Academia.eduAcademia.edu

Fikih Media Sosial DI Indonesia

2020, ASY SYAR'IYYAH: JURNAL ILMU SYARI'AH DAN PERBANKAN ISLAM

This study aims to reveal the philosophical values of Islamic law in the three ethical codes of NetizMu Muhammadiyah. This research is a literature review. The type of Islamic legal research in this study is a philosophical normative Islamic law research with an Islamic legal philosophy approach. The primary data source of this research, namely the NetizMU Muhammadiyah code of ethics), and secondary data using various relevant scientific researches. The theory used is a systems philosophy approach in Islamic law initiated by Jasser Auda.. This study concludes that there are values ​​of Islamic law philosophy in the three NetizMU codes of ethics. First, the value of religious protection (hifz al-din) in the context of making the prophetic social values ​​of religion the main basis for the code of ethics for the use of social media. Second, the value of public benefit (al-maslahat al-ammah) in the code of ethics for the use of social media as a medium for humanization (amar makruf) an...

Asy Syar’iyyah: Jurnal Ilmu Syari’ah dan Perbankan Islam – ISSN 2089-7227 (p) 2598-8522 (e) Vol. 6, No. 2, Desember 2020, pp. 202 - 225 FIKIH MEDIA SOSIAL DI INDONESIA (STUDI ANALISIS FALSAFAH HUKUM ISLAM DALAM KODE ETIK NETIZMU MUHAMMADIYAH) Nurul Istiani Institut Agama Islam Negeri Pekalongan [email protected] Athoillah Islamy Institut Agama Islam Negeri Pekalongan [email protected] Absctract : This study aims to reveal the philosophical values of Islamic law in the three ethical codes of NetizMu Muhammadiyah. This research is a literature review. The type of Islamic legal research in this study is a philosophical normative Islamic law research with an Islamic legal philosophy approach. The primary data source of this research, namely the NetizMU Muhammadiyah code of ethics), and secondary data using various relevant scientific researches. The theory used is a systems philosophy approach in Islamic law initiated by Jasser Auda.. This study concludes that there are values of Islamic law philosophy in the three NetizMU codes of ethics. First, the value of religious protection (hifz al-din) in the context of making the prophetic social values of religion the main basis for the code of ethics for the use of social media. Second, the value of public benefit (al-maslahat al-ammah) in the code of ethics for the use of social media as a medium for humanization (amar makruf) and liberation (nahi munkar). Third, the value of intellectual protection (hifz al-'aql) in the context of a code of ethics limiting freedom of expression, both in the form of information and communication on social media. Keywords : Philosophy, Islamic law, code of ethics, NetizMu. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap nilai-nilai falsafah hukum Islam dalam tiga kode etik NetizMu Muhammadiyah. Penelitian ini merupakan kajian pustaka. Jenis penelitian hukum Islam dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum Islam normatif filosofis dengan pendekatan filsafat hukum Islam. Sumber data primer penelitian ini, yakni kode etik NetizMU Muhammadiyah), dan data sekunder menggunakan berbagai penelitian ilmiah yang relevan. Teori Nurul Istiani, Athoillah Islamy yang digunakan adalah pendekatan filsafat sistem dalam hukum Islam yang digagas Jasser Auda. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat nilai falsafah hukum Islam dalam tiga kode etik NetizMU. Pertama, nilai proteksi agama (hifz al-din) dalam konteks menjadikan nilai-nilai sosial profetik agama sebagai basis utama kode etik penggunaan media sosial. Kedua, nilai kemaslahatan publik (almaslahat al-ammah) dalam kode etik penggunaan media sosial sebagai media humanisasi (amar makruf) dan liberasi (nahi munkar). Ketiga, nilai proteksi akal (hifz al-‘aql) dalam konteks kode etik pembatasan kebebasan berpendapat, baik dalam bentuk informasi maupun komunikasi di media sosial. Kata kunci : Falsafah, hukum Islam, kode etik, NetizMU. A. PENDAHULUAN Keberadaan media sosial (medsos)1 di era digital semakin mempermudah masyarakat dalam interaksi sosial.2 Peran media sosial juga memberikan dampak yang besar dalam segala lini kehidupan, baik dalam bidang ekonomi,3 budaya,4 politik5 dan agama.6 Karena pengaruhnya yang besar dalam perkembangan segala aspek 1 Media sosial merupakan media interaksi sosial berbasis internet (online) yang memberikan fasilitas bagi penggunanya untuk dapat berbagi, berpartisipasi, dan menciptakan berbagai konten berupa blog, wiki, forum, jejaring sosial. GA Guritno dkk, Panduan Optimalisasi Media Sosial Untuk Kementrian Perdagangan RI (Jakarta : Pusat Humas Kementrian Perdagangan RI, 2014), 25. 2 Di era digital dengan ditandai perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat signifikan memiliki peran yang besar dalam proses dalam mengubah pola komunikasi masyarakat modern yang sudah tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. AG. Eka Wenats Wuryanta, “Digitalisasi Masyarakat: Menilik Kekuatan dan Kelemahan Dinamika Era Informasi Digital dan Masyarakat Informasi,” Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.1, No.2 (2004) :132. 3 Dicky Hendarsyah, “E-Commerce di Era Industri 4.0 dan Society 5.0,” Iqtishaduna, Vol.8, No.2 (2019) : 182. 4 Tuti Budirahayu, Marhaeni M. Wijayanti, & Katon Baskoro, “Understanding the multiculturalism values through social media among Indonesian youths,” Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Vol. 31, Issue 4, 2018 :427. Arif Ridho Lubisa, Ferry Fachrizal, Muharman Lubis, “The Effect of Social Media to Cultural Homecoming Tradition of Computer Students in Medan,” Procedia Computer Science, 124 (2017): 427. 5 Muninggar Sri Saraswati, “Social Media and the Political Campaign Industry in Indonesia,”Communication Journal of Indonesian Association of Communications Scholars, Vol.3, No.1 (2018) :51. 6 Moh. Yasir Alimi, “Theorizing Internet, Religion and Post truth :An Article Review,” Komunitas: International Journal of Indonesian Society and Culture, Vol. 11, No.2 (2019):207. 