Academia.eduAcademia.edu

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Kebisingan dan Pencahayaan

2022, Mata Kuliah K3 D4 Teknik Mesin

selaku dosen pengampu mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). 2. Kepada semua teman-teman yang telah memberikan dukungan serta doa sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada waktunya. 3. Serta kepada seluruh pihak yang memberi dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kami turut menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, sehingga penulis akan menerima kritik serta saran dari pembaca sekalian demi kesempurnaan pembuatan makalah dikemudian hari. Demikian yang dapat penulis sampaikan, atas perhatian, kritik, serta saran yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) KEBISINGAN DAN PENCAHAYAAN : ALAT PELINDUNG DIRI (APD), DAN PENANGGULANGANNYA Disusun Oleh : Mochamad Ridwan Hidayat (21508334037) Muhammad Febri Eka Setiawan (21508334044) Bartolomeus Nori Narendra (21508334055) Raihan Akbar Ferdinand (21508334059) PRODI D4 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2022 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Esa, kami panjatkan puji dan syukur atas limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah pada mata kuliah Teori Fabrikasi yang kami beri judul “KEBISINGAN DAN PENCAHAYAAN : ALAT PELINDUNG DIRI (APD), DAN PENANGGULANGANNYA” dengan tepat waktu. Ungkapan terima kasih turut kami ucapkan kepada : 1. Drs. Putut Hargiyarto, M. Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). 2. Kepada semua teman-teman yang telah memberikan dukungan serta doa sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada waktunya. 3. Serta kepada seluruh pihak yang memberi dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kami turut menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, sehingga penulis akan menerima kritik serta saran dari pembaca sekalian demi kesempurnaan pembuatan makalah dikemudian hari. Demikian yang dapat penulis sampaikan, atas perhatian, kritik, serta saran yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih. Yogyakarta, 10 Februari 2022 Penulis i DAFTAR ISI Halaman Sampul ......................................................................................................... . Kata Pengantar............................................................................................................ i Daftar Isi ...................................................................................................................... ii Bab 1 Kebisingan......................................................................................................... 1 Definisi Kebisingan ................................................................................................... 1 Kategori Kebisingan .................................................................................................. 2 Dampak Kebisingan.................................................................................................. 2 Alat Pelindung Diri (APD) ........................................................................................ 4 Penanggulangan Kebisingan ..................................................................................... 5 Bab 2 Pencahayaan ..................................................................................................... 6 Definisi Pencahayaan ............................................................................................... 6 Pengukuran Tingkat Pencahayaan ............................................................................ 7 Pemenuhan Pencahayaan Lingkungan Kerja............................................................ 8 Penyakit Akibat Pencahayaan .................................................................................. 9 Daftar Pustaka .......................................................................................................... 10 TABEL DAN GAMBAR Tabel (1.1) Akibat Dari Kebisingan ......................................................................... 3 Gambar (1.1) Earplug ............................................................................................... 4 Gambar (1.2) Earmuff .............................................................................................. 