritas (0%),
3.
Seluruh Negara Anggota, kecuali Filippina (hanya memenuhi 83%), mampu
memenuhi komitmen FEP 49% untuk sektor logistik dan sektor lainnya,
4.
Tidak satupun Negara Anggota ASEAN yang mampu memenuhi komitmen
maksimal 2 dan 3 hampatan Non-equity MA untuk 29 sub-sektor prioritas dan 9
sub-sektor logistik, dan
5.
Seluruh Negara Anggota ASEAN memenuhi komitmen maksimal 3 hambatan
Non-equity MA untuk 12 sub-sektor lainnya.
Hingga tahun 2009, Indonesia telah membuka perdagangan jasanya sesuai
persyaratan thresholds dan target 2009 sebanyak 83 sub-sektor jasa yang meliputi
jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa konstruksi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa
lingkungan hidup, jasa paroiwisata, dan jasa transportasi. Tingkat keterbukaan arus
jasa yang ditawarkan Indonesia adalah bebas untuk perdagangan jasa Mode 1 dan
Mode 2, kepemilikan asing dibuka sebesar 51% untuk sebagian sektor prioritas,
sedangkan untuk sektor non prioritas dibuka sampai 49%, bahkan untuk jasa
konstruksi Indonesia membuka kepemilikan asingnya sampai sebesar 55%. Dengan
demikian, sektor jasa Indonesia sudah lebih terbuka: lapangan usaha bagi para
pemasok jasa asing (telekomunikasi terbuka bagi operator asing), hambatan
perdagangan berkurang, dan penghapusan perlakuan diskriminatif bagi pemasok
jasa asing.
D. Arus Bebas Investasi
Perkembangan terakhir dari implementasi AEC Blueprint mengenai arus bebas
investasi yang diatur dalam ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)
dilaporkan oleh Committee on Investment (CCI) yang bertemu pada CCI Meeting
ke-45 pada tanggal 6 Oktober 2009 di Tagaytay, Filipina. Secara garis besar
dilaporkan bahwa pemberlakuan efektif (entry into force) ACIA pada tanggal 25
Agustus 2009, sebagaimana diatur dalam Persetujuan ACIA yaitu 180 hari setelah
Menuju ASEAN Economic Community 2015
ditandatangani pada tanggal 27 Februari 2009, tidak dapat dilakukan karena
Reservation List dari seluruh Negara Anggota ASEAN sebagai bagian yang integral
dari ACIA, belum dapat disepakati. Bahkan dengan penambahan waktu hingga akhir
tahun 2009, juga belum cukup waktu untuk memfinalisasi draft Reservation List
dimaksud.
Hingga pada
pertemuan CCI ke-45 bulan Oktober 2009, draft Reservation List
Indonesia, khususnya untuk sektor Manufacturing, Agriculture, Forestry dan Mining
& Quarrying, belum dapat disetujui oleh Negara anggota ASEAN karena dinilai
cakupannya yang terlalu luas dan tidak menyertakan restriksi yang spesifik untuk
masing-masing bidang usaha. Kebijakan Indonesia dalam mengatur daftar usaha
yang tertutup dan terbuka bersyarat bagi penanaman modal asing (DNI)
sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 77 Tahun 2007 seharusnya menjadi
acuan utama dalam menyusun Reservation List Indonesia di ASEAN. Namun
mengingat sangat detailnya daftar usaha yang diatur dan yang tertutup dan adanya
ketentuan dalam Pasal 3 Perpres (tentang DNI) tersebut yang menyatakan bahwa
daftar bidang usaha tersebut berlaku selama 3 tahun dan dapat berubah apabila
diperlukan, Indonesia memutuskan untuk tidak menggunakannya sebagai acuan.
Sebagai alternatif, Indonesia menyusun draft Reservation List dalam format yang
sangat umum (broad carve out) dengan menggunakan basis klasifikasi ISIC pada
tingkatan 4 digit dan tidak melakukan klasifikasi bidang usaha sesuai syarat/restriksi
berdasarkan DNI, khususnya bagi sektor yang telah disebut di atas. Dengan
demikian, Indonesia masih memiliki ruang gerak (policy space) dalam komitmen
ASEAN maupun fora internasional lainnya, apabila Daftar Bidang Usaha
sebagaimana terdapat dalam DNI tersebut mengalami perubahan kearah yang lebih
restriktif di masa mendatang.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Lingkungan Berinvestasi Indonesia
Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi potensial. Beberapa faktor
mendasar yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara tujuan investasi
yang lebih unggul dibandingkan dengan Negara Anggota ASEAN lainnya, antara
lain karena: (i) Jumlah Usaha Kecil dan Menengah yang besar (42 juta) sebagai
tulang punggung ekonomi domestik; (ii) Tanah yang kaya dan subur, jumlah
penduduk yang sangat besar (230 juta) sebagai pasar potensial dan tenaga kerja
yang kompetitif, lokasi wilayah yang strategis (berada diantara beberapa jalur
transportasi laut internasional yang vital), ekonomi pasar terbuka, dan sistem mata
uang bebas (http://www.bkpm.go.id/index.php/main/content/114). Contoh bidang
usaha yang memiliki daya tarik bagi investor antara lain Kakao, Kelapa sawit, Energi
dan mineral dan Perikanan.
Alasan kedua yang membuat Indonesia menjadi tujuan utama investor adalah
dengan ditetapkannya UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal yang menjamin
diterapkannya: (i) perlakuan yang sama, (ii) tanpa persyaratan modal minimum, (iii)
bebas pengembalian keuntungan, (iv) jaminan hukum, (v) penyelesaian sengketa
dan (vi) pelayanan investasi.