203 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia kehidupan modern, tidak mengeherankan jika penggunaan medsos menjadi tren globalisasi dalam bidang media informasi dan komunikasi di pelbagai negara,7 tidak terkeculai di Indonesia.8 Di balik perannya yang besar bagi kemaslahatan kehidupan masyarakat modern,9 problem penggunaan medsos juga banyak ditemukan. Hal demikian terjadi ketika peleburan ruang kebesan privat personal (individu) di medsos sebagai ruang publik tidak diimbangi dengan etika penggunaanya,10 seperti penyampaian pesan, dan silang pendapat tanpa disertai penghormatan, toleransi dan empati antara pengguna. Tidak sedikit ditemukan juga pengguna medsos yang mudah menyampaikan opini maupun prasangka negatif. Bahkan menghakimi suatu kasus atau orang lain, tanpa dasar yang valid di medsos yang notabenenya sebagai ruang publik. 11 Tidak berhenti di sini, penyebaran berita bohong (hoax) di medsos juga semakin marak yang pada akhirnya menimbulkan keresahan dan skeptis di masyarakat atas informasi yang beredar.12 Selain berita hoax, pelbagai bentuk ujaran kebencian, seperti penghinaan, menghasut, provokasi politik, pencemaran nama baik, Ralph Schroeder, “The Globalization of On-Screen Sociability: Social Media and Tethered Togetherness,” International Journal of Communication 10 (2016) : 5626. 8 Daniel Susilo, Teguh Dwi Putranto, “Indonesian Youth on Social Media: Study on Content Analysis,”Advances in Social Science, Education and Humanities Research, International Seminar on Social Science and Humanities Research, vol. 113 (2017) :94. 9 Di antara dampak postif atas keberadaan media sosial yang banyak dinikmati bagi masyarakat modern, yakni dapat menjadi alat yang sangat membantu para profesional untuk bekerja, terutama dalam hal memasarkan produk atau jasa usaha dan sekaligus menjadi media informasi pluang bisnis. Hal demikian tidak lain disebabkan medsos telah menjadi situs jejaring sosial modern yang sangat efektif dan efisien dalam membangun relasi jaringan. W. Akram, R. Kumar, “A Study on Positive and Negative Effects of Social Media on Society,” International Journal of Computer Sciences and Engineering, Vol.5, Issue.10 (2017):347. 10 Fahmi Anwar, “Perubahan dan Permasalahan Media Sosial,” Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni,Vol. 1, No. 1 (2017):137. 11 Uud Wahyudin, Kismiyati El Karimah, “Etika Komunikasi Di Media Sosial,” (Prosiding Seminar Nasional Komunikasi 2016), 216. 12 Christiany Juditha, “Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya,” Jurnal Pekommas, Vol. 3 No. 1, April 2018: 31-44 7 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 204 Nurul Istiani, Athoillah Islamy penistaan agama, dan menyebarkan berita bohong (hoax) juga banyak terjadi di medsos.13 Minimnya kesadaran mesyarakat dalam etika penggunaan medsos, tidak mengherankan jika pada tahun 2020 terjadi peningkatan kasus pidana terkait aktifitas penggunaan medsos di Indonesia, yakni tercatat sekitar 59 kasus dari jumlah sebelumnya 24 kasus yang terjadi pada tahun 2019.14 Di tengah maraknya pelanggaran etika dalam penggunaan medsos di Indonesia, sebenarnya salah satu Organisasi Masyarakat (ORMAS) Islam di Indonesia, yakni Muhammadiyah15 pada tahun 2017 telah mengeluarkan kode etik NetizMu (sebutan untuk netizen di kalangan Muhammadiyah) sebagai pedoman penggunaan medsos agar dapat menjunjung tinggi tanggung jawab sosial dan moral serta saling menghormati hak dan kewajiban antar Netizen, khusunya bagi umat Islam di Indonesia.16 Namun demikian, kendatipun keberadaan kode etik NetizMU, kasus pelanggaran kode etik dalam penggunaan medsos masih saja banyak ditemukan. Padahal sebagai kode etik yang dikeluarkan oleh ORMAS Islam, keberadaan kode etik NetizMU tersebut bukanlah kode etik yang asal dibuat, pastinya memiliki landasan filosofis ajaran Islam yang termuat pada pelbagai kode etik di dalamnya demi terwujudnya Dian Junita Ningrum, Suryadi, dan Dian Eka Chandra Wardhana, “Kajian Ujaran Kebencian Di Media Sosial,” Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. II, No. III (2018) :241. 14 https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20201020160620-185-560594/safenetkebebasan-berpendapat-di-medsos-memburuk 15 Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta. Keberadaan Mhammadiyah mengambil peran pembaharuan (tajdid) dan pemurnian ajaran Islam. Secara historis, peran tersebut diambil sebagai respon atas kondisi sosial masyarakat Indonesia saat itu dilanda perilaku TBC (tahayul, bid’ah, dan churafat). Dalam konteks tersebut, Muhammadiyah menawarkan konsep purifikasi ajaran Islam dengan satu slogannya yang sangat membumi, yakni “kembali ke alQur’an dan al-Sunnah”. Jika dirinci, gerakan purifikasi Muhammadiyah tersebut meliputi dimensi teologis, hukum, dan moral. Muh. Syamsuddin, “Gerakan Muhammadiyah dalam Membumikan Wacana Multikulturalisme,” Jurnal Pemberdayaan Masyarakat: Media Pemikiran dan Dakwah Pembangunan, Vol.1, No.2 (2017) : 342. 16 https://www.suaramuhammadiyah.id/2017/08/21/kode-etik-netizmu/ 13 205 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia kemaslahatan umat dalam hal penggunaan medsos. Oleh sebab itu, penelitian ini bermaksud untuk mengungkap berbagai nilai falsafah hukum Islam yang termuat dalam pelbagai kode etik NetizMU. B. LITERATURE REVIEW Berdasarkan penelusuran penulis tidak ditemukan penelitian terdahulu yang fokus pada analisa filsafat hukum Islam terhadap kode etik NetizMU Muhammadiyah. Namun demikian, terdapat beberapa penlitian terdahulu yang dapat dikatakan masih relevan dengan objek inti pembahasan ini, antara lain sebagai berikut. Dikdik Baehaqi Arif, Yusuf Sapto Nugroho, Millatina, Linda Nurmalasari (2017) Muhammadiyah, menyatakan melalui Majelis bahwa Pustaka Pimpinan dan Informasi Pusat telah menerbitkan buku Fikih Informasi sebagai pedoman masyarakat agar dapat menggunakan media sosial dengan bijak. Perumusan buku Fikih Informasi tersebut merupakan jawaban terhadap pentingnya kode etik di era informasi digital.17 Sebagaiamana Dikdik Baehaqi Arif, Yusuf Sapto Nugroho, Millatina, Linda Nurmalasari, Hendra A. Setyawan (2017) juga menyatakan bahwa dalam perspektif Muhammadiyah, keberadaan media informasi maupun komunikasi digital, seperti halnya medsos merupakan hal yang tidak untuk dihindari, melainkan harus disikapi dengan tetap adanya ramburambu etika dalam penggunaannya, khususnya bagi umat Islam. Hal demikian tidak lain, agar medsos tidak sekedar menjadi media penebar kebencian dan fitnah. Tidak hanya itu, agar keberadaan informasi di 17 Dikdik Baehaqi Arif , Yusuf Sapto Nugroho, Millatina, Linda Nurmalasari, “Akhlakul Medsosiyah: Membangun Warga Negara Cerdas Bermedia Sosial,” Posiding Seminar Nasional Pendidikan Kewarganegaraan 2019 dengan tema "Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Perguruan Tinggi, Persekolahan, dan Kemasyarakatan Di Era Disrupsi. