Academia.eduAcademia.edu

Makalah ilmu kalam (Murji'ah) -

Segala puji bagi Allah swt Tuhan semesta alam. sholawat beriring salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW,yang telah membebaskan kita dari belenggu kejahiliyaan menuju suasana yang penuh cahaya Ilahi,dan kepada keluarga,sahabat beliau sekalian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu selama proses penyelesaian ,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Pengertian, sejarah, dan paham aliran Murji'ah". Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.Penulis menyadari, makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

PENGERTIAN, SEJARAH, DAN PAHAM ALIRAN MURJI'AH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam Dosen pengampu : Dr. Ja’far ,M.A Disusun oleh Nama : Rahmi Maulina NIM : 202123001 Nama : Uswatun Hasanah NIM : 202123040 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE TAHUN AKADEMIK 2021 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah swt Tuhan semesta alam. sholawat beriring salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW,yang telah membebaskan kita dari belenggu kejahiliyaan menuju suasana yang penuh cahaya Ilahi,dan kepada keluarga,sahabat beliau sekalian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu selama proses penyelesaian ,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengertian, sejarah, dan paham aliran Murji'ah”. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.Penulis menyadari, makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Lhokseumawe, Maret 2022 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 1 Tujuan Penulisan 1 BAB 2 PEMBAHASAN 2 2.1 Pengertian aliran Murji'ah 2 2.2 Sejarah perkembangan aliran Murji'ah 3 2.3 Ciri-ciri aliran Murji’ah 5 2.4 Pembagian aliran Murji’ah 7 BAB 3 PENUTUP 11 Kesimpulan 11 Saran 11 Daftar Pustaka BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Murji’ah merupakan aliran teologi Islam yang netral atau menangguhkan dan memberi pemngharapan terhadap ummat yang melakukan dosa besar, munculnya aliran ini pada mulanya ditimbulkan oleh persoalan politik. Kemudian akhirnya berkembang menjadi persoalan teologis. Dengan demikian kaum Murji’ah pada mulanya golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi ketika itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafir. Rumusan Masalah Apa pengertian Aliran Murji’ah? Bagaimana sejarah munculnya Aliran Murji’ah Bagaimana ciri-ciri pemahaman Aliran Murji’ah? Apa saja pembagian golongan Aliran Murji’ah? Tujuan Penulisan Mengetahui pengertian Aliran Murji’ah Mengetahui sejarah munculnya Aliran Murji’ah Mengetahui ciri-ciri pemahaman Aliran Murji’ah Mengetahui pembagian golongan Aliran Murji’ah BAB II PEMBAHASAN Pengertian Aliran Murji’ah Kata murji’ah berasal dari suku kata bahasa arab “Rajaa” yang ber arti “kembali”, dan mashdar-nya adalah “al-irja”. Kata “al-irja” memi liki dua pengertian, yaitu “al-ta’khir” (mengakhirkan) dan “I’tha al-rajā” (memberikan harapan). Kata “al-irja” berarti memberi harapan dan mengakhirkan, yakni “arjaituhū wa arja’tuhū.” Lihat, al-Imam And al-Qahir bin Thahir bin Muhammad al-Bagdadī, Al-Farqu baina al-Firaq, Beirut:Dar al-Ma’rifah, 2008, Cet. IV, hlm.112 Pengertian yang disebut pertama memiliki korelasi dengan kondisi aliran Murjiah di mana mereka adalah orang yang mengakhirkan tindakan atau amal dari niat dan akad. Juga pengertian yang disebut belakangan (I’tha al-raja) di pandang sesuai dengan pemahaman mereka yang menganggap “kemaksiat an tidak merusak seseorang, sebagaimana menurut kepatuhan tidak memberi manfaat bagi orang kafir”. Murji’ah yang terkadang disebut orang dengan faham “al-Irja’a” dapat berarti : Menta’khirkan penentuan sikap yang benar atau siapa yang salah dalam suatu pertikaian waktu itu antara Ali, Muawiyah Khawarij. Menta’khirkan