Academia.eduAcademia.edu

Makalah Ilmu Kalam, Aliran Khawarij dan Murji'ah klmpok

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL FITHRAH 2019 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu Kalam atau dalam istilah lain disebut juga Teologi Islam merupakan ilmu yang membahas masalah-masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat. Pada awal kemunculannya, persoalan-persoalan mengenai kalam dipicu oleh persoalan-persoalan politik. Persoalan kalam tersebut telah menimbulkan beberapa aliran teologi dalam Islam, yaitu: (1)Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh; (2) Aliran Murji'ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir, dan perihal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah Swt. untuk mengampuninya atau tidak; (3) Aliran Mu'tazilah yang tidak menerima pendapat dari kedua aliran sebelumnya. Kemudian pada perkembangannya, muncul lagi beberapa aliran teologi dalam islam yaitu Aliran Qadariyah, Aliran Jabariah, Aliran Asy'ariyah, dan Aliran Maturidiah. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu Aliran Khawarij dan bagaimana sejarah munculnya ? 2. Apa saja pokok-pokok ajaran aliran khawarij dan apa saja sekte-sektenya ? 3. Apa itu Aliran Murji'ah dan bagaimana sejarah munculnya ? 4. Apa saja pokok-pokok ajaran aliran murji'ah dan apa saja sekte-sektenya ? 3 BAB II ALIRAN KHAWARIJ DAN ALIRAN MURJI'AH A. ALIRAN KHAWARIJ 1. Sejarah munculnya Aliran Khawarij Aliran Khawarij muncul ketika peperangan memuncak antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah yang merasa terdesak, maka Muawiyah merencanakan untuk mundur, tetapi dibantu dengan pemikiran yang ideal untuk melakukan arbitrase yang menimbulkan perpecahan pada pasukan Ali. Sekelompok orang dari pasukan Khawarij menuntut Ali agar menerima usulan arbitrase, maka dengan terpaksa ia menerima usulan tersebut. Mereka bukan tidak mengakui bahwa mereka tadinya menerima arbitrase. Tetapi mereka masih menyalahkan Ali, kata mereka:"Kami salah tetapi mengapa engkau ikut perkataan kami, padahal engkau tau kami salah. Sebagai seorang Khalifah, harus mempunyai pandangan yang jauh, melebihi pandangan kami, dan pendapat yang lebih tepat dari pendapat kami." 1 Dan juga Abu'Ala al-Maududi dalam bukunya al-Khalifah wa al-Mulk menjelaskan bahwa sejarah munculnya kelompok Khawarij adalah pada waktu perang shiflin ketika Ali dan Muawiyah menyetujui penunjukan dua orang hakim sebagai penengah guna menyelesaikan pertikaian yang ada diantara keduanya. Sebenarnya sampai saat ini mereka adalah pendukung Ali, tetapi kemudian secara tiba-tiba, mereka berbalik ketika berlangsungnya tahkim dan berkata kepada kedua tersebut:"Kalian semua telah menjadi kafir dengan memperhakimkan manusia sebagai ganti allah diantara mereka." 2 Begitupun dengan dengan Thaib Abdul Muin, menjelaskan bahwa Khawarij timbul setelah perang Shiflin antara Ali dan Muawiyah. Peperangan Namun ada juga yang mengemukakan bahwa kaum khawarij juga menyebut dirinya syurah berasal darikata yasyri(menjual) yang berarti golongan yang mengorbankan (menjual)dirinya untuk Allah, dan inipun terdapat secara tekstual dalam Al-Qur'an surah al-baqarah halayat 207 yang berarti: "dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan (menjual) dirinya karenamencari keridhoan allah." Khawarij dinamakan juga dengan al-Mariqah karena dianggap telah keluar dari agama, yang berasal dari kata maraga yang berarti anak penah keluar dari busurnya. Nama ini diberikan oleh lawan-lawan mereka. 8 Nama lain Khawarij adalah Haruriah dari kata harura, salah satu desa yang terletak di dekat kota Kufah, Irak. Di tempat inilah mereka yag ada pada waktu itu berjumlah dua belas ribu orang, berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali yang kemudian mengangkat Abdullah Ibn Wahab Al-Rasyibi sebagai imam mereka. Sebagai wujud rasa penyesalannya kepada Ali yang menerima arbitrase tersebut.