Disamping kedua alasan tersebut di atas, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1994
juga merupakan suatu jaminan kepastian dalam berusaha. Berikut ini adalah hal-hal
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah tersebut:
1. Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk :
a. Usaha patungan
antara modal asing dengan modal dalam negeri
atau
badan hukum Indonesia, dengan ketentuan peserta Indonesia harus memiliki
paling sedikit 5 % dari jumlah modal disetor sejak pendirian perusahaan
PMA;
b. Atau investasi langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga
negara dan atau
badan hukum
Menuju ASEAN Economic Community 2015
asing, dengan ketentuan
dalam waktu
paling lama 15 tahun sejak produksi komersil, sebagian saham asing harus
dijual kepada Warga Negara dan atau badan hukum Indonesia melalui
pemilikan langsung berdasarkan kesepakatan
masing-masing pihak
dan
atau melalui pasar modal. Dengan demikian persyaratan pemilikan saham
lokal mayoritas yang berlaku sebelum deregulasi telah dihapus.
2. Ketentuan investasi minimum bagi PMA ditiadakan. Jumlah investasi
yang
ditanamkan dalam rangka PMA diterapkan berdasarkan kelayakan ekonomi
kegiatan usahanya.
3. PMA yang sudah berproduksi komersil dapat mendirikan perusahaan baru dan
atau membeli saham perusahaan yang didirikan berdasarkan PMDN dan atau
bukan PMDN melalui pemilikan langsung, sepanjang bidang usaha dari
perusahaan yang sahamnya dibeli tersebut dinyatakan terbuka bagi PMA.
4. Kegiatan usaha PMA dapat berlokasi di seluruh wilayah Indonesia, namun bagi
daerah
yang telah memiliki
Kawasan Berikat
(Kawasan Industri), lokasi
kegiatan PMA tersebut diutamakan didalam kawasan tersebut).
5. Izin usaha PMA berlaku untuk jangka 30 tahun dihitung sejak produksi komersil,
dan dapat diperpanjang apabila perusahaan yang dimaksud masih tetap
menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi perekonomian dan pembangunan
nasional.
E. Arus Modal yang Lebih Bebas
Liberalisasi arus modal di ASEAN didasari dengan keyakinan bahwa dengan lebih
bebasnya aliran modal akan mendorong arus investasi dan perdagangan
internasional, penempatan modal yang lebih tepat dan efisien, dan perkembangan
pasar keuangan. Namun demikian, terdapat beberapa potensi risiko atas liberalisasi
arus modal seperti terkonsentrasinya modal pada suatu negara/wilayah tertentu
yang mempunyai nilai kompetensi lebih tinggi, terjadinya pembalikan arus modal,
dan penarikan modal jangka pendek yang dapat terjadi setiap saat.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Liberalisasi arus modal di ASEAN diatur berdasarkan pada beberapa prinsip utama
yaitu (i) proses liberalisasi tersebut harus sejalan dengan agenda nasional dan
kesiapan di masing-masing Negara ASEAN, (ii) memperbolehkan adanya kebijakan
pengamanan (safeguard measure) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi
makro dan risiko sistemik karena proses liberalisasi, dan (iii) liberalisasi harus
memberikan keuntungan kepada semua Negara Anggota. Berdasarkan prinsipprinsip tersebut, kemudian disepakati adanya ASEAN minus X formula yang
memberikan fleksibilitas kepada negara yang belum siap untuk melakukan
liberalisasi pada periode berikutnya.
Proses liberaisasi arus modal di ASEAN difasilitasi oleh dua working committee
(WC) yang merupakan bagian dari kerangka Roadmap for Monetary and Financial
Integration in ASEAN (RIA-FIN). Kedua WC tersebut adalah WC on Capital Market
Development (WC-CMD) yang memfasilitasi pengembangan dan integrasi pasar
modal di ASEAN, dan WC on Capital Account Liberalisation (WC-CAL) yang
memfasilitasi aliran modal yang lebih bebas di ASEAN. Pada prinsipnya, kedua WC
tersebut saling melengkapi karena mempunyai cakupan kerja yang sangat terkait.
Namun dalam beberapa hal terdapat kebijakan yang perlu diharmonisasikan dan
disinergikan diantara kedua WC tersebut, misalnya mengenai upaya penghilangan
restriksi atas capital account. Pada satu sisi, langkah ini akan mendorong
perkembangan pasar modal di suatu Negara tetapi pada sisi lain penghilangan
restriksi ini akan berpotensi menimbulkan ketidakstabilan kondisi makro ekonomi.
Terdapat tiga pilar utama dalam upaya pengembangan dan integrasi pasar modal di
ASEAN yang difasilitasi oleh WC-CMD yaitu (i) memfasilitasi akses antar Negara
Anggota melalui harmonisasi berbagai standar di pasar modal ASEAN dan
menyusun Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk pekerja profesional di pasar
modal; (iii) memfasilitasi exchange and settlement linkage melalui beberapa tahapan
yaitu pure information linkage, electronic trading linkage, serta centralized trading
with trade and settlement linkage, dan (iii) meningkatkan akses internasional
terhadap pasar modal ASEAN.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Untuk pilar yang pertama, ASEAN telah sepakat untuk menerapkan ASEAN Plus
Standard untuk beberapa komponen pasar modal. Standar ini merupakan kompromi
bersama mengingat sangat sulit untuk meleburkan standar yang dimiliki oleh
masing-masing Negara menjadi sebuah standar bersama atau ASEAN Standard.
Untuk itu, standar yang seragam dan fleksibel kemudian disepakati menjadi standar
bersama sedangkan yang masih dipertahankan oleh masing-masing negara disebut
Plus Standard.
Untuk pilar yang kedua, pada tahap 1 ASEAN sedang berupaya merintis pure
information linkage dengan menggunakan platform Bloomberg. Sedangkan untuk
tahap 2 yaitu electronic trading linkage, langkah-langkah yang telah disusun belum
diadopsi mengingat kesiapan dan ketersediaan infrastruktur di masing-masing
Negara Anggota belum mendukung. Namun terdapat hal yang menarik, khususnya
di Negara ASEAN-5, dimana electronic trading platform telah digunakan untuk
penjualan obligasi di pasar obligasi. Untuk itu, dalam upaya pengembangannya,
telah dilakukan assesment bagi kelayakan penggunaan e-platform linkages di antara
Negara-negara ASEAN.
