Read your PDF for free
Sign up to get access to over 50 million papers
By continuing, you agree to our Terms of Use
Continue with Email
Sign up or log in to continue reading.
Welcome to Academia
Sign up to continue reading.
Hi,
Log in to continue reading.
Reset password
Password reset
Check your email for your reset link.
Your link was sent to
Please hold while we log you in
Academia.eduAcademia.edu

Tugas Jurnal Wini 216

2021

Salah satu perwujudan pelaksanaan demokrasi adalah adanya pemilukada (pemilihan umum kepala daerah). Dengan adanya pemilukada membuktikan bahwa kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat. Rakyat menentukan sendiri masa depannya dengan secara individu memilih pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dari kata kata tersebut terlihat jelas tentang adanya pelibatan rakyat secara langsung dalam proses pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. jenis penelitian ini adalah penelitian hokum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang undangan dan pendekatan konseptual. Ketentuan pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan mahkamah konstitusi untuk memutus perselisihan hasil pemilu. Lebih lanjut, ketentuan UU no.24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi mengamanatkan bahwa perselisihan tengtang hasil perolehan suara pemilu diselesaikan melalui mahkamah konstitusi. Tata cara pelaksanaan penyelesaian perselisihan perolehan hasil suara dalam pemilukada telah diatur dalam peraturan mahkamah konstitusi no.15 tahun 2008 tentang pedoman beracara dalam perselisihan pemilukada. Ketentuan pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang dikuatkan dengan pasal 10 ayat (1) UU no.24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi yang menyatakan bahwa mahkamah konstitusi memiliki 4 kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk (1) menguji undang undang terhadap UUD 1945 (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangan nya diberikan oleh UUD 1945 (3) memutus pembubaran partai politik (4) memutus perselisihan tentang pemilihan umum.

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH WINI PUTRI ISLAMI 10200120216 ABSTRAK Salah satu perwujudan pelaksanaan demokrasi adalah adanya pemilukada (pemilihan umum kepala daerah). Dengan adanya pemilukada membuktikan bahwa kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat. Rakyat menentukan sendiri masa depannya dengan secara individu memilih pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dari kata kata tersebut terlihat jelas tentang adanya pelibatan rakyat secara langsung dalam proses pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah . jenis penelitian ini adalah penelitian hokum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang undangan dan pendekatan konseptual. Ketentuan pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan mahkamah konstitusi untuk memutus perselisihan hasil pemilu. Lebih lanjut, ketentuan UU no.24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi mengamanatkan bahwa perselisihan tengtang hasil perolehan suara pemilu diselesaikan melalui mahkamah konstitusi. Tata cara pelaksanaan penyelesaian perselisihan perolehan hasil suara dalam pemilukada telah diatur dalam peraturan mahkamah konstitusi no.15 tahun 2008 tentang pedoman beracara dalam perselisihan pemilukada. Ketentuan pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang dikuatkan dengan pasal 10 ayat (1) UU no.24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi yang menyatakan bahwa mahkamah konstitusi memiliki 4 kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk (1) menguji undang undang terhadap UUD 1945 (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangan nya diberikan oleh UUD 1945 (3) memutus pembubaran partai politik (4) memutus perselisihan tentang pemilihan umum. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemilihan umum sebagai implementasi demokrasi telah digunakan hampir sebagian besar negara didunia ,termasuk Indonesia yang merupakan negara Heterogen. Indonesia telah melakukan pemilihan umum sebanyak 11 kali, pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan yaitu DPR,DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten atau kota. Secara spesifik dunia internasional memuji pemilu pada tahun 1999 sebagai pemilu pertama di era reformasi yang telah berlangsung secara aman ,tertib, jujur, dan adil dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi 92,7% sehingga Indonesia di nilai telah melakukan lompatan demokrasi . B. RUMUSAN MASALAH • • • • • Mekanisme penyelesaian sengketa pemilu Hukum acara dalam perselisihan hasil pemilukada di mahkamah konstitusi Kewenangan mahkamah konstitusi dalam memutus sengketa pemilukada Kewenangan mahkamah konstitusi menurut UUD 1945 Peratutan mahkamah konstitusi yang berkaitan dengan pemilu kepala daerah METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian Hukum Normatif dengan menggunakan pendekatan Perundangundangan dan pendekatan konseptual. Penelitian Hukum Normatif yang disebut juga dengan penelitian hukum doctrinal (Amiruddin dan Zainal asikin, 2003 : 118). “Pada penelitian hukum jenis ini acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas”. Pendekatan yang digunakan adalah : 1.) Pendekatan Peraturan PerUndang undangan yakni dengan mengkaji dan menganalisis peraturan perUndang-undangan yang yang berkaitan dengan Pemerintahan Desa yang menjadi obyek penelitian. 2.) Pendekatan Konseptual yakni dengan mengkaji konsep hukum, pandangan para ahli hukum yang berkaitan dengan Kewenangan Mahkamah konstitusi dalam menyelesaikan sengketa pemilukada. 3.) Pendekatan Perbandingan yakni dengan melakukan perbandingan hukum yang terkait tentang Kewenangan Mahkamah Konstitusi dengan maksud untuk menjelaskan perkembangan bidang hukum yang diteliti. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan keseluruhan bahan hukum atau peraturan perUndang-undangan yang relevan dengan masalah yang akan diteliti melalui studi dokumen dengan tahapan inventarisasi, sistematisasi, sinkronisasi dan harmonisasi, setelah itu dilanjutkan dengan tahap berikutnya yakni mencatat dan merekam dalam bentuk catatan berupa kartu, catalog dan sistem brosing internet. Setelah bahan hukum terkumpul langkah selanjutnya adalah melakukan analisis dengan tujuan untuk dapat merumuskan dan menjelaskan serta menemukan jawabannya. Selanjutnya bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistimatis sehingga bermakna yuridis dan dapat dipertanggung jawabkan atas obyek yang dijadikan penelitian. PEMBAHASAN 1.) Mekanisme penyelesaian sengketa pemilu Ketentuan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan hasil pemilu. Lebih lanjut, ketentuan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengamanatkan bahwa perselisihan tentang hasil perolehan suara pemilu diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi. Tata cara pelaksanaan penyelesaian perselisihan perolehan hasil suara dalam pemilukada telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam perselisihan Pemilukada (Jurnal Konstitusi volume 6 nomor 3: hal 120. Dalam pengajuan perselisihan hasil perolehan suara pemilukada yang tercantum dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Konstitusi No.15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam perselisihan Pemilukada yaitu: PASAL 5 : 1. Permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara Pemilukada diajukan ke Mahkamah paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Termohon menetapkan hasil penghitungan suara Pemilukada didaerah yang bersangkutan. 2. Permohonan yang diajukan setelah melewati tenggat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi PASAL 6 : 1. Permohonan diajukan kepada Mahkamah Konstitusi secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya. Permohonan tersebut diserahkan dalam 12 rangkap setelah ditandatangani oleh pemohon atau kuasa hukumnya yang mendapat surat kuasa khusus dari pemohon. 2. Atas permohonan tersebut, permohonan asli harus sudah diterima Mahkamah Konstitusi dalam 3 hari sejak habisnya batas waktu pengajuan permohonan. Permohonan tersebut harus memuat beberapa hal, antara lain: • Identitas lengkap Pemohon yang dilampiri fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan bukti sebagai peserta Pemilukada • Permohonan tersebut menguraikan tentang; Kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon, Permintaan/ petitum untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon, Permintaan/ petitum untuk menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon • Permohonan yang diajukan disertai alat bukti. 2.) Hukum acara dalam perselisihan hasil pemilukada di mahkamah konstitusi Pengaturan mengenai hukum acara dalam memutus perselisihan hasil Pemilukada diatur dalam PMK No.15 Tahun 2008. peraturan ini dibuat mengingat bahwa hukum acara perselisihan hasil pemilihan umum yang berlaku belum mengatur mengenai perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah. Berdasarkan hal tersebut Mahkamah Konstitusi berwenang mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Keberadaan Peraturan Mahkamah konstitusi Ini menjadi penting, mengingat Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi (the guardian of constitution) di Negara Republik Indonesia ini merupakan lembaga Negara relatif baru maka pehamanan dan kejelasan aturan main terutama yang menyangkut hukum formilnya seperti persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan sejak awal perlu dipersiapkan dengan baik oleh Pemohon. Diterbitkannya PMK No 15 Tahun 2008 dilakukan dalam rangka mengupayakan agar permohonan yang diajukan nantinya tidak kandas ditengah jalan sehingga mengakibatkan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya harus menetapkan permohonan tersebut dinyatakan tidak diterima (niet ovanlijke verklard). Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon sesuai dengan ketentuan PMK No 15 Tahun 2008 adalah : • Para pihak Para pihak adalah orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam perselisihan hasil Pemilukada yang dibedakan atas: 1. Pasangan calon sebagai pemohon 2. KPU/KIP kabuoaten/kota sebagai termohon • Objek perselisihan Objek perselisihan Pemilukada adalah hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon yang mempengaruhi: 1. Penentuan Pasangan Calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pemilukada 2. Terpilihnya pasangan calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah Permohonan yang masuk diperiksa persyaratan dan kelengkapannya oleh Panitera Mahkamah Konstitusi. Permohonan yang sudah memenuhi persyaratan dan lengkap dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Sedangkan permohonan yang belum memenuhi syarat dan belum lengkap, Pemohon dapat melakukan perbaikan sepanjang masih dalam tenggat waktu mengajukan permohonan. Kemudian Mahakamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama dan pemberitahuan kepada pihak-pihak dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak registrasi. Putusan mengenai perselisihan hasil Pemilukada di ucapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim di ucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum yang dihadiri oleh sekurang- kurangnya 7 (tujuh) orang hakim konstitusi, Sedangkan didalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menyatakan ; 1. Permohonan tidak dapat diterima apabila Pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi syarat 2. Permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya Mahkamah menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang telah ditetapkan. 