5 ii BAB 1 KEBISINGAN 1.1 Definisi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 8/Menkes/Per/XI/1987, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bunyi ini merupakan kumpulan nada - nada dengan bermacam - macam intensitas yang tidak diinginkan sehingga dapat mengganggu indera pendengaran manusia. Sedangkan dalam lingkup industri, kebisingan didefinisikan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses poduksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Kebisingan ditempat kerja adalah semua bunyi-bunyi atau suara-suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi di tempat kerja (Kepmenaker No 51 tahun 1999). Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising dengan intensitas ysng berlebihan dapat merusak organ pendengaran (Nelson et al, 2005). Hal ini dipertegas oleh Liza Salawati (2013), bahwa lingkungan kerja yang bising menjadi salah satu dampak dari lingkungan industri, yang mana merupakan penyebab terbanyak terjadinya gangguan pendengaran (Hearing Loss). Di seluruh dunia, sebanyak 16% hearing loss pada orang dewasa disebabkan oleh lingkungan kerja yang bisisng (Nandi & Dhatrak, 2008). Kebisingan lingkungan kerja yang berlebihan tidak dapat diabaikan begitu saja, karena dapat memicu gangguan pendengaran yang akan menjadi masalah serius bagi pekerja, yaitu menurunkan tingkat fokus pekerja, performansi kerja, mengganggu 1 komunikasi, dan dapat berakibat fatal bagi kesehatan dan keselamatan pekerja industri. 1.2 Kategori kebisingan A. Berdasarkan frekeansi, tingkat tekanan, tingkat bunyi dan tenaganya, bunyi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu (Sucipto, 2014) : 1. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang ditimbulkan oleh bunyi mesin ditempat kerja, misalnya dari mesin ketik. 2. Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh adanya frekuensi bunyi antara 31,5 hingga 8.000 Hz. 3. Impuls noise (bising impulsif) yaitu bising yang disebabkan oleh adanya bunyi yang menyentak, misalnya ledakan meriam, pukulan palu, tembakan bedil. B. Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, kebisingan dapat dikategorikan sebagai berikut : a. Kebisingan yang menganggu (Irritating Noise). Kebisingan yang tidak terlalu keras namun berpotensi menganggu komunikasi maupun konsentrasi pekerja. b. Kebisingan yang menutupi (Masking Noise). Kebisingan dengan level yang cukup tinggi sehingga menutupi/menenggelamkan suara komunikasi pekerja, indikator, peringatan, maupun informasi berupa suara di lingkungan kerja. c. Kebisingan yang merusak (Damaging/Injurious Noise). Kebisingan yang karena memiliki level yang tinggi, berpotensi menyebabkan penurunan/kerusakan fungsi pendengaran secara temporal maupun permanen. 1.3 Dampak Kebisingan Meskipun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasus-kasus dimana akibat-akibat serius seperti kehilangan 2 pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara dan tingkat tekanan suara dan karena lamanya telinga terpapar kebisingan itu. Berikut ini merupakan dampak yang diterima manusia sebagai akibat dari kebisingan yang berlebihan (Susanto, 2006) : Tabel 1.1 Akibat dari kebisingan yang berlebihan Bahaya dari kebisingan menurut komponennya dapat dibagi menjadi 4, yaitu : 1. Intensitas/ Kekuatan Suara (Skala Desibel – dB) Intensitas bunyi yang ditangkap oleh telinga berbanding lurus dengan tekanan dan besaran gelombang akustik. Semakin tinggi intensitas kebisingan, maka semakin besar berbahaya bagi organ pendengaran. 2. Frekuensi (Skala Hertz – Hz) Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 20 hingga 20.000 Hz. Sebagai pembanding, manusia berbicara dalam rentang 250 – 4.000 Hz. Tinggi frekuensi kebisingan berbanding lurus dengan tingkat bahayanya. 3. Durasi (Skala Menit/Jam) Dampak negatif kebisingan berbanding lurus dengan lamanya paparan, dan juga menentukan jumlah total intensitas suara yang diterima organ pendengaran. Semakin lama paparan kebisingan yang diterima pekerja, maka semakin berbahaya. 3 4. Sifat/Karakter Mengacu pada karakter bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi, intermiten). Karakter kebisingan impulsif (satu atau lebih lonjakan energi bunyi dengan durasi kurang 1 detik) adalah yang memiliki dampak paling berbahaya. 1.4 Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan penunjang keselamatan dan pekerja di lingkungan dimana terdapat potensi bahaya bagi kesehatan dan keselamatan pekerja. APD yang digunakan untuk melindungi pekerja dari kebisingan umumnya adalah yang bersifat melindungi organ pendengaran dengan cara mengurangi intensitas/kekuatan suara (Desibel - dB). Efektifitas Alat Pelindung Telinga (APT) diukur dengan skor Noise Reduction Rating (NRR). Terdapat beberapa jenis Alat Pelindung Diri yang dibedakan berdasarkan bentuk dan kemampuannya memblokir intensitas suara, yaitu : 1. Earplug Gambar 1.1 Earplug Ear plug atau sumbat telinga adalah segumpal bahan lembut yang dirancang tepat dengan bentuk jiang telinga manusia, sehingga dapat menyumbat telinga tanpa kebocoran (Skurr, 1984). Earplug umumnya terbuat dari silikon, karet, 4 atau busa berbahan polyurethane (PU). Jenis APT ini memiliki nilai Noise Reduction Rating (NRR) antara 20 – 25 dB (As’ad, 2011). 