Untuk pilar yang ketiga, ASEAN telah membuat indeks saham perusahaanperusahaan terkemuka di ASEAN (ASEAN FTSE 40) serta menciptakan exchange
traded fund (ETF) berbasis index ASEAN FTSE tersebut. Dengan langkah-langkah
tersebut, diharapkan pelaku pasar internasional akan meningkatkan aksesnya di
pasar ASEAN.
Pada sisi lain, dalam mengimplementasikan AEC, WC-CAL membagi cakupan
liberalisasi kedalam dua isu pokok yaitu (1) current account liberalisation dan (2)
capital accout liberalisation. Dalam current account, proses liberalisasi difokuskan
pada transaksi current account dengan mengadopsi IMF Article VIII yang
mewajibkan Negara-negara Anggota untuk menekan restriksi dalam melakukan
pembayaran dan transfer pada transaksi current account internasional. Sampai saat
Menuju ASEAN Economic Community 2015
ini, hanya Laos dan Myanmar yang belum mengadopsi IMF Article VIII secara penuh
karena peraturan nasionalnya. Dalam hal ini, Lao telah mengamandemen Undangundangnya agar relevan dengan IMF Article VIII. Sementara Myanmar masih
memerlukan studi lebih lanjut untuk menghapus penerapan multiple exchange rates
sebagai prasyarat untukmengadopsi IMF Article VIII.
Sedangkan untuk liberalisasi capital account, WC-CAL telah menyusun tiga tahapan
liberalisasi atas Foreign Direct Investment (FDI), portfolio investment, dan arus
modal yang lain seperti pinjaman dan utang jangka panjang. Tiga tahapan tersebut
meliputi (i) assesment dan identifikasi atas aturan liberalisasi, (ii) liberalisasi atas
aturan-aturan yang berhasil diidentifikasi, dan (iii) liberlisasi yang lebih dalam.
Penyusunan
tahapan-tahapan
tersebut
untuk
mengakomodasi
tingkat
perkembangan dan kemajuan negara-negara anggota atas pasar keuangannya.
Saat ini, masing-masing Negara ASEAN sedang memfinalisasi asessment dan
identifikasi aturan-aturan terkait dengan FDI dengan mempertimbangkan potensipotensi risiko yang akan timbul karena liberalisasi. Hasil preliminary assesment
menunjukkan bahwa sebagian besar Negara Anggota ASEAN sudah lebih liberal
dalam hal capital account untuk FDI bila dibandingkan dengan target waktu yang
telah ditetapkan dalam AEC Strategic Schedule.
Liberalisasi Arus modal di Indonesia
Berkenaan dengan proses liberalisasi arus modal di Indonesia, Bank Indonesia
pada periode kuartal 4 tahun 2008 sampai dengan February 2009 telah menerbitkan
beberapa kebijakan baru dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing 2 . Kebijakan-kebijakan dimaksud meliputi (i) Purchases of foreign
currency through banks, (ii) Foreign exchange transactions by banks, dan (iii) USD
repurchase agreement.
2
Sumber: Bank Indonesia
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Pada kebijakan pertama disebutkan bahwa investor diharuskan (required)
melaporkan underlying transaction untuk pembelian mata uang asing dengan
Rupiah senilai US$ 100,000. Tujuan penerapan kebijakan ini adalah untuk
memperkuat prosedur adminsitrasi atas mata uang asing dalam rangka mengurangi
dan mengantisipasi pembelian mata uang asing untuk tujuan spekulasi. Kebijakan
kedua ditujukan untuk memperkuat sistem kehati-hatian perbankan (prudential
banking system) dan pasar uang dalam rangka mendukung dan menjaga stabilitas
mata uang Rupiah sekaligus mengantisipasi pembelian mata uang asing untuk
tujuan spekulasi. Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengijinkan bank untuk
melakukan transaksi mata uang asing (forex) baik untuk account mereka sendiri
atau untuk account pelangganya dengan pembayaran penuh. Dalam hal ini, bank
dilarang untuk melakukan transaksi derivatif atas produk terstruktur terhadap Rupiah
dan kegiatan-kegiatan lain dengan tujuan derivatif kecuali untuk impor dan ekspor.
Kebijakan yang ketiga ditujukan untuk mendukung pasokan mata uang asing (US$)
dalam pasar keuangan domestik dalam rangka menjaga kestabilan Rupiah. Dalam
hal ini, (i) Bank Indonesia menyediakan mata uang US$ pada pasar domestik
melalui US$ repurchase agreement, (ii) perbankan domestik diizinkan untuk
meminjam US$ dari Bank Indonesia dengan menggunakan obligasi bermata uang
US$ yang diterbitkan oleh pemerintah Indoensia sebagai collateral, dan (iii) Bank
Indonesia yang menyusun terms and conditions atas`perjanjian tersebut.
F. Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil
Dalam rangka memfasilitasi arus bebas tenaga kerja terampil, hingga tahun 2009
ASEAN telah menyusun dan menyepakati beberapa MRA yang diharapkan dapat
memfasilitasi pergerakan arus tenaga kerja terampil secara bebas di wilayah
ASEAN. Penyusunan dan pembahasan MRAs tersebut dilakukan dalam pertemuan
Sectoral Working Groups dibawah koordinasi Coordinating Committee on Services
(CCS). Sebanyak 7 (tujuh) MRAs yang sudah disepakati/ditandatangani pada waktu
Menuju ASEAN Economic Community 2015
yang berbeda-beda, dan satu-satunya MRA yang sudah diimplementasikan adalah
MRA on Engineering Services. Berikut ini adalah ketujuh MRAs dimaksud:
1. ASEAN MRA on Engineering Services, tanggal 9 December 2005 di Kuala
Lumpur
2. ASEAN MRA on Nursing Services, tanggal 8 Des 2006 di Cebu, Filipina,
3. ASEAN MRA on Architectural Services, 19 November 2007 di Singapura,
4. ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying
Qualifications , tanggal 19 November 2007 di
Singapura, ASEAN MRA on
Medical Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand
5. ASEAN MRA on Dental Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am,
Thailand
6. ASEAN MRA Framework on Accountancy Services, tanggal 26 Februari 2009 di
Cha-am, Thailand,
7. ASEAN Sectoral MRA for Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of
Manufacturers of Medicinal Products, tanggal 10 April 2009 di Pattaya, Thailand.