ALIRAN KHAWARIJ DAN ALIRAN MURJI’AH Makalah Ini Guna Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah: ILMU KALAM Dosen Pengampu: Choirus Sholihin, M.Pd.I Disusun Oleh: Marzuki Muhammad FathulArifin Muhammad Syahrul Yasin Ahmad Burhanudin PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL FITHRAH 2019 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ilmu Kalam atau dalam istilah lain disebut juga Teologi Islam merupakan ilmu yang membahas masalah-masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat. Pada awal kemunculannya, persoalan-persoalan mengenai kalam dipicu oleh persoalan-persoalan politik. Persoalan kalam tersebut telah menimbulkan beberapa aliran teologi dalam Islam, yaitu: (1)Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh; (2) Aliran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir, dan perihal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah Swt. untuk mengampuninya atau tidak; (3) Aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat dari kedua aliran sebelumnya. Kemudian pada perkembangannya, muncul lagi beberapa aliran teologi dalam islam yaitu Aliran Qadariyah, Aliran Jabariah, Aliran Asy’ariyah, dan Aliran Maturidiah. RUMUSAN MASALAH Apa itu Aliran Khawarij dan bagaimana sejarah munculnya ? Apa saja pokok-pokok ajaran aliran khawarij dan apa saja sekte-sektenya ? Apa itu Aliran Murji’ah dan bagaimana sejarah munculnya ? Apa saja pokok-pokok ajaran aliran murji’ah dan apa saja sekte-sektenya ? BAB II ALIRAN KHAWARIJ DAN ALIRAN MURJI’AH ALIRAN KHAWARIJ Sejarah munculnya Aliran Khawarij Aliran Khawarij muncul ketika peperangan memuncak antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah yang merasa terdesak, maka Muawiyah merencanakan untuk mundur, tetapi dibantu dengan pemikiran yang ideal untuk melakukan arbitrase yang menimbulkan perpecahan pada pasukan Ali. Sekelompok orang dari pasukan Khawarij menuntut Ali agar menerima usulan arbitrase, maka dengan terpaksa ia menerima usulan tersebut. Mereka bukan tidak mengakui bahwa mereka tadinya menerima arbitrase. Tetapi mereka masih menyalahkan Ali, kata mereka:”Kami salah tetapi mengapa engkau ikut perkataan kami, padahal engkau tau kami salah. Sebagai seorang Khalifah, harus mempunyai pandangan yang jauh, melebihi pandangan kami, dan pendapat yang lebih tepat dari pendapat kami.” Muchtar Yahya, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983) hal. 304 Dan juga Abu’Ala al-Maududi dalam bukunya al-Khalifah wa al-Mulk menjelaskan bahwa sejarah munculnya kelompok Khawarij adalah pada waktu perang shiflin ketika Ali dan Muawiyah menyetujui penunjukan dua orang hakim sebagai penengah guna menyelesaikan pertikaian yang ada diantara keduanya. Sebenarnya sampai saat ini mereka adalah pendukung Ali, tetapi kemudian secara tiba-tiba, mereka berbalik ketika berlangsungnya tahkim dan berkata kepada kedua tersebut:”Kalian semua telah menjadi kafir dengan memperhakimkan manusia sebagai ganti allah diantara mereka.” Abu ‘Ala al-Mududi, Al-Khalifah wa al-Mulk, diterjemahkan oleh Muhammad al-Baqia, (Bandung: Mizan, 1996). Hal. 275 Begitupun dengan dengan Thaib Abdul Muin, menjelaskan bahwa Khawarij timbul setelah perang Shiflin antara Ali dan Muawiyah. Peperangan itu diakhiri dengan gencatan senjata, untuk mengadakan perundingan antara kedua belah pihak. Golongan Khawarij adalah pengikut Ali, mereka memisahkan diri dari pihak Ali, dan jadilah penentang Ali dan Muawiyah, mereka mengatakan Ali tidak konsekuen dalam membela kebenaran. Thaib Abdul Muin, Ilmu Kalam, (Jakarta: Bumi Restu, 2006). Hal. 98 Kaum Khawarij bukan saja meninggalkan Ali, bahkan berani pula mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa dengan mengkafirkan Ali dan menghalalkan darah kaum muslimin.Khawarij tidak hanya ditandai dengan kuatnya berpegang pada makna tekstual lafad-lafad, tetapi juga cinta mati dan siap menghadapi resiko bahaya hanya karena hal-hal yang tidak prinsipil, sebagian dari mereka kadang menjadi nekad hanya karena kecerobohan dan kacaunya