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 206 Nurul Istiani, Athoillah Islamy medsos tidak menyesatkan masyarakat..18 Berbeda dengan para peneliti di atas, Niki Alma Febriana Fauzi (2019) dalam penelitiannya justru memberikan catatan kritik terhada fikih informasi Muhammadiyah. Menurut Niki, keberadaan fikih informasi sebagai produk ijtihad kolektif Majelis Tarjih Muhammadiyah memiliki keterbatasan, baik dalam kerangka kerjanya maupun dalam kontennya. Oleh sebab itu, harus senantiasa diperbarui mengikuti perkembangan penggunaan medsos di tengah kehidupan masyarakat digiital. 19 Berpijak pada berbagai penelitian terdahulu sebagaimana di atas, dapat dikatakan masih secara global dalam mengkaji fikih informasi Muhammadiyah terkait peraturan dalam penggunaan media informasi dan komunikasi digital, belum ditemukan penelitian yang fokus mengkaji pelbagai nilai falsafah hukum Islam yang termaktub dalam kode etik NetizMu. Hal inilah yang kemudian menjadikan penelitian ini dapat mengisi ruang kosong (lacuna) dari pelbagai peneltian yang sudah ada. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berupa kajian pustaka (library research).20 Sementara itu, jenis penelitian hukum Islam dalam penelitian ini masuk kategori penelitian hukum Islam normatif Hendra A. Setyawan, “Fikih Informasi Di Era Media Sosial Dalam Membangun Komunikasi Beretika (Studi Kajian Fikih Informasi Sudut Pandang Ormas Muhammadiyah) Disampaikan Pada Seminar Nasional Tentang Membangun Etika Sosial Politik Menuju Masyarakat Yang Berkeadilan, Yang Diselenggarakan Oleh FISIP Universitas Lampung Pada Tanggal 18 Oktober 2017 Di Hotel Swiss Bell ,Bandar Lampung. 19 Niki Alma Febriana Fauzi, “Fikih informasi: Muhammadiyah’s Perspective on Guidance in Using Social Media,” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, Vol. 9, No.2 (2019). 20 Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisa objek penelitian secara holistik, deskriptif tanpa metode analisis statistik. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2017), 6. Adapun contoh penelitian pustaka (library research), antara lain penelitian terhadap kitab suci, buku ilmiah, peraturan perundang undangan, dan lain sebagainya. Baca Panduan Karya Tulis Ilmiah Pascasarjana UIN Walisongo (Semarang : Pascasarjana UIN Walisongo, 2018), 35. 18 207 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia filsosofis.21 Objek utama penelitian ini, yakni pelbagai prinsip kode etik NetizMU yang dikelurkan oleh Majelis Pustaka dan Informasi Pimpian Pusat Muhammadiyah. Pendekatan penelitian yang digunakan yakni pendekatan filosofis (filsafat hukum Islam). Sementara itu, teori analisis yang digunakan yakni pendekatan filsafat sistem dalam hukum Islam yang digagas oleh Jasser Auda. D. PENDEKATAN FILSAFAT SISTEM DALAM HUKUM ISLAM Menurut Jassser Auda, untuk menjawab problem hukum Islam yang dinamis dibutuhkan logika hukum yang holistik. Auda mengusulkan pentingnya pendekatakan filsfat sistem dalam hukum Islam. Bagi Auda, pendekatan sistem merupakan pendekatan holistik yang memandang setiap entitas sebagai satu kesatuan sistem.22 Auda menyatakan setidaknya terdapat enam fitur dalam filsafat sistem yang dapat djadikan sebagai basis pendekatan hukum Islam, antara lain, sebagai berikut. Pertama, watak kognisi. Auda menuturkan bahwa watak kognisi merupakan komponen dalam sistem hukum Islam yang harus disadari. Oleh sebab itu, validitas hukum Islam sebagai produk dialektika kognisi dan realitas, memungkinkan memiliki kelemahan.23 Kedua, keseluruhan. Auda memandang penting adanya paradigma menyeluruh yang mengaitkan antar pelbagai komponen hukum Islam. 21 Menurut Atho Mudzhar, terdapat tiga jenis objek penelitian hukum Islam. Pertama, penelitian hukum Islam normatif berupa kajian terhadap berbagai literatur teks hukum Islam. Kedua, penelitian hukum filosofis berupa kajian terhadap kontruksi metodologi pemikiran hukum Islam, seperti halnya kontruksi ushul fikih, baik aspek filsafat hukum maupun sebagai teori hukum. Ketiga, penelitian hukum empiris berupa kajian tentang perilaku dan interaksi masyarakat terhadap eksistensi hukum Islam. Atho Mudzhar, Tantangan Studi Hukum Islam di Indonesia Dewasa Ini,” Indo-Islamika, Vol.2, No.1 (2012) :95-96. 22 Hengki Ferdiansyah, Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda, (Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta, 2017), 105. 23 Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach, (London dan Washington: The International Institute of Islamic Thought, 2008),46. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 208 Nurul Istiani, Athoillah Islamy Auda melihat terdapat kecenderungan logika hukum Islam klasik yang reduksionis, dikotomis dan atomistis. seperti prioritas dalam penggunaan dalil mas{lah{ah, dibandingakan dalil-dalil universal (al-adillat al-kulli>at) maupun berbagai prinsip dasar hukum Islam (maqa>sid shari>ah).24 Ketiga, keterbukaan. Auda menjelaskan untuk menjadikan sistem hukum Islam yang terbuka, maka dibutuhkan pengembangan instrument pada pelbagai metode hukum Islam agar dapat aplikatif dalam menjawab problematika hukum yang dinamis.25 Keempat, relasi hirarkis relasional. Auda menuturkan bahwa kategorisasi berdasarkan konsep merupakan kategorisasi yang tepat dijadikan sebagai paradigma pembaharuan metodologi hukum Islam. Menurut Auda, kategorisasi tersebut merupakan metode integratif dan sistematik, bukan sekedar menentukan benar atau salah, melainkan memuat pelbagai kriteria yang dapat mengkreasikan sejumlah kategori secara simultan.26 Kelima, multi dimensi. Auda menjelaskan bahwa sistem hukum Islam merupakan sistem hukum yang memiliki dimensi beragam. Oleh karenanya, Auda memandang paradima oposisi binner tidak perlu ada dalam pendekatan hukum Islam. Hal ini disebabkan Auda menilai pelbagai kriteria dalil hukum yang dianggap kontradikitif sejatinya dapat saling melengkapi.27 Keenam, kebermaksudan. Auda menjelaskan bahwa keberdaan maqasid shariah merupakan fitur inti yang tujuan dalam pensyariatan hukum Islam. Menurut Auda, keberadaan maqasid shari’ah tidak boleh 24 198. 