G. Sektor Prioritas Integrasi
Sejak ditandatanganinya ASEAN Framework Agreement for the Integration of
Priority Sectors di Vientiane tanggal 29 November 2004, Negara-negara koordinator
PIS termasuk Indonesia cq. Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama
Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan terus menerus melaksanakan
langkah umum dan langkah spesifik yang terdapat pada roadmap masing-masing
sektor PIS dalam rangka implementasi menuju AEC 2015. Salah satu langkah
konkrit yang dimandatkan dalam framework agreement ini adalah menyelesaikan
ratifikasi
untuk
pemberlakuan
efektif
framework
agreement
tersebut
dan
menotifikasikannya kepada Sekretariat ASEAN secara tertulis. Indonesia telah
menyelesaikan ratifikasi framework tersebut dengan diterbitkannya Perpres No. 25
Tahun 2009 tanggal 11 Juni 2009.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Sebagai Negara Koordinator untuk sektor Automotive dan Wood-based, Indonesia
cq Departemen Perindustrian, berupaya melakukan kegiatan sesuai dengan
roadmap kedua sektor tersebut. Dari kedua sektor tersebut, hanya sektor
Automotive yang mengalami perkembangan yang cukup signifikan, sedangkan
sektor Wood-based masih banyak mengalami hambatan terutama kehadiran Negara
Anggota dalam setiap pertemuan negosiasi yang jumlahnya tidak mencukupi cukup
merepresentasikan kesepuluh Negara Anggota ASEAN (tidak cukup kuorum).
Kegiatan utama sektor Automotive yang diimplementasikan oleh Indonesia dan
seluruh Negara Anggota adalah kegiatan standar dan kesesuaian (standard and
conformance). Secara umum, kegiatan ini berjalan dengan baik dan konsisten,
seluruh Negara Anggota ASEAN melaksanakan kegiatan harmonisasi standar yang
merupakan bagian penting dalam pelaksanaan integrasi di bidang Automotive.
Hal lainnya yang cukup signifikan perannya dalam memfasilitasi perdagangan
Automotive diantara Negara Anggota adalah fasilitas ASEAN Industrial Cooperation
(AICO). Berdasarkan pengajuan penggunaan fasilitas AICO yang masuk ke
Sekretariat ASEAN dari para pelaku usaha masing-masing Negara Anggota
ASEAN, fasilitas AICO sangat bermanfaat. Beberapa perusahaan Indonesia yang
telah memanfaatkan fasilitas AICO adalah perusahaan Toyota dan Hino
bekerjasama dengan perusahaan automotive di negara ASEAN lainnya seperti
Thailand dan Malaysia. Dengan adanya fasilitas AICO, perusahaan tersebut
mendapatkan tarif bea masuk 0% untuk produk yang tercantum di dalam daftar
Sertifikat AICO. Berdasarkan jadwal penghapusan tarif produk kategori Inclusion List
(IL) ASEAN-6 pada tanggal 1 Januari 2010, fasilitas AICO bagi pelaku usaha di
Negara ASEAN-6 sudah tidak diperlukan lagi. Namun bagi CLMV, aplikasi AICO
masih diperlukan sehingga diperpanjang sampai 31 Desember 2012.
Dalam rangka mendorong sektor Pembina melaksanakan komitmen sesuai
roadmap PIS, Departemen Perdagangan selaku koordinator PIS di Indonesia
melakukan koordinasi dan monitoring secara berkala dengan focal point masingMenuju ASEAN Economic Community 2015
masing sektor Pembina seperti dengan Departemen Pertanian (Agriculture),
Departemen Perindustrian (Electronic, Rubber based, Textile and Apparels),
Departemen
Perhubungan
(Air
Travel),
Departemen
Kesehatan
&
BPOM
(Healthcare), Departemen Kelautan dan Perikanan (Fisheries), Departemen
Kominfo (e-ASEAN), Departemen Kebudayaan & Pariwisata (Tourism), dan Menko
Perekonomian (Logistik) dimana secara departemental, kegiatan logistik nasional
saat ini setidaknya berada di bawah koordinasi Departemen Perdagangan (aspek
pergudangan
dan
perdagangan),
Departemen
Perhubungan
(transportasi),
Departemen Keuangan (Kepabeanan, Asuransi dan Perbankan), Departemen
Komunikasi dan Informasi (telekomunikasi, perposan dan kurir), Kementerian
Negara BUMN (pengaturan BUMN bidang pengelola infrastruktur logistik dan
penyedia jasa logistik), bahkan termasuk BKPM (dalam hal pendirian perusahaan
dan penanaman modal).
Menuju ASEAN Economic Community 2015
BAB IV
PELUANG DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH INDONESIA
DALAM MENGHADAPI AEC 2015
A. Peluang
Manfaat Integrasi Ekonomi. Kesediaan Indonesia bersama-sama dengan 9
(sembilan) Negara ASEAN lainnya membentuk ASEAN Economic Community
(AEC) pada tahun 2015 tentu saja didasarkan pada keyakinan atas manfaatnya
yang secara konseptual akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan
kawasan ASEAN. Integrasi ekonomi dalam mewujudkan AEC 2015 melalui
pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar, dorongan peningkatan
efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga kerja di
kawasan ASEAN, akan meningkatkan kesejahteraan seluruh negara di kawasan.