penentuan orang-orang yang dianggap telah berdosa apakah akan masuk neraka atau masuk ke surga. Menta’khirkan pososi Ali dalam komposisi kehalifahan yang mengandung konsekwensi menta’khirkan derajat Ali setelah Abu Bakar, Umar, dan Usman. Al-Syahrastāni, al-Milal……, hlm.137 Aliran Murji’ah adalah aliran dalam Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khawarij. Ini dari ajarannya yang bertolak belakang dengan Khawarij. Sehingga pengertian murji’ah vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tidak mengafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah, sehingga seorang Muslim, sekalipun bersalah besar, dalam kelompok ini diakui sebagai Muslim dan harapan untuk bencana. Begitu juga, aliran Murji’ah merupakan aliran yang tidak sepaham dengan Syi’ah, sebab bagi kalangan yang disebut pertama Murji’ah artinya “mengak hirkan Ali bin Abi Thalib dari tingkat pertama ke keempat” dilihat dari keutamaan para sahabat yang empat. Penamaan Murji’ah dengan pengertiannya yang kedua yaitu: al-Arja’a atau memberi harapan, karena mereka berpendapat bahwa perbuatan maksiat tidak merusak iman sebagaimana perbuatan taat tidak berarti apa kalau disertai dengan kufran. Implikasi harapan terletak pada tidak khawatirnya kehilangan iman karena perbuatan maksiat. Sejarah Aliran Murji’ah Latar Belakang Munculnya Murji’ah Adalah persoalan politik yang dimulai pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, yaitu di saat terjadinya pergolakan di kalangan umat Islam menjadi persoalan krusial yang melahirkan aliran Murjiah. Dalam hal ini, perjuangan politik untuk merebut kekuasaan selalu dibingkai dengan ajaran agama. Agama menjadi payung pelindung, baik bagi kelompok yang menang demi untuk mempertahankan kekuasaannya, maupun kelompok yang kalah untuk menyerang lawan-lawan politiknya. Pasca kematian Utsman menyebabkan konflik sosial dan politik yang hebat di kalangan umat Islam, yang menentukan perjalanan sejarah umat Islam generasi berikutnya. Ini membuka periode pertama perang saudara dalam komunitas muslim. Calon penggantinya, Ali bin Abi Thalib ternyata tidak mendapat dukungan penuh dari sahabat dan masyarakat muslim secara keseluruhan. Keluarga Utsman bin Affan yang merasa tidak puas atas kematiannya dan menuntut untuk menghukum para pembunuh, menyatakan ketidaksetujuannya dan mengadakan perlawanan terhadap kepemimpinannya Ali bin Abi Thalib. Muawiyah bin Abi Sufyan, salah seorang keluarga dekat Utsman, yang menjadi gubernur di Syiria, mengadakan perlawanan dan tidak mengakui kepemimpinan Ali bin Abi Thalib di Madinah. Kedua kekuatan tersebut kemudian terlibat dalam peperangan di Shiffin di dataran tinggi Eufrat, yang kemudian mereka sepakat mengadakan arbitrase (tahkim) melalui para delegasi yang dipilih dari kedua belah pihak. Ketika Ali menyetujui hal itu, sebagian pendukungnya menolaknya karena mereka tidak mau menerima kompromi dan menginginkan perkara ini diserahkan kepada kehendak Tuhan, menurut pandangan mereka, daripada kepada pengadilan manusia. Kelompok pendukung Ali yang tidak setuju pada sikap ini pada masa kemudian membuat kelompok baru yang dikenal dengan nama Khawarij. Sedangkan kelompok yang tetap setia kepada Ali menamakan dirinya Syi’ah. Pada bulan-bulan selanjutnya yang diisi dengan konflik dan negoisasi antara kedua belah pihak, kelompok Ali semakin melemah karena adanya perpecahan internal yang tajam. Pada akhirnya Ali pun terbunuh di kota Kufah. Muawiyah memproklamasikan dirinya sebagai khalifah. Konflik politik tersebut tidak berhenti hanya di wilayah politik semata, tetapi masing-masing kelompok berusaha untuk mencari legitimasi dari agama untuk memperkokoh kelompoknya. Seiring dengan perkembangan waktu, mereka berusaha untuk mensistemasikan pemikiran keagamaan yang diambil dari doktrin agama terutama al Qur’an