25 26 49. 27 209 Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach 197Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach, 202. Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach, 48Hengki Ferdiansyah, “Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda,” 126-127. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia terabaikan dalam penetapan hukum Islam. 28 Auda menambahkan keberadaan maqasid shariah dalam sistem hukum Islam menempati posisi purpose (ghayat) yang tidak bersifat monolitik dan mekanistik. Dengan kata lain, sistem hukum Islam harus dapat menghasilkan pelbagai tujuan hukum Islam melalui berbagai cara, kondisi dan hasil tujuan yang beragam dengan tetap mendasarkan pada sumber utama hukum Islam (al-Qur'an dan Hadits), tidak sekedar pemikiran mujtahid.29 Menurut Auda, untuk menjadikan keberadaan maqa>sid sebagai pendekatan hukum Islam yang tidak bersifat monolitik dan mekanistik, maka penting adanya perluasan dimensi kemaslahatan maqasid shariah dalam segala tingkatanya. Sebagai contoh, konsep hifz nafs (proteksi jiwa) dikembangkan menjadi proteksi terhadap kehormatan manusia atau hakhak kemanusian. Konsep hifz aql (proteksi akal) menjadi penghormatan atas kebebasan berfikir ilmiah. Konsep hifz din (proteksi agama) menjadi proteksi atas kebebasan berkeyakinan. Kemudian konsep hifz nasl (proteksi keturunan) menjadi proteksi kehidupan keluarga), dan lain sebagainya.30 Dalam penelitian ini, pendekatan sistem hukum Islam sebagaimana yang ditwarkan Auda di atas akan digunakan sebagai teori analisis dalam mengeksplorasi, meganalisis sekaligus mengidentifikasi pelbagai nilai falsafah hukum Islam yang termaktub dalam kode etik NetizMU Muhammadiyah. E. MEDIA SOSIAL SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI Media sosial atau yang lebih dikenal dengan sebutan medsos Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach, 54. Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach, 55. 30 Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach 21- 28 29 24. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 210 Nurul Istiani, Athoillah Islamy (media sosial) merupakan media interaksi sosial berbasis internet (online) yang memberikan fasilitas bagi penggunanya untuk dapat berbagi, berpartisipasi, dan menciptakan berbagai konten berupa blog, wiki, forum, jejaring sosial.31 Dengan berbagai keunggulanya, media sosial dapat menjadi media interaksi sosial yang tidak dibatasi oleh jarak, waktu bahkan tempat. Tidak hanya itu, media sosial juga mampu menghilangkan sekat pembatas status kelas sosial yang terkadang menjadi penghambat dalam interaksi sosial di masyarakat. 32 Oleh karenanya, keberadaan media sosial di era modern saat ini dapat dikatakan telah membawa paradigma dan cara baru masyarakat dalam berinteraksi sosial. Keberadaan media sosial di era digital ini telah menjadi media interaksi sosial baru bagi masyarakat, baik sebagai media komunikasi maupun informasi. Melalui media sosial, seseorang dapat berkomunikasi, memberi komentar, bahkan beradu argument dalam berbagai wacana atau peristiwa yang terjadi. Melalui media sosial, seseorang juga dapat memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan dan menyebarkan informasi.33 Tidak berhenti di situ, keberadaan media sosial juga telah mengalihkan budaya komunikasi dan informasi masyarakat modern yang semula hanya berlangsung di ruang fisik (kolom media cetak), akhirnya dapat berlangsung di ruang virtual (virtual sphere).34 Dengan demikian tidak mengherankan jika eksistensi media sosial telah menjadi media yang urgen bagi masyarakat modern dalam menjalankan aktifitas serta memenuhi kebutuhan sehari-hari. 31 GA Guritno dkk, Panduan Optimalisasi Media Sosial Untuk Kementrian Perdagangan RI, 25. 32 Errika Dwi Setya Watie, “Communication And Social Media,” The Messenger, Vol.III, No.1(2011) : 69. 33 Salman, “Media Sosial Sebagai Ruang Publik,” KalbiSocio, Vol.4, No.2 (2017) :124. 34 Fauzi Syarief, “ Pemanfaatan Media Sosial dalam Proses Pembentukan Opini Publik,” Jurnal Komunikasi, Vol.VIII, No.3 (2017) :264. 211 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia Menurut Rulli Nasrullah, keberadaan media sosial bagi masyarakat modern saat ini menjadi media komunikasi yang interaktif dan publikatif. Hal ini disebabkan kelebihan media sosial yang sangat menunjang sebagai media komunikasi. Rulli menambahkan bahwa kelebihan media sosial jauh lebih dibandingkan dengan media komunikasi konvensional. Dalam hal ini, Rulli menjelaskan bahwa terdapat dua hal yang menjadi kelebihan utama media sosial sebagai media komunikasi. Pertama, media sosial menggunakan jejaring internet. Dengan jaringan internet tersebut, media sosial dapat menjadi media komunikasi antar pengguna dengan jangkauan yang sangat luas bahkan tidak terbatas oleh jarak, waktu maupun tempat. Kedua, media sosial menjadi media komunikasi yang interaktif. Media sosial telah memberikan layanan bagi para penggunanya untuk dapat saling berkomunikasi secara interaktif. Dalam berkomunikasi. Perbedaan jarak, waktu dan tempat tidak menjadi penghalang bagi para pengguna media sosial untuk berkomunikasi secara intens bahkan saling melihat wajah orang masing-masing yang sedang berkomunikasi.35 Dari sini dapat disimpulkan bahwa komunikasi melalui media sosial sudah tidak terbatas lagi pada relasi fisik, melainkan juga relasi interface (bertatap muka). Berbagai model komunikasi sebagaimana pemaparan di atas dapat dilihat dari dua kategori level komunikasi. Pertama, level komunikasi intrapersonal. Komunikasi level ini merupakan tipologi komunikasi yang melibatkan dua orang atau lebih. Dalam hal ini, keterlibatan penuh dari semua pihak yang berkomunikasi sangat disyaratkan. Oleh karena itu, jika salah satu pihak mengeluarkan diri dari percakapan yang ada, maka komunikasi akan berakhir. Model komunikasi ini berlaku juga di media sosial yang mensyaratkan adanya percakapan secara interaktif. Jika tidak, 35 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber, 75-78. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 212 Nurul Istiani, Athoillah Islamy maka komunikasi pun menjadi searah. Akan tetapi jika ada pihak lain yang menanggapai atau mengomentari apa yang dituliskannya, maka terjadi interaksi komunikasi interpersonal kembali. Kedua, level komunikasi massa. Komunikasi level ini merupakan tipologi komunikasi terbesar dengan target sasaran audiens yang banyak. Hal ini juga dapat ditemukan dalam komunikasi melalui media sosial. Hal apapun yang disampaikan seseorang melalui media sosial akan bersifat publikatif, yakni dapat dilihat dan dinikmati oleh orang banyak. Kondisi ini yang pada akhirnya menimbulkan terjadinya komunikasi massa. 36 Dari sini dapat dipahami bahwa, baik komunikasi interpersonal maupun komunikasi massa, keduanya tidak dapat dipisahkan dan melebur menjadi satu dalam komunikasi melalui media sosial. Selanjutnya, berbicara terkait media sosial sebagai media informasi, maka tidak dapat dilepaskan dari dua hal, yakni kemajuan teknologi internet dan naiknya angka penggunaan media sosial itu sendiri. Menurut Fauzi Syarif, dua hal tersebut merupakan faktor dominan yang menjadikan media sosial sebagai media akses informasi masyarakat modern saat ini. Melalui media sosial, akses terhadap arus informasi apapun dapat dilakukan dengan sangat cepat. Hal ini lah yang kemudian menyebabkan media sosial mulai menggantikan media massa konvensional dalam hal publikasi berita (informasi).37 Penggunaan media sosial sebagai media informasi juga telah menyebabkan pergeseran masyarakat tradisional menjadi masyarakat informasi. Menurut Shiefti Dyah Alyusi, terdapat lima karakteristik dari masyarakat informasi. Pertama, masyarakat yang dapat memanfaatkan media massa dan komunikasi global. Kedua, masyarakat yang memiliki kesadaran atas 36Errika 37Fauzi Publik,”:264. 213 Dwi Setya Watie, “Communication And Social Media,” : 72-73. Syarief, “ Pemanfaatan Media Sosial dalam Proses Pembentukan Opini Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia pentingnya informasi dan upaya untuk mendapatkannya. Ketiga, masyarakat yang dapat menjadikan informasi sebagai sumber komoditas ekonomi. Keempat, masyarakat yang dapat terlibat dalam interaksi sosial dan sistem masyarakat global. Kelima, masyarakat yang dapat mengakses segala bentuk informasi secara cepat.38 Dari sini dapat dimpulkan bahwa lima karakteristik dari masyarakat informasi tersebut relevan dengan berbagai keunggulan media sosial sebagai media informasi bagi masyarakat modern saat ini. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika media sosial dikatakan sebagai elemen yang sangat berpengarung bagi terbentuknya sebagai masyarakat informasi. F. PARADIGMA FALSAFAH HUKUM ISLAM DALAM KODE ETIK NETIZMU Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semkain dinamis telah melahirkan beragam inovasi, gagasan, dan ide yang bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan proses interaksi sosial. Perkembangan teknologi ini membuat komunikasi manusia menjadi lebih mudah dan efektif. Perkembangan teknologi juga merambah ke dunia internet, seperti halnya media sosial menjadi hal yang sangat digemari masyarakat, bahkan sudah dianggap menjadi kebutuhan hidup. Media sosial bagi masyarakat kini bukan hanya sebagai pengganti proses komunikasi secara langsung saja, akan tetapi dengan media sosial masyarakat lebih dimudahkan baik dalam proses komunikasi maupun informasi.39 Tidak dapat dibantah, keberadaan media sosial sangat memberikan 38 Shiefti Dyah Alyusi, Media Sosial : Identitas dan Modal Sosial (Jakarta : Kencana, 2016), 25-26. 39 Maya Sandra Rosita Dewi, “Islam dan Etika Bermedia (Kajian Etika Komunikasi Netizen di Media Sosial Instagram Dalam Perspektif Islam),” Research Fair Unisri, Vol.3, No.1 (2019), 139-140. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 214 Nurul Istiani, Athoillah Islamy banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia. Tidak hanya sebagai media komunikasi dan informasi, akan tetapi juga dalam konteks interaksi sosial terkait dunia pendidikan, perdagangan dan sektor jasa. Oleh sebab itu, penting adanya sebuah aturan yang membatasi kebebasan penggunaan media sosial. Dalam konteks Indonesia, Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa hukum di masyarakat sebenarnya telah menegeluarkan fatwa hukumnya tentang interaksi sosial di media sosial. Fatwa yang dimaksud adalah Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. pemerintah Negara 40 Jauh sebelum keluarnya Fatwa MUI tersebut, Republik Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik (selanjutnya disingkat UU ITE).41 40Konstruksi Fatwa MUI tentang Hukum Pedoman Bermuamalah Media Sosial dibagi dalam empat pedoman, yaitu pedoman umum, pedoman verifikasi konten (informasi), pedoman pembuatan konten dan pedoman penyebaran konten. (1) Pedoman umum. Pedoman ini menegaskan bahwa media sosial digunakan sebagai sarana silaturahmi, menyebar informasi, dakwah, pendidikan, rekreasi dan kegiatan positif dalam segala bidang. Oleh sebab itu, media sosial tidak boleh digunakan untuk melanggar ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan. (2) Pedoman verifikasi konten. Pedoman ini merupakan usaha untuk mencari kebenaran atas suatu konten yang didapatkan melalui media sosial. (3) Pedoman pembuatan konten. Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik harus memperhatikan berbagai hal: menggunakan kalimat, grafis, gambar yang mudah dipahami, konten yang disampaikan harus benar, konten yang disajikan harus infomasi yang bermanfaat, memilih diksi yang tidak provokatif dan menimbulkan kebencian dan permusuhan, kontennya tidak berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, bullying, gossip, ujaran kebencian dan hal lain yang terlarang baik secara agama maupun perundangundangan. Ketentuan dalam pedoman ketiga ini dapat dikatakan sesuai deng prinsip. (4) Pedoman penyebaran konten. Terdapat beberapa kriteria konten yang bisa disebarkan ke publik, antara lain konten tersebut benar, bermanfaat bagi semua pihak, bersifat umum dan layak untuk disampaikan ke publik, penyebaran konten tersebut tepat waktu dan tempat, penyebaran konten tersbut juga tepat konteksnya serta memiliki hak untuk menyebarkan. Athoillah Islamy, “Fatwa About Social Intercation On Social Media In The Paradigm of Islamic Legal Philosophy,” Al-Mishbah : Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Vol.15, No.2 (2019) : 169-170. 