Pasar Potensial Dunia. Pewujudan AEC di tahun 2015 akan menempatkan ASEAN
sebagai kawasan pasar terbesar ke-3 di dunia yang didukung oleh jumlah penduduk
ke-3 terbesar (8% dari total penduduk dunia) di dunia setelah China dan India. Pada
tahun 2008, jumlah penduduk ASEAN sudah mencapai 584 juta orang (ASEAN
Economic Community Chartbook, 2009), dengan tingkat pertumbuhan penduduk
yang terus meningkat dan usia mayoritas berada pada usia produktif. Pertumbuhan
ekonomi individu Negara ASEAN juga meningkat dengan stabilitas makroekonomi
ASEAN yang cukup terjaga dengan inflasi sektitar 3,5 persen 3 . Jumlah penduduk
Indonesia yang terbesar di kawasan (40% dari total penduduk ASEAN) tentu saja
merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia menjadi negara ekonomi yang
produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan.
Negara Pengekspor. Negara-negara di kawasan ASEAN juga dikenal sebagai
negara-negara pengekspor baik produk berbasis sumber daya alam (seperti agrobased products) maupun berbagai produk elektronik. Dengan meningkatnya harga
3
h.286
Menuju ASEAN Economic Community 2015
komoditas internasional, sebagian besar Negara ASEAN mencatat surplus pada
neraca
transaksi
berjalan.
Prospek
perekonomian
yang
cukup
baik
juga
menyebabkan ASEAN menjadi tempat tujuan investasi (penanaman modal).
Sepuluh (10) komoditi ekspor ASEAN ke dunia pada tahun 2008 (berdasarkan HS4 digit) yang dilaporkan dalam ASEAN Economic Community Chartbook (2009)
adalah (1) electronic integrated circuits & microassemblies (9%); (2) oil (not crude)
from petrol & bituminous minerals etc. (7%); (3) automatic data processing
machines, magnetic or optical readers, etc. (5%); (4) crude oil from petroleum and
bituminous minerals (4%); (5) petroleum gases & other gaseous hydrocarbons
propane, butane, ethylene (4%); (6) parts and accessories for office macjines &
typewriters (3%); (7) palm oil & its fractions, not chemically modified (3%); (8) natural
rubber in primary form or plates balata, gutta – percha, guayule, chicle (2%); (9)
semiconductor devices; light – emiting diodes; mountedpiezoelectric crystals; parts
thereof diodes, etc. (1%); dan (10) electric apparatus for line telephony or telegraphy
telephone sets, teleprinters, modems, facs machine (1%).
Pada umumnya, konsentrasi perdagangan ASEAN masih dengan dunia meskipun
cenderung menurun dan beralih ke intra-ASEAN.. Data perdagangan ASEAN
menunjukkan bahwa share perdagangan ke luar ASEAN semakin menurun, dari
80,8% pada tahun 1993 turun menjadi 73,2% pada tahun 2008, sedangkan share
perdagangan di intra-ASEAN meningkat dari 19,2% pada tahun 1993 menjadi
26,8% pada tahun 2008. Hal yang sama juga terjadi dengan Indonesia dalam 5
tahun terakhir, namun perubahannya tidak signifikan. Nilai ekspor Indonesia ke
intra-ASEAN hanya 18-19% sedangkan ke luar ASEAN berkisar 80-82% dari total
ekspornya, Hal ini berarti peluang untuk meningkatkan ekspor ke intra-ASEAN
masih harus ditingkatkan agar laju peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang
dengan laju peningkatan impor dari intra-ASEAN.
Indonesia sudah mencatat 10 (sepuluh) komoditi unggulan ekspornya baik ke dunia
maupun ke intra-ASEAN selama 5 tahun terkhir ini (2004 – 2008) dan 10 (sepuluh)
Menuju ASEAN Economic Community 2015
komoditi ekspor yang potensial untuk semakin ditingkatkan. Komoditi unggulan
ekspor ke dunia adalah minyak kelapa sawit, tekstil & produk tekstil, elektronik,
produk hasil hutan, karet & produk karet, otomotif, alas kaki, kakao, udang, dan kopi,
sedangkan komoditi ekspor ke intra-ASEAN adalah minyak petroleum mentah,
timah, minyak kelapa sawit, refined copper, batubara, karet, biji kakao, dan emas.
Disamping itu, Indonesia mempunyai komoditi lainnya yang punya peluang untuk
ditingkatkan nilai ekspornya ke dunia adalah peralatan kantor, rempah-rempah,
perhiasan, kerajinan, ikan & produk perikanan, minyak atsiri, makanan olahan,
tanaman obat, peralatan medis, serta kulit & produk kulit. Tentu saja, Indonesia
harus cermat mengidentifikasi tujuan pasar sesuai dengan segmen pasar dan
spesifikasi dan kualitas produk yang dihasilkan.
Negara Tujuan Investor. Uraian tersebut di atas merupakan fakta yang
menunjukkan bahwa ASEAN merupakan pasar dan memiliki basis produksi. Faktafakta tersebut merupakan faktor yang mendorong meningkatnya investasi di dalam
dalam negeri masing-masing anggota dan intra-ASEAN serta masuknya investasi
asing ke kawasan. Sebagai Negara dengan jumlah penduduk terbesar (40%)
diantara Negara Anggota ASEAN, Indonesia diharapkan akan mampu menarik
investor ke dalam negeri dan mendapat peluang ekonomi yang lebih besar dari
Negara Anggota ASEAN lainnya.