dan al-Hadist yang disesuaikan dengan kelompoknya. Kelompok Khawarij menyatakan bahwa sikapnya menolak kompromi dengan Muawiyah dan keluar dari barisan Ali itu sesuai dengan perintah Allah yakni Al-Nisa: 100 yang berbunyi; “keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul-Nya”. Demikian pula yang dilakukan kelompok pendukung Ali atau kaum Syiah dan para pendukung Muawiyah. Pada akhirnya setiap kelompok gerakan politik memiliki sistem teologi tersendiri yang khas yang dijadikan sebagai ideologi perjuangan untuk mempertahankan kelompoknya. Dari sini dapat dikatakan mazhab aliran Kalam dalam Islam lahir dari konflik politik yang terjadi di kalangan umat Islam sendiri, untuk kepentingan dan mendukung politik masing-masing kelompok. Tidak jarang ulama dari kedua kelompok itu pun memproduksi Hadits-hadits palsu dan menyampaikan fatwa fatwa keberpihakan. Adanya keberpihakan kelompok pada pertentang an tentang Ali bin Abi Thalib, memunculkan kelompok lainnya yang menentang dan beroposisi terhadapnya. Begitu pula terdapat orang orang yang netral, baik karena mereka mengganggap perang saudara ini sebagai fitnah (bencana) lalu mereka berdiam diri, atau mereka bimbang untuk menetapkan haq dan kebenaran pada kelompok yang ini atau itu. Golongan Murji’ah pertama kali muncul di Damaskus pada peng hujung abad pertama Hijriah. Murji’ah pernah mengalami kejayaan yang signifikan pada masa Daulah Umayah, namun setelah runtuhnya Daulah tersebut, golongan Murji’ah ikut redup dan ber angsur-angsur ditelan zaman, hingga kini aliran tersebut sudah tidak terdengar lagi. Namun demikian, sebagian pandangannya masih ada dan diikuti oleh sebagian orang, sekalipun bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Ciri-ciri Aliran Murji’ah Ciri-ciri paham Murji’ah diantaranya adalah sebagai berikut: Rukun iman ada dua yaitu : iman kepada Allah dan Iman kepada utusan Allah. Bagi kalangan Murji'ah, orang Mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kali syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang-orang tersebut masih tetap Mukmin, bukan kafir. Alasan Murjiah menganggapnya tetap Mukmin, sebab orang Islam yang berbuat dosa besar mengakui bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulnya. Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Menurut golongan ini sese orang tak membuktikan penilaiannya dalam perbuatan sehari-hari, iman berada dalam hati. Ini tentunya sesuatu yang janggal dan sulit diterima oleh ajaran Islam yang benar, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu kesatuan. Orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin selama ia telah beriman, dan bila meninggal dunia dalam keadaan berdosa tersebut ketentuan tergantung Allah di akhirat kelak. Adagium yang sangat terkenal di kalangan Murji’ah adalah “La tadhurru maa al-iman ma’shiyyah, kama là tanfa’u maa al-kufri thaah: kemaksiatan tidak merusak keimanan seseorang, sebagaimana kepatuhan tidak memberi manfaat bagi orang kafir”. Libat, al-Syahrastani, al-Milal…., hlm. 112. Perbuatan kemaksiatan tidak berdampak apapun terhadap seseorang bila telah beriman. Dalam artian bahwa dosa sebesar apapun tidak dapat mempengaruhi keimanan seseorang dan keimanan tidak dapat pula mempengaruhi dosa. Perbuatan kebajikan tidak berarti apapun bila dilakukan disaat kafir. Artinya perbuatan tersebut tidak dapat menghapuskan kekafirannya dan bila telah muslim tidak juga bermanfaat, karena melakukannya sebelum masuk Islam. Golongan murji’ah tidak mau mengkafirkan orang yang telah masuk Islam, sekalipun orang tersebut dzalim, berbuat maksiat dll, sebab mereka mempunyai keyakinan bahwa perbuatan dosa sebesar apapun tidak mempengaruhi keimanan seseorang selama orang tersebut masih muslim, kecuali bila orang tesebut telah keluar dari Islam (Murtad) maka telah berhukum kafir. Aliran Murji’ah juga menganggap bahwa orang yang lahirnya terlihat atau menampakkan kekufuran, namun bila batinnya tidak, maka orang tersebut tidak dapat dihukum kafir, sebab penilaian kafir atau tidaknya seseorang itu tidak dilihat dari segi lahirnya, namun bergantung pada batinnya. Sebab ketentuan ada pada I’tiqad seseorang dan bukan segi lahiriyahnya. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap mukmin dihadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir. Alasan Murji’ah menganggapnya tetap mukmin, sebab orang Islam yang berbuat dosa besar tetap mengakui bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah rasulnya. Pembagian golongan aliran Murji’ah Dalam bidang aliran teologi mengenai dosa besar, kaum Murji’ah ini mempunyai pendapat tentang aqidah yang semacam umum dapat digolongkan kedalam pendapat yang moderat dan ektrim. Golongan yang Ekstrim Golongan ini dipimpin Al-Jahamiyah (pengikut paham ibn Safwan) pahamnya berpendapat, bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah kafir. Dengan alasan, iman dan kafir bertempat dihati lebih lanjut umpamanya ia menyembah salib, percaya pada trinitas dan kemudian meninggal, orang ini tetap mukmin, tidak menjadi kafir. Dan orang tersebut tetap memiliki iman yang sempurna. Pengikut Abu Al-Hasan Al-Salihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan dan kafir adalah tidak tahu pada Tuhan. Masalah sembahyang tidak merupakan ibadah kepada Allah. Ibadah adalah iman kepadanya, artinya mengetahui Tuhan. Menurut mereka seseorang yang percaya kepada Tuhan dan percaya pada trinitas dan kemudian meninggal, maka orang ini tetap dianggap mukmin. Al-Syahrasytäni, al-Milal....hlm. 116. Lihat juga, Ali Subeih, Al-Fisal fi al-Ahwa wa al-Nihal, Kairo: tp., 1964, Vol. V, hlm. 46. Bandingkan dengan Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah analisis Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1986. Cet. V, hlm. 26. Al-Baghdadi menerangkan pendapat Al-Salihiyah bahwa sembahyang , zakat, puasa, dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah. Kesimpulanya ibadah hanyalah iman.Mereka juga berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan dan kafir adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pema haman mereka sembahyang merupakan ibadah kepada Allah. Sebab pengertian ibadah adalah iman kepada Allah, yakni mengetahui Tuhan. Golongan lain adalah al-Yunusiyah, pengikut pengikut Yunus bin Aun al-Namiri. Kelompok ini berpendapat bahwa iman adalah menge tahui Allah, tunduk dan tidak sombong kepada-Nya, serta mencintai Allah dengan hati. Oleh karena itu, Iblis adalah makhluk yang menge tahui Allah, meskipun lantaran keseombonganya dipandang kafir. Bagi mereka orang yang hatinya tunduk dan cinta kepada Allah, mereka tidak akan terjebak pada perbuatan maksiat. Jikapun mereka melaku kan maksiat, maka kemaksiatan itu tidak akan merusak keimanannya. Dan bahkan, orang Mukmin yang masuk surga adalah bukan karena ke patuhan dan amalnya, akan tetapi semata-mata karena keimanannya. Al-Syahrasytäni al-milal….. hal.133 Pendapat aliran Al-Yunusiyyah ini mendapat dukungan dari go longan Al-Ubaidiyah, pengikut Ubeid al-Muktaib. Bagi Al-Ubaidiyah, dosa apa pun selain dosa syirk adalah diampuni oleh Allah. Kemudian sekiranya seseorang mati dalam iman, dosa dan perbuatan jahat yang dilakukannya tidak akan merugikan yang bersangkutan. Sementara itu dalam pandangan Muqatil bin Sulaiman, perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang, dan sebaliknya perbuatan baik tidak akan mengubah kedudukan orang musyrik. Kelompok lain dari Murji'ah ekstrem adalah Al-Ghassaniyyah, pengikut Ghassan al-Kufi. Menurut mereka iman adalah mengetahui Allah dan Rasul-Nya serta mengikrarkan apa-apa yang diturunkan oleh Allah dan Rasul-Nya secara global dan tidak terperinci. Prinsip