41 Radita Setiawan, “Efektivitas Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik Di Indonesia Dalam Aspek Hukum Pidana,” Recidive, Vol. 2, No. 2 (2013) : 139. 215 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia Namun demikian sebagaimana telah disinggung sebelumnya (bab pendahuluan) bahwa angka pelanggaran penggunaan media sosial di Indonesia pada kurun waktu tahun 2019-2020, dari 24 kasus meningkat menjadi 59 kasus. Di tengah semakin meningkatnya kasus pelanggaran etika penggunaan medsos, Muhammadiyah sebagai salah satu Organisasi Masyarakat Islam di Indonesia juga mengeluarkan kode etik penggunaan medsos yang disebut dengan kode etik NetizMU. Dalam kode etik NetizMu tersebut terdapat sekitar sembilan kode etik yang dirumuskan.42 Namun dalam analisa pembahasan sub bab ini, hanya tiga kode etik yang akan dianalisis. Hal demikian disebabkan penulis memandang tiga kode etik tersebut secara substansial sudah dapat merepresentaskan dari pelbagai kode etik lainnya. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut. Pertama, dalam bersosial media NetizMu harus senantiasa berlandaskan pada akhlaqul karimah sesuai tuntutan Qur’an dan Hadis. 43 Kode etik ini menunjukan bahwa dalam penggunaan medsos, umat Islam ditekankan untuk mengedepankan pelbagai nilai ajaran sosial Islam sebagaimana yang termaktub dalam landasan teologis. Hal demikian 42 Terdapat sembilan kode etik NetizMU. Pertama, dalam bersosial media NetizMu harus senantiasa berlandaskan pada akhlaqul karimah sesuai tuntutan Qur’an dan Hadis. Kedua, NetizMu menggunakan medsos sebagai sarana amar makruf nahi munkar dengan hikmah dan mauizah hasanah. Ketiga, NetizMU harus menjaga nama baik dan mendukung organisasi Muhammadiyah dalam menyebarkan pelbagai pesan positif. Keempat, NetizMu menggunakan medsos sebagai sarana amar makruf nahi munkar dengan hikmah dan mauizah hasanah. Kelima, menjadika media sosial sebagai wahana silaturrohmi. Keenam, konten yang dishare NetizMU dapat dipertanggung jawabkan secara persoanal dan kelembagaan, serta mencerahkan dan tidak bertentangan dengan norma sosial, agama, dan negara. Ketujuh, sesama NetizMu saling berteman dan menjadi follower sebagai bentuk relasi silaturrohmi. Kedelapan, sesama NetizMU saling mengingatkan dan menasehati jika ada yang melakukan kesalahan. Kesembilan, pengawasan NetizMu dilakukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan pelaksana tugasnya pada Majelis Pustaka dan Informasi. “Akhlaqul Sosmediyah Warga Muhammadiyah” disarikan dari Kode Etik NetizMu, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1-10. 43 “Akhlaqul Sosmediyah Warga Muhammadiyah” disarikan dari Kode Etik NetizMu, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 216 Nurul Istiani, Athoillah Islamy dapat dikatakan paralel dengan apa yang ditekankan Kuntowijoyo, bahwa penting mentransformasikan pelbagai nilai sosial profetik ajaran Islam dalam kehidupan sosial.44 Jika dianalisa melalui analisa maqasid, kode etik pertama di atas mencerminkan pentingnya perwujudan menjaga kemaslahatan agama (hifz al-din). Dalam hal ini, proteksi agama dipahami sebagai rule atau rambu-rambu agar tidak terjadi konflik sosial yang bersumber dari bentuk informasi maupun komunikasi negatif di medsos, seperti halnya saling hujat, antar pemeluk agama, individu maupun kelompok. Hal demikian tidak lain, agar eksistensi dan hakikat agama yang memuat nilai-nilai perdamaian dan kemaslahatan dapat termanifesatasi dalam kehidupan dunia.45 Keberadaan kode etik pertama ini juga menunjukan bahwa keberadaan al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber utama yang menjadi pijakan moral dan hukum dalam penggunaan media sosial. Nurcholish Madjid (Cak Nur) menyatakan bahwa dalam pemikiran keagamaan (Islam), maka penting merujuk pada sumber utama ajaran Islam itu, yakni al-Qur’an dan Hadis. Hal demikian disebabkan Cak Nur menyadari bahwa keotentikan pemikiran Islam harus memiliki landasan dari sumber utama ajaran Islam itu sendiri. Cak Nur menambahkan menuturkan pentingnya 44 Kuntowijoyo merumuskan tiga nilai dasar yang menjadi pijakan dan sekaligus unsur pembentuk karakter paradigmatik Ilmu Sosial Profetik (ISP), yakni humanisasi (amar makruf), liberasi (nahi munkar) dan transendensi (keimanan) yang diderivasikan dari misi historis Islam sebagaimana termuat dalam Qs. Ali Imran, ayat 110Husnul Muttaqin, “Menuju Sosiologi Profetik,” Sosiologi Reflektif, Vol. 10, No. 1 (2015) : 221-222. Ketiga nilai dasar profetik Islam tersebut tidak bersifat dikotomis, melainkan integral, yakni saling sinergis dalam membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial. Maskur, “Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo (Telaah atas Relasi Humanisasi, Liberasi, dan Transendensi),” (Tesis Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2012), 127. 45 Iffatin Nur, Muhammad Ngizul Muttaqin, “ Bermedia Sosial Dalam Perspektif Maqashid Syari’ah (Membangun Komunikasi di Media Sosial Berdasarkan Etika),” PALITA: Journal of Social-Religion Research, Vol. 5, No. 1 (2020) :12. 217 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia merujuk pada landasan nas tersbut merupakan bentuk konsistensi ketaatan terhadap ajaran agama.46 Menanggapi prinsip keotentikan ajaran Islam sebagai basis kode etik NetziMU di atas sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Jasser Auda. Menurut Auda, penggalian maqasid shariah (pelbagai tujuan hukum Islam) harus mengacu pada nas, baik al-Qur'an maupun Hadits, bukan hanya disandarkan pada pemikiran hukum para ulama.47 Kedua, NetizMu harus menggunakan medsos sebagai sarana amar makruf nahi munkar dengan hikmah dan mauizah hasanah.48 Kode etik kedua ini menunjukan bahwa pentingnya menjadikan medsos sebagai media dalam mewujudkan segala bentuk kemaslahatan (jalb al-maslahat) dan menghindarkan segala bentuk kerusakan kerusakan ( dar’u al mafasid). Abu Ishaq al-Shatibi yang masyhur dipanggil Imam Al-Shatibi menegaskan bahwa orientasi dari penetapan hukum Islam (maqasid shariah), yakni untuk merealisasikan kemashlahatan bagi kehidupan manusia, baik di dunia maupun akhirat.49 Pentingnya menjadikan medsos sebagai sarana amar makruf dan nahi munkar dalam perspektif maqasid shariah dapat disebut sebagai proteksi terhadap kemaslahatan lingkungan (hifz al-bi’ah) yang kondusif dalam interaksi sosial di dunia medsos khusunya dan di dunia luar medsos sebagai dampaknya.50 46 Nurcholish Madjid, Taklid dan Ijtihad : Masalah Kontonuitas dan Kreatifitas dalam Memahami Pesan Agama dalam Karya Lengkap Nurcholish Madjid, Ke-Islaman, Keindonesian dan Kemoderenan. Budy Munawar Rachman (ed), (Jakarta : Nurcholish Madjid Society, 2019), 1530. 