Dari segi peningkatan investasi, berbagai negara ASEAN mengalami penurunan
rasio investasi terhadap PDB sejak krisis, antara lain akibat berkembangnya
regional hub-production. Tapi bagi Indonesia, salah satu faktor penyebab penting
penurunan rasio investasi ini adalah belum membaiknya iklim investasi dan
keterbatasan infrastuktur. Dalam rangka AEC 2015, berbagai kerjasama regional
untuk meningkatkan infrastuktur (pipa gas, teknologi informasi) maupun dari sisi
pembiayaan menjadi agenda. Kesempatan tersebut membuka peluang bagi
perbaikan iklim investasi Indonesia melalui pemanfaatan program kerja sama
regional, terutama dalam melancarkan program perbaikan infrasruktur domestik.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Sedangkan, kepentingan untuk harmonisasi dengan regional menjadi prakondisi
untuk menyesuaikan peraturan invetasi sesuai standar kawasan.
4
Daya Saing. Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran
arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN
karena hambatan tarif dan non-tarif yang berarti sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar
yang sudah bebas di kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen
dan pelaku usaha lainnya untuk meproduksi dan mendistribusikan barang yang
berkualitas secara efisien sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari
negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang
beragam yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang
paling murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu Negara
besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan keunggulan
komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk
mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri.
Sektor Jasa yang terbuka. Di bidang jasa, ASEAN juga memiliki kondisi yang
memungkinkan agar pengembangan sektor jasa dapat dibuka seluas-luasnya.
Sektor-sektor jasa prioritas yang telah ditetapkan yaitu pariwisata, kesehatan,
penerbangan dan e-ASEAN dan kemudian akan disusul dengan logistik. Namun,
perkembangan jasa prioritas di ASEAN belum merata, hanya beberapa negara
ASEAN yang mempunyai perkembangan jasa yang sudah berkembang seperti
Singapura, Malaysia dan Thailand. Kemajuan ketiga negara tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai penggerak dan acuan untuk perkembangan liberalisasi jasa
di ASEAN. Lebih lanjut, untuk liberalisasi aliran modal dapat berpengaruh pada
peningkatan sumber dana sehingga memberikan manfaat yang positif baik pada
pengembangan system keuangan, alokasi sumber daya yang efisien, serta
peningkatan kinerja perekonomian secara keseluruhan.
4
5
Ibid
H.215
Menuju ASEAN Economic Community 2015
5
Dari sisi jumlah tenaga kerja, Indonesia yang mempunyai penduduk yang sangat
besar dapat menyediakan tenaga kerja yang cukup dan pasar yang besar, sehingga
menjadi pusat industri. Selain itu, Indonesia dapat menjadikan ASEAN sebagai
tujuan pekerjaan guna mengisi investasi yang akan dilakukan dalam rangka AEC
2015. Standardisasi yang dilakukan melalui Mutual Recognition Arrangements
(MRAs) dapat memfasilitasi pergerakan tenaga kerja tersebut.
Aliran Modal. Dari sisi penarikan aliran modal asing, ASEAN sebagai kawasan
dikenal sebagai tujuan penanaman modal global, termasuk CLMV khususnya
Vietnam. AEC membuka peluang bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan aliran
modal masuk ke kawasan yang kemudian ditempatkan di aset berdenominasi
rupiah. Aliran modal tersebut tidak saja berupa porsi dari portfolio regional tetapi
juga dalam bentuk aliran modal langsung (PMA). Sedangkan dari sisi peningkatan
kapasitas dan kualitas lembaga, peraturan terkait, maupun sumber daya manusia,
berbagai program kerja sama regional yang dilakukan tidak terlepas dari keharusan
melakukan harmonisasi, standarisasi, maupun mengikuti MRA yang telah disetujui
bersama.
Artinya akan terjadi proses perbaikan kapasitas di berbagai institusi,
sektor maupun peraturan terkait. Sebagai contoh adalah penerapan ASEAN Single
Window yang seharusnya dilakukan pada tahun 2008 (hingga saat ini masih dalam
proses) untuk ASEAN-6 mengharuskan penerapan sistem National Single Window
(NSW) di masing-masing negara.
B. Tantangan
Laju Peningkatan Ekpor dan Impor. Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia
memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang bersifat internal di dalam
negeri tetapi terlebih lagi persaingan dengan negara sesama ASEAN dan negara
lain di luar ASEAN seperti China dan India. Kinerja ekspor selama periode 2004 –
2008 yang berada di urutan ke-4 setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand, dan
importer tertinggi ke-3 setelah Singapura dan Malaysia, merupakan tantangan yang
Menuju ASEAN Economic Community 2015
sangat serius ke depan karena telah mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia
yang defisit terhadap beberapa Negara ASEAN tersebut.
Ancaman yang diperkirakan lebih serius lagi adalah perdagangan bebas ASEAN
dengan China. Hingga tahun 2007, nilai perdagangan Indonesia dengan China
masih mengalami surplus, akan tetapi pada tahun 2008, Indonesia mengalami
defisit sebesar + US$ 3600 juta. Apabila kondisi daya saing Indonesia tidak segera
diperbaiki, nilai defisit perdagangan dengan China akan semakin meningkat. Akhirakhir ini para pelaku usaha khususnya yang bergerak di sektor industri petrokimia
hulu, baja, tekstil dan produk tekstil, alas kaki serta elektronik, menyampaikan
kekhawatirannya dengan masuknya produk-produk sejenis dari China dengan harga
yang relative lebih murah dari produksi dalam negeri (Media Indonesia, 26
Nopember 2009).
Laju Inflasi. Tantangan lainnya adalah laju inflasi Indonesia yang masih tergolong
tinggi bila dibandingkan dengan Negara lain di kawasan ASEAN. Stabilitas makro
masih menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia dan tingkat kemakmuran
Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan negara lain. Populasi Indonesia
yang terbesar di ASEAN membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerataan
pendapatan, 3 (tiga) Negara ASEAN yang lebih baik dalam menarik PMA
mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari Indonesia.