motif-motif yang mendasari tindakan mereka. Muhammad Dahlan dan Ahmad Qarib, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakartta: Logos Publishing House, 1996) hal. 65 Para pengikut kelompok Khawarij pada umumnya terdiri atas orang-orang arab pegunungan yang ceroboh dan berfikiran dangkal. Sebenarnya penganut aliran Khawarij banyak ikhlas dalam beragama, atau dengan kata lain keikhlasan mereka dibarengi dengan kesempatan berfikir yang hanya tertuju kepada suatu arah tertentu saja. Islam masuk ke lubuk hati mereka berdampingan dengan kepicikan berfikir dan imajinasi mereka serta jauhnya mereka dari ilmu pengetahuan dari sejumlah persoalan itu, munculah jiwa yang beriman dan fanatik (karena pola fikiran yang picik), bersikap gigih (karena sesuai dengan alam padang pasir yang panas), tidak cinta dunia atau zuhud, karena memang kehidupan mereka miskin. Ibid, hal. 67 Kaum Khawarij mempunyai sikap yang berlebih sehingga mereka mengkafirkan siapa saja yang berdiri diluar golongan mereka. Disamping itu, mereka menuntut sekeras-kerasnya, supaya pemerintah di bentuk secara republik. Yang menentang pendirian ini pun, mereka anggap kafir pula. Pemahaman semacam ini sudah tertanam dalam benak mereka dan baru dapat dilumpuhkan setelah berkobarnya api peperangan yang banyak sekali menelan korban kaum muslimin. Akhirnya mereka lari kocar-kacir bertebaran di pinggir-pinggir negeri Islam. Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996) hal. 13 Dengan demikan kemunculan Khawarij diawali dengan perhelatan politik dalam hal pengangkatan khalifah yang pada gilirannya menjadikan peristiwa perang, kemudian diakhiri dengan arbitrase. Arbitrase inilah yang menjadi awal dari pada keluarnya para pendukung Ali yang selanjutkan disebut sebagai Khawarij. Pengertian Khawarij Pengertian Khawarij berkaitan dengan predikat yang disandangkan kepadanya yakni Khawarij itu sendiri, al-muhakkimah, syura, al-mariq,dan haruriyah. Nama khawarij berasal dari kata kharaja (خرج) yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisanpendukung Ali karena tidak sepakat terhadap Ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam Perang Shiffin pada tahun 37 H/648 M dengan pihak Mu’awiyah perihal persengketaan Khalifah. Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa pemberian itu didasarkan pada ayat 100 surah al-nisa’(4) yang di dalamnya disebutkan:”keluar dari rumah dan lari kepada Allah dan Rasulnya”. Dengan demikian, kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-nya. Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran, Sejarah Analisa Dan Perbandingannya, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2002) hal. 13 Nama lain dari Khawarij adalah Al-Muhakkimah yang berasal dari semboyan mereka yang terkenalla hukma illa Allah (tiada tuhan kecuali hukum Allah) atau la hakama illa Allah (tiak ada pembuat hukum kecuali Alah). Berdasarkan alasan inilah mereka menolak keputusan Ali. Yang berhak memutuskan perkara hanya Allah SWT. Bukan abritrase sebagaimana yang dijalankan oleh Ali. Namun ada juga yang mengemukakan bahwa kaum khawarij juga menyebut dirinya syurah berasal darikata yasyri(menjual) yang berarti golongan yang mengorbankan (menjual)dirinya untuk Allah, dan inipun terdapat secara tekstual dalam Al-Qur’an surah al-baqarah halayat 207 yang berarti: “dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan (menjual) dirinya karenamencari keridhoan allah.” Khawarij dinamakan juga dengan al-Mariqah karena dianggap telah keluar dari agama, yang berasal dari kata maraga yang berarti anak penah keluar dari busurnya. Nama ini diberikan oleh lawan-lawan mereka. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiyar Baru Van Hoeve,1994) hal. 47 Nama lain Khawarij adalah Haruriah dari kata harura, salah satu desa yang terletak di dekat kota Kufah, Irak. Di tempat inilah mereka yag ada pada waktu itu berjumlah dua belas ribu orang, berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali yang kemudian mengangkat Abdullah Ibn Wahab Al-Rasyibi sebagai imam mereka. Sebagai wujud rasa penyesalannya kepada Ali yang menerima arbitrase tersebut. Pokok-pokok Ajaran Aliran Khawarij Kemudian berikut ini akan dikemukakan pokok-pokok ajaran Khawarij yang merupakan manfestasi dari teknis dan kepicikan berpikir serta kebencian mereka terhadap suku Quraisy dan semua kabilah mudhar, yaitu: Pengangkatan khalifah akan sah jika berdasarkan pemilihan yang benar-benar bebas dan dilakukan oleh semua umat islam tanpa diskriminasi. Seorang khalifah tetap pada jabatannya selama ia berlaku adil, melaksanakan syariat, serta jauh dari kesalahan dan penyelewengan. Jika ia menyimpang, ia wajib dijatuhkan dari jabatannya atau dibunuh. Jabatan khalifah bukan hak khusus keluarga Arab tertentu, bukan monopoli suku Quraisy sebagaimana dianut oleh golongan lain, bukan pula khusus orang Arab dengan menafikan bangsa lain, melainkan semua bangsa mempunyai hak yang sama. Bahkan Khawarij mengutamakan non-Quraisy untuk memegang jabatan khalifah. Alasannya, apabila seorang khalifah melakukan penyelewengan dan melanggar syariat akan mudah dijatuhkan tanpa ada fanatisme yang mempertahankannya atau keturunan keluarga yang mewarisinya. Pengangkatan khalifah tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalah-masalah mereka. Pengangkatan khalifah bukan suatu kewajiban berdasarkan syara’, tetapi hanya bersifat kebolehan. Kalaupun pengangkatan itu wajib, maka kewajiban itu berdasarkan kemaslahatan dan kebutuhan. Orang yang berdosa adalah kafir. Mereka tidak membedakan antara satu dosa dengan dosa yang lainnya, bahkan kesalahan berpendapat merupakan dosa, jika pendapat itu bertentangan dengan kebenaran. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara pelaku Aisyah, Thalhah, dan Zubair, dengan Ali bin Abi Thalib) dan para pelaku tahkim termasuk yang menerima dan membenarkannya dihukum kafir. Muhammad Dahlan dan Ahmad Qarib, op.cit., hal. 69 Pokok ajaran tersebut diatas, membuat kaum Khawarij keluar dari mayoritas umat islam. Mereka memandang orang yang berbeda paham dengannya telah menjadi kafir. Dalam upaya kafir mengkafirkan ini, terdapat satu golongan yang menolak ajaran kaum Khawarij yang mengkafirkan orang mukmin yang melakukan dosa besar. Sehingga mereka membentuk suatu golongan yang menolak ajaran pengkafiran tersebut, golongan ini disebut dengan golongan Murji’ah.Berikut pokok-pokok ajaran aliran Khawarij: Setiap ummat Muhammad yang terus menerus melakukan dosa besar hingga matinya belum melakukan tobat, maka dihukumkan kafir serta kekal dalam neraka. Membolehkan tidak mematuhi aturan-aturan kepala negara, bila kepala negara tersebut khianat dan zalim. Ada faham bahwa amal sholeh merupaka bagian essensial dari iman. Oleh karena itu, para pelaku dosa besar tidak bisa lagi disebut muslim, tetapi kafir. Keimanan itu tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalah sendiri. KaumKhawarij mewajibkan semua manusia untuk berpegang kepada keimanan. Apabila segala tindakannya tidak didasarkan kepada keimanan, maka konsekuensinya dihukumi kafir. Muhammad Hasbi, Ilmu Kalam, (Yogyakarta, Trustmedia Publishing, 2015) hal. 27 Sekte-sekte Aliran Khawarij Berikut ini akan disebutkan sekte-sekte aliran Khawarij bersama sedikit penjelasannya, antara lain sebagai berikut: Al-Muhakkimah yang merupakan Khawarij yang asli, mereka yang mengkafirkan seluruh pihak yang terlibat arbitrase/tahkim. Azariqah yang sikapnya lebih radikal dari Al- Muhakkimah, tokohnya adalah Nafi’ ibn al-Asraq. Al-Nadjah, tokohnya adalah Nadjah ibnu amir al-Hanafi. Ajaridah yang merupakan sekte yang lebih lunak, tokohnya adalah Abdul Karim ibn Ajrad. Sufriah yang merupakan sekte yang hampr sama dengan golongan Azariqah (golongan ekstrim), tokohnya dalah Zain ibn al-Asfar. Al-Ibadiyah yang merupakan sekte yang paling moderat dari seluruh sekte khawarij, tokohnya adalah Abdullah ibn Ibad. Yazidiyyah yang mulanya merupakan pengikut sekte Ibadiyah, tetapi kemudian berpendapat bahwa Allah Swt. akan mengutus Rasul dari kalangan luar arab dan diberi kitab yang akan menggantikan syari’at Muhammad. Maimuniyyah, tokohnya adalah Ma’mun al-Ajradi. Muhammad Dahlan dan Ahmad Qarib, op.cit., hal. 85 ALIRAN MURJI’AH Pengertian dan sejarah munculnya Aliran Murji’ah Nama Murjia’ah di ambil dari kata irja’ atau arja’a yang berakna penundaan, penangguahan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung arti memberi pengharapan, yaitu kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah SWT. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yaitu ‘Ali dan Mu’awiyah, serta setiap pasukannya pada hari kiamat kelak. Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertamamengatakan bahwa gagasan irja, atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun teologi, diperkirakan lahir bersama dengan kemunculannya syi’ah dan Khawarij. Murji’ah, pada saat itu musuh beratnya Khawarij. Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbritase) atas usulan Amr bin Ash’, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yaitu Khawarij, memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan Al-Qur’an, dalam pengertian tidak mentahkim berdasarkan hukum Allah SWT. Oleh karena itu, Khawarij berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan dihukum kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lainnya, seperti zina, riba, membunuh tanpa alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik. Pendapat Khawarij tersebut ditentang oleh sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah dengan mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah SWT., apakah mengampuninya atau tidak. Pokok-pokok Ajaran Aliran Murji’ah Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja’ atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan yang dihadapinya, baik persoalan politik atau teologis. Di bidang politik, irja’ diemplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the queietists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasikan begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik. Adapun di bidang teologi, doktrin irja’ atau arja’a dikembangkan Murji’ah menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persolan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks, mencakup iman, kufur, dosa besar, dan ringan, tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi, pengampunanatas dosa besar, kemaksuman Nabi, hukuman atas dosa, pertanyaan tentang ada yang kafir di kalangan generasi awal islam, tobat, hakikat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan tuhan. Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hal. 70-72 Berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu: Menunda hukuman atas Ali, Mu’awriyah, Amir bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim hingga kepada Allah pada hari kiamat kelak; Menyerahkan keputusuan kepada Allah SWT. atas orang muslim yang berdosa besar; Meletakkan (pentingnya) iman lebih utama daripada amal; Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah SWT. Harun Nasution, Op.cit hal. 22-23 Sekte-sekte Aliran Murji’ah Muhammad Imarah (l. 1931) menyebutkan ada dua belas sekte dalam Aliran Murji’ah, yaitu sebagai berikut: Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shafwan. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy. Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary. Asy-Syamriayah, pengikut Abu Samr dan Yunus. Asy-Syawbaniyah, pengikut Abu Syawban. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy. An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib. Al-Mu’aziyah,pengikut Muadz Ath-Thawmy. Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy Al-Karamiyah,pengikut Muhammad bin Karam As-Sijitany Muhammad Imarah, Tayyarat al-Fikr al-Islamy, (Beirut: Dar Asy-Syuruq, 1991) hal. 33-34 Adapun yang termasuk kelompok ekstrem adalah Al-Jahmiyah, Ash-Sholihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap-tiap kelompok dapat dijelsakan sebagai berikut. Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan tidak menjadi kafir karena iman dan kufur tempatnya di dalam hati, bukan bagian lain tubuh manusia. Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihy, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui tuhan dan kufur tidak tahu tuhan. Begitu pula zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah, melainkan melambangkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah hanya iman. Yunusiyah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang tidak dikerjakan tidak merugikan bagi yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit tidak merusak iman seorang sebagai musyrik atau politeis. Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tahu tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini.” Orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan “saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di india atau ditempat lain.” Harun Nasution, Op.cit., hal 26-27 BAB III Kesimpulan Aliran Khawarij Khawarij atau dipanggil juga dengan sebutan al-Muhakkimah, Syura, al-Mariq atau Hururiyah pada mulanya merupakan pendukung Sayyidina Ali pada perang Shiffin antara pihak Ali dengan Muawiyah. Perang antara pihak Ali dengan Muawiyah tersebut diakhiri dengan peristiwa arbitrase/tahkim yang memutuskan sayyidina Ali diturunkan dari jabatannya sebagai Khalifah oleh delegasinya sendiri dan pengangkatan Muawiyah sebagai Khalifah oleh delegasinya sendiri pula sebagai pengganti Ali. Hal ini menyebabkan kekecewaan pada sebagian pendukung Ali yang menyebabkan mereka keluar dari barisan dan kemudian disebut Khawarij. Mereka mengkafirkan seluruh pihak beserta pendukungnya yang terlibat dalam arbitrase/tahkim tersebut. Dalam perkembangannya Aliran Khawarij memiliki pemahaman bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh. Mereka juga memandang orang yang berbeda paham dengan mereka adalah kafir dan darah mereka halal untuk dibunuh. Kemudian dalam aliran Khawarij muncul beberapa sekte yaitu; al-Muhakkimah, Azriqah, al- Nadjah, Ajaridah, Sufriah, al-Ibadiyyah, Yazidiyyah dan Maymuniyyah. Aliran Murji’ah Pada peristiwa tahkim/arbitrasediakhir peperangan antara Ali dan Muawiyah, terdapat kelompok yang keluar dari barisan pendukung Ali karena tidak puas dengan keputusan akhir dari tahkim/arbitrase tersebut yang kemudian disebut Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan Al Qur’an dan tidak berdasarkan hukum Allah Swt. Mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim merupakan dosa besar sama seperti dosa besar lainnya dan dihukumi kafir. Disinilah muncul sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah yang menentang pendapat Khawarij dengan mengatakan bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah Swt. untuk mengampuninya atau tidak, yang kemudian pendapat ini menjadi ajaran pokok dalam aliran ini. Dalam perkembangannya dalam Aliran Murji’ah muncul beberapa sekte yang disebabkan perbedaan pendapat dalam aliran Mur’jiah sendiri, yang menurut Muhammad Al-Imarah adalah sebagai berikut; Al-Jahimiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunushiyyah, Asy-Syamriayah, Asy-Syaubaniyah, Al-Ghailaniyyah, An-Najariyah, Al-Hanafiyah, Asy-Syabibiyah, Al-Mu’aziyah, Al-Murisiyah dan Al-Karamiyah. Daftar Pustaka Hasbi,Muhammad.Ilmu Kalam, Yogyakarta, Trustmedia Publishing, 2015. Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2012. Yahya,Muchtar. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983. Al-Mududi,Abu ‘Ala.Al-Khalifah wa al-Mulk, diterjemahkan oleh Muhammad al-Baqia, Bandung: Mizan, 1996. Muin,Thaib Abdul.Ilmu Kalam, Jakarta: Bumi Restu, 2006. Dahlan, Muhammad dan Ahmad Qarib.Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, Jakarta: Logos Publishing House, 1996. Nasution,Harun. Teologi Islam; Aliran-aliran, Sejarah Analisa Dan Perbandingannya,Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2002. Abduh,Muhammad.Risalah Tauhid, Jakarta: Bulan Bintang, 1996. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ikhtiyar Baru Van Hoeve, 1994. Imarah,Muhammad.Tayyarat al-Fikr al-Islamy, Beirut: Dar Asy-Syuruq, 1991. 15