47 Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach, 55. 48 “Akhlaqul Sosmediyah Warga Muhammadiyah” disarikan dari Kode Etik NetizMu, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 3. 49 Abu Ishaq al-Shatibi, al-Muwafaqot fi Ushul al-Syari’ah (Kairo : Maktabah alTijariyah al-kubro, tth), 5. 50 Iffatin Nur, Muhammad Ngizul Muttaqin, “ Bermedia Sosial Dalam Perspektif Maqashid Syari’ah (Membangun Komunikasi di Media Sosial Berdasarkan Etika),”:12. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 218 Nurul Istiani, Athoillah Islamy Terlebih dalam perkembangan dunia digital yang semakin pesat, 51 keberadaa medsos sering digunakan sebagai media yang strategis dalam aktifitas pekerjaan masyarakat modern untuk mencari nafkah maupun peluang informasi pekerjaan. Oleh sebab itu dengan menjaga kode etik dalam penggunaan medsos juga dapat berdampak pada perwujudan kemaslahatan dalam aspek harta (hifz al-mal).52 Kode etik kedua NetizMu sebagaimana penjabaran di atas mengisyaraktan bahwa penggunaan medsos seyoyanya dapat menjaga kemaslahatan publik (al-maslahat al-ammah) antar pengguna. Penting disadari bahwa kemaslahatan publik tersebut sejatinya merupakan bagian dari tujuan empiris dalam penetapan hukum Islam. Menurut Jasser Auda, keberadaan kemaslahatan sebagai maqasid shariah merupakan hal inti kebermaksudan (purposefulness) dalam sistem hukum Islam yang tidak boleh terabaikan dalam penetapan hukum Islam. 53 Ketiga, NetizMu dilarang keras melakukan berbagai hal sebagai berikut, ghibah, bullying, hoax, dan lain sebagainya. 54 Kode etik ketiga ini mengisyaratkan bahwa penggunaan medsos harus mengedepankan rasa penghormatan terhadap harga diri antar pengguna medsos, seperti halnya saling menjaga nama baik sesama antar pengguna medsos, maupun di luar pengguna medsos. Dalam konteks ini jika dibaca dalam paradigma maqasid shariah dapat disandarkan pada pentingnya proteksi terhadap harga diri manusia (hifz al-‘irdh). Maksud dari menjaga harga diri, yakni 51 Teori digital senantiasa terkait erat dengan dunia media. Hal ini disebabkan dunia media terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, sehingga senantiasa mempermudah manusia dalam segala bidang yang berkaitan erat dengan dunia digital. Rustam Aji, “Digitalisasi, Era Tantangan Media (Analisis Kritis Kesiapan fakultas Dakwah dan Komunikasi Menyongsong Era Digital),” Islamic Communication Journal,Vol. 01, No. 01 (2016) : 44. 52 Iffatin Nur, Muhammad Ngizul Muttaqin, “ Bermedia Sosial Dalam Perspektif Maqashid Syari’ah (Membangun Komunikasi di Media Sosial Berdasarkan Etika),” :12. 53 Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach, 54. 54 “Akhlaqul Sosmediyah Warga Muhammadiyah” disarikan dari Kode Etik NetizMu, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah,5. 219 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia untuk menjaga harkat dan martabat masyarakat secara umu, dan khusunya para pengguna medsos melalui budaya komunikasi di medsos yang beretika. Pentingnya pembatasan kebebasan berekspresi maupun berpendapat dalam medsos paralel dengan semangat maqasid shariah, yakni dalam hal penjagaan kemaslahatan akal manusia (hifz al-’aql). Maksudnya, etika dalam beraktivitas dalam penggunaan medsos, baik berupa informasi maupun komunikasi harus menjaga akal manusia untuk dapat melahirkan tindakan positif, dan menjauhkan berbagai tindakan negatif di medsos sebagai ruang publik.55 Pembatasan kebebasan berpendapat di medsos sebagai pengejawantahan dari nilai proteksi akal (hifz al-‘aql) dapat dikatakan sebagai perluasan manifestasi nilai maqasid shariah dalam konteks penetapan hukum. Menurut Auda, untuk menjadikan keberadaan maqa>sid sebagai pendekatan hukum Islam yang tidak bersifat monolitik dan mekanistik, maka pentingnya perluasan dimensi kemaslahatan maqasid shariah. Oleh sebab itu, pembatasan kebebasan berpendapat dalam medsos dapat dikatakan sebagai bentuk perluasan dari pengejawantahan konsep proteksi akal (hifz al-‘aql)).56 G. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pelbagai nilai falsafah hukum Islam yang termuat dalam tiga kode etik NetizMu sebagai berikut. Pertama, nilai proteksi agama (hifz al-din) dalam konteks menjadikan nilai-nilai sosial profetik agama sebagai basis utama kode etik penggunaan media sosial. Kedua, nilai Iffatin Nur, Muhammad Ngizul Muttaqin, “ Bermedia Sosial Dalam Perspektif Maqashid Syari’ah (Membangun Komunikasi di Media Sosial Berdasarkan Etika),” :12. 56 Jasser Auda, Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach 2124. 55 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 220 Nurul Istiani, Athoillah Islamy kemaslahatan publik (al-maslahat al-ammah) dalam kode etik penggunaan media sosial sebagai media humanisasi (amar makruf) dan liberasi (nahi munkar). Ketiga, nilai proteksi akal (hifz al-‘aql) dalam konteks kode etik pembatasan kebebasan berpendapat, baik dalam bentuk informasi maupun komunikasi di media sosial. Dengan ditemukannya pelbagai nilai falsafah hukum Islam di atas, menunjukan temuan baru bahwa sejatinya pelbagai kode etik yang termaktub dalam kode etik NetizMu sarat dengan nilai-nlai falsafah yang menjadi tujuan pensyariatan hukum Islam (maqasid shariah). Di samping itu, hasil penelitian ini dapat menguatkan penelitian yang dilakukan oleh Dikdik Baehaqi Arif, Yusuf Sapto Nugroho, Millatina, Linda Nurmalasari, Hendra A. Setyawan (2017) yang menyatakan bahwa keberadaan fikih informasi yang diterbitkan Muhammadiyah, bertujuan untuk memberikan rambu-rambu etika dalam penggunaan media informasi dan komunikasi digital, seperti halnya dalam penggunaan media sosial. 