Dampak Negatif Arus Modal yang Lebih Bebas. Arus modal yang lebih bebas
untuk mendukung transaksi keuangan yang lebih efisien, merupakan salah satu
sumber pembiayaan pembangunan, memfasilitasi perdagangan internasional,
mendukung
pengembangan
sektor
keuangan
dan
akhirnya
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun demikian, proses liberalisasi arus
modal dapat menimbulkan ketidakstabilan melalui dampak langsungnya pada
kemungkinan pembalikan arus modal yang tiba-tiba maupun dampak tidak
langsungnya pada peningkatan permintaaan domestik yang akhirnya berujung pada
Menuju ASEAN Economic Community 2015
tekanan inflasi.
6
Selain itu, aliran modal yang lebih bebas di kawasan dapat
mengakibatkan terjadinya konsetrasi aliran modal ke Negara tertentu yang dianggap
memberikan
potensi
keuntungan
lebih
menarik.
Hal
menimbulkan risiko tersendiri bagi stabilitas makroekonomi.
ini
kemudian
dapat
7
Kesamaan Produk. Hal lain yang perlu dicermati adalah kesamaan keunggulan
komparatif kawasan ASEAN, khususnya di sektor pertanian, perikanan, produk
karet, produk berbasis kayu, dan elektronik. Kesamaan jenis produk ekspor
unggulan ini merupakan salah satu penyebab pangsa perdagangan intra-ASEAN
yang hanya berkisar 20-25 persen dari total perdagangan ASEAN. Indonesia perlu
melakukan strategi peningkatan nilai tambah bagi produk eskpornya sehingga
mempunyai karakteristik tersendiri dengan produk dari Negara-negara ASEAN
lainnya. 8
Daya Saing Sektor Prioritas Integrasi. Tantangan lain yang juga dihadapi oleh
Indonesia adalah peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi.
Saat ini Indonesia memiliki keunggulan di sektor/komoditi seperti produk berbasis
kayu, pertanian, minyak sawit, perikanan, produk karet dan elektronik, sedangkan
untuk tekstil, elektronik, mineral (tembaga, batu bara, nikel), mesin-mesin, produk
kimia, karet dan kertas masih dengan tingkat keunggulan yang terbatas.
Daya Saing SDM. Kemapuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus
ditingkatkan baik secara formal maupun informal. Kemampuan tersebut diharapkan
harus minimal memenuhi ketentuan dalam MRA yang telah disetujui. Pada tahun
2008-2009, Mode 3 pendirian perusahaan (commercial presence) dan Mode 4
berupa mobilitas tenaga kerja (movement of natural persons) intra ASEAN akan
diberlakukan untuk sektor prioritas integrasi. Untuk itu, Indonesia harus dapat
meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik di dalam
negeri maupun intra-ASEAN, untuk mencegah banjirnya tenaga kerja terampil dari
6
H.216
H. 217
8
H.288
7
Menuju ASEAN Economic Community 2015
luar. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena memerlukan adanya cetak birum sistem
pendidikan secara menyeluruh, dan sertifikasi berbagai profesi terkait.
Tingkat Perkembangan Ekonomi. Tingkat perkembangan ekonomi Negara-negara
Anggota ASEAN hingga saat ini masih beragam. Secara sederhana, penyebutan
ASEAN-6
dan
ASEAN-4
dimaksudkan
selain
untuk
membedakan
tahun
bergabungnya dengan ASEAN, juga menunjukkan perbedaan tingkat ekonomi.
Apabila diteliti lebih spesifik lagi, tingkat kemajuan berikut ini juga terdapat diantara
Negara Anggota ASEAN: (i) kelompok negara maju (Singapura), (ii) kelompok
negara dinamis (Thailand dan Malaysia), (iii) kelompok negara pendapatan
menengah (Indonesia, Filipina, dan Brunei), dan (iv) kelompok negara belum maju
(CLMV). Tingkat kesenjangan yang tinggi tersebut merupakan salah satu masalah di
kawasan yang cukup mendesak untuk dipecahkan agar tidak menghambat
percepatan kawasan menuju AEC 2015.
9
Oleh karenanya, ASEAN dalam
menentukan jadwal komitmen liberalisasi mempertimbangkan perbedaan tingkat
ekonomi tersebut. Dalam rangka membangun ekonomi yang merata di kawasan
(region of equitable economic development), ASEAN harus bekerja keras di dalam
negeri masing-masing dan bekerja sama dengan sesama ASEAN. 10
Kepentingan Nasional. Disadari bahwa dalam rangka integrasi ekonomi,
kepentingan nasional merupakan yang utama yang harus diamankan oleh Negara
Anggota ASEAN. Kepentingan kawasan, apabila tidak sejalan dengan kepentingan
nasional, merupakan prioritas kedua. Hal ini berdampak pada sulitnya mencapai dan
melaksanakan komitmen liberalisasi AEC Blueprint. Dapat dikatakan, kelemahan
visi dan mandat secara politik serta masalah kepemimpinan di kawasan akan
menghambat integrasi kawasan. Selama ini ASEAN selalu menggunakan
pendekatan voluntary approach dalam berbagai inisiatif kerja sama yang terbentuk
di ASEAN sehingga group pressure diantara sesama Negara Anggota lemah. Tentu
9
Ibid.
H.60
10
Menuju ASEAN Economic Community 2015
saja hal ini berkonsekuensi pada pewujudan integrasi ekonomi kawasan akan
dicapai dalam waktu yang lebih lama.
11
Kedaulatan Negara. Integrasi ekonomi ASEAN membatasi kewenangan suatu
negara untuk menggunakan kebijakan fiskal, keuangan dan moneter untuk
mendorong kinerja ekonomi dalam negeri. Hilangnya kedaulatan negara merupakan
biaya atau pengorbanan terbesar yang ”diberikan’ oleh masing-masing Negara
Anggota ASEAN. Untuk mencapai AEC 2015 dengan sukses, diperlukan kesadaran
politik yang tinggi dari suatu negara untuk memutuskan ”melepaskan” sebagian
kedaulatan negaranya. Kerugian besar lainnya adalah seperti kemungkinan
hilangnya peluang kerja di suatu negara serta kemungkinan menjadi pasar bagi
Negara ASEAN lainnya yang lebih mampu bersaing.