iman, menurut mereka adalah tidak bertambah dan tidak berkurang (la yazid wa la yanqus). Kemudian jika seseorang mengatakan, "saya tahu bahwa Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini", orang yang demikian tetap Mukmin dan bukan kafir. Begitu juga, jika seseorang berkata, "saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji di Kabah, tetapi saya tidak tahu apakah Kabah itu di India atau di tempat lain", maka orang yang demikian masih dipandang Mukmin dan bukan kafir. Golongan Moderat Kedua, Murji’ah Moderat. Golongan ini berpendapat bahwa orang yang besar kacau balau dan tidak kekal dalam neraka. Ia mendapat hukuman dalam dan sesuai dengan besarnya dosa yang dibeli. Tuhan akan memberikan ampunan teratas dosanya. Oleh sebab itu, golongan ini yakin bahwa orang tersebut tidak akan masuk neraka selamanya. Berbeda dengan golong an Mu’tazilah yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar kekal di neraka. Bagi kaum Murji’ah para pembuat dosa tadi tidak kekal di ne raka, walaupun mereka mengatakan bahwa pendosa itu akan disiksa dengan ukuran tertentu dan mungkin kemudian Allah memaafkannya dan menaunginya dengan rahmat-Nya. Itulah sebabnya golongan Mu’tazilah menerapkan sifat Murji’ah kepada beberapa imam mazhab dalam bidang fikih dan Hadis. Tokoh dari golongan ini antara lain Al Hasan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yu suf, dan beberapa ahli Hadis. Dr. H. Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam, dari tauhid menuju keadilan. Kencana (2016.0605) Ajaran kaum Murji’ah moderat memiliki kesamaan dengan pendapat ahli Sunnah wal jama’ah dalam Islam. Imam Al-Asy’ari berpendapat, iman adalah pengakuan dalam hati tentang keesaan Tuhan dan tentang kebenaran Rasul-rasulnya serta apa yang mereka bawa. Sebagai cabang dari iman adalah mengucapkan lisan dan saya ngerjakan rukun-rukun Islam. Bagi orang yang telah menyatakan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya melalui pembenaran dengan hati kemudian ia melakukan dosa besar, lalu ia meninggal tanpa sempat bertaubat, maka nasibnya terletak ditangan Tuhan. Mengharapkannya adalah Tuhan tidak memberi ampun atas dosa-dosanya dan akan menyiksanya sesuai dengan dosa-dosa yang dibuatnya. Setelah itu dia dimasukkan ke dalam surga, karena seorang Mukmin tidak akan mungkin kekal tinggal dalam neraka. Keidentikan pendapat yang berasal dari kaum Murji’ah moderat dengan Ahlusunah lainnya dapat dilihat dari pendapatnya tentang kategori iman yang menjadi dua bagian. Pertama, Iman yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka, yaitu mengakui Tuhan, kitab, Rasul, qadar, sifat Tuhan, dan segala keyakinnan lain yang diakui syariat. Mewajibkan adanya keadilan dan melenyapkan nama fasik dari seseorang serta melepaskannya dari neraka, yaitu iman yang disertai pelaksanaan segala yang wajib dan menghambat segala dosa besar. BAB III PENUTUP Kesimpulan Kata murji’ah berasal dari suku kata bahasa arab “Rajaa” yang ber arti “kembali”, dan mashdar-nya adalah “al-irja”. Kata “al-irja” memi liki dua pengertian, yaitu “al-ta’khir” (mengakhirkan) dan “I’tha al-rajā” (memberikan harapan). Aliran Murji’ah adalah aliran dalam Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khawarij. Ini dari ajarannya yang bertolak belakang dengan Khawarij. Dalam aliran Murji’ah orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama keimanan. Saran Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada kritik dan saran yang ingin disampaikan, silakan sampaikan kepada kami Apabila terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. DAFTAR PUSTAKA Dr. H. Nunu Burhanuddin 2016, Ilmu Kalam, dari tauhid menuju keadilan. Kencana 2016.0605 Dr. H. Muhammad Hasbi ilmu kalam,memotret berbagai aliran teologi dalam Islam Al-Syahrasytäni, Al milal wa Al nihal. Surabaya : Bina ilmu, 2006 2