221 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia DAFTAR PUSTAKA Aji, Rustam. (2016). “Digitalisasi, Era Tantangan Media (Analisis Kritis Kesiapan fakultas Dakwah dan Komunikasi Menyongsong Era Digital)”, Islamic Communication Journal,Vol. 01, No. 01. Akram, W, R. Kumar. (2017). “A Study on Positive and Negative Effects of Social Media on Society”, International Journal of Computer Sciences and Engineering, Vol.5, Issue.10. Alimi, Moh. Yasir. (2019). “Theorizing Internet, Religion and Post truth: An Article Review”, Komunitas: International Journal of Indonesian Society and Culture, Vol. 11, No.2. al-Shatibi, Abu Ishaq. TT. Al-Muwafaqot fi Ushul al-Syari’ah. Kairo: Maktabah al-Tijariyah al-kubro. Alyusi, Shiefti Dyah. (2016). Media Sosial: Identitas dan Modal Sosial. Jakarta: Kencana. Anwar, Fahmi. (2017). “Perubahan dan Permasalahan Media Sosial”, Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni,Vol. 1, No. 1. Arif, Baehaqi, Yusuf Sapto Nugroho, Millatina, Linda Nurmalasari (2019). “Akhlakul Medsosiyah: Membangun Warga Negara Cerdas Bermedia Sosial”, Posiding Seminar Nasional Pendidikan Kewarganegaraan. Auda, Jasser. (2008). Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: a Systems Approach. London dan Washington: The International Institute of Islamic Thought. Budirahayu, Tuti, dkk. (2018). “Understanding the multiculturalism values through social media among Indonesian youths”, Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Vol. 31, Issue 4. Dewi, Maya Sandra Rosita. (2019). “Islam dan Etika Bermedia (Kajian Etika Komunikasi Netizen di Media Sosial Instagram Dalam Perspektif Islam)”, Research Fair Unisri, Vol.3, No.1. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 222 Nurul Istiani, Athoillah Islamy Eka Wenats Wuryanta, AG. (2004). “Digitalisasi Masyarakat: Menilik Kekuatan dan Kelemahan Dinamika Era Informasi Digital dan Masyarakat Informasi”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.1, No.2. Fauzi, Niki Alma Febriana. (2019). “Fikih informasi: Muhammadiyah’s Perspective on Guidance in Using Social Media”, Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, Vol. 9, No.2. Ferdiansyah, Hengki. (2017). Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda. Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta. Guritno, GA dkk. (2014). Panduan Optimalisasi Media Sosial Untuk Kementrian Perdagangan RI. Jakarta: Pusat Humas Kementrian Perdagangan RI. Hendarsyah, Dicky. (2019). “E-Commerce di Era Industri 4.0 dan Society 5.0”, Iqtishaduna, Vol.8, No.2. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20201020160620-185 560594/safenet-kebebasan-berpendapat-di-medsos-memburuk https://www.suaramuhammadiyah.id/2017/08/21/kode-etik-netizmu/ Islamy, Athoillah. (2019). “Fatwa About Social Intercation On Social Media In The Paradigm of Islamic Legal Philosophy”, Al-Mishbah: Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Vol.15, No.2. Juditha, Christiany. (2018). “Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya”, Jurnal Pekommas, Vol. 3 No. 1. Karman. (2014). Social Media: Between Freedom And Exploitation”, Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol.18, No.1. Lubisa, Arif Ridho Ferry Fachrizal, Muharman Lubis. (2017). “The Effect of Social Media to Cultural Homecoming Tradition of Computer Students in Medan”, Procedia Computer Science, 124. Madjid, Nurcholish. (2019). Taklid dan Ijtihad: Masalah Kontonuitas dan Kreatifitas dalam Memahami Pesan Agama dalam Karya Lengkap Nurcholish Madjid, Ke-Islaman, Keindonesian dan Kemoderenan. Budy Munawar Rachman (ed). Jakarta: Nurcholish Madjid Society. 223 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 Fikih Media Sosial di Indonesia Maskur. (2012). “Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo (Telaah atas Relasi Humanisasi, Liberasi, dan Transendensi)”, Tesis Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Miler, Daniel dkk. (2016). How The World Changed Social Media. London: UCLPress. Moleong, Lexy J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mudzhar, Atho. (2012). “Tantangan Studi Hukum Islam di Indonesia Dewasa Ini”, Indo-Islamika, Vol.2, No.1. Muttaqin, Husnul. (2015). “Menuju Sosiologi Profetik”, Sosiologi Reflektif, Vol. 10, No. 1. Nasrullah, Ruli. (2017). “Blogger And Digital Word of Mouth: A Digital Method of Bloggers In Marketing Communication In Social Media”, Sosioteknologi, Vol.16, No.1. Ningrum, Dian, Junita Suryadi, dan Dian Eka Chandra Wardhana. (2018). “Kajian Ujaran Kebencian Di Media Sosial”, Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. II, No. III. Nur, Iffatin, Muhammad Ngizul Muttaqin. (2020). “Bermedia Sosial Dalam Perspektif Maqashid Syari’ah (Membangun Komunikasi di Media Sosial Berdasarkan Etika)”, PALITA: Journal of Social-Religion Research, Vol. 5, No. 1. Salman. (2017). “Media Sosial Sebagai Ruang Publik”, KalbiSocio, Vol.4, No.2 Saraswati, Muninggar Sri. (2018). “Social Media and the Political Campaign Industry in Indonesia”, Communication Journal of Indonesian Association of Communications Scholars, Vol.3, No.1. Schroeder, Ralph. (2016). “The Globalization of On-Screen Sociability: Social Media and Tethered Togetherness”, International Journal of Communication 10. Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020 224 Nurul Istiani, Athoillah Islamy Setiawan, Radita. (2013). “Efektivitas Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik Di Indonesia Dalam Aspek Hukum Pidana”, Recidive, Vol. 2, No. 2. Setyawan, Hendra A. (2017). “Fikih Informasi Di Era Media Sosial Dalam Membangun Komunikasi Beretika (Studi Kajian Fikih Informasi Sudut Pandang Ormas Muhammadiyah), Bandar Lampung: FISIP Universitas Lampung Susilo, Daniel, Teguh Dwi Putranto. (2017). “Indonesian Youth on Social Media: Study on Content Analysis,”Advances in Social Science, Education and Humanities Research, International Seminar on Social Science and Humanities Research, Vol. 113. Syamsuddin, Muh. (2017). “Gerakan Muhammadiyah dalam Membumikan Wacana Multikulturalisme”, Jurnal Pemberdayaan Masyarakat: Media Pemikiran dan Dakwah Pembangunan, Vol.1, No.2. Syarief, Fauzi. (2017). “ Pemanfaatan Media Sosial dalam Proses Pembentukan Opini Publik,” Jurnal Komunikasi, Vol.VIII, No.3. Talani, Noval Sufriyanto. (2014). “Esensi Interaksi Visual dalam Dunia Facebook yang Virtual”, Jurnal komunikasi,Vol.9, No 1. Wahyudin, Uud, Kismiyati El Karimah. (2016). “Etika Komunikasi Di Media Sosial”, Prosiding Seminar Nasional Komunikasi. Watie, Errika Dwi Setya. (2011). “Communication And Social Media”, The Messenger, Vol.III, No.1. Wirawanda, Yudha. (2018). “Twitter: Expressing Hate Speech Behind Tweeting”, Profetik Jurnal Komunikasi, Vol.11, No.1. 225 Asy-Syar’iyyah, Vol. 6, No. 2, Desember 2020