Tantangan lainnya yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah bagaimana
mengoptimalkan peluang tersebut. Bila Indonesia tidak melakukan persiapan yang
berarti maka Indonesia akan menjadi Negara tujuan pemasaran bagi ASEAN
lainnya. Rendahnya peringkat Indonesia dalam pelaksanaan usaha di tahun 2010
(Doing Business 2010, International Finance Corporation, World Bank) yaitu 122
dari 185 Negara, sementara peringkat Negara ASEAN lainnya seperti Thailand (12),
Malysia
(23),
Vietnam
(93),
dan
Brunei
D
(96)
yang
berada
jauh di atas Indonesia, merupakan potensi kehilangan bagi Indonesia karena
investor akan lebih memilih negara-negara tersebut sebagai tujuan investasinya.
C. Strategi Umum Menuju AEC 2015
Indonesia harus segera menyusun langkah strategis yang dapat diimplementasikan
secara target specific agar peluang pasar yang terbuka dapat dimanfaatkan secara
optimal. Langkah strategis tersebut disusun secara terpadu diantara sektor mulai
dari hulu hingga ke hilir dibawah koordinasi suatu Badan Khusus atau Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
11
H.61
Menuju ASEAN Economic Community 2015
Langkah-langkah strategis setiap sektor kemudian dijabarkan kedalam tindakantindakan yang mengarah pada upaya perbaikan dan pengembangan infrastruktur
fisik dan non fisik di setiap sektor dan linie dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
mendorong kinerja ekspor harus dilakukan secara terkoordinasi dengan seluruh
sektor Pembina dan pelaku usaha. Koordinasi antar sektor dan instansi terkait,
terutama dalam menyusun kesamaan persepsi antara pemerintah dan pelaku
usaha, dan harmonisasi (reformasi) kebijakan di tingkat pusat dan daerah harus
terus dilakukan.
Secara garis besar, langkah strategis yang harus dilakukan antara lain adalah
melakukan:
1.
Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun
individual (reformasi regulasi);
2.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia
usaha ataupun professional;
3.
Penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya;
4.
Penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta;
5.
Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi
(juga merupakan tujuan utama pemerintah dalam program reformasi
komprehensif di berbagai bidang seperti perpajakan, kepabeanan, dan
birokrasi);
6.
Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi
unggulan;
7.
Peningkatan
partisipasi
institusi
pemerintah
maupun
swasta
untuk
mengimplementasikan AEC Blueprint;
8.
Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakekatnya AEC Blueprint
juga merupakan program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi
bagi reformasi di Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia; dan
9.
Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku
usaha dari berbagai skala;
Menuju ASEAN Economic Community 2015
10.
Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur
seperti transportasi, telekomunikasi, jaln tol, pelabuhan, revitalisasi dan
restrukturisasi industri, dan lain-lain.
Menuju ASEAN Economic Community 2015
BAB V
PENUTUP
AEC adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan untuk dicapai
pada tahun 2015. Dengan pencapaian tersebut maka ASEAN akan menjadi pasar
tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga
terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas. Adanya aliran komoditi
dan faktor produksi tersebut diharapkan membawa ASEAN menjadi kawasan yang
makmur dan kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang merata, serta
menurunnya tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial-ekonomi di kawasan ASEAN.
Namun untuk mencapai AEC 2015 diperlukan kerja keras baik di internal masingmasing Negara Anggota maupun di tingkat kawasan dalam melaksanakan
komitmen bersama. Keterlibatan semua pihak di seluruh Negara Anggota ASEAN
mutlak diperlukan agar upaya mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang
kompetitif bagi kegiatan investasi dan perdagangann bebas dapat memberikan
manfaat bagi seluruh Negara ASEAN.
Bagi Indonesia, peluang integrasi ekonomi regional tersebut harus dapat
dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Jumlah populasi, luas dan letak
geografi, dan nilai PDB terbesar di ASEAN harus menjadi aset agar Indonesia bisa
menjadi pemain besar dalam AEC.
Pelaksanaan AEC Blueprint adalah kerja besar bagi ASEAN termasuk Indonesia
tentunya. Tugas berat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai
kementerian yang bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan dan memantau
pelaksanaan AEC Blueprint di Indonesia. Kementerian ini harus mengkoordinasikan
sedemikian banyak kepentingan sektor yang dicakup dalam AEC Blueprint misalnya
sektor perdagangan (barang dan jasa), investasi, tenaga kerja dan sebagainya.
Disamping itu, elemen-elemen lain AEC Blueprint seperti kebijakan persaingan, hak
kekayaan
intelektual,
perpajakan,
usaha
Menuju ASEAN Economic Community 2015
kecil
menengah,
pembangunan
infrastruktur, permodalan, e-commerce dan lain-lain juga turut dalam koordinasi dan
pemantauan kementerian tersebut. Dalam rangka tersebut, pemerintah telah
menerbitkan kebijakan Inpres No. 5 Tahun 2008 tentang fokus program ekonomi
tahun 2008 – 2009, dimana salah satu instruksi di dalamnya adalah Pelaksanaan
Komitmen Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community-AEC).
Inpres ini seyogyanya akan diperbaharui mengikuti jangka waktu pelaksanaan yang
ditetapkan dalam AEC Blueprint.
Dengan terbentuknya AEC pada tahun 2015 tentunya diharapkan terdapat
peningkatan kesejahteraan kawasan yang lebih baik terutama pada tiga pilar yakni
(i) keamanan, (ii) sosial budaya, dan (iii) ekonomi.
Menuju ASEAN Economic Community 2015