3. Permohonan ditolak apabila permohonan tidak beralasan. Hal yang berbeda terjadi dalam putusan Mahkamah Konstitusi in casu. Mahkamah Konstitusi menetapkan putusan untuk membatalkan untuk mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian, menyatakan batal demi hokum (void ab initio) Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan untuk periode 20082013 dan memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bengkulu Selatan untuk menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang yang diikuti oleh seluruh pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kecuali Pasangan Calon Nomor Urut 7 (H. Dirwan Mahmud dan H. Hartawan.) selambat-lambatnya satu tahun sejak putusan ini di ucapkan serta Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya. Amar putusan ini jelas secara legal formal bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini telah melewati batas kewenangannya dengan mengenyampingkan dan mengabaikan hukum formal sengketa pemilukada serta berakibat terhadap ”kepastian hukum” dalam sengketa Pemilukada. Padahal demi tercapainya keadilan kepastian hukum perlu diutamakan. Sedangkan yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Konstitusi in casu, demi keadilan, majelis hakim telah menetapkan putusan yang mengenyampingkan kepastian hukum itu sendiri . 3.) Kewenangan mahkamah konstitusi dalam memutus sengketa pemilukada Perselisihan hasil pemilihan umum adalah perselisihan antara peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan umum. Berdasarkan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 menyatakan pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Menurut ketentuan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah perselisihan hasil pemilihan kepala daerah adalah sengketa keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yaitu antara peserta pemilihan kepala daerah dengan penyelenggara pemilihan kepala daerah (KPU/KIP). Yang pelaksanaannya berdasarkan ketentuan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah: 1. Keberatan terhadap penetapan hasil, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. 2. Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. 3. Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah 4. 5. 6. 7. provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota. Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat(4) bersifat final dan mengikat. Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota. Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat final Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, perselisihan hasil pemilihan kepala daerah berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Berkaitan dengan pengajuan keberatan sebagaimana yang dimaksud angka (1) , pasal tersebut merupakan kewenangan mahkamah agung 4.) Kewenangan mahkamah konstitusi menurut UUD 1945 Tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi diatur dalam UUD 1945, Pasaln24 C ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi: 1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan PerwakilanRakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UndangUndang Dasar. 5.) Peraturan mahkamah konstitusi yang berkaitan dengan pemilu kepala daerah Pada dasarnya, tidak banyak Peraturan Mahkamah Konstitusi yang mengatur Pemilu Kepala daerah hanya saja Mahkamah Konstitusi menggolong- golongkan secara spesifik untuk setiap pelaksanaan Pemilu baik Pemilu Presiden, Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD maupun Pemilu Kepala Daerah. Untuk Pemilu Kepala Daerah hanya diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya yang mengacu pada rumusan masalah, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut: Bahwa Adapun Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepada Daerah dan Wakil Kepala Daerah memiliki kewenangan yang didasarkan pada : • Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang dikuatkan dengan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki 4 kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :”(1) Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945;(2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; (3) Memutus pembubaran partai politik; dan (4) Memutus perselisihan tentang pemilihan umum”; • Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa, “penanganan sengketa hasil penghitungan suara oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lambat 18 bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini diundangkan”. • Pasal 10 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 menyatakan “Mahkamah Konstitusi bewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, memutus perselisihan tentang Hasil Pemilihan Umum”. • Putusan Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PHPU.DVII/ 2008 dan 57/PHPU.D- VII/2008 yang dapat disarikan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi sekaligus pengawal demokrasi maka Mahkamah tidak saja berwenang memeriksa, mengadili dan memutus sengketa Pemilukada dalam arti teknism matematis tetapi juga berwenang menilai dan memberikan keadilan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan terjadinya hasil penghitungan suara yang kemudian dipersengketakan. • Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka secara tegas sengketa yang diajukan Pemohon adalah merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili, memeriksa, mempertimbangkan, dan memutus perkara terkait perselisihan hasil Pemilukada. DAFTAR PUSTAKA www.mahkamahkonstitusi.go.id/Sinop sis/sinopsis_57phpud2008.pdf http://patrius.blogspot.com/2009/10/kaj ian-putusan-mahkamah-konstitusi.html http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/ 09/mahkamah-konstitusi-ri.html