2. Earmuff Gambar 1.2 Earmuff Earmuff adalah APT yang bersifat menutupi semua bagian telinga. Terbuat dari bahan pemblokir kebisingan yang dilapisi plastik sebagai casingnya. Biasanya, penggunaannya dikaitkan di kepala seperti headphone. Jenis APT ini dapat menutupi seluruh telinga eksternal dan mampu meredam bising sebesar 40-50 dB (Pujiriani, 2008). 1.5 Penanggulangan Kebisingan Resiko yang ditimbulkan akibat kebisingan di area industri dapat dikurangi dengan cara disiplin menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT) yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan tingkat kebisingan area kerja. Menurut Permenaker RI nomor 13/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan ditetapkan sebesar 85 desibel A (dBA). Selain hal tersebut, dapat pula dilakukan pengurangan tingkat kebisingan dengan cara meredam sumber kebisingan tersebut. Perlu diketahui bahwa tidak semua kebisingan dalam area kerja dapat dikurangi intensitasnya, yang mana dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Faradilla et al., 2004) : 5 A. Kebisingan yang intensitasnya dapat dikurangi Kebisingan yang intensitasnya dapat dikurangi adalah jenis kebisingan yang berasal dari sumber – sumber yang memungkinkan dilakukannya peredaman kebisingan tersebut, misal kebisingan dari kerja genset, dapat diredam dengan cara penambahan insulasi disekitar mesin dan peredam pada exhaust. Kemudian bising yang terjadi oleh ketidakseimbangan bagian mesin, dapat diatasi dengan melakukan perbaikan dan penyesuaian bagian mesin yang kondisinya kurang baik. B. Kebisingan yang intensitasnya tidak dapat dikurangi Kebisingan yang intensitasnya tidak dapat dikurangi adalah jenis kebisingan yang berasal dari sumber – sumber yang tidak dimungkinkan peredaman kebisingan tersebut karena dapat mengganggu kerja alat, misal kebisingan yang berasal dari putaran kipas sirkulasi atau akibat dari pergerakan udara, kebisingan yang berasal dari perubahan fluks elektromagnetik pada generator, motor listrik, transformator. Penanganan jenis kebisingan ini adalah menggunakan APT yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan. BAB 2 PENCAHAYAAN 2.1 Definisi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405 tahun 2002, pencahayaan atau penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Intensitas pencahayaan yang dikenakan pada suatu bidang atau ruangan dihitung dengan skala skala Lux (lx) per satuan unit persegi. 6 Lux merupakan unit yang disepakati secara internasional untuk mengukur tingkat fluks cahaya pada suatu area, yang mana nilai 1 Lux sama dengan 1 Lumen per meter persegi (International Electrotechnical Commission, 1987). Pencahayaan adalah salah satu faktor terpenting yang pertama kali harus dipenuhi di dalam lingkungan kerja. Penerangan atau pencahayaan yang cukup menjadi pertimbangan krusial yang akan mempengaruhi dan menentukan kualitas dan efisiensi suatu pekerjaan. Nilai kecukupan pencahayaan lingkungan kerja seperti yang dipersyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia adalah minimum 100 Lux. Terdapat lingkungan kerja tertentu dimana cahaya alami yang tersedia pada waktu produktif kerja, yaitu pagi hari hingga menjelang sore hari tidak dapat memenuhi kebutuhan pencahayaan, misal dalam ruangan gedung yang luas dan hanya memiliki sedikit jendela. Dalam lingkungan kerja semacam itu diperlukan cahaya buatan (artificial illumination) sehingga kebutuhan pencahayaan yang memadai dapat dipenuhi. 2.2 Pengukuran Tingkat Pencahayaan Dalam proses pengukuran dan analisa keterpenuhan pencahayaan di lingkungan kerja, ukuran yang digunakan sesuai persyaratan dalam Standar Nasional Indonesia adalah satuan Lux/meter 2. Perangkat Lux Meter digunakan sebagai alat pengukur intensitas cahaya, dan prosedur maupun titik – titik pengukuran ditentukan berdasarkan SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Analisa kecukupan intensitas cahaya pada suatu lingkungan kerja dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengukuran tingkat pencahayaan dengan nilai yang ditentukan oleh standar – standar atau aturan – aturan yang berlaku, yaitu SNI 03-6575-2001, dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MenKes/SK/II/1998. 7 2.3 Pemenuhan Pencahayaan Lingkungan Kerja Menurut Suma’mur (1993), intensitas penerangan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting untuk keselamatan kerja. Dalam upaya memenuhi standar – standar kesehatan dan keselamatan kerja, perlu perhatian khusus pada pencahayaan lingkungan yang cukup, sehingga faktor penunjang keselamatan dalam bekerja seperti kemampuan visual yang baik dapat terpenuhi. Apabila setelah dilakukan analisa ditemukan bahwa suatu area kerja memiliki tingkat pencahayaan yang kurang, terdapat upaya – upaya yang dapat dilakukan untuk memnuhi standar kecukupan pencahyaan, seperti (Frank, 1947) : 1. Pemanfaatan Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Pemanfaatan pencahayaan alami dapad dilakukan dengan menentukan jadwal kerja yang sesuai, dan pada ruangan tertutup seperti pabrik, diperlukan jendela – jendela atau dinding kaca sekurang – kurangnya 1/6 daripada luas lantai. Pemanfaatan sinar alami selain dapat menghemat energi, dapat pula mengurangi stres kerja dan meningkatkan kesehatan bagi pekerja. Adapun kekurangannya adalah intensitas yang tidak tetap, waktu pencahayaan yang terbatas, pengaturan intensitas dan arah pencahayaan sulit dilakukan. 2. Penggunaan Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan diperlukan apabila lingkungan kerja tidak dimungkinkan pemanfaatan cahaya alami karena sulit dicapai/ditembus oleh cahaya (sangat tertutup), maupun karena diperlukannya intensitas cahaya yang tetap, durasi kerja yang berbeda dengan waktu penyinaran matahari, dan lain sebagainya. 8 Pencahayaan buatan memanfaatkan sumber cahaya berupa lampu dengan jenis teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan biaya yang dikehendaki. Jenis pencahayaan ini memiliki keuntungan seperti waktu kerja yang tidak dibatasi, intensitas, warna, dan arah pencahayaan dapat disesuaikan dengan mudah, namun kekurangannya adalah memerlukan energi tambahan untuk operasinya, dan biaya awal yang lebih mahal daripada pencahayaan alami. 3. Kombinasi Antara Keduanya Kombinasi antara pencahayaan alami dengan buatan memungkinkan didapatkannya keuntungan dari masing masing jenis pencahayaan, yaitu waktu kerja yang tidak dibatasi, intensitas yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan, juga penghematan energi. Kombinasi dapat dilakukan dengan melakukan penyesuaian waktu kerja, tata cahaya dan konstruksi ruang kerja. 2.4 Penyakit Akibat Pencahayaan Pencahayaan ruang kerja yang terlalu redup maupun terlalu terang sama – sama mengakibatkan efek negatif bagi pekerja. Pencahayaan yang tidak sesuai dapat menimbulkan penyakit bagi organ pengelihatan pekerja, kehilangan fokus, meningkatkan stres, hingga kecelakaan kerja yang serius. Jika pencahayaan terlalu besar ataupun kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Akibatnya mata harus berkontraksi secara berlebihan. Hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah. Dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan iritasi, ketajaman dan kepekaan cahaya menurun, pengelihatan ganda (double vision), menyebabkan kehilangan produktifitas dan kualitas kerja, meningkatkan kesalahan dan kecelakaan kerja (Imamsyah S, 2009). 9 DAFTAR PUSTAKA Salawati, Liza, (2013), Noise-Induced Hearing Loss, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 13 Nomor 1 April 2013 Nandi, SS., and Dhatrak, SV., (2008), Occupational Noise Induced Hearing Loss in India, India Journal of Occupational and Environment Medicine, Vol. 12 Sucipto, CD., (2014), Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Yogyakarta: Gosyen Publishing. Susanto, Arif (2006), Buletin HSE Club Indonesia Journal. Skurr, B., (1984). Audiometri klinis. Buku Kumpulan Kuliah Fakultas Kedokteran. Bandung: UniversitasPadjajaran. As'ad, Mohamad, (2011), Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, 97-224. Pujiriani, Ike, (2008), Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keluhan Pendengaran Subyektif Yang Dirasakan Oleh Masinis Kereta Api Dipo Lokomotif Jatinegara, Universitas Indonesia. Faradilla, N., Rahmadiansah, A., Sawitri, D., (2004), Pengendalian Kebisingan Pada Industri Pencuci Pasir di PT. Maharadia Prakarsa, Institut Teknologi Surabaya. Lighting / Radiation, quantities and units. International Electrotechnical Commission. 1987. Suma’mur, PK, (2009), Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Jakarta: Sagung Seto. Imamsyah, Budi (2009), Dampak Sistem Pencahayaan Bagi Kesehatan Mata, Jakarta: Grasindo. H. Mahnke, Frank., (1947), Color and Light, Canada: John Wiley & Sons, Inc. tabel akibat kebisingan (1.1) : Arif Susanto, Buletin HSE Club Indonesia; Journal 03; Oktober 2006. Gambar Earplug (1.1) : successjayasafety.com Gambar Earmuff (1.2